Anda di halaman 1dari 6

Konsep Kesimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-Basa Jenita Magdalena, 1106053256

Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan orang dewasa. Persentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu, sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada laki-laki dewasa, cairan tubuh mencapai 60% berat tubuhnya. Sedangkan pada wanita dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dari total berat badan. Pada bayi dan anak-anak, cairan tubuh mencapai 80 %. Prosentase ini relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia yang memiliki cairan tubuh sekitar 40% sampai 50% berat tubuh. Sel-sel yang mempunyai konsentrasi air paling tinggi di dalam tubuh adalah sel-sel otot dan organ-organ pada rongga badan, seperti paru-paru, jantung. Sedangkan sel-sel yang mempunyai konsentrasi air paling rendah adalah sel-sel jaringan seperti tulang dan gigi. Proses metabolisme yang terjadi didalam tubuh melibatkan air yang mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pembawa zat-zat nutrisi, seperti karbohidrat, vitamin, mineral, dan hormon, serta berfungsi sebagai pembawa O2 ke dalam sel-sel tubuh. Air juga berfungsi untuk mengeluarkan produk samping hasil metabolisme seperti karbondioksida dan senyawa nitrat. Fungsi lainnya pelembab jaringan-jaringan tubuh, seperti mata, mulut, hidung, dan sendi serta sebagai katalisator reaksi biologik, pelindung organ dan jaringan serta menjaga tekanan darah dan konsentrasi zat terlarut. Akibat banyaknya fungsi yang dijalankan oleh cairan tubuh maka perlu ada pengaturan pendistribusian cairan tubuh untuk menjaga keseimbangannya. Pada proses dalam tubuh, cairan tubuh didistribusi dalam dua kompartemen yang berbeda, yaitu cairan ekstrasel (CES) dan cairan intrasel (CIS). Cairan ekstrasel (CES) terdiri dari cairan interstitial dan cairan intravascular. Sekitar 15% berat tubuh merupakan cairan interstitial. Cairan intravascular terdiri dari plasma, bagian cairan limfe yang mengandung air dan tidak berwarna serta darah. Plasma menyusun 5% berat tubuh. Cairan intrasel merupakan cairan di dalam membran sel yang berisi substansi terlarut untuk keseimbangan cairan dan elektrolit serta untuk metabolisme. Cairan intrasel membentuk 40% berat tubuh (Sherwood, 2004). Cairan tubuh dan elektrolit berpindah melalui berbagai cara, yaitu melalui difusi, osmosis, dan juga transportasi aktif (Potter, 2005). Perpindahan tersebut bergantung pada permeabilitas membrane sel untuk ditembus cairan dan elektrolit. Difusi

merupakan proses perpindahan partikel dari daerah yang berkonsentrasi tinggi ke daerah yang berkonsentrasi rendah. Osmosis adalah perpindahan