Bab 2 Kti Eli Dengan Stroke Baru 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 55

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu kesejahteraan fisik, mental, dan social yang lengkap dan semata-mata bukan hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. ( Ali Zaidin, 2001 : 31) Masalah utama yang terjadi pada kesehatan sekarang banyak di sebabkan oleh gaya hidup yang buruk, makanan yang kurang sehat sehingga menyebabkan efek samping pada tubuh. Salah satu penyakit yang terjadi akibat dari hal tersebut adalah gangguan pada system persarapan di antaranya penyakit stroke. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak, stroke biasanya di akibatkan oleh thrombosis dan embolisme serebral. (Bruner & Suddarth 2001 : 2131). Stroke merupakan penyakit yang terutama mengenai populasi usia lanjut di seluruh dunia, Insidens pada usia 75-84 tahun sekitar sepuluh kali dari populasi berusia 55-64 tahun. (Aru W. Sudoyo 2006 : 1411). Sekarang kematian akibat penyakit stroke tercatat 1 penderita setiap 3,5 menit atau mencapai 5 juta penderita/tahun di seluruh dunia.

(www.pelita.or.id/baca.php).

Menurut Brunner & Suddarth (2001: 2131), stroke adalah masalah primer di Amerika Serikat dan di dunia. Meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden dalam beberapa tahun terakhir, namun stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke selanjutnya. Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa kecacatan, dari angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam aktifitas kehidupan sehari-hari. Menurut (www.yastroki.or.id/read.php), di Indonesia, kasus stroke sudah menunjukan trend meningkat. Berdasarkan data prevelensi, hipertensi sebagai factor risiko utama yang tidak terkendali di Indonesia,dan mencapai angka 95%. Sebanyak 12 juta penduduk di Indonesia, di atas 35 tahun berpotensi terserang stroke, dan peluang terkena stroke meningkat 2 kali lipat setiap 10 tahun. Kasus stroke yang terjadi di Indonesia tahun 2002 yang lalu telah menyebabkan kematian 123.000 orang, hal tersebut di sebabkan karena belum adanya strategi penanganan yang tepat tentang penyakit stroke, maka di perkirakan kematian akibat penyakit stroke akan meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data yang di peroleh dari medical record RSUD Gunung Jati Cirebon, di peroleh data sebagai berikut :

Table I.I : Data statistik pasien yang dirawat dengan stroke dari bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2009 di RSUD Gunung Jati Cirebon no 1 2 3 4 5 6 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Jumlah Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 19 11 2 7 10 12 61 13 5 9 8 6 14 55 Jumlah Total 32 16 11 15 16 26 116

Sumber : Medical Record RSUD Gunung Jati Cirebon Berdasarkan tabel di atas jumlah penderita penyakit stroke di RSUD Gunung Jati Cirebon, angka tertinggi terjadi pada bulan Januari sebanyak 32 orang dan bulan juni sebanyak 26 orang selama 6 bulan terakhir. Hal yang paling penting harus di lakukan tindakan pencegahan dan pengobatan

terhadap penyakit stroke sehingga dapat menurunkan angka kejadian penyakit stroke. Berdasarkan uraian di atas dan melihat tingginya angka kejadian penyakit stroke maka penulis tertarik untuk menindak lanjuti asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke yang telah penulis laksanakan dan di tuangkan dalam benruk Karya Tulis Ilmiah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.R DENGAN GANGGUAN SISTEM

PERSARAPAN AKIBAT STROKE DI RUANG VI RSUD GUNUNG JATI CIREBON.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system persyarafan akibat stroke (CVA) secara langsung dan kompherensif meliputi aspek bio-psiko-sosial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan. 2. Tujuan khusus a. Dapat melakukan pengkajian pada Ny. R dengan gangguan system persyarapan akibat stroke. b. Dapat membuat diagnosa keperawatan untuk Ny.R dengan gangguan system persarapan akibat stroke. c. Dapat membuat rencana keperawaatan untuk Ny.R dengan gangguan system persarapan akibat stroke. d. Dapat melakukan implementasi pada Ny.R dengan gangguan sistem persarapan akibat stroke. e. Dapat melakukan evaluasi pada Ny.R dengan gangguan system

persarapan akibat stroke. f. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan yang di berikan pada Ny.R mulai tahap pengkajian sampai dengan tahap evaluasi.

C. Metode Penulisan

Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode deskriptif yang berbentuk studi kasus. Teknik pengumpulan data menurut (Nursalam 2001 : 26-32) sebagai berikut : 1. Pengamatan/observasi yaitu mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien. 2. Wawancara Dengan menanyakan atau tanya jawab yang behubungan dengan maslah yang di hadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang di rencanakan. 3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik atau pengkajian fisik dalam keperawatan di pergnakan untuk memperoleh data objektif dari riwayat keperawatan klien yaitu dengan menggunakan metode inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. 4. Studi dokumentasi/catatan perawat Yaitu memberikan catatan tentang penggunaan proses keperawatan untuk memberikan perawatan pada pasien secara individual. 5. Kepustakaan Kepustakaan yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku sumber yang relevan dengan kasus.

D. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah : BAB I PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORITIS, terdiri dari konsep dasar yang meliputi : definisi, anatomi fisiologi, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan diagnosis,

penatalaksanaan dan pencegahan. Dan asuhan keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

implementasi dan evaluasi. BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN, terdiri dari tinjauan kasus dan pembahasan yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan evaluasi. BAB IV PENUTUP, terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR 1. Pengertian stroke Stroke didefisinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan deficit neurologis akibat iskema atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Aru w. Sudoyo, 2007 : 1411). Stroke atau penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pebatasan atau terhentinya aliran darah ke otak (Sylvia A. Price, 2007 : 1110). Stroke (cedera serebrovaskuler accident/CVA) didefisinikan sebagai gangguan neurologis fokal yang terjadi mendadak akibat proses patofisiologi dalam pembuluh darah.(Valentina L Brashers, 2007 :273). cedera cerebrovaskuler (CVA) atau stroke terjadi akibat iskemia atau perdarahan.( Jan Tambayong, 2000 : 173). Menurut Arief Mansjoer, (2000 : 17), Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa deficit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung

menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic Menurut Harsono (2005 : 81), Stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain dari gangguan vaskuler Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa sroke terjadi karena terhentinya suplai darah ke otak disebabkan karena emboli dan aterosklerosis. 2. Anatomi fisiologi Menurut Syaifuddin (2006 :274-309), system persayarapan

merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Dengan pertolongan syaraf dapat kita menerima suatu rangsangan dari luar pengendalian pekerjaan otot. Dan pembagian susunan syaraf pusat sebagai berikut : a. Susunan saraf pusat 1) Medulla spinalis Bagian susunan saraf pusat yang terletak didalam kanalis vertebralis bersama ganglion radiks posterior yang terdapat pada

setiap foramen intervertebralis terletak berpassngan kiri dan kanan. Organ ini mengurus persyarafan tubuh, anggota badan serta bagian kepala. Dimulai dari bagian bawah medulla oblongata setinggi korpus vertebra servikalis I, memanjang sampai ke korpus vertebra lumbalis I dan II. Dalam medulla spinalis keluar 31 pasang saraf, terdiri dari : a) Servikal b) Torakal c) Lumbal d) Sakral : 8 pasang : 12 pasang : 5 pasang : 5 pasang

e) Koksigial : 1 pasang Medulla spinalis mengandung zat putih dan zat kelabu yang mengecil pada bagian atas menuju kebagian bawah sampai

servikal dan torakal. Pada bagian bawah ini terdapat pelebaran dari vertebra servikal IV sampai vertebra torakal II. Pada daerah lumbal pelebaran ini semakin kecil disebut konus medularis. Konus ini berakhir pada vertebra lumbal I dan II. Akar saraf yang berasal dari limbal bersatu menembus foramen intervertebralis. Pentebaran semua saraf spinalis dimulai dari torakal I sampai lumbal III,

mempunyai cabang-cabang saraf yang akan keluar membentuk fleksus dan ini akan membentuk saraf tepi (perifer) terdiri dari : a) Plesus serfikalis, dibentuk oleh cabang-cabang saraf servikalis anterior, cabang ini bekerjasama dengan nervus vagus dan assesorius. b) Pleksus brachialis, dibentuk oleh persatuan cabang-cabang anterior dari saraf servikal IV dan torakal I, saraf terpenting nervus mediana. c) Pleksus lumbalis, dibuat oleh serabut saraf dan torakal XII, saraf terbesar yaitu nervus femoralis dan nervus obturator. d) Dibentuk oleh saraf dari lumbal dan sacral, saraf skiatik yang merupakan saraf terbesar keluar mempersarafi otot anggota gerak bawah. Sumsum belakang dibungkus oleh 3 selaput yaitu durameter (selaput luar), arachnoid (selaput jaringan), dan piameter (selaput dalam). Diantara durameter dan arachnoid terdapat lubang disebut kantung durameter. Fungsi medulla spinalis yaitu : a) Pusat gerakan otot-otot tubuh terbesar dikornu motorik ats kornu ventralis

10

b) Mengurus kegiatan reflexks-refleks spinalis serta reflex lutut c) Menganterkan rangsangan koordinasi dari otot dan sendi ke serebelum d) Sebagai penghubung antar medulla spinalis e) Mengadakan komunikasi antar otak dan semua bagian tubuh

2) Otak Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena

merupakan pusat computer dari semua alat tubuh. Otak terletak dalam rongga cranium (tengkorak). Otak terdiri dari : a) Otak besar (serebrum) Serebrum/otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan ats rongga tengkorak. Masing-masing diseut fosa kranialis anterior atas dan fosa kranialis media. Otak dilapisi oleh zat kelabu yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf. Pada otak besar ditemukan benberapa lobus yaitu :

11

(1) Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak didepan sulkus sentralis. (2) Lobus parietalis, terdapat didepan suluks sentralis dan dibelakangi oleh korakooksipitalis (3) Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis dan didepan lobus oksipitalis (4) Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum Fungsi serebrum yaitu : (1) Mengingat pengalaman yang lalu (2) Pusat persarafan yang menangani aktifitas mental, akal, intelegensi, keinginan, dan memori. (3) Pusat menangis, buang air besar, buang air kecil. b) Otak kecil (serebelum) Otak kecil terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak di pisahkan dengan serebrum oleh fisura

transversalis di belakangi oleh pons paroli dan diatas medulla oblongata. Fungsi serebelum adalah untuk mengatur sikap dan aktifitas sikap badan. Serebelum berperan penting dalam koordinasi otot dan menjaga keseimbangan.

