Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Fisik dan psikis adalah kesatuan dalam eksistensi manusia.

Kesehatan psikis sangat berpengaruh terhadap kesehatan fisik begitupula sebaliknya kesehatan fisik juga berpengaruh terhadap kesehatan psikis. 1 Berbagai macam kasus dalam dunia kesehatan menunjukkan hal ini, seperti yang terjadi pada mahasiswa A yang mengalami depresi karena putus cinta, mahasiswa ini sangat mencintai pacarnya sehingga ketika ia putus cinta, ia mengalami kesedihan yang mendalam. Kesedihan tersebut mengakibatkan mahasiswa tidak memperdulikan dirinya sendiri seperti rambutnya acak-acakan, penampilannya kusut , pakaiannya tampak kotor bahkan dia sampai berniat untuk tidak melanjutkan kuliah karena merasa tidak ada yang bisa memberinya semangat kecuali mantan pacarnya.

B. Tujuan a. Tujuan umum Mengatahui terapi apa yang akan digunakan untuk mahasiswa yang mengalami gangguan depresi akibat putus cinta. b. Tujuan khusus 1. Membuat mahasiswa tersebut dapat kembali bersosialisasi dengan orang lain. 2. Membuat mahasiswa tersebut dapat mencintai dirinya sendiri. 3. Membuat mahasiswa tersebut tidak kehilangan harapan hidup.

C. Ruang lingkup Terapi yang digunakan adalah terapi Kognitif untuk membantu mahasiswa yang mengalami depresi karena putus cinta

BAB II TINJAUAN TEORI Dalam perkembangan normalpun seorang mahasiswa mempunyai

kecenderungan untuk mengalami depresi, oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan secara jelas dan hati -hati antara depresi yang disebabkan oleh gejolak mood yang normal pada mahasiswa dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada mahasiswa sering tidak terdiagnosis. Bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada mahasiswa sering kali akan berlanjut sampai masa dewasa. A. Definisi kondisi klien Definisi kondisi ditandai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, perubahan pola tidur yang parah, menurunnya energi, ketidaknyamanan fisik, mudah tersingung, serta perasaan sedih , kesal dan tidak berdaya yang ekstrim. Depresi dapat terjadi pada keadaan normal sebagai bagian dalam perjalanan proses kematangan dari emosi. Definisi depresi adalah gangguan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang.2

B. Klasifikasi depresi menurut DSM IV (diagnostik and statistical manual of mental of mental disorder fourth edition) Gangguan depresi terbagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder). Kriteria terebut adalah: - Suasana perasaan depresif hampir sepanjang hari yang diakui sendiri oleh subjek ataupun observasi orang lain (pada anak-anak dan remaja perilaku yang biasa muncul adalah mudah terpancing amarahnya), - Kehilangan interes atau perasaan senang yang sangat signifikan dalam menjalani sebagian besar aktivitas sehari-hari,

- Berat badan turun secara siginifkan tanpa ada program diet atau justru ada kenaikan berat badan yang drastis, - Insomnia atau hipersomnia berkelanjutan, - Letih atau kehilangan energi, - Perasaan tak berharga atau perasaan bersalah yang mendalam, - Kemampuan berpikir atau konsentrasi yang menurun, - Pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang muncul berulang kali, - Distres yang signifikan secara klinis, tidak berhubugan dengan

belasungkawa karena kehilangan seseorang. b. Gangguan distimik (Dysthymic disorder) Gangguan distimik (Dysthymic disorder) adalah suatu bentuk depresi yang lebih kronis Kriteria DSM-IV untuk gangguan distimik: Perasaan depresi selama beberapa hari, Paling sedikit selama 2 tahun (atau 1 tahun pada anak-anak dan remaja); Tidak nafsu makan atau makan berlebihan, Insomnia atau hipersomnia, Lemah atau keletihan, Daya konsentrasi rendah, atau sulit membuat keputusan, Perasaan putus asa

c. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or cyclothymic disorder). Kriteria:

Pernah mengalami depresi berat atau lebih,

C. Etiologi Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah: a. Faktor genetik

Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua orangtuanya menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. b. Faktor Sosial Dilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah anak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak

dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Levitan et al (1998) dan Weiss et al (1999) melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat penganiayaan fisik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti. Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik.2 D. TERAPI Terapi kognitif Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangka waktu singkat, menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya anesietas atau depresi. Terapi ini didasarkan pada teori bahwa (keadaan emosi, perasaan) dan tindakan seseorang, sebagian besar ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut

membentuk dunianya. Gejala prilaku yang berkelainan atau menyimpang, berhubungan erat dengan isi pikiran, misalnya, seorang menderita ansietas akan mengantisipasi akan mengalami hal-hal yang tidak enak pada dirinya. Terapis dengan pendekatan kognitif mengajarkan pasien atau klien agar berpikir lebih realistis dan sesuai. Sehingga dengan demikian akan menghilangkan atau mengurangi gejala yang berkelainan yang ada. Perubahan prilaku terjadi melalui proses yang melibatkan interaksi diri berbicara dalam pikiran (inner speech), struktur kognitif dan prilaku dengan akibat-akibatnya. Menurut Meichenbaum ada tiga tahap dalam proses perubahan prilaku yang terjadi dengan saling berkaitan, yakni: Tahap pertama adalah pengamatan terhadap diri sendiri, ialah proses dimana seseorang belajar bagaimana melihat prilakunya sendiri. Dialog internal yang terjadi ditandai oleh penilaian negatif terhadap keadaannya. Tahap kedua ditandai dengan dimulainya dialog internal yang baru. Melalui hubungannya dengan terapis, pasien menyadari akan perilakunya dan mulai melihat kemungkinan kemungkinan perubahan pada aspek-aspek perilakunya, baik yang kognitif maupun yang afektif. Tahap ketiga adalah tahap dimana pasien diajarkan bagaimana ia mempergunakan keterampilanannya secara lebih efektif yang

diperlukan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Terapi kognitif tepat digunakan untuk menangani pasien dengan masalah depresi seperti yang dialami pada mahasiswa A. Karena pada terapi ini terdapat tiga tahap dalam proses menuju perilaku normal yang sesuai dengan penyakit yang sedang dialami mahasiswa A tersebut.5

