Anda di halaman 1dari 24

\

Peluang Pengembangan Industri Berbasis


Casava
Dj LIma] i l\1angu1l\Yidjaja
Departemell 'feknologi Indllstri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertal1 iall
lnsitut Pertanian Bogor
2003
y
PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS CASSA VA
Djumali Mangunwidjaja
Laboratorium Bioindustri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta,
Institut Pertanian Bogor. Kampus Darmaga, PO BOX 220 Bogor
(cdsapipb@indo.net.id/ jumalimw@hotmail.coJ!!)
RINGKASAN
Singkong atau cassava di Indonesia merupakan tanaman pangan penting kedua
setelah padi. Dibeberapa daerah bahkan cassava digunakan sebagai bahan pangan
utama. Beragam produk pangan dari ubi cassava dihasilkan oleh berbagai daerah
dan etnis. Meskipun demikian, sebagai bahan baku industri, pendayagunaan cassava
masih sangat terbatas, berupa produk tapioka (pati cassava) atau gaplek untuk pakan
temak. Produk lebih hilir yang dikembangkan secara industripun terbatas pada gula
cair (maltodekstrin, glukosa, fruktosa) dan/atau as am sitrat. Untuk menuju ke negara
industri atau agroindustri, cassava mempunyai peluang dan sangat potensial untuk
didayagunakan menjadi produk produk bernilai ekonomi tinggi. Berdasarkan produk
dan pengolahan, kita dapat membuat skenario pengembangan industri cassava
generasi pertama (pati dan gaplek), kedua, ketiga dan seterusnya. Beragam produk
industri : pangan atau pakan berprotein tinggi, beragam pemanis berkalori rendah
yang dapat digunakan untuk pangan atau minuman penyehat, pati termodifikasi,
biodeterjen, bahan pelarut sampai bioplastik. Dengan pengembangan agroindustri
berbasis cassava, maka akan terjadi jembatan antara agroindustri dan indutri lain
(kimia, farmasi, kosmetika dIl) sehingga peranan agroindustri sebagai penopang
pembangunan Indonesia yang kaya hasil pertanian, akan menjadi kenyataan.
Makalah disampaikan pada Forum Temu Pengusaha Cassava Nasional - Direktorat
lendral Aneka Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan, Deperindag, Bandarlampung,
22 Agustus 2003
PENDAHULUAN
Cassava (Manihot utilissima POHL) atau ubi kayu, populer pula dengan sebutan
singkong, telah lama dikenal dan dibudidayakan oleh manusia. Tanaman yang
diduga berasal dari Brasil ini, 3000 tahun yang lalu telah dibudidayakan dan diolah
sebagai bahan pangan oleh suku bangsa Inca, di Meksiko dan Amerika Tengah.
Suku Indian di Brasil diduga yang pertama kali memperkenalkan cara pengambilan
pati dari umbi cassava, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pangan dan
ramuan sesaji untuk upacara pemujaan dewa mereka. Bahan tepung berwarna putih
yang kini kita kenaI sebgai tepung tapioka, mereka sebut farinha. Mereka
mendahului teknik ekstraksi pati gandum yang dikenalkan oleh bangsa Yunani 500
tahun kemudian.
Sebagai sumber pati, di dunia cassava menempati urutan keempat setelah jagung,
kentang, dan gandum yang masing-masing memberi kontribusi terhadap produksi
pati dunia sebesar 70, 20, 5, dan 4 persen. Sesuai dengan persyaratan tumbuh
tanaman itu, maka pad a perkembangannya tanaman jagung mendominasi sebagai
sumber pati untuk kawasan Amerika Utara, Meksiko, sebaliknya Eropa banyak
mengusahakan dari tanaman kentang. Sedangkan padi dan cassava berkembang di
Amerika Latin, Afrika dan Asia Timur.
Oi Indonesia, cassava terse bar di berbagai kawasan dengan pusat perkembangan di
Jawa dan Lampung yang meliputi 85 persen cassava nasional sebagai daerah
penghasiJ cassava di pulau an tara Jain Jawa Timur (Jember, Kediri, Madiun), Jawa
Tengah (Banyumas, Yogyakarta, Wonogiri) dan Jawa Barat (Bogor, Tasikmalaya).
Oaerah penghasil Jainnya adaJah Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat dan
Timur
.Oi beberapa daerah, cassava merupakan tanaman penting dan digunakan oleh
penduduk setempat sebagai bahan makanan setelah padi dan jagung. Sebagai bahan
pangan, pada umumnya umbi cassava dioJah terlebih dahuJu menjadi gaplek, yaitu
dengan mengupas kulitnya dan dipotong, selanjutnya dikeringkan dibawah sinar
matahari. Dari gapJek ini dapat diolah menjadi beragam makanan, antara lain gatot,
2
tiwul, nasi singkong. Selain itu umbi cassava juga dapat diolah menjadi berbagai
penganan dengan cara langsung merebus atau menggoreng. Keripik singkong
merupakan salah satu olahan umbi singkong yang cukup populer dan merupakan
produk industri rumah tangga khas Lampung. Daerah-daerah lain juga mempunyai
produk yang berasal dari pengoJahan umbi cassava ini - dan menjadi ciri khas
daerah itu, antara lain ; gethuk trio-Mage lang (Jawa Tengah), gethuk goreng
(Purbalingga-Jawa Tengah), peuyeum-Ciamis (Jawa Barat). Upaya setiap daerah
untuk mengenalkan dan memproduksi bahan pangan khas dari cassava dengan
berbagai kreatifitas dan modifikasinya, selayaknya dapat didorong oleh pemerintah
daerah, sekaligus untuk mengembangkan usaha kecil atau rumah tangga di bidang
pengolahan hasil pertanian.
Sebagai bahan industri, umbi cassav3juga diolah menjadi gaplek dan taplOka, gaplek
dapat berbentuk glondongan, irisan (slices), chip, kubus, tepung atau pellet. Berbagai
inovasi teknologi telah dilakukan oleh berbagai lembaga dan/atau daerah untuk
mengangkat cassava sebagai produk 'bernilai'. Beberapa contoh diantaranya adalah :
Unibraw, Malang menjadikan cassava sebagai produk unggulan untuk penelitian dan
pengembangannya, dan merancang sebuah toko serbaguna yang menjual semua
produk dari cassava, di daerah Gn Kidul, pihak swasta telah berinisiatif mendirikan
pabrik tiwul instant, yang penelitiannya diawali oleh UGM, sedangkan Tim Peneliti
Unej, lember memperkenalkan produk baru berupa cassavajlake.