12

c) Batang otak Diensepalon keatas berhubungan dengan serebrum dan medulla oblongata kebawah dengan medulla spinalis. Serebrum melekat pada batang otak dibagian medulla oblongata. Pons varoli dan mesenfalon. Batang otak terdiri dari : (1) Diensefalon Merupakan bagian otak paling atas terdapay di antara serebelum dengan mesenfalon. Fungsi dari diensefalon yaitu : (a) Vasokontriktror, mengecilkan penbuluh darah (b) Respiratori, membantu proses persarapan (c) Mengontrol kegiatan reflex (d) Membantu kerja jantung (2) Mesenfalon Atap dari mesenfalon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke atas dan fungsinya adalah (a) Membantu pergerakan mata dam mengangkat kelopak mata

13

(b) Memutar mata dan pusat pergerakan mata (3) Medulla oblongata Merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis, adapun fungsi dari medulla oblongata yaitu : (a) Mengontrol kerja jantung (b) Mengecilkan pembuluh darah (vasokontriktor) (c) Pusat pernapasan (d) Mengontrol kegiatan refleks (4) Pons varoli, brakium pontis Yaitu yang menghubungkan mesenfalom dengan pons varoli dengan serebulum, terletak di bagian serebulum di antara otak tengah dan medulla oblongata, dan fungsinya sebagai berikut : (a) Penghubung antara kedua bagian serebulum dan juga antara medulla oblongata dengan serebulum atau otak besar (b) Pusat saraf nervus trigeminus

14

b. Susunan saraf perifer 1) Susunan saraf somatic Susunan saraf somatic adalah susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktifitas otot sadar atau serat lintang. 2) Susunan saraf otonom Susunan saraf otonom adalah susunan saraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi pekerjaan otot involunter (otot

polos) seperti jantung, hati, pancreas, jaan pencernaan, kelenjar dan lain-lain. a) Susunan saraf simpatis b) Susunan saraf parasimpatis Sedangkan anatomi fisiologi pembuluh darah diotak menurut Harsono (2005 : 82-83), Otak memperoleh darah dari dua system, yakni di sistem karotis (arteri karotis interna kanan dan kiri), dan system vertebral. Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis naik dan masuk kerongga tengkorak melalui kaortis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua yaitu arteri sertebri anterior

15

dan arteri serebri media untuk otak, system ini member darah bagi lobus frontalis, peritalis, dan beberapa bagian lobus temporalis. System vertebral dibentuk oleh artei vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal diarteri subklavikula, manuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis dikoumna vertebralis servikalis, maausk kerongga karnium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebri inferior, pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri pada tingkat mesenfalon, arteri basilaris berakhir sebagai cabang-abang yaitu arteri serebri posterior yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial olobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri

permukaaan otak, dan dan beranatomois satu dengan yang lainnya. Cabang-cabang yang kecil menembus kedalam jaringan otakdan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara system karotis dan sistem vertebral, yaitu : a. Sirkulus wilis, yaitu lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans arterior (yang menghubungkan kedua arteri anterior), sepasang aretri serebri posterior, dan arteri komunikans posterior (yang menghuungka arteri

16

media dan posterior kanan dan kiri). Anyama arteri terletak didasar otak. b. Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis externa didaereah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika kanalis ke kanalis maksilaris externa. c. Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis externa (pembuluh darah extrakranialis). System karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan system vertebrabasilaris terutama member darah dari batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah diotak dipengaruhi oleh 3 faktor, dua yang paing penting adalah : tekanan untutk memompakan darah dari system arteri kapiler ke system vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Factor ketiga adalah factor darah dan kagulitasnya (kemampuan untuk membeku ). Dari factor pertama yang paling penting adalah tekanan darah sistemik (factor jantung, darah, pembuluh darah dan lain-lain), dan factor kemampuan khusus pembuluh darah oatak (arterior) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi system arterior otak ini disebut daya otoregilasi pembuluh darah (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 MmHg).

