Industri Casava
Industri Casava
17 12 8,5 17 17 17 8,5
PEMANFAATAN HASIL SAMPING DAN LIMBAH CASSAVA
Pada paragraph ini secara selintas akan diuraikan mengenai pengolahan hasil
samping dan Iimbah cassava lain berupa onngok, kulit dan/atau bagian batang
tanaman ubikayu . Onggok secara ekplisit pada paragraf sebelumnya dapat
didayagunakan untuk substrat pembuatan asam sitrat secara fermentasi padat Ketiga
lim bah itu secara kimiawi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin sebagai perekat. Oleh karena itu bahan tersebut (dan bahan
serupa) disebut limbah lignoselulosik. Ketiga bahan penyusun lignoselulosa,
masing-masing dapat didayagunakan dengan melalui proses fisik, mekanik ,
kimiawi dan/atau bioproses menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
Oleh karena itu, apapun produk yang ingin dihasilkan dari Iimbah tersebut , tahapan
awal proses berupa pemisahan ketiga komponen tersebut, berupa delignifikasi
penghilangan lignin. Lignin pada struktur lignoselulosik berfungsi sebagai perekat,
sehingga dengan pelepasan lignin, selulosa dan hemiselulosa dapat dipisahkan
19
dengan mudah. Delignifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metoda,
antara lain: (a) fisik-mekanik, dengan pencacahan dan pemanasan bertekanan, (b)
fisiko-kimiawi, pemanasan dalam larutan asam atau soda, (c) biokimiawi,
penggunaan mikroba, misalnya kapang untuk perombakan lignin.
Turunan lignin
Lignin yang diperoleh dari delignifikasi bukan merupakan limbah atau bah an
buangan, melainkan dapat didayagunakan menjadi produk berharga. Dengan reaksi
sulfonasi, dari lignin dapat dihasilkan sulfonated alkali lignin dan sulfite
lignosulfonates. Kedua bahan terse but dapat digunakan sebagai bahan pengambil
minyak pada pengeboran minyak (drilling fluid additives) , dan pengganti deterjen
sintetik Lignosulfonat dapat juga digunakarl sebagai penyetabil aspal, pendispersi,
yang mempunyai nilai ekonomi menarik. Dalam batas tertentu, misalnya permintaan
pasar, lignin dapat diproses menjadi vanillin, dengan pemanasan bertekanan (900
1400 kPa) selama Y2 - 1jam, dalam kondisi alkalis (Na2C03).
XHosa dan xilitol dari hemiselulosa
Hemiselulosa, sebagi polimer tersusun sebagian besar atas xilosa dan pentosa.
Dengan cara hidrolisis (asam atau enzimatik) hemiselulosa akan dihasilkan gula
xilosa, yang apabila dilanjutkan dengan hidrogenasi (katalitik) diperoJeh xilitol.
Kedua produk tersebut dapat digunakan sebagai pemanis untuk diabetik (lihat
paragraph sebelumnya).
Selulosa dan turunannya
Dari bahan dasar selulosa dapat didayagunakan lebih lanjut menjadi produk produk
yang mempunyai nilai ekonomi dan komersial penting. Produk produk dan proses
kimiawinya tersebut antaralain : CMC, karboksi metil selulosa, metil dan etil
selulosa (eterifikasi), selulosa nitrat, selulosa asetat, selulosa propionat, s;:!lulosa
asetat-butirat (esterifikasi). Produk selulosa tersebut banyak digunakan sebagai
pengental (pangan, kosmetika, farmasi), pelapis, bahan penahan (protektif) pada
kertas dan tekstil , plastik, dan bahkan ..... bahan peledak (selulosa nitrat ).
20
Bahan plastik- resin termoplastik dan rayon dapat diperoleh dari selulosa, antara lain
: selofan, busa selulosa dan rayon.
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS CASSA VA
Uraian terdahulu memberikan gambaran singkat produk-produk potensial yang dapat
dihasilkan dan diproduksi dari pengolahan cassava dan.atau turunannya. Untuk
pengembangannya pada skala industri, tentu saja kaidah umum , rules of the thomb
dalam kajian pengembangan industri berlaku.
Tahapan pengembangan industri meliputi (a) sebelum kegiatan investasi, (b) fasa
investasi, (c) operasional. Fasa kegiatan sebelum investasi sangat penting artinya
untuk menjawab bahwa industri yang bakal dikembangkan akan menguntungkan.
Pada kegiatan ini dilakukan kegiatan rinci meliputi (a) identifikasi peluang
investment, (b) pemilihan awal atau kajian pra-kelayakan, (c) formulasi proyek atau
studi kelayakan tekno-ekonomis, dan (d) tahapan evaluasi dan keputusan.
Apabila pada kegiatan pra-investasi iini diperoleh hasil layak baik secara finansial
dan teknis serta kriteria lain, maka fasa pengembangan dilanjutkan kepada investasi
yang meliputi, (a) kontrak dan negosiasi, (b) perancangan proyek, (c) konstruksi, dan
(d) percobaan operasi (start up).