Ekspor gaplek ke negara Eropa terutama berbentuk pellet, disebabkan beberapa
pertimbangan ; menghemat ruangan, Jebih mudah dilakukan pengujian mutu, mutu
relatif homogen, penanganan secara bulk dan pengemasannya dapat dilakukan oleh
industri pakan ternak modern dan dengan sistem komputerisasi.
Dalam perkembangan industri berbasis cassava di Indonesia, gaplek dan tapioka
barangkali dapat disebut industri cassava generasi pertama, yang secara historis telah
lama diusahakan dan berkemba'1g, baik berupa industri rakyat dengan peralatan
sederhana maupun industri besar yang dilengkapi dengan mesin-mesin modern.
Sesuai dengan perkembangan pembangunan nasional yang pada intinya menuju ke
arah industri berbasis sumber daya alam (natural resources based industrialisation),
3
cassava menjadi salah satu hasil pertanian Indonesia yang penting, dan
dibudidayakan oleh sebagian besar petani, seperti halnya hasil pertanian lain
mempunyai arti penting dan strategis untuk dikembangkan sebagai produk industri.
Produk agroindustri cassava ini dengan penerapan teknologi yang tepat dan layak,
diharapkan dapat menjadi prod uk generasi kedua, ketiga, yang mempunyai nilai
tam bah (added-value) tinggi dan menjadi bahan baku untuk industri lain (kimia,
kosmetika, farrnasi/kedokteran)-Gambar 1 (Lihat juga Pohon Industri Singkong
Lampiran).
Dalam makalah ini dicoba untuk dibuat senarai dan deskripsi singkat industri
berbasis cassava generasi kedua dan ketiga yang punya prospek untuk
dikembangkan di Indonesia.
INDUSTRI TAPIOKA : DARI PENGOLAHAN TRADISIONAL SAMPAI
MODERN
Industri tapioka di Indonesia berpusat di Jawa dan Lampung, dengan beragam
dad skala usaha rumah tangga dengan peralatan sangat sederhana, dan kapasitas
hanya puluhan kilogram cassava sampai industri besar dengan mesin-peralatan
modem, dengan kapasitas oJah mencapai pu\uhan, bahkan ratusan ton perhari.
Prinsip pengolahan cassava menjadi tapioka tak bebeda, yaitu penghancuran sel umbi
(pemarutan), diikuti ekstraksi pati dari parutan, pati dipisahkan dari larutan (slurry)
dan selanjutnya dikeringkan.
Pada industri rumah tangga, cassava yang diterima dari petani setelah
dibersihkan, dikupas, dicuci dan dilakukan pemarutan. Pengupasan dan pencucian
diIakukan secara manual oleh tenaga kerja. Pemarutan dilakukan pada alat pemarut
yang digerakkan motor (l0-16 HP), hasil parutan disadng melalui penyaring kain,
dan diaIirkan ke bak pengendapan. Pada industri yang Jebih besar (industri kecil)
pengendapan dilakukan pada jalur-jalur pengendapan (panjang 50 cm dan dalam 30
cm), dengan kemiringan. Setelah 12 jam (semalam) tepung pati yang mengendap
dikumpulkan dan dikeringkan di bawah terik matahari. Tepung tapioka kering
umumnya masih berupa bongkahan kasar, untuk itu perlu dilakukan penggilingan.
Pada pengolahan tapioka secara rumah tangga dan kecil ini dihasilkan dua limbah
4
padat, yang pertama onggok dan ampas dan serat hasH pengendapan pati yang
disebut elot. Elot dikeringkan dikenal sebagai tepung asia dan dijual sebagai bahan
bantu kerupuk, obat nyamuk atau lainnya. Onggok dapat dijual sebagai bahan pakan
ternak atau dibuang sebagai limbah padat.
Rendemen perolehan tapioka pada industri rumah tangga dan kecil ini berkisar antara
15-20 %. Pada industri besar, pencucian dan pembersihan dilakukan dalam bak yang
dilengkapi dengan pisau putar, selanjutnya dengan conveyor diangkut ke mesin
pemarut. HasH parutan dialirkan ke unit penyaringan - yang memisahkan slurry dan
am pas (onggok). Pati dalam slurry (suspensi pati) dipisahkan dengan cara
pemusingan (sentrifugasi); yang selanjutnya dilakukan pengeringan. Pati kering
diangkut ke pemisah siklon, untuk memisahkan partikel pati berdasarkan
besarlkecilnya. Pati kasar akan turun ke bawah, ke unit pengemasan. Rendemen pati
pada industri besar ini berkisar .17 - 22... %.
Problem yang dihadapi oleh industri tapioka, antara lain meliputi beberapa butir :
pasokan bahan baku berupa cassava, sangat tergantung pada musim dan jenis
cassava yang ditanam petani,
kekurangan jumlah pasokan, mengharuskan pabrik menunggu beberapa hari
untuk mulai melakukan pengolahan, selama waktu tunggu ini terjadi penurunan
mutu cassava (penurunan rendemen),
penggunaan air selama pengolahan yang relatif sangat banyak,
penggunaan bahan kimia (untuk membantu pengendapan pati), kadang-kadang
menyisakan residu dalam pati yang secara standard mutu (ekspor) tidak
diperkenankan,
kehilangan (loss) pati pada beberapa lini proses, antara lain meliputi keluaran
(outlet) dari mesin pencuci, mesin pemarut, onggok, etot dan siklon,
peningkatan efisiensi proses dapat dilakukan dengan melakukan pendaur-ulangan
air pencuci dan pengekstrak, serta recovery pati dari keluaran-keluaran terjadi
kehilangan,
selain itu pola kemitraan antara pabrik dan petani cassava yang saling
menguntungkan perlu diterapkan.
5
RAGAM INDUSTRI
PANGAN: pengasam, pengemulsi
flavouring, pangan
sintetis berprotein
tinggi, pemanis,
stabilizer
MINUMAN: pemanis rendah kalori
PETERNAKAN/PERIKANAN:
pakan berprotein tinggi.
susu sintetis untuk
pedet, prebiotik
AGRIKIMIAbioferlilizer,
bioinsektdida
KIMIA: biosurfaktan, biodeterjen,
poliol, enzim, pOlimer
(membran)
KOSMETIKA: pelembab,
pembentuk,
pengemulsi, stabilizer
FARMASI/KEDOKTERAN:
pangan/minuman
sehat, cairan infus,
formulasi obat,
encapsulating agent,
vitamin.