17

Faktor darah selain viskositas darah dan daya membekunya, juga diantaranya seperti kadar/tekanan partial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan partial CO2 naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (PH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaiknya bila tekanan partial CO2 tururn, PO2 naik, atau suasan PH tinggi maka terjadi vasokontriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi aliran darah otak. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya thrombosis, dan aliran darah lambat, akibat aliran darah otak yang menurun. 3. Etiologi stroke Menurut Arief Mansjoer (2000 : 17), etiologi stroke sebagai berikut : a. Infark otak (80%) 1) Emboli a) Emboli kardiogenik (1) Fibrilasi atrium/aritmia lain (2) Thrombus mural ventrikel kiri (3) Penyakit katup mitral atau aorta (4) Endokarditis (infeksi atau non infeksi)

18

b) Emboli parodiksal (foramen ovale paten) c) Emboli arkus aorta 2) Arteri terotrombolik (penyakit pembuluh darah sedang dan besar) a) Penyakit ekstrakranial (1) Arteri karotis interna (2) Arteri vertebralis b) Penyakit intracranial (1) Arteri karotis interna (2) Arteri serebri media (3) Arteri basilaris (4) Lakuner (oklusi arteri performans kecil) b. Perdarahan intra srebral(15%) 1) Hipertensif 2) Malformasi arteri vena 3) Angiopati amiloid c. Perdarahan subarakhoid (5%)

19

d. Penyebab lain (dapat menyebabkan infark/perdarahan) 1) Trombosis sinus dura 2) Diseksi arteri karotis/vertebralis 3) Vaskulitis system saraf pusat 4) Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progresis) 5) Migren 6) Kondisi hiperkoagulasi 7) Penyalahgunaan obat (kokain/amfetamin) 8) Kamatian hematologis (anemia sel sabit, polisistemia/leukimia) 9) Miktoma atrium 4. Klasifikasi stroke Klasifikasi stroke menurut Sylvia A.Price (2005 : 1112), sebagai berikut : a. Stroke hemoragik (SH) Stroke yang terjadi karena perdarahan subarachnoid atau perdarahan yang langsung kedalam jaringan otak.

20

b. Stroke non hemoragik (SNH) Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak, umumnya terjadi setelah beristirahat cukup/bangun tidur. Stroke non hemoragik juga diklasifikasikan berdasarkan penyakitnya yaitu : 1) TIAS (trans ischemic attack) Yaitu gangguan neurologis sesaat dan akan hilang dalam waktu kurang dari 24 jam. 2) RIND (reversible ischemic neurologis deficit) Gangguan neurologis setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu. 3) Stroke involution Stroke yang terus berkembang dimana gangguan yang mucul semakin berat dan bertambah buruk. 4) Stroke komplit Gangguan neurugis yang timbul bersifat menetap dan permanen. 5. Tanda dan gejala stroke

21

Menurut Sylvia A. Price, (2005 : 1117), tanda utama stroke/CVA (cerebrovaskular accident) adalah muculnya secara mendadak satu/lebih deficit neurologic fokal. Deficit tersebut mungkin mangalami perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan progresif atau menetap. Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak diwajah, lengan, atau tungkai, terutama disah satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu/kedua mata; bingung mendadak, tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi dan nyeri kepala mendadak tanpa causa yang jelas. Sedangkan menurut Stefan Sirbernagel (2006 :360), tanda dan gejala stroke, sebagai berikut : a. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jarak aferennya, saraf vestibular). b. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegic kontraleteral dan tetraplegi (traktus pyramidal) c. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia dan anesthesia) dibagian wajah psilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus) d. Hipakusu (hipertesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarius), singultus (formasio retikularis)

22

e. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial psilateral (sindrom horner, pada kegilangan persyarafan simpatis). f. Paralisis palatum molle dan takikardia (sarf vagus [X]), paralisis otot lidah (sarf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusen [VI]). g. Paralisis psudobuldar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan). 6. Patofisiologi stroke Menurut (www.google.com), patofisiologi di mulai dari kerusakan pembuluh darah otak, pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah pecah dan bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi fungsinya menjadi terganggu hingga timbul gejal-gejala stroke. Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat . pada tahap pertama di mana dinding pembuluh darah yang mengalirkan darag ke otak mula-mula terkena berupa aterosklerosis pada pembuluhpembuluh yang kecil. Penebalan dinding pembuluh darah ini terjadi berangsur-angsur yang di akibatkan oleh hiprtensi, DM, peninggian kadar asam urat/lemak dalam darah, perokok berat dan lain-lain. Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun atau akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi cukup di tolelir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh

23

darah tersebut tidak cukup lagi member darah pada pembuluh darah otak ini menyebabkan kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul pendarahan. Pada saat di mana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat hingga aliran darah tidak cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala neurologic berupa kelumpuhan, tidak bias bicara atau pingsan, diplopia secara mendadak. Sumbatan pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan darah dari luar otak (jantung atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh darah leher (karotis) yang terlepas dari dinding pembuluh darah tersebut dan terbawa ke otak lalu menyumbat. Karena fungsi otak bermacam-macam, maka gejala stroke juga timbul tergantung pada daerah mana otak yang terganggu. Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah secara mendadak dapat menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang memiliki sifat mendadak, tidak ada gejala-gejala dini atau peningkatan dan timbulnya iskemi atau kerusakan otak, gajala neurologik yang selalu terjadi pada satu sisi badan, gejala-gejala klinik yang timbul mencapai maksimum beberapa jam setelah serangan. Umumnya kurang dari 24 jam, jadi misalnya pagi hari stroke timbul berupa kelemahan pada badan sebelah kanan kemudian berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali. Pada malam harinya tidak pernah terjadi kelemahan yang berangsur-angsur menjadi lumpuh maka penyebabnya adalah bukan penyakit primer pada pembuluh darah otak,