Long life learning yang telah didapat pada mahasiswa A setelah mengalami kasus putus cinta adalah dia sadar akan apa yang telah dia lakukan itu salah, seperti tidak merawat diri, menyendiri, dan nilainya menurun. Sehingga dia bisa berfikir untuk masa depan dirinya yang lebih baik dan sukses serta menjadi pribadi yang efektif.

BAB III PEMBAHASAN I. GAMBARAN KASUS Seorang mahasiswa di salah satu universitas negeri di Semarang mendapat teguran dari dosen walinya karena jarang kuliah. Nilai setiap mata kuliahnya merosot tajam, sehingga harus mengulang di tahun berikutnya. Setelah ditelusuri mahasiswa tersebut mengalami depresi akibat putus cinta. Kondisi tersebut membuatnya tidak bersemangat dan sering menyendiri. Penampilannya kusut, pakaiannya tampak kotor dan acak-acakan. Keinginannya untuk melanjutkan kuliah sudah tidak ada lagi bahkan ia berniat untuk mengundurkan diri karena merasa tidak ada yang bisa memberinya semangat selain mantan pacarnya.

II. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. IDENTITAS KLIEN a. Nama b. Umur : Mahasiswa A :

c. Jenis kelamin : laki-laki d. Agama e. Alamat f. Pendidikan 2. FISIK a. Tanda-tanda vital : TD Nadi Pernapasan Suhu tubuh Berat badan Tinggi badan ::::::: : : Perguruan tinggi

3. STATUS MENTAL A. Penampilan : klien terlihat sangat berantakan, rambutnya kusut, tidak

pernah mandi, dan sangat kurus. B. Memori C. Presepsi D. Afek : hanya mengingat mantan pacar : bicara sendiri dan defisit perhatian : labil

4. MEKANISME KOPING A. Maladaptif karena klien tidak memperdulikan dirinya sendiri seperti tidak melanjutka kuliah, tidak bersemangat, dan pola makan tidak adaptif.

III.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Dari pengkajian terhadap mahasiswa A, perawat mengidentifikasi tanda-tanda perubahan psikis pada mahasiswa. Tanda-tanda ini dinilai sesuai dengan batasan karakteristik untuk diagnosis keperawatan yang pertama yaitu defisit perawatan diri dengan ciri-ciri: a. Tidak memperhatikan penampilan b. Tidak pernah mandi c. Rambutnya acak-acakan Diagnosa yang kedua yaitu ketidak efektifan koping individu dengan ciri-ciri : a. Merasa ditolak karena putus cinta b. Tidak mampu mengatasi masalahnya sendiri Diagnosa yang ketiga yaitu isolasi social dengan tanda-tanda : a. Depresi b. Kurang rasa percaya c. Di salah perlakukan oleh orang lain3

IV. ANALISA DATA


Nama : Mahasiswa A

Umur Diagnosa TANGGAL DS : -

:: Depresi DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI Tidak mau mengatakan keluhan pada teman.

DO: muka tampak kucel, rambut acakacakan, pakaiannya tampak kotor.

Defisit perawatan diri

Putus cinta

V. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN.4 No Diagnosa Keperawatan 1 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu merawat dirinya sendiri seperti dapat mandi sendiri 1 hari 2x, dapat kramas 2 hari 1x, dapat mengganti baju 1 hari 2x. 2 Ketidak Setelah dilakukan Melakukan komunikasi Meningkatkan kepada keefektifan koping Melakukan komunikasi terapeutik kepada Meningkatkan rasa cinta terhadap diri Tujuan Intervensi Rasional

pasien untuk melakukan sendiri. terapi kognitif agar pasien dapat mencintai dirinya sendiri dengan cara merawat dirinya sendiri.

efektifan koping tindakan keperawatan terapeutik individu selama 3x24

jam pasien untuk melakukan individu pasien. pasien terapi kognitif agar

diharapkan

mampu

mengatasi pasien tidak depresi lagi saat mengalami

masalahnya sendiri.

masalah yang sama. 3 Isolasi social Setelah dilakukan Melakukan komunikasi Meningkatkan kepada komunikasi pasien

tindakan keperawatan terapeutik selama 3x24

jam pasien untuk melakukan terhadap pasien terapi kognitif agar lingkungan dapat sosialnya.

diharapkan mampu dengan sosialnya.

berinteraksi pasien lingkungan mengutarakan

keluhannya pada teman dan bersedia mengikuti kuliah lagi.

10

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari kasus diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa mahasiswa mengalami depresi dikarenakan putus cinta, dengan kondisi yang dimiliki seperti sering menyendiri, penampilannya kusut, pakaiannya tampak kotor dan lusuh serta rambutnya acak-acakan. Terapi yang tepat digunakan untuk mengatasi mahasiswa tersebut adalah terapi kognitif. Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya anesietas atau depresi. B. Saran Diharapkan mahasiswa dapat mengambil hikmah dari kasus ini bahwa masalah tidak untuk diratapi atau membuat kualitas diri kita menuruh. Tetapi justru dapat dijadikan sebagai pelajaran untuk membuat kita lebih baik dan menjadikannya sebagai guru dalam hidupnya seperti slogan pengalaman adalah guru terbaik

11

Anda mungkin juga menyukai