TEKSTI L : surface agent
KERTAS/KEMASAN: coating,
corrugated board,
Bioplastik
ENERGI: bioetanol, butanol
Industri
berbasis cassava
Generasi kedua, ketiga, dst
Umbi
Cassava
TAPIOKA
GAPLEK
Industri
berbasis
cassava
Generasi
Pertama
,
f-
Gambar 1. Pengembangan Industri Berbasis Cassava
6
PRODUK OLAHAN CASSAVA INDUSTRI GENERASI KEDUA : DARI
PAPROTI, GULA SAMPAI PATI TERMODIFlKASI.
PAPROTI, pakan berprotein tinggi
Paproti adalah singkatan (dari Penulis) untuk Pakan Berprotein Tinggi untuk
membedakan dengan pakan (yang diolah secara) konvensional. Pakan konvensional
yang bah an bakunya antara lain umbi cassava masuk generasi pertama diolah
secara pencampuran (fonnulasi) dengan bahan lain, sebagai sumber protein, mineral
dan vitamin. Pakan konvensional ini dapat berupa pellet, yang juga merupakan
komoditas ekspor. Sayang bah an pencampur pakan ini berupa kedelai dan
bungkilnya harus diimport.
Adanya pakan yang murah, mudah pengolahannya dan bermutu (gizi) tinggi
merupakan peluang pasar yang menjanjikan. Paproti jawabannya!
Pengolahan Paproti berprinsip pada proses fermentasi padat dari bahan baku cassava
untuk menghasilkan PST (protein sel tunggal, SCP : single cell protein). Prosesnya
mudah, karena merupakan modifikasi dari proses pembuatan tempe (Gambar 2).
Urn bi cassava bersih Bahan inokulum
PEMASAKAN
PENYIAPAN INOKULUM
Sumber
protein PENYIAPAN MEDIA
Sumber serat --tI> '-------.-------'
Mineral
...--- INOKULUM
FERMENTASI
PEMBENTUKAN
PRODlIK
PAPROTI
Gambar 2. Diagram proses produksi pakan berprotein tinggi
7
Dengan proses pengolahan dasar untuk Paproti, proses dapat dikembangkan untuk
produksi pakan ternak jenis lain. Paproti dengan kandungan 20 % ditujukan untuk
ransum pakan unggas (10 - 20 %). Pakan untuk ternak ruminansia dan ikan dapat
diproses dengan modifikasi proses tersebut.
PAKAROTI , pangan dari kapang berprotein tinggi
Kalau produk Paroti ditujukan untuk pakan ternak, maka Pakaroti ditujukan untuk
pangan. Secara garis besar tahapan proses pembuatan Pakaroti adalah sarna dengan
Paroti, yaitu proses untuk menghasilkan PST. Perbedaann keduanya, tentusaja
susunan medianya dan mikroba yang digunakan untuk bioproses. Pada pakaroti ini,
mengadopsi proses pembuatan mikoprotein, digunakan kapang Fusarium. Di
Inggris, produk mikoprotein ini telah diijinkan untuk di produksi dan dinyatakan
aman untuk konsumsi manusia.
Selain kadar protein yang tinggi, kelebihan pakaroti adalah struktur yang berserat,
sehingga dapat dikembangkan menjadi prod uk yang memiliki struktur dan tekstur
seperti daging. Oleh karen a itu, pakaroti dapat dimodifikasikan menjadi daging
sintetis. Perbandingan nilai gizi pakaroti dan steak dari daging sapi disajikan pada
Tabell.
TabeI 1. Komosisi kimiawi pakaroti dibandingkan steak daging sapi
Kandungan kimiawi
1-:=----.
Protein
Pakaroti/mikoprotein
47
Steak daging sapi
68
Lemak 14 30
Serat terce rna 25 Sedikit
Karbohidrat 10 0
Abu 3 2
Asam ribonukleat I sedikit
I
8
Beragam gula dari cassava
lndustri pang an , minuman dan farmasi memerlukan beragam jenis gula - bukan
sekedar sebagai pemanis. Banyak fungsi lain seperti: penstabil, penahan air,
pembentuk emulsi, pelapis dan pengikat, cairan infus - dapat dilakukan oleh gula
yang diolah dari patL Gula jenis ini, hampir 90 % lebih kebutuhan dalam negeri
masih diimpor. Perkembangan industri pangan dan farmasi yang pesat sepuluh tahun
tcrakhir, tentu saja merupakan peluang yang baik untuk industri gula ini.
Pati tapioka dan pati lainnya - secara kimia tersusun atas amilosa dan amilopek1in
yang unit penyusun terkecilnya (monomer) adalah glukosa. Secara hidrolisis dan
proses kimia lain pati ini dapat diubah menjadi gula dan senyawa lebih sederhana.
Sebagai ukuran berapa kandungan gula sederhana (dekstrosa) yang menyusun
produk pecahan pati digunakan DE (dextrose - equivGlent). tersebut :
dekstrin, maItodekstrin, high maltose :;yrups, glucose syrups, high fructose syrups,
dextrose. Pabrik gula cair (HFS, High Fructose Syrups) di Indonesia pertama kali
didirikan pada paruh tahun 1970-an di Pasuruan, Jawa Timur. Sayang pabrik ini tak
lama beroperasi - tutup, konon katanya terjadi masalah manajemen. Beberapa pabrik
HFS antara lain empat buah di Jawa Barat (masing-masing dua buah di Bogor,
sebuah di Subang, sebuah di TasikmaJaya ) dan dua buah Lampung. Pad a tahun
2003 didirikan pabrik gulacair, maltodekstrin dan glukosa di Cilegon, Jawa Barat,
berbahan baku jagung yang diharapkan akan memulai produksi pada tahun 2004.