24

tetapi oleh sebab lain misalnya tumor yang menekan pembuluh darah otak. Keadaan ini di sebut Stroke Syndrome. Gangguan pasokan aliran darah otak seperti terjadi dimana saja sidalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi wilis : arteri karotis interna dan system vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya. Secara umum apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit akan terjadi infark atau kematian jaringan. (Sylvia A. Price. 2005 : 1111-1112). Sedangkan patofisiologi stroke menurut (www. Abique blogspot. Co. id) adalah sebagai berikut : Hipertensi, aneurisma serebral, penyakit jantung, perdarahan serebral, DM, usila, rokok, alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas
Thrombus, Emboli, Perdarahan serebral Gangguan aliran darah ke otak Kerusakan neuromotorik Transmisi impuls UMN ke LMN terganggu Kelemahan otot progresif Mobilitas terganggu GANGGUAN MOBILITAS FISIK Pecahnya pembuluh darah otak Perdarahan Intra Darah merembes ke dalam parenkim otak Penekanan pada jaringan otak fungsi otak menurun kerusakan pada lobus frontanel/area broca dan lobus temporal/area weriek apasia global

Peningkatan Tekanan Intra Kranial GANGGUAN PERFUSI JARINGAN OTAK

GANGGUAN KOMUNIKASI VERBAL

25

ADL dibantu DEFISIT PERAWATAN

Pasien bedrest

Penekanan lama pada daerah punggung dan bokong Suplai nutrisi dan O2 kedaerah tertekan berkurang
RESIKO GANGGUAN INTEGRITAS

DIRI
KULIT

7. Komplikasi Menurut (www.abique blogspot.co.id), komplikasi stroke sebagai berikut : a. Komplikasi neurologic 1) Edema otak 2) Infark berdarah 3) Vasospasme 4) hidrosefalus b. Komplikasi non neurologic 1) Akibat proses diotak a) Hipertensi reaktif b) Hiperglikemik reaktif c) Edema paru

26

d) Kelainan jantung 2) Akibat immobilisasi a) Bronchopneumonia b) Trombop[lebitis c) Sistitis d) Dekubitus e) Kontraktur 8. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke menurut Marylinn E. Doengoes (1999 : 292), sebagai berikut : a. Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi/rupture. b. CT scan : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemik, dan adanya infark. c. Pungsi lumbal : memungkinkan adaya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya

27

hemoragi subarachnoid intracranial. Kadar protein meningkat pada kasus trobosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi. d. MRI : menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena (MAV). e. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya daerah lesi yang spesifik. f. Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi, karptis interna terdapat pada thrombosis serebral. g. Ultrsonografi Doppler : mengidentifikasi (masalah system arteri karotis), aliran penyakit arteriovena darah/muncul plak

(aterosklerosis) 9. Penatalaksanaan Menurut Arief Mansjoer (2000 : 20-23), penatalaksanaan pada pasien stroke sebagai berikut : a. Prinsip penatalaksanaan stroke iskemik 1) Membatasi/memulihkan iskemia akut yag sedang berlangsung (3-6 jam) pertama menggunakan trombolisis dengan rt-PA

(recombinant tissue-plasminogen activator).

28

2) Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan peyakit itu sendiri b. Penatalaksanaan stroke iskemik akut 1) Pertimbangan rt-PA interavena 0,9 mg/kg BB IV (dosis maksimum 90 MmHg). 2) Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia/iskemia miocard. 3) Tekanan darah tinggi pada stroke iskemik tidak boleh cepat-cepat diturunkan. 4) Observasi diunit internis dengan pasien yang kesadarannya menurun, gangguan pernafasan, atau stroke dalam evolusi.

c. Penatalaksanaan stroke hemoragik 1) Singkirkan kemungkinan koagulasi, pastikan masa protombin dan tromboplastin partial adalah normal 2) Kendalikan hipertensi 3) Konsultasi dengan bedah syaraf 4) Berikan manitol 20% (1Kg/KgBB)

29

5) Fenitoin (10-20 Mg/KgBB IV) 6) Pertimbangan terapi hipervolemik nifedipin untuk mencegah vasospasme bila secara klinis CT scan menunjukan perdarahan subarachnoid akut primer. Sedangkan Pencegahan pada pasien stroke menurut Valentina L. Brashers (2007 : 279-280), sebagai berikut : a. Hipertensi adalah satu-satunya factor resiko paling penting yang bisa dimodifikasi, lebih dari setengah stroke dapat dicegah dengan pengontrolan hipertensi b. Berhenti merokok dan mengurangi asupan alcohol dapat menurunkan resiko. c. Penanganan kolesterol menurunkan resiko, terutama menggunakan inhibitor reduktase contohnya prevastatin. d. Gunakan therapy warfarin untuk fibrilasi atrial nonvalvular

