Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CIDERA KEPALA BERAT (Contusio Cerebral)

OLEH :

Rini Sartika Sri Wilda Yelsi Fajriani Ella Monika Fitri Neka Ilham Nur Akbar Nanik Susanti Rahmi Fitdiawati

Dosen : Ns.merry Yolanda, s.kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES YARSI BUKITTINGGI SUMATERA BARAT 2012

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji dan syukur yang sebesar-besarnya kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah. Makalah ini berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cidera

Kepala Berat (ckb)


Penulis menyadari bahwa laporan makala ini masih banyak memiliki

kekurangan, sehingga kritikan dan saran yang positif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang Penulis hanya mendoakan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, semoga laporan makalah ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca, tenaga kesehatan pada umumnya dan tenaga keperawatan khususnya.

Bukittinggi , 7 november 2012

Penulis

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang ikut merasakan kemajuan teknologi yaitu meningkatnya bidang transpotasi dan mobilitas penduduk yang juga berdampak dengan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas dan resiko pekerjaan yang menyebabkan timbulnya trauma dengan melakukan

penatalaksanaan dengan baik. (http://www.angelfire.com/nc/neorosurgery ). Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 2002) Disebut cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada keadaaan tidak sadarkan diri. (Brunner and Suddart, 2001) Sistem kesehatan nasional merupakan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum. Upaya kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan bermutu dan berwujud penyembuhan penderita secara berangsur angsur berkembang kearah kesatuan upaya kesehtan bagi seluruh masyarakat. Melalui peran serta masyarakat yang mencakup upaya peningkatan, penyembuhan, pencegahan, pemulihan kesehatan yang bersifat menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.

Demi mencegah terjadinya kerusakan sel otak dan tercapainya system kesehatan nasional maka diperlukan tindakan perawatan kesehatan yang melibatkan tim tim kesehatan. Ini tidak luput dari peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan pasien sebagai focus keperawatan yang mempunyai kebutuhan psikososial spiritual, sehingga diperlukan pendekatan yang komprehensif dalam memberikan pelayanan. Sehingga sub system pelayanan kerja sama dengan pelayanan medis yaitu dokter serta tenaga sebagai praktek professional diharapkan dalam memberikan perawatan pasien dengan trauma capitis. Sehingga dapat mencapai tujuan kerja sama yaitu memenuhi kebutuhan pasien melalui pendekataan holistic. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk membahas permasalahan dalam menerapkan proses keperawatan.

Asuhan keperawatan pada klien dengan cidera kepala berat (contusio cerebral)

1. Defenisi Cedera kepala atau trauma kapitis adalah gangguan fungsi otak normal karena trauma ( trauma tumpul atau trauma tusuk ). ( Nettina , Sandra. M, 2001 : 756 ) Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001) cedera kepala atau trauma kapitis adalah hilangnya kesadaran sgera tetapi sementara akibat dari trauma tumpul atau decelerasi atau trauma tusuk pada area frontal atau oksipital yang menciptakan gerakan mendadak dari otak didalam tengkorak. ( Horisson, 2001 : 635 ) Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi. Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK. (Sylvia Anderson Price, 2002).

contusio serebri adalah kerusakan morfologik pada jaringan otak akibat benturan pada daerah yang kecil fibsgisn otak tertentu ( Mummenthaler , mart, 1995 : 520 ) Contusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat. (Sylvia Anderson Price, 2002) Istilah cedera kepala : 1. Cedara kepala terbuka : mengalami lacerasi kulit kepala baik karena robekan oleh tulang tengkorak atau dari luar . 2. Cedera kepala tertutup : adanya lacerasi geger otak dengan edema yang

luas tampa disertai oleh lacerasi kulit kepala. 3. Kulit dan konta kup : membeberkan lokasih daerah internal otak yang mengalami kerusakan kup mengakibatkan kerusakan banyak terjadi pada daerah benturan kontra kup berlawan dari pada sisi daerah. 4. Aselerasi terjadi karena kepala yang diam tertampar oleh benda yang bergerak.Desalerasi terjadi karena kepala bergerak dan menbentur benda yang diam, pada proses akselerasi sring disertai dengan iritasi internal kepala. 5. Hudak dkk, mengelompokan cedera kepala