Pengolahan Gula dari Pati
Prinsip pengolahan pati (apasaja) menjadi gula pada intinya adalah proses
pemecahan secara kimiawi, hidrolisis polimer pati menjadi monomer (penyusun)
nya, yaitu glukosa. Proses ini sudah lama dikenal, sekitar tahun 1940-an, yang
dimawali dengan proses hidrolisis asam. Sampai dengan tahun 1960-an berkembang
menjadi proses asam-enzim, yang terdiri atas proses likuifaksi (asam) dan
sakarifikasi (enzim amiloglukosidase, AMG). Proses ini berkembang dengan
modifikasi enzim-enzim, sampai tahun 1970-an : likuifaksi (enzim, amilase),
dekstrinasi (enzim, beta amiJase) dan sakarifikasi (AMG) . Pada tahun 1970-1975
9
digunakan enzim amilase tahan panas (tennostabil) pad a likuifaksi dan dektrinisasi.
Perkembangan selanjutnya, banyak dilakukan terhadap jenis proses hidrolisis
enzimatik ini, antara lain batch menjadi continuous process, dad system enzim bebas
ke enzim imobil, serta penggunaan enzim hasil modifikasi rekayasa genetika.
Pada pengolahan gula cair menggunakan bahan baku pati cassava atau tapioka, pati
disiapkan dalam bentuk slurry dalam tangki penyiapan atau penampungan.
Dad tanki penampungan, larutan pati dialirkan ke tangki penyagaan (buffering tank)
untuk mengatur pH dan kandungan mineral dengan penambahan larutan penyangga
(buffer) terdiri atas NaOH, Na2C03 dan CaCh, selanjutnya dilakukan Iikuifaksi
secara bertingkat dengan pencampuran enzim amilase. Pertama, larutan pati dialirkan
kedalam flash jet cooker (I IOC) dicampur dengan suspensi enzim. Selanjutnya
campuran ini dialirkan kedalam bak penampungan (retention tank) dan didiamkan
selama 2-2,5 jam, dan kolom likuifaksi (15-20 menit). Dengan melaJui pemisah
(separator), yang berfungsi melakukan pemisahan partikel padatan dan cair ,
dikeluarkan hasil likuifaksi berupa dekstrin (nilai DE sekitar 60).
Proses selanjutnya adaJah sakarifikasi, menggunakan enzim AMG pada tangki
sakarifikasi selama 40 - 48 jam, pada suhu 60oC, dan diperoleh cairan gula dengan
DE 36-42. Cairan gula ini seJanjutnya dilakukan penyaringan melalui penyaring
karbon aktif, untuk menghilangkan warna (pemucatan) kemudian cairan jernih
dilakukan pemisahan mineral dalam kolom penukar ion (ion exchanger) secara seri
berturut-turut : kation, anion, kation masing-masing selama ] - 2 jam. Dari kolom ini
dihasilkan sirup dengan konsentrasi gula 25 30 % (DE 93- 95). Untuk
menghasilkan sirup dengan konsentrasi gula 78- 82%, sirup ini dilakukan penguapan
(evaporasi) dalam triple effect evaporator. Selanjutnya sirup glukosa ditampung
dalam tangki penampungan. Sirup glukosa menjadi bahan baku untuk produk gula
dan turunannya (Lihat uraian pada paragraph berikutnya).
Untuk pengolahan sirup glukosa menjadi fruktosa, maka sirup encer yang dihasilkan
dari kolom penukar ion, dialirkan kedalam tangki penyangga, untuk buffering
dengan penambahan Na2C03, dan MgS04.7 H20. Selanjutnya larutan dialirkan
10
kedalam tangki atau kolom isomerisasi, dengan penambahan larutan enzim
isomerase. Selama proses isomerasasi, glukosa diubah menjadi fruktosa. Selanjutnya
campuran glukosa dan fruktosa ini dipucatkan, melalui kolom atau penyaring karbon
aktif, dan penghilangan mineral dalam kolom atau tangki penukar ion. secara seri
(Iihat uraian sebelumnya). Tahap terakhir adalah pemekatan dalam multiple effect
evaporator, schingga diperoleh sirup fruktosa dengan kadar bah an kering 7] % dan
gula (campuran) :92-95%. Sirup ini disebut HFCS 42. Selain HFCS 42,
diperdagangan dikenal juga HFCS 55 (kandungan fruktosa 55%) dan HFCS 80
(kandungan truktosa 80%).
HFCS 55 dihasillkan dengan pencampuran HFCS 42 dan HFCS 80. Yang terakhir ini
diperoleh dengan cara pemisahan secara kromatografi. Glukosa dan gula lain yang
dihasilkan pad a proses pembuatan HFCS, dialirkan kembali (recycling) ke prosl;;s
awal isomerisasi. Deskripsi lebih lanjut mengenai gula cair tersebut diuraikan pada
paragraph berikut . Sifat fisik dan kimiawi sirup fruktosa jagung tersebut disajikan
pada Tabel 2.
Tabel2. Ciri- ciri sirup fruktosa
Ciri HFCS 42 HFCS 55 HFCS 90
Padatan (%) 7]
77 80
PH 3-4 3-4 3-4
Kemanisan 90 - 100 100-110 120 - 160
(glukosa 100)
Fruktosa, % bahan kering 42 55 80
Glukosa,% bahan kering 52 41 8
Oligosakarida,% bahankering 6 4 2
Viskositas (cp 37,8%) 75 150 520
Abu (%) 0,03 0,03 0,03
11
Dekstrin
Produk ini dapat diproses secara sederhana dengan melakukan pemanasan suspensi
pati, dengan penambahan asam. Dekstrin ban yak digunakan pada industri kertas
untuk bahan pelapis (adesif) dan pengkilap.
Maltodekstrin (DE =10 - 20).
DiperoJeh dengan proses likuifikasi suspensi pati pada suhu 95 - 105C, pada pH
6,0 - 6,5 selama 2 3 jam dengan penambahan enzim a - amiJase. MD ini tingkat
kemanisannya kurang, mudah dicerna, sifat elektronlitik rendah. MD cocok
digunakan untuk makanan bayi, pangan diabetik (tak meningkatkan kadar guJa
penderita diabetes), campuran kreamer, kopi/teh instan, minuman olah raga,
pembentuk tekstur (krim, saus, salad), chewing-gum, pengganti Jemak.
High Maltose Syrups (DE = 20 - 45).
DihasiJkan dengan proses likuifikasi yang dilanjutkan dengan sakarifikasi. Untuk
meningkatkan perolehan maltosa, digunakan enzim f3 - ami lase dan pulunase.