B. ASUHAN KEPERAWATAN Konsep keperawatan adalah teknik pemecahan masalah yang meliputi, pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

30

(Carpenito dan Moyet,2007). 1. Pengkajian Menurut Valentine L.Brashers(2007:276) pengkajian pada pasien stroke adalah sebagai berikut : a. Riwayat Faktor resiko, riwayat penyalah guanaan obat, penyakit jantung, palpitasi, obat-obatan, kehilngan fungsi neurologis fokal transien tanpa nyeri sebelumnya, Sakit kepala yang berulang kali/kambuhan. b. Gejala Kehilangan mendadak fungsi neurologis tanpa nyeri/sakit kepala hebat,penurunan tingkat kesadaran, kelamahan fokal/kebas, kesulitan bicara, perubahan visual, kesulitan mengontrol gaya berjalan, tremor, kejang, mual dan muntah. c. Aktifitas/istirahat 1) Gejala Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi/paralisis (hemiplegi). Mersa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejan otot).

31

2) Tanda Gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelamahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran. d. Integritas ego 1) Gejala Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa. 2) Tanda Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri. e. Sirkulasi 1) Gejala Adanya penyakit jantung (IM, reumatik,/penyakit jantung vascular, gagal jantung kongestif, endokarditis bakterial), polisitemia, riwayat hipertensi postural. 2) Tanda Hipertensi arterial dapat di temukan/terjadi pada CSV sehubungan dengan adanya embolisme/malformasi vascular. Frekuensi nadi

32

bervariasi (karena ketidakstabilan fingsi jantung, obat-obatan, efek sroke pada pusat pasomotor). Disritmia, perubahan EKG, desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.

f. Eliminasi 1) Gejala Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, anuria, distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan ), bising usus negative (ilieus paralitik), g. Makanan/cairan 1) Gejala Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia, adannya riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah. 2) Tanda Kesulitan menelan(gangguan pada reflex palatum dan faringeal). h. Neurosensori

33

1) Gejala Sinkope/pusing(sebelum seangan CSV/selama TIA), sakit kapala akan sangat berat dengan adanya perdarahan intracerebral atau subarachnoid. Kelemahan atau kesemutan/kebas (biasanya terjadi selama serangan TIA, yang di temukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis lain), sisi yang terkena seperti mati/lumpuh. Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagin (kebutaan monokuler), penglihatan ganda(diplopia) atau gangguan yang lain. 2) Tanda Status mental atu tingkat kesadaran: biasanya terjadi karena pada tahap awal hemoragic, ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah thrombosis yang bersifat alami, gangguan tingkah laku (seperti letargi, apatis, menyerang), ganggun fungsi kognitif (seperti penirunan memori, pemecahan masalah).

Ektremitas: kelemahan atau paralisis (kontralateral pada semua jenis stroke), genggaman tidak sama, reflek tendon melemah secara kontralateral.. Pada wajah terjadi paralisis/parase (ipsilateral). Afasia:

gangguan/kehilanhan fungsi bahasa mungkin afasia motorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata), reseftip (afasia sensorik)

34

yaitu kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakana atau afasia global yaitu gabungan dari kedua hal di atas. Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakannya (apraksia), ukuran atau reaksi pupil tidak sama,dilatasi atau miosos pupil ipsilateral (perarahan atau herniasi). Kekakuan nukal (biasanya karena perdarahan), kejang (biasanya karena adanya pencetus perdarahan).

i. Nyeri/kenyamanan 1) Gejala Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis terkena). 2) Tanda Tingkah laku yang tidka stabil, gelisah, ketegangan otot/fasia. j. Pernapasan 1) Gejala Merokok (factor resiko) 2) Tanda

35

Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas. k. Keamanan 1) Tanda Motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk melihat obje dari sisi lain (pada stroke kanan). Hilang keawaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu mengenali objek, warana, kata, dan wajah yang di kenalnya dengan baik. Gangguan terhadap berespon panas dan dingin, gangguan regulasi suhu tubuh, kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk memnuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri). Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap

keamanan, tidak sabar atau kurang kesabaran diri (stroke kanan). l. Interaksi social 1) Tanda Masalah dalam bicara,ketidakmampuan untuk verkomunikasi. m. Penyuluhan/pembelajaran 1) Gejala

36

Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (factor resiko). Pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol (factor resiko). (Doengoes, 1999 : 290-292 ). 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan klinik yang menjelaskan tentang respon individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan baik actual/potensial. (Carpenito dan Moyet, 2007 : 50). Diagnosa keperawatan pada pasien stroke yang mungkin muncul menurut (Doengoes, 1999 : 295-306), sebagai berikut : a. Perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral, di tandai dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan dalam respon motorik/sensori, gelisah, deficit sensori, bahasa, intelektual, dan emosi. b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik, paralisis spastic, di tandai dengan ketidakmampuan bergerak, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan otot. c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control fasial/oral,