Berdasarkan evaluasi pada tahapan start up, yang dinilai secara teknis berkaitan
dengan operasional pabrik, spesifikasi mutu pabrik yang dihasilkan maka operasi
pabrik sesungguhnya pad a kapasitas yang ditetapkan berIangsung.
Hal-hal yang harus di analisis pada tahapan kajian peluang adalah :
I. Sumber bahan baku, dalam hal ini adalah ketersediaan cassava
2. Pola pertanian yang ada sebagai pendukung agroindustri berbasis cassava
3. Kebutuhan konsumen atas produk yang mau dikembangkan
4. Jumlah impor prod uk serupa
21
sangat penting artinya perancangan yang matang dan tidak hanya sesaat, mengenai
pengembangan sumberdaya manusia., tidak saja jumlah yang diperlukan, tetapi lebih
penting adalah jenis dan tingkatan mutu serta spesifikasi dan kompetensi yang
diperlukan.
Perubahan dan peningkatan permintaan pasar akan menuntut pula peningkatan
ketersedian bahan baku, baik secara kuantitas maupin kualitas. Hal ini merupakan
titik kritis pada perancangan agroindustri. Seperti telah kita ketahui , produk atau
komoditas pertanian berlainan dengan bahan non pertanian, tak dapat secara
mendadak dilakukan peningkatan mutu atau jumlah. Selain hal itu berkaitan dengan
penyediaan lahan produksi juga faktor iklim, tanah, dan prasarana lain juga
berkaitan. Pada umumnya perusahaan agroindustri tidak mempunyai lahan sendiri
yang luas, sebaigian besar lahan untuk penyediaan atau produksi bahan baku adalah
berasal dari pemilikan petani atau pekebun
Disinilah sebenarnya salah satu persoalan mendasar dari pengembangan agroindustri
di Indonesia. Pengembangan industri hilir yang begitu cepat, yang didorong pula
oleh adanya asosiasi-asosiasi perusahaan agroindustri hilir dan/atau eksportir yang
kadang-kadang cenderung bersifat kartel, maka masalah agroindustri akan kian lebih
serius lagi. Apalagi produksi pertanian yang dipakai sebagai bahan baku dihasilkan
oleh jutaan petani kecil yang relatif sulit unruk membuat asosiasi produsen. Hal
seperti ini membuat adanya gap (kesenjangan) antara permintaan dan penawaran
yang semakin besar sehingga bisnis produk agroindustri menjadi lebih berat
menanggung be ban resiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) yang relatif tinggi
bila keterkaitan agroindustri di hilir dan di hulu tidak diperhatikan. Untuk itulah
maka perlu dilakukan dan dikembangkan program kemitraan antara pengusaha dan
petani dan antara industri hulu dan hilir yang saling menguntungkan.
Berbagaijenis atau pola kemitraan ini telah banyak dilakukan atau diterapkan, tetapi
sebagian besar pada kenyataannya petani atau pekebun at au masyarakat pemasok
bahan baku agroindustri, selalu dirugikan dengan kadang-kadang oleh aturan yang
dibikin sepihak oleh perusahaan atau pengolah. Dalam kasus agroindustri cassava,
25
penerapan angka rafraksi misalnya, yaitu pemotongan harga ubi cassava yang
diterima perusahaan berdasarkan rendemen pati cassava hampir pemasok cassava
tak dapat melakukan complain atas ketidak akuratan teknik penentuan angka
tersebut. Demikian pula misalnya terjadinya problem penurunan kualitas cassava
sebagai akibat perubahan musim mendadak atau yang lain, risiko tetap ditanggung
oleh pemasok (petani, pekebun).
Sesungguhnya, dengan diterapkan kemitraan yang saling menguntungkan kedua
belah pihak, justru pengembangan agroindustri akan dapat ditingkatkan. Dan
tuntutan ketersediaan bahan baku, baik jumlah, mutu dan harga akan senantiasa
dapat dipenuhi.
RUJUKAN
Anonim, 1998. Pohon Industri singkong. Leaflet. L1PI
Linden, G dan Lorient, D. 1994. Biochimie agroindustrielle. Valorisation
alimentaire de la production agricole. Masson, Paris.
Mangunwidjaja, D. 1993. Pengembangan teknologi untuk agroindustrLMakalah
disampaikan pada Temu Kelompok Pakar Teknologi, Dikti, Depdikbud.
Cisarua, Maret
Mangunwidjaja, D dan Suryani, A. 1994. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Mangunwidjaja, D. Romli M, Fauzi, AM dan Indrasti, NS. 1997. Cleaner Production
Assesment For Tapioka Manufacturing. Lampung, Indonesia. CDSAP-IPB.
Bogor
Tjokroadikoesoemo, PS 1986. HFS dan Industri Ubi kayu lainya. PT. Gramedia.
Jakarta
Tjiptadi, W dan Nasution, M.Z. 1981. Pengolahan Umbi Ketela Pohon, Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB.
Uhlig, H. 1998. Enzymes in The Starch and Sugar Industries. Didalam H. UrIig (edI.
Industrial Enzymes and their Application. John Wiley & Sons, Inc, New
York.
UNIDO, 1980. Manual for the Preparation of Industrial Feasibility Studies United
Nations
26