Sakarifikasi dilakukan pada suhu 55 - 60C selama 40 48 jam. Sifat sirup maltosa
sarna dengan sirup glukosa, tetapi lebih tinggi viskositasnya dan lebih rendah
higroskopis, tingkat kemanisan 30 - 40 % sukrosa.
Glucose Syrups (DE = 68 - 98).
Glukosa (atau dekstrosa) dan sirup glukosa dengan DE tinggi banyak digunakan
untuk perbaikan sifat fisik dan kimia prod uk (pangan dan non pangan), pengawetjam
dan jeli. GJukosa kristal sangat penting fungsinya dalam bidang medis/farmasi dan
dietetik. Di bidang medis digunakan sebagai Jarutan infus. Oleh karena D-gJukosa
secara kimia dan biokimiawi (fermentasi), maka gula ini merupakan bahan baku
yang penting untuk bioindustri, antara Jain untuk produksi sorbitol dan mannitol
(i'eduksi, hidrogenasi), asam gJukoronat (oksidasi), vitamin C, asam amino
(fermentasi), isoglukosa (enzimatik), bioplastik (kimia atau fermentasi). Oleh karena
itu produk-produk tersebut dipilah sebagai produk industri_berbasis jagung
generasi ketiga (lihat uraian). Sirup gJukosa diproduksi melalui tahapan proses
Iikuifikasi dan sakarifikasi. Sakarifikasi dimuJai saat hasiJ Iikuifikasi mencapai DE =
12
15 20, dengan penambahan enzim AMG (amiloglukosidase), pada suhu 60 e, pH
3,8 - 4,5. Waktu yang digunakan untuk mencapai DE optimal (97 - 98) berkisar
an tara 48 -72 jam.
Proses pembuatan sirup glukosa dapat juga merupakan satu kesatuan proses untuk
memproduksi HFS (high fructose syrups) dengan melanjutkan ke satu tahapan proses
berikutnya yaitu isomerisasi (lihat highfructose syrups - pada paragrafberikut).
High Fructose Syrups (DE = 97).
Isomerisasi glukosa merupakan tahapan akhir dari proses konversi pati menjadi
fruktosa. Isomerisasi dilakukan dengan enzim isomerase. Sirup glukosa (45 % bobot
kering) pad a pH 7 5 dan adanya kofaktor Mg2+ disterilkan, kemudian dipanaskan
pad a suhu suhu 60 e dan dialirkan pada reaktor kolom yang berisi enzim
(imobilisasi). Proses berlangsung selama 100 200 jam. Selepas isomerisasi
dilakukan filtrasi dan penjernihan (menggunakan karbon aktif), dan penghilangan
mineral (demineralisasi) melalui penukar ion (ion exchanger) kemudian evaporasi
sampai diperoleh kadar padatan kering antara 70 72 %.
Prod uk yang dihasilkan adalah HFS dengan kandungan fruktosa 42 % atau disingkat
HFS 42. Penerapan teknik kromatografi, di awal tahun 1980-an memungkinkan
dihasilkan HFS 90 disebut juga UHFS (ultra high fructose syrups). Banyak negara
menggunakan HFS dengan kandungan 55 % fruktosa. HFS 55 ini dapat dihasilkan
dengan pencampuran HFS 42 dan HFS 90.
HFS55
Sirup ini banyak digunakan sebagai pemanis dan pembentuk (forming agents) pada
marmalade, jam, buah kaleng, jus buah dan produk-produk susu. Oleh karena tingkat
kemanisan fruktosa adalah 1,2 - 1,8 kali sukrosa, dengan kalori lebih rendah, gula ini
ban yak digunakan untuk pemanis rendah kalori dan am an untuk penderita diabetes.
Selain itu fruktosa ditambahakn ke dalam bahan pangan untuk memperbaiki rasa,
warna, konsistensi serta ketahanan produk. Diagram aIir proses produksi HGS dan
HFS (terpadu dengan minyak jagung) dari pati jagung dapat dilihat pada Gambar
2.
13
Siklodekstrin (cyclodextrins, CD).
Sesuai dengan namanya CD adalah merupakan polimer (dekstrin) yang tersusun
oleh molekul glukosa, secara meJingkar. Bentuk molekul yang tersusun oleh CD
menyerupai kue donat, dengan cincin luar bersifat hidrofobik, dan bagian dalam
rongga bersifat polar (hidrofilik). CD banyak digunakan sebagai bah an pengikat dan
penstabil serta antioksidan pada industri farmasi, pangan, kosmetika dan parfum. CD
merupakan penurun kolesterol sehingga banyak digunakan untuk bahan dietik. CD
juga berfungsi dalam industri medis untuk proteksi suatu gugus fungsional dari obat.
CD dapat diproduksi secara fermentasi atau enzimatik dengan bahan dasar pati.
Secara fermentasi, pengubahan dilakukan oleh bakteri yang menghasilkan enzim
CGTase (cyc/o-glycosy/ transferase) secara aerobik, pada suhu 45C selama 24 - 48
jam. Pad a proses enzimatik, pengubahan dikatalisis dengan enzim CGTase pada suhu
40 - 45C selama 48-72 jam.
Pati
1
I
I
Hidrolisis asam/enzim I
I
Likuifikasi I
I
I
I I
I
Sakarifika!;i
1
Maltodekstrin I Hidrolisat pati
1 1
I I
I
Sirup glukosa 1
I
SiruD maltosa 1 I Siklodekstrin I
I
r D-alukosa
r
I
Isomerisasi
I
f
Sirup fruktosa 42 % I
I
SiruD fruktosa 55 % dan 90 %
1
I
l
I
I
I
Hirirnruma!; i
I
I
Hidrogenasi I
I
Hidrogenasi l r HidrogenaSil1
Dekstrinasi
Maltilol Lycasin
Mannitol Sorbit I I Polidekstrosa
14
Gambar 3. Konversi Pati Menjadi Gula dan
Turunannya
Pati termodifikasi (Modified Starch}
Modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik (dengan pemanasan) atau secara
kimiawi. Dengan modifikasi tersebut sifat-sifat fisik dan kimia pati berubah sesuai
dengan kegunaan yang diinginkan. Pati termodifikasi ban yak digunakan untuk bahan
pelapis, dan permukaan industri kertas dan tekstil. Selain itu beberapa jenis
digunakan untuk pengikat (makanan bayi, salad) dan pengisi (saus).