37

kelemahan/kelelahan umum di tandai dengan disatria, sulit untuk menyebutkan tertulis/ucapan. d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan integrasi (trauma neurologis/defisit) transmisi di buktikan dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang. e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuakular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi di buktikan dengan aktifitas sehari-hari di bantu. f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif, di buktikan dengan perubahan actual dalam struktur dan atau fungsi. g. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/perceptual. h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungn dengan keterbatasan kognitif, kurang informasi, di buktikan dengan meminta informasi. 3. Perencanaan Perencanaan keperawatan adalah metode pemberian perawatan langsung kepada klien. (Carpenito dan Moyet, 2007 : 83). kata, ketidak mampuan memahami bahasa

38

Perencanaa pada pasien stroke menurut Doengoes (1999 : 295-307), sebagai berikut : a. Perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral, di tandai dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan dalam respon motorik/sensori, gelisah, deficit sensori, bahasa, intelektual, dan emosi. Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran Kriteria hasil : 1) Tanda-tanda vital stabil 2) Tidak ada peningkatan tekanan intrakranial Intervensi : 1) Pantau /catat status neurologis sesring mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya/standar 2) Pantau tanda-tanda vital 3) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinyan terhadap cahaya. 4) Catat perubahan dalam penglihatan.

39

5) Kaji fungsi bicara. 6) Letakan kepala dengan posisi lebih tinggi 7) Pertahankan keadaan tirah baring 8) Cegah terjadinya mengejan saat deekasi, dan pernafasan memaksa. 9) Kolaborasi obat-obatan dengan dokter seperti fenitoin. Rasional : 1) Mengetahui kecanderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan Tekanan intrakranial dan mengetahui lokasi, luas, dan kemajuan/resolusi kerusakan susunan saraf pusat. 2) Variasi mungkin terjadi oleh karena takanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak yang akan mempengaruhi kondisi pasien. 3) Reaksi pupil di atur oleh saraf kranial okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih dalam kondisi baik/tidak. 4) Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi intevensi yang akan di lakukan.

40

5) Perubahan isi kognitif dan bicara meripakan indicator dari lokasi/derajat gangguan serebral dan mungkin mengindikasikan penurunan/peningkatan tekanan intrakranial 6) Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral. 7) Aktifitas atau stimulasi continue dapat meningkatkan tekanan intrakranial. 8) manuver valsalva dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan memperbesar risiko terjadinya perdarahan. 9) Dapat di gunakan untuk mengontrol kejang dan atau untuk aktifitas sedative. b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik, paralisis spastic, di tandai dengan ketidakmampuan bergerak, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan otot. Tujuan : Mempertahankan posisi optimal dan fungsi yang di buktikan oleh tidak adanya kontraktur/footdrop Kriteria hasil :

41

1) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi 2) Mendemonstrasikan melakukan aktifitas. 3) Mempertahankan integritas kulit Intervensi : 1) Kaji kemampuan fungsional/luasnya kerusakan awal dengan cara yang teratur 2) Ubah posisi minimal setiap dua jam 3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas 4) Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau dari gangguan sirkulasi 5) Insfeksi kulit terutama pada daerah yang menonjol 6) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi, latihan resistif dan ambulasi pasien 7) Berikan obat-obat relaksan otot, antispasmodic sesuai indikasi. Rasional : teknik/prilaku yang memungkinkan

42

1) Mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan 2) Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan 3) Meminimalkan atrofi otot meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur 4) Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan pennyembuhannya lambat 5) Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling resiko untuk terjadinya penurunan perfusi/iskemia 6) Program yang khusus dapat di kembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti atau menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan 7) Mungkin di perlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control fasial/oral,

kelemahan/kelelahan umum di tandai dengan disatria, sulit untuk menyebutkan tertulis/ucapan. kata, ketidak mampuan memahami bahasa

43

Tujuan : Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi Kriteria hasil : 1) Membuat metode komunikasi di mana kebutuhan dapat di ekspresikan 2) Menggunakan sumber-sumber dengan tepat

Intervensi : 1) Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata/mengalami kesulitan bicara 2) Minta pasien untuk menulis nama dan atau kalimat yang pendek 3) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis atau menggambar 4) Katakana secara langsung dengan pasien, bicara perlahan dan dengan tenang. Rasional :

44

1) Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap komunikasi. 2) Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik 3) Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan

kaedaan/deficit yang mendasarinya 4) Meurunkan kebingungan atau ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu. d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan integrasi (trauma neurologis/defisit) transmisi di buktikan dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang. Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi konseptual Kriteria hasil : 1) Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual

45

2) Mendemonstrasikan terhadap/deficit hasil Intervensi :

perilaku

untuk

mengkompensasi

1) Evaluasi kembali adanya gangguan penglihatan 2) Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal. 3) ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan alat-alat yang mebahayakan 4) Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian 5) Berikan stimulasi terhadap sentuhan 6) Bicara dengan tenang, perlahan, dan menggunakan kalimat ynag pendek 7) Lakukan validasi terhadap persepsi pasien

Rasional : 1) Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negative terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan dan

46

mempelajari kembali keterampilan motorik dan meningkatkan risiko terjadinya cedera. 2) Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/benda dapat membantu masalah persepsi; mencegaj pasien dari terkejut. 3) Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang

mungkin dapat menumbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan/menurunkan resiko terjadinya kecelakaan. 4) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan yang menggangu ambulasi, meningkatkan risiko terjadinya trauma. 5) Membantu melatih jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan interpretasi stimulasi. 6) Pasien mungkin mengalami ketebatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman. 7) Membantu pasiean untuk mengidentifikasi ketidak-konsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus. e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuakular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi di buktikan dengan aktifitas sehari-hari di bantu.