a. Cedera kepala ringan Comusio serebri adalah gangguan fungsi neorologik ringan yang terjadi sesaat dengan gejalah hilangnya kesadaran biasanya kurang dari 10 menit dengan atau tampa disertai amnesia retrograde, mual muntah, nyeri kepala, vertigo dan tampa adanya kerusakan struktur otak. Nilai GCS 13 15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma. b. Cedera kepala Sedang Contusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat. (Sylvia Anderson Price, 2002) Nilai GCS 9 12 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera kepala Berat Nilai GCS 3 8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

anatomi dan fisiologi

Berdasarkan struktur otak otak terdapat dalam rongga tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak yang disebut dengan meningen. Otak merupakan jaringan yang paling

banyak membutukan energi setiap hari untuk memproses metabolisme fisik. Secara structural susunan saraf terbagi dua bagian :

Susunan saraf sentral yang terjadi dari otak dan medulla otak besar atau cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut hemisfer yaitu hemisfer kanan dan kiri. Permukaan otak yang berlekuk lekuk yang disebut girus dan celah diantara dua tekukan disebut sulkus. Setiap hemisfer cerebri dibagi dalam lobus dan terdiri dalam 4 lobus : 1. Lobus pariental a. Area sensori sonatas primer Area ini menerima input sensori mayor, seperti rasa nyeri, suhu, sentuhan dan fibrasi, area yang berhubungan dengan sensori. b. Fungsi utama adalah mengintegrasi informasi sensori, misalnya ukuran, bentuk, tekstur dari objek 2. Lobus frontal Mengontrol emosi, kepribadian, penilaian, penaksiran, tingka laku

yang dipelajari dari pengembangan pikiran. 3. Lobus temporal Area wemictes, affactori, area ini menerima dan menginterprestasikan pendengaran, pembauan dan rasa. 4. Lobus oksipital Area visual primer, area visual sekunder. Batang otak

1. Pons terletak didepan otak kecil diantara otak besar dengan medula oblongata, pada pons terdapat serat serat longitudinal yang menghubungkan medila oblongata dengan otak besar, pons ini terdapat serat cranial V, VI, VII dan VIII. Medulla oblongata Terletak dibawah pons dan diatas medulaspinalis, medulla oblongata terdapat persilangan serta corticospinal ( yang membawa rangsangan motorik dari otak kemedula spinalis ). Otak kecil ( cerebelum ) Otak kecil terletak dibagian belakang bawah dari otak besar, permukaan otak kecil juga tidak datar. Otak kecil juga terdiri dari hemister kiri dan kanan secara simetris. Fungsi kecil adalah sebagai pusat pengatur kesimbangan tubuh dan tempat koordinasi kontraksi otot rangka.

Susunan saraf tepi ( perifer ) Terdiri susunan saraf otonom. Susunan saraf cranial termasuk sensorik dan motorik. Gangguan saraf motorik dipersarafi oleh beberapa percabangan saraf cranial 12 pasang saraf cranial yaitu : Nerfus olfaktoris Nervus optikus Nervus troklear : berfungsi terhadap persepsi penciuman : berfungsi untuk mengerakan bola mata : berfungsi dalam pergerakan mata

10

ke atas, kebawah

Nervus trigeminus Nervus abdusens Nervus vasialis mimik

: berfungsi untuk mengunyah : berfungsi memutar mata ke arah luar / lateral : berfungsi untuk sensasi pengecapan dan otot wajah/

Akustikus

: berfungsi untuk pendengaran

Nervus glossophryngeal: berfungsi untuk sensasi pengecapan dan untuk reflek menelan

Nervus vagus

:berfungsi untuk mengetahui pembentukan suara

Nervus accessory Nervus hipoglosus

: berfungsi untuk rotasi pergerkan rotasi kepala : berfungsi untuk pergerakan lidah

Berdasarkan fungsi Sistem saraf otonom 1. Simpatik mengontrol funsi yang memungkinkan tubuh bertahan misalnya : stres fisik dan emosi dan responnya reaksi fighs ( perjuangan ) psigh ( pelarian ). 2. Para simpatis mengimbangi efek efek stimulasi, saraf simpatis

melalui penghambatan fungsi organ respon para simpatis. Sistem saraf somatis ( cerebro spinal )

11

Mengontrol aktivitas yang sadar seperti : persepsi terhadap keadaan kita dan respon volunteer terhadap rangsangan.

2. Etiologi Cedera langsung pada tempat pukulan pada jaringan otak Cedera tidak langsung pada jarinaga otak Hematoma ekstrdural ( EDH ) Hematoria sud-bdural ( SDH ) Edema serebral traumatic Cedera otak difusi Hidroma subdural Hematoma subara khoid ( SAH ) ( Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2002 ) Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan. Cedera akibat kekerasan. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

3. Patofisiologi Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur

12

kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan menyebar sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan

13

kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duany Pathway Trauma kepala

Ekstra kranial

Tulang kranial

Intra kranial

Terputusnya kontinuitas jaringan

kulit, otot dan


vaskuler

Terputusnya kontinuitas jaringan tulang

Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)

Gangguan suplai darah -Perdarahan -Hematoma Iskemia

Resiko infeksi

Nyeri

-Perubahan outoregulasi

Kejang Hipoksia Perubahan perfusi jaringan

14

Perubahan sirkulasi CSS

Gangg. fungsi otak

Gangg. Neurologis fokal

Mual muntah Peningkatan TIK Papilodema Pandangan kaburDefisit Neurologis Penurunan fungsi pendengaran Girus medialis lobus temporalis tergeser Nyeri kepala Gangg. persepsi sensori Resiko kurangnya volume cairan

1. Bersihan jln. nafas 2. Obstruksi jln. nafas 3. Dispnea 4. Henti nafas 5. Perub. Pola nafas

Resiko tidak efektifnya jln. nafas

Herniasi unkus

Tonsil cerebelum tergeser

Kompresi medula oblongata

Mesesenfalon tertekan

Resiko injuri Immobilisasi Cemas

Resiko gangg. integritas kulit

Gangg. kesadaran

Kurangnya perawatan diri

15

4. Tanda Dan Gejala Lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan Perubahan kesadaran Afiksia Cedera Perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung Mual, muntah, gangguan menelan Kehilangan kesadaran sementara, perubahan penglihatan, gangguan pengecap Perubahan pola nafas, tersedak Gangguan rentang gerak Demam Membutuhkan bantuan dalam perawatan diri

( Marilyn. E. Doengoes, 2000 )

5. Komplikasi Hemorrhagie Infeksi cerebral ( meningitis ) Edema

16

Kebocoran cairan serebrospinal Diabetes insipidus Kejang Cidrocepalus 6.Pemeriksaan Penunjang ( Pemeriksaan Diagnostic )

CT Scan

: mengidentifikasi adanya sel menentukanukuran ventrikuler jaringan otak

MRI

: sama dengan CT Scan / tanpa menggunakan kontras

Angiografi serebral EEG Sinar x PET metabolisme pada otak

: menunjukan kelainan sirkulasi serebral : melihat keberadan gelombang patologis : mendeteksi fraktur dan frakmen tulang : menunjukan perubahan aktivitas

Fungsi lambat,CCS ( gas darah arteri )

: mengtahui adanya perdarahan subaraknoid : mengetahui adanya masalah oksigenisasi /

ventilasi yang akan dapat meningkatkan TIK Elektrolit darah : mengetahui ketidak seimbangan yang

berperan dalam meningkatkan TIK Pemeriksaan toksilogi kesadaran : mendeteksi obat yang mungkin terhadap

17

Kadar antikomvulsan darah dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat therapy untuk mengatasi kejang.

7.Pemeriksaan labor 1. Darah lngkap a. HB b. Leukosit c. LED d. Heamatokrit e. Trobosit f. Eritrosit 2. AST/ALT 3. Toksilogi 4. Transefrin 5. Keadaan asam amino 6. Zat besi 7. Glukosa 8. Ureum/ kreatinin 9. Keseimbangan nitrogen : terjadi penurunan hb jika terjadi pendarahan hebat pada otak : leukosit akan meningkat apabila terjadi infeksi : laju endap darah akan meningkat dari normalnya : heamatokrit akan meningkat : akan meningkat : terjadi peningkatan dari normalnya.

18

8.Penatalaksanaan Medis Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut: 1. Observasi 24 jam 2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. 3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. 4. Klien diistirahatkan atau tirah baring. 5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. 6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. 7. Pemberian obat-obat analgetik. 8. Pembedahan bila ada indikasi. 9. Terapi O2 Keperawatan 1. Menentukan status neorologis secara teratur 2. Memantau tanda tanda vital 3. Mempertahankan kepala, leher pada posisi yang nyaman 4. Membatasi pemberian cairan sesuai indikasi. 5. Membatasi terapi O2 sesuai indikasi. 6. Memberikan atau melakukan perawatan luak jika ada. 7. Memberikan lingkungan dan tempat yang nyaman. 8. Mengkaji keadaan sensorik. 9. Memantau intake dan out put.

19

10. Membatasi pengunjung yang dapat menularkan infksi. 11. Mengambil bahan pmeriksaan (specimen ) sesuai indikasi. ( Mansjoer, Arief. 2001 )

Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Identitas klien dan keluarga nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, penanggung jawab, agama, status perkawainan, alamat, no MR Alasan masuk RS Riwayat kesehatan 1. Riwayat kesehatan sekarang Keluhan yang dirasakan, biasanya klien dating ke RS dengan penurunan kesadaran luka memar dan laserasi pada tubuh, kelemahan dan kelumpuhan, sakit kepala, muntah, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah, nafas dangkal dan iriguler, suhu tubuh naik. 2. Riwayat keshatan yang lalu

20

Berupa data yang berisi tentang penyakit klien sebelumnya. 3. Riwayat keshatan keluarga Pasien dengan contusion cerebri bukan berasal dari penyakit menular, atau penyakit yang berhubungan keturunan seperti DM.

Primary Survei : bersihan jalan nafas tidak efektif, terdapat

Airway

cairan seperti darah di saluran pernafasan Breathing Circulation : pola nafas tidak efektif : gangguan perfusi jaringan, dan kekurangan

volume cairan akibat pendarahan Disability : perfusi jaringan serenral

Secondary Survey Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum Klien TD : 120/80 mmhg N P S : 81 X/ I : 21 X/ I : 36,5 C : Somnolen : 3 ( di panggil nama klien )

Tingkat kesadaran GCS respon buka mata

21

Responverbal Respon motorik

: 4 ( klien bingung ) : 5 ( menjauhkan stimulus saat di beri rangsangan nyeri )

Nilai GCS Keadaan umum Head to toe 1) Kepala Bentuk Rambut 2) Leher

: 12 Gangguan buka mata, verbal, motorik. : Sedang

: Bulat, terdapat hematom, dan bengkak. : Ikal berwarna hitam sedikit uban dan berketombe : Tidak ada pembengkakan Kelenjer thyroid : Tidak ada pembengkakan kelenjer limpe

3) Mata Bentuk Skelera Kunjungtiva Pupil 4) Telinga Bentuk Pendengaran Serumen 5) Hidung Bentuk : Simetris kiri dan kanan : Simetri kiri dan kanan : Bagus kiri dan kanan : Tidak ada : Simetris kiri dan kanan : Tidak ikterik : Tidak anemis : Isokor, penglihatan sedikit kabur

22

Penciumam Dan lain lain

: Bagus :Tidak ada perdarahan, pasang NGT, terpasang oksigen

6) Mulut dan tenggorok Gigi Mukosa bibir Kesulitan menelan Kebersihan 7) Thorak a) Jantung Inspeksi : Tidak tampak cekung atau cembung yang menandakan Pembesaran jantung Palpasi Perkusi Auskultasi b) Paru Inspeksi Palpasi : Bentuk Simetris : Taktil Fremitus sama, pengembangan paru simetris Perkusi Auskultasi 8) Abdomen Inspeksi : Turgor baik, tidak terdapat lesi, bentuk : Terdengar sonor : Bunyi nafas vesikuler, mengi(-), (krekels(-) : Teraba denyutan : Terdengar bunyi dullnes : bunyi suara jantung normal, gallop (-) : Gigi lengkap : Sedikit kering : Karena penurunan kesadaran : Kurang bersih ada karies dan berbau

23

simetris dan tidak terdapat pembengkakan Palpasi : Tidak teraba massa maupu nyeri pada abdomen Perkusi Auskultasi : Bunyi usus timpani : -

9)

Neurologis

: Tingkat kesadaran

samnolen, GCS 12, tanda peningkatan TIK (-) 10) Ektrimitas : Atas dan bawah direstrain, pasang infus Pada lengan kiri Nilai ketergantungan klien (4) 11) Genitalia : Terpasang kateter

Tingkat kesadaran kualitatif : 1. Kompos Mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekeliling 2. Apatis : Segan untuk berhubungan dengan lingkungan sekitarnya, sikap acuh tak acuh.

24

3. Somnolen

: Ngantuk luar biasa, dapat dibangunkan dengan rangangan nyeri tetapi setelah terbangun akan tidur lagi

4. Delirium

: Orientasi terhadap orang, waktu, dan tempat buruk, kekacauan motorik, dan berteriakteriak.

5. Sopor/semikoma

: Reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsangan menyerupai koma nyeri, kesadaran

6. Koma

: Kesadaran hilang sama sekali, tidak ada tanggapan terhadap rangsangan apapun.

Tingkat kesadaran kuantitatif (dengan Glasgow Coma Scale) ; 1. Ringan a. SKG 13 15 b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

25

2. Sedang a. SKG 9 12 b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. c. Dapat mengalami fraktur tengkorak. 3. Berat a. SKG 3 8 b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intracranial 1) Mata : a) Membuka secara spontan b) Membuka dengan rangsang suara c) Membuka dengan rangsang nyeri d )Tidak berespon 2) Verbal : a) Orientasi baik b) Bingung c)Kata-kata tidak jelas 5 4 3 4 3 2 1

26

d) Mengerang e)Tidak ada respon 3) Motorik : a) Mengikuti perintah b) Gerakan local atas nyeri c ) Fleksi menarik atas nyeri d) Fleksi abnormal atas nyeri e) Ekstensi abnormal atas nyeri f )Tidak ada respon

2 1

6 5 4 3 2 1

Pemeriksaan nervus cranial Nerfus olfaktoris optikus Nervus troklear kebawah Nervus trigeminus Nervus abdusens Nervus vasialis : berfungsi untuk mengunyah : berfungsi memutar mata ke arah luar / lateral : berfungsi untuk sensasi pengecapan dan : berfungsi terhadap persepsi penciumaNervus : berfungsi untuk mengerakan bola mata : berfungsi dalam pergerakan mata ke atas,

27

Akustikus

otot wajah/ mimik

: berfungsi untuk pendengaran

Nervus glossophryngeal : berfungsi untuk sensasi pengecapan dan untuk reflek menelan

Nervus vagus Nervus accessory Nervus hipoglosus

:berfungsi untuk mengetahui pembentukan suara : berfungsi untuk rotasi pergerkan rotasi kepala : berfungsi untuk pergerakan lidah

Data Psikologis Pada klien kesadaran menurun, untuk data psikologis ini tidak dapat dinilai sedangkan pada klien yang tingkat kesadarannya normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingka laku.

Therapy Pengobatan a. Therapi Oral Vertizime Myonep Iremex b. Therapi injeksi Haldol : 2 x 1 Amp : 3 x 1 tab : 2 x 1 tab : 2 x 1 tab

28

Artan Kalnex Vit K c. Therapi Parenteral Asering

: 2 x 1 Amp : 3 x 1 Amp : 3 x 1 Amp

: 20 gtt/i di UGD

RL drip Soholin 1 Amp 20 Gtt/I

Pola Hidup Sehari - Hari a. Pola Nutrisi Aspek Frekuensi makan Dirumah 3 x Sehari Jam 07.00, 13,00, 19,00 wib Diet Nafsu makan Berat badan Tinggi badan b. Pola Eliminasi Aspek BAB Frekuensi Waktu Warna Konsistensi Pengunaan pencahar 1 -2 x Sehari semalam Biasa pagi hari Kuning Berbentuk Tidak 1 x Sehari semalam Tidak menentu Kuning Berbentuk Tidak Dirumah Dirumah sakit ML Baik 1 2 porsi 51 kg 165 Cm Dirumah sakit 3 x Sehari setengah porsi dibantu melalui NGT MC Menurun porsi 100 cc 51 kg 165 Cm

29

BAK Frekueunsi 5 x Sehari tergantung 250 cc Dari jam 08.00 banyak minum Warna Bau Cateter c. Tidur / Istirahat Aspek Waktu tidur Lama tidur/ hari Kebiasaan saat tidur Kesulitan dalan tidur d. Dirumah Jam 23.00 wib 5 6 jam Mengigau Tidak ada Dirumah sakit Tidak menentu 9 jam Tidak ada Kuning Aroma khas Tidak ada sampai jam 14.00 wib. Kuning Aroma khas Terpasang cateter

Pola Aktifitas Dan Latihan Dirumah Berkumpul dengan Dirumah sakit

Aspek Kegiatan diwaktu luang Keluhan Dalam : Mandi Mengenakan pakaian BAK / BAB /

kesulitan keluarga Dibantu Mandiri Mandiri Mandiri Dibantu Dibantu

2.Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah sebagai berikut:

30

Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri dan atau vena terputus. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik. Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan batang otak) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, afektif, dan motorik) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik, dan afektif. Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan fisik dan nyeri. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik, dan afektif. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status

hipermetabolik. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah. peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/ darah di dalam otak. 3. Rencana Perawatan No 1 Diagnosa Keperawatan Perfusi jaringan tak efektif (spesifik 1. sere-bral) b.d aliran 2. arteri dan atau vena terputus, dengan batasan karakTujuan dan kriteria Intervensi hasil NOC: Monitor Tekanan Intra Kranial Status sirkulasi 1. Catat perubahan respon klien terhadap Perfusi jaringan stimu-lus / rangsangan serebral 2. Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas Setelah dilakukan 3. Monitor intake dan output

31

teristik:

tindakan keperawatan 4. Pasang restrain, jika perlu Perubahan selama .x 24 jam, 5. Monitor suhu dan angka leukosit respon motorik klien mampu men6. Kaji adanya kaku kuduk Perubahan status capai : 7. Kelola pemberian antibiotik mental 1. Status sirkulasi 8. Berikan posisi dengan kepala elevasi Perubahan dengan indikator: 30-40O dengan leher dalam posisi netral respon pupil Tekanan darah sis9. Minimalkan stimulus dari lingkungan Amnesia tolik dan diastolik 10. Beri jarak antar tindakan keperawatan retrograde (gang- dalam rentang yang untuk meminimalkan peningkatan TIK guan memori) diharapkan 11. Kelola obat obat untuk Tidak ada mempertahankan TIK dalam batas ortostatik hipotensi spesifik Tidak ada tanda tan-da PTIK Monitoring Neurologis (2620) 2. Perfusi jaringan 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi serebral, dengan dan bentuk pupil indicator : 2. Monitor tingkat kesadaran klien Klien mampu 3. Monitor tanda-tanda vital berko-munikasi dengan 4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, je-las dan sesuai ke- dan muntah mampuan 5. Monitor respon klien terhadap Klien menunjukkan pengobatan perhatian, konsen-trasi, 6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat dan orientasi 7. Observasi kondisi fisik klien Klien mampu mem-proses informasi Terapi Oksigen (3320) Klien mampu 1. Bersihkan jalan nafas dari secret mem-buat keputusan 2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif de-ngan benar 3. Berikan oksigen sesuai instruksi Tingkat kesadaran 4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, klien membaik dan humidifier 5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen 6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi 7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen 8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktivitas dan tidur Nyeri akut b.d NOC: Manajemen nyeri (1400) dengan agen injuri 1. Nyeri terkontrol 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, fisik, dengan 2. Tingkat Nyeri onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan batasan 3. Tingkat kenyamanan beratnya nyeri. karakteristik: 2. Observasi respon ketidaknyamanan Laporan nyeri Setelah dilakukan secara verbal dan non verbal. ke-pala secara asuhan keperawatan 3. Pastikan klien menerima perawatan verbal atau non selama . x 24 jam, analgetik dg tepat.

32

verbal Respon autonom1. (perubahan vital sign, dilatasi pupil) Tingkah laku eks-presif (gelisah, me-nangis, merintih) Fakta dari observasi Gangguan tidur (mata sayu, menyeringai, dll)

klien dapat : 4. Gunakan strategi komunikasi yang Mengontrol nyeri, de- efektif untuk mengetahui respon ngan indikator: penerimaan klien terhadap nyeri. Mengenal faktor5. Evaluasi keefektifan penggunaan faktor penyebab kontrol nyeri Mengenal onset 6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual nyeri maupun potensial. Tindakan 7. Sediakan lingkungan yang nyaman. pertolong-an non 8. Kurangi faktor-faktor yang dapat farmakologi menambah ungkapan nyeri. Menggunakan anal9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi getik sebelum atau sesudah nyeri berlangsung. Melaporkan gejala10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain gejala nyeri kepada tim untuk memilih tindakan selain obat kesehatan. untuk meringankan nyeri. Nyeri terkontrol 11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri. 2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan Manajemen pengobatan (2380) indikator: 1. Tentukan obat yang dibutuhkan klien Melaporkan nyeri dan cara mengelola sesuai dengan Frekuensi nyeri anjuran/ dosis. Lamanya episode 2. Monitor efek teraupetik dari nyeri pengobatan. Ekspresi nyeri; wa3. Monitor tanda, gejala dan efek samping jah obat. Perubahan respirasi 4. Monitor interaksi obat. rate 5. Ajarkan pada klien / keluarga cara Perubahan tekanan mengatasi efek samping pengobatan. darah 6. Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat Kehilangan nafsu mempengaruhi gaya hidup klien. makan Pengelolaan analgetik (2210) 3. Tingkat kenyamanan, 1. Periksa perintah medis tentang obat, dengan indicator : dosis & frekuensi obat analgetik. Klien melaporkan 2. Periksa riwayat alergi klien. kebutuhan tidur dan 3. Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya istirahat tercukupi nyeri. 4. Pilih cara pemberian IV atau IM untuk pengobatan, jika mungkin. 5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik. 6. Kelola jadwal pemberian analgetik yang sesuai. 7. Evaluasi efektifitas dosis analgetik, observasi tanda dan gejala efek samping,

33

misal depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering, & konstipasi. 8. Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis & cara pemberian yg diindikasikan. 9. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan sebelum pengobatan. 10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar 11. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek yang tidak diinginkan Defisit self careNOC: b.d NIC: Membantu perawatan diri klien de-ngan kelelahan, Perawatan diri : Mandi dan toiletting nyeri (mandi, Makan Toiletting, berpakaian) Aktifitas: Setelah diberi motivasi1. perawatan selama .x24 jam, ps 2. mengerti cara memenuhi ADL secara3. bertahap sesuai kemam-puan, dengan kriteria : Mengerti secara seder-hana cara mandi, makan, toileting, dan 1. berpakaian serta mau mencoba se-cara aman 2. tanpa cemas Klien mau 3. berpartisipasi dengan 4. senang hati tanpa 5. keluhan dalam memenuhi ADL Tempatkan alat-alat mandi di tempat yang mudah dikenali dan mudah dijangkau klien Libatkan klien dan dampingi Berikan bantuan selama klien masih mampu mengerjakan sendiri NIC: ADL Berpakaian Aktifitas: Informasikan pada klien dalam memilih pakaian selama perawatan Sediakan pakaian di tempat yang mudah dijangkau Bantu berpakaian yang sesuai Jaga privcy klien Berikan pakaian pribadi yg digemari dan sesuai

NIC: ADL Makan 1. Anjurkan duduk dan berdoa bersama teman 2. Dampingi saat makan 3. Bantu jika klien belum mampu dan beri contoh 4. Beri rasa nyaman saat makan PK: peningkatan Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala peningkatan tekan-an tindakan keperawatan TIK intrakranial b.d pro- selama ....x 24 jam Kaji respon membuka mata, respon ses desak ruang dapat mencegah atau motorik, dan verbal, (GCS)

34

akibat penumpukan meminimalkan Kaji perubahan tanda-tanda vital cairan / darah di komplikasi dari Kaji respon pupil dalam otak peningkatan TIK, Catat gejala dan tanda-tanda: muntah, (Carpenito, 1999) dengan kriteria : sakit kepala, lethargi, gelisah, nafas Kesadaran stabil keras, gerakan tak bertujuan, perubahan Batasan (orien-asi baik) mental karakteristik : Pupil isokor, 2. Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada Penurunan diameter 1mm kontra indikasi kesadar-an (gelisah, Reflek baik 3. Hindarkan situasi atau manuver sebagai disori-entasi) Tidak mual berikut: Perubahan Tidak muntah Masase karotis motorik dan Fleksi dan rotasi leher berlebihan persepsi sensasi Stimulasi anal dengan jari, menahan Perubahan tanda nafas, dan mengejan vi-tal (TD Perubahan posisi yang cepat meningkat, nadi 4. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama kuat dan lambat) perubahan posisi Pupil melebar, 5. Konsul dengan dokter untuk pemberian re-flek pupil pe-lunak faeces, jika perlu menurun 6. Pertahankan lingkungan yang tenang Muntah 7. Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas Klien mengeluh yang dapat meningkatkan TIK (misal: mual batuk, penghisapan, pengubahan posisi, Klien mengeluh meman-dikan) pandangan kabur 8. Batasi waktu penghisapan pada tiap dan diplopia waktu hingga 10 detik 9. Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien se-belum dan sesudah penghisapan 10. Konsultasi dengan dokter tentang pemberian lidokain profilaktik sebelum penghisapan 11. Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi yang sesuai dan penghisapan yang teratur 12. Jika diindikasikan, lakukan protokol atau kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat yang mungkin termasuk sebagai berikut: 13. Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-bolisme serebral) 14. Antikonvulsan (mencegah kejang) 15. Diuretik osmotik (menurunkan edema serebral) 16. Diuretik non osmotik (mengurangi edema serebral) 17. Steroid (menurunkan permeabilitas

35

kapiler, membatasi edema serebral) 18. Pantau status hidrasi, evaluasi cairan masuk dan keluar)

2.2.6 implementasi Setelah rencana kperawatan dibuat selanjutnya adalah pengolahan dan prewujudan dari perencanaan perawatan tersebut. Melakukan keperawatan dengan jalan mengobservasikan atau mendiskusikannya dengan klien tentang tindakan yang akan dilakukan.

2.2.7 Evaluasi Evaluasi merupakan hasil akhir dari proses keperawatan, dimana perawat mencar keberhasilan yang telah dilakukan. Tujuan evaluasi memberikan umpan balik pada rencana keperawatan , penilaian dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang diberikan dengan standar yang telah dilakukan untuk menentukan dan mengetahui dilaksanakan prosedur keperawatan.

36

Anda mungkin juga menyukai