Tabel 3 berikut menyajikan beberapa contoh pati termodifikasi dan proses
pembuatannya.
Tabel3. Pati termodifikasi dan prinsip proses pembuatannya
Jenis Proses
Pregelatinized starch Pemanasan secara ekstrusi (250C) bertekanan tinggi
selama 10- 60 deti'"
Biodegradable plastic Pemanasan kering --.. pembentukan struktur amorf,
dilanjutkan dengan ekstrusi pada 140 - 170C dengan
penambahan pembentuk plastik (gliserol, sorbitol) dan
pembentuk tekstur (oksida silikon/titan)
Oxydized starch Oksidasi alkalis dengan NaOCI
Anionic starch Reaksi alkalis dengan karboksimetil-Na
Cationic starch Reaksi substitusi dengan gugus amino tersier atau amonium
kuartemer
Cross-linked starch Pengikatan silang (retikulasi) gugus hidroksil pada pati,
dalam suasana alkalis dengan pereaksi fungsional :
turunan chloroepoxyde
turunan fosfat = Na-trimetafosfat, JosJat oxychlorat
asam dianhidrida = asetat, asetat - sitrat
turunan aldehida = formol
Asam sitrat dari Iimbah indGstri tapiolrn
Seperti diuraikan pada pengolahan tapioka, limbah pad at utama dari proses ini
antara lain adaJah onggok hasil dari pemerasan bubur patL Onggok ini pada
umumnya didaurulang, ke lini pemerasan atau dicampur dengan bubur singkong,
untuk kemudian di ekstraksi patL Onggok hasil pemerasan terakhir dapat
15
didayagunakan untuk pakan atau campuran pakan yang berfungsi sebagai sumber
serat. Selain itu dapat didayagunakan untuk bahan baku asam sitrat. Produksi asam
sitrat dari onggok dilakukan dengan bioproses, fermentasi sistem padat. Asam sitrat
banyak digunakan pada industri pangan (sebagai pengasam), kosmetika dan farmasi,
serta industri kim ia sebagai bahan baku platik, jenis alkil resin.
Secara garis besar proses produksi asam sitrat secara fermentasi pad at, tidak jauh
berbeda dengan proses yang dikembangkan untuk protein sel tunggal (paroti
maupun pakaroti). Onggok disterilkan kemudian dicampur dengan sumber protein,
vitamin dan mineral. Setelah itu diinokulasi dengan kapang galur Aspergillus niger,
dalam suatu fermentor baki (untuk proses sinambung, continuous process) atau
fermentor rak (untuk proses curah, batch process) selanjutnya diinkubasi pada suhu
28 -30 oC, dengan kelembaban 40 - 60%, selama 2- 4 hari tergantung galumya.
Asam yang terbentuk diekstraksi menggunakan larutan kapur tohor (CaOH2) yang
akan diendapkan sebagai kalsium sitrat. Garam kalsium sitrat ini dicampur dengan
asam sulfat, untuk melepas kembali asam sitratnya, yang selanjutnya dilakukan
penghilangan wama (penyaring karbon aktif), pemekatan, pengkristalan dan
pengeringan.
PRODUK CASSAVA GENERASI KETIGA : DARI HEALTH FOODS,
BUT ANOL, SAMPAI POLIOL
Terminologi generasi ketiga bukan semata pengembanga produk yang relatif baru,
tetapijuga proses yang diterapkan bukan lagi dari bahan dasar pati (cassava) an sich,
melainkan pada produk hilir pati, terutama gula (glukosa, fruktosa, maltosa).
Hea/tlr/oods (HF), Pangan penyebat
Jenis pangan dan minuman penyehat ini berkembang secara pesat pada dasawarsa
terakhir ini, baik di pasar global maupun domestik. Faktor pendorong utama adalah
tuntutan kebugaran dan kesehatan tetap prima, di tengah dinamika kerja dan hidup
yang semakin kompleks. Ciri-ciri HF ini antara lain: rendah kalori, mengandung
antioksidan, menurunkan kolesterol serta kandungan bioaktif tertentu. Tentu saja
16
tidak semuanya dapat diramu dalam satu produk HF. Satu atau dua ciri HF dapat
dikemas dalam produk turunan pati ini. Komponen HF antara lain berasal dari polyol
dan turunannya. Pangsa pasar HF cukup prospektif dan menjanjikan.
Bahan pelarut non konvensional, Butanol.
Butanol merupakan salah satu sumber energi selai alkohol (etanol) yang dapat
diproses melalui fermentasi anaerobik pati atau glukosa. Apabila pati dipilih sebagai
baha dasar, maka fennentasi dilakukan dengan biakan campuran yaitu kapang
(Aspergillus sp.) atau bakteri (Bacillus sp.) dan bakteri pembentuk aseton-butanol
etanol (ABE). Sebaliknya apabila dipilih glukosa maka fermentasi dilakukan secara
anaerobik, dengan bakteri penghasil ABE, antara lain galur Clostridium butylicum ..
Pululan dan xantan bahan bioplastik
Selain secara fisiko-kimiawi, pengembangan polimer !!ntuk bioplastik dari pati
tapioka dapat dilakukan secara bioproses, dengan fermentasi aerobik. Fermentasi
dengan bantuan kapang Aerobasidium pullulans pada substrat pati selama 48 72
jam akan dihasilkan polimer yang disebut pululan. Sedangkan fermentasi dengan
bakteri Xanthomonas campetris pada substrat pati, pH 7,0 pada suhu 28-30C selama
3-5 hari akan dihasilkan Xanthan. Kedua biopolimer tersebut dapat diolah lebih
lanjut menjadi bioplastik.
Poliol Poliol (polyols) adalah turunan gula (monosakarida) yang dipero\eh secara
hidrogenasi (reduksi). Secara industri umumnya poliol diproduksi dengan proses
hidrogenasi katalitik pada suhu tinggi . Secara alami senyawa poliol dapat ditemukan
pada buah-buahan dan bahan nabati. Poliol pada umumnya banyak digunakan pada
formula pangan dietiklsehat atau pemanis rendah kalori. Beberapa sifat khas poliol :
daya kemanisan dan nilai kalorinya lebih rendah dibandingkan sukrosa (Iihat tabel4)
Sesuai dengan gula sebagai bahan dasarnya, maka dikenal dan telah diperdagangkan
secara meluas : sorbitol (glukosa), mannitol (mannosa), maltilol (maltosa), reduksi
dapat berlangsung secara kimiawi ataupun biokonversi, enzimatik. Pada paragraf
berikut disajikan deskripsi singkat beberapa poliol penting.
17
Sorbitol. Dalam industri pangan digunakan sebagai pengganti gula invert, nilai
kemanisan setengah dari nilai sukrosa, efek penghambat pembentukan kristal sukrosa
dan glukosa. Sorbitol dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembentukan poli
ester, dengan mereaksikannya dengan asam lemak. Poliester ini dikenal sebagai
lemak berkalori rendah dan cocok untuk tujuan diet.
Mannitol. Diperoleh dari reduksi mannosa bersifat kurang higroskopis digunakan
sebagai gula diabetik, serta pengganti lemak (fat replacer/substitutes).
Maltilo!. Juga banyak digunakan sebagai pemanis rendah kalori dan gula diabetik,
salah satu penyusun "Minuman Penyehat"yang penting.
Campuran Poliol Untuk memperoleh sifat fisiologis tertentu, antara lain tingkat
kemanisan yang rer.dah (30- 60%) dan nilai kalori rendah (25-50% nilai kalori
glukosa atau sorbitol) , dilakukan pencampuran poliol, antara lain SLMTL
(sorbitol/maltitol), SLlML (sorbitol/mannitol).
XHitol dapat diperoJeh dari proses hidrogenasi kimiawi (katalitik) atau fermentasi
xilosa. Secara fermentasi microbial, perolehan xilitol dapat mencapai 48% dari gula
awal. Xilosa dihasilkan dari hidrolisis hemiselulosa, yang pada cassava banyak
terdapat di bagian kulit dan bagian batang
Xilitol banyak digunakan untuk minuman diabetik dan bahan baku industri farmasi.
(Lihat uraian pad a paragraph Pemanfaatan hasil samping dan limbah cassava).
18
Tabel 4 Sifat Penting Poliol
Ciri
Sukr08a Maltilol
Lactito
1
Sorbitol
Man nit
01
Xilitol
180ma)
t
Derajat kemanisan
larutan (Larutan 10
1,0 0,9 0,3 0,5 0,5 1,0 0,5
%)
Higroskopis +
-
+
-
+
Kelarutan
gil 00 ml
(25 0q,
210 150 235 22 185 33
Panas Pelarutan (Jig)
I
-17 -80 -50 -112 -121 -155 -38
I Nilai Energi ( k ~ 1 g

17 12 8,5 17 17 17 8,5
PEMANFAATAN HASIL SAMPING DAN LIMBAH CASSAVA
Pada paragraph ini secara selintas akan diuraikan mengenai pengolahan hasil
samping dan Iimbah cassava lain berupa onngok, kulit dan/atau bagian batang
tanaman ubikayu . Onggok secara ekplisit pada paragraf sebelumnya dapat
didayagunakan untuk substrat pembuatan asam sitrat secara fermentasi padat Ketiga
lim bah itu secara kimiawi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin sebagai perekat. Oleh karena itu bahan tersebut (dan bahan
serupa) disebut limbah lignoselulosik. Ketiga bahan penyusun lignoselulosa,
masing-masing dapat didayagunakan dengan melalui proses fisik, mekanik ,
kimiawi dan/atau bioproses menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
Oleh karena itu, apapun produk yang ingin dihasilkan dari Iimbah tersebut , tahapan
awal proses berupa pemisahan ketiga komponen tersebut, berupa delignifikasi
penghilangan lignin. Lignin pada struktur lignoselulosik berfungsi sebagai perekat,
sehingga dengan pelepasan lignin, selulosa dan hemiselulosa dapat dipisahkan
19
dengan mudah. Delignifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metoda,
antara lain: (a) fisik-mekanik, dengan pencacahan dan pemanasan bertekanan, (b)
fisiko-kimiawi, pemanasan dalam larutan asam atau soda, (c) biokimiawi,
penggunaan mikroba, misalnya kapang untuk perombakan lignin.
Turunan lignin
Lignin yang diperoleh dari delignifikasi bukan merupakan limbah atau bah an
buangan, melainkan dapat didayagunakan menjadi produk berharga. Dengan reaksi
sulfonasi, dari lignin dapat dihasilkan sulfonated alkali lignin dan sulfite
lignosulfonates. Kedua bahan terse but dapat digunakan sebagai bahan pengambil
minyak pada pengeboran minyak (drilling fluid additives) , dan pengganti deterjen
sintetik Lignosulfonat dapat juga digunakarl sebagai penyetabil aspal, pendispersi,
yang mempunyai nilai ekonomi menarik. Dalam batas tertentu, misalnya permintaan
pasar, lignin dapat diproses menjadi vanillin, dengan pemanasan bertekanan (900
1400 kPa) selama Y2 - 1jam, dalam kondisi alkalis (Na2C03).
XHosa dan xilitol dari hemiselulosa
Hemiselulosa, sebagi polimer tersusun sebagian besar atas xilosa dan pentosa.
Dengan cara hidrolisis (asam atau enzimatik) hemiselulosa akan dihasilkan gula
xilosa, yang apabila dilanjutkan dengan hidrogenasi (katalitik) diperoJeh xilitol.
Kedua produk tersebut dapat digunakan sebagai pemanis untuk diabetik (lihat
paragraph sebelumnya).
Selulosa dan turunannya
Dari bahan dasar selulosa dapat didayagunakan lebih lanjut menjadi produk produk
yang mempunyai nilai ekonomi dan komersial penting. Produk produk dan proses
kimiawinya tersebut antaralain : CMC, karboksi metil selulosa, metil dan etil
selulosa (eterifikasi), selulosa nitrat, selulosa asetat, selulosa propionat, s;:!lulosa
asetat-butirat (esterifikasi). Produk selulosa tersebut banyak digunakan sebagai
pengental (pangan, kosmetika, farmasi), pelapis, bahan penahan (protektif) pada
kertas dan tekstil , plastik, dan bahkan ..... bahan peledak (selulosa nitrat ).
20

Bahan plastik- resin termoplastik dan rayon dapat diperoleh dari selulosa, antara lain
: selofan, busa selulosa dan rayon.
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS CASSA VA
Uraian terdahulu memberikan gambaran singkat produk-produk potensial yang dapat
dihasilkan dan diproduksi dari pengolahan cassava dan.atau turunannya. Untuk
pengembangannya pada skala industri, tentu saja kaidah umum , rules of the thomb
dalam kajian pengembangan industri berlaku.
Tahapan pengembangan industri meliputi (a) sebelum kegiatan investasi, (b) fasa
investasi, (c) operasional. Fasa kegiatan sebelum investasi sangat penting artinya
untuk menjawab bahwa industri yang bakal dikembangkan akan menguntungkan.
Pada kegiatan ini dilakukan kegiatan rinci meliputi (a) identifikasi peluang
investment, (b) pemilihan awal atau kajian pra-kelayakan, (c) formulasi proyek atau
studi kelayakan tekno-ekonomis, dan (d) tahapan evaluasi dan keputusan.
Apabila pada kegiatan pra-investasi iini diperoleh hasil layak baik secara finansial
dan teknis serta kriteria lain, maka fasa pengembangan dilanjutkan kepada investasi
yang meliputi, (a) kontrak dan negosiasi, (b) perancangan proyek, (c) konstruksi, dan
(d) percobaan operasi (start up).
Berdasarkan evaluasi pada tahapan start up, yang dinilai secara teknis berkaitan
dengan operasional pabrik, spesifikasi mutu pabrik yang dihasilkan maka operasi
pabrik sesungguhnya pad a kapasitas yang ditetapkan berIangsung.
Hal-hal yang harus di analisis pada tahapan kajian peluang adalah :
I. Sumber bahan baku, dalam hal ini adalah ketersediaan cassava
2. Pola pertanian yang ada sebagai pendukung agroindustri berbasis cassava
3. Kebutuhan konsumen atas produk yang mau dikembangkan
4. Jumlah impor prod uk serupa
21
sangat penting artinya perancangan yang matang dan tidak hanya sesaat, mengenai
pengembangan sumberdaya manusia., tidak saja jumlah yang diperlukan, tetapi lebih
penting adalah jenis dan tingkatan mutu serta spesifikasi dan kompetensi yang
diperlukan.
Perubahan dan peningkatan permintaan pasar akan menuntut pula peningkatan
ketersedian bahan baku, baik secara kuantitas maupin kualitas. Hal ini merupakan
titik kritis pada perancangan agroindustri. Seperti telah kita ketahui , produk atau
komoditas pertanian berlainan dengan bahan non pertanian, tak dapat secara
mendadak dilakukan peningkatan mutu atau jumlah. Selain hal itu berkaitan dengan
penyediaan lahan produksi juga faktor iklim, tanah, dan prasarana lain juga
berkaitan. Pada umumnya perusahaan agroindustri tidak mempunyai lahan sendiri
yang luas, sebaigian besar lahan untuk penyediaan atau produksi bahan baku adalah
berasal dari pemilikan petani atau pekebun
Disinilah sebenarnya salah satu persoalan mendasar dari pengembangan agroindustri
di Indonesia. Pengembangan industri hilir yang begitu cepat, yang didorong pula
oleh adanya asosiasi-asosiasi perusahaan agroindustri hilir dan/atau eksportir yang
kadang-kadang cenderung bersifat kartel, maka masalah agroindustri akan kian lebih
serius lagi. Apalagi produksi pertanian yang dipakai sebagai bahan baku dihasilkan
oleh jutaan petani kecil yang relatif sulit unruk membuat asosiasi produsen. Hal
seperti ini membuat adanya gap (kesenjangan) antara permintaan dan penawaran
yang semakin besar sehingga bisnis produk agroindustri menjadi lebih berat
menanggung be ban resiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) yang relatif tinggi
bila keterkaitan agroindustri di hilir dan di hulu tidak diperhatikan. Untuk itulah
maka perlu dilakukan dan dikembangkan program kemitraan antara pengusaha dan
petani dan antara industri hulu dan hilir yang saling menguntungkan.
Berbagaijenis atau pola kemitraan ini telah banyak dilakukan atau diterapkan, tetapi
sebagian besar pada kenyataannya petani atau pekebun at au masyarakat pemasok
bahan baku agroindustri, selalu dirugikan dengan kadang-kadang oleh aturan yang
dibikin sepihak oleh perusahaan atau pengolah. Dalam kasus agroindustri cassava,
25

penerapan angka rafraksi misalnya, yaitu pemotongan harga ubi cassava yang
diterima perusahaan berdasarkan rendemen pati cassava hampir pemasok cassava
tak dapat melakukan complain atas ketidak akuratan teknik penentuan angka
tersebut. Demikian pula misalnya terjadinya problem penurunan kualitas cassava
sebagai akibat perubahan musim mendadak atau yang lain, risiko tetap ditanggung
oleh pemasok (petani, pekebun).
Sesungguhnya, dengan diterapkan kemitraan yang saling menguntungkan kedua
belah pihak, justru pengembangan agroindustri akan dapat ditingkatkan. Dan
tuntutan ketersediaan bahan baku, baik jumlah, mutu dan harga akan senantiasa
dapat dipenuhi.
RUJUKAN
Anonim, 1998. Pohon Industri singkong. Leaflet. L1PI
Linden, G dan Lorient, D. 1994. Biochimie agroindustrielle. Valorisation
alimentaire de la production agricole. Masson, Paris.
Mangunwidjaja, D. 1993. Pengembangan teknologi untuk agroindustrLMakalah
disampaikan pada Temu Kelompok Pakar Teknologi, Dikti, Depdikbud.
Cisarua, Maret
Mangunwidjaja, D dan Suryani, A. 1994. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Mangunwidjaja, D. Romli M, Fauzi, AM dan Indrasti, NS. 1997. Cleaner Production
Assesment For Tapioka Manufacturing. Lampung, Indonesia. CDSAP-IPB.
Bogor
Tjokroadikoesoemo, PS 1986. HFS dan Industri Ubi kayu lainya. PT. Gramedia.
Jakarta
Tjiptadi, W dan Nasution, M.Z. 1981. Pengolahan Umbi Ketela Pohon, Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB.
Uhlig, H. 1998. Enzymes in The Starch and Sugar Industries. Didalam H. UrIig (edI.
Industrial Enzymes and their Application. John Wiley & Sons, Inc, New
York.
UNIDO, 1980. Manual for the Preparation of Industrial Feasibility Studies United
Nations
26

Anda mungkin juga menyukai