47

Tujuan : Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri Kriteria hasil : 1) Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri 2) Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai kebituhan Intervensi : 1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangn untuk melakukan kebutuhan sehari-hari 2) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien ynag dapat di lakukan pasien sendiri 3) Sadari perilaku/aktifitas impulsive karena gangguan dalam mengambil keputusan 4) Gunakan alat bantu pribadi 5) Kaji kemampun pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya 6) Konsultasi dengan ahli fisioterapi

48

Rasional : 1) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan

kebutuhan secara individual. 2) Pasien mungkin terjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung meskipun bantuan yang di berikan bermanfaat dalam mencegah prustasi. 3) Dapat menunjukan kebutuhan intervensi dan pengawasan

tambahan untuk meningkatkan keamanan pasien. 4) Pasien dapat menangani sendiri, meningkatkan kemampuan dan harga diri. 5) Pasien mungkin saja mengalami gangguan dari salah satu kebutuhannya. 6) Memberikan kemampuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan penyokong alat khusus. f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif, di buktikan dengan perubahan actual dalam struktur dan atau fungsi.

49

Tujuan : Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubaha yang telah terjadi

Kriteria hasil : 1) Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi 2) Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negative Intervensi : 1) kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidak mampuannya 2) anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya 3) catat apakah pasien menujuk daerah yang sakit atau

mengingkarinya 4) dorong orang terdekat agar member kesempatan pada pasien untuk melakukan secara mandiri 5) berikan dukungan terhadap perilaku/usaha seperti peningkatan minat/partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi.

50

Rasional : 1) Penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam

mengembangkan perencanaan asuhan/pilihan intervensi. 2) Mendemostrasikan penerimaan/membantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaannya. 3) Menunjukan penolakan terhadap bagian tubuh tertentu/perasaan negative terhadap citra tubuh dan kemampuan,menandakan

perlunya intervensi dan dukungan emosional. 4) Membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggaan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi. 5) Mengisaratkan kemungkinan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya. g. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/perceptual. Tujuan : Mendemonstrasikan makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah Kriteria hasil : 1) Mempertahankan berat badan yang di inginkan

51

Intervensi : 1) Kaji ulang kemampuan menelan pasien secaraindividual, catat luasnya paralisis fasial dan gangguan lidah. 2) Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses manelan yang efektif seperti bantu pasien dala mengontrol kepala 3) Posisikan pasien dalam posisi tegak atau setengah duduk selama dan setelah makan 4) Sentuh pipi bagian dalam dengan spatel, tempatkan es untuk mengetahui adanya kelemahan lidah 5) Ajurkan menggunakan sedotan dalam meminum cairan 6) Kolaborasi pemberian ciran melalui IV dan atau makanan melalui selang. Rasional : 1) Intervensi nutrisi/pilihan rute makan di tentukan oleh factor-faktor ini 2) Menetralkan hiperekstensi,membantu mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan untuk menelan. 3) Menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan meurunkan risiko terjadinya aspirasi.

52

4) Dapat meningkatkan gerakan dan control lidah (penting untuk menelan) dan menghambat jatuhnya lidah. 5) Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak 6) Dapat di gunakan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukan segala sesuatu melalui mulut. h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungn dengan keterbatasan kognitif, kurang informasi, di buktikan dengan meminta informasi. Tujuan : Berpartisipasi dalam proses belajar

Kriteria hasil : 1) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan teurapeutik 2) Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan Intervensi :

53

1) Evaluasi tipe/derajat dari gangguan sensori 2) Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu 3) Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang di berikan 4) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri 5) Sarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lungkungan terutama selama kegiatan berfikir. Rasional : 1) Deficit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan

isi/kompleksitas instruksi. 2) Membantu dalam membangun harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman terhadap keadaan dan kebutuhan saat ini. 3) Aktivitas yang di anjurkan, pembatasan, dan kebutuhan obat/terapi di buat pada dasar pendekatan interdisiplin terkoordinasi. 4) Berbagai tingkat kemampuan mungkin di perlukan/perlu di rencanakan berdasarkan pada kebutuhan secara individual. 5) Stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses perfikir.

54

4. Pelaksanaan Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat kepada klien. (Gaffer, 1999 : 65). Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan tindakan dari proses keperawatan. (Zaidin Ali, 2001 : 83). 5. Evaluasi Evaluasi yaitu hal-hal yang di evaluasi mengenai keakuratan, kelengkapan, dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, serta pencapaian tujuan serta ketetapan intervensi keperawatan. (Gaffer, 1999 : 67).

55

Anda mungkin juga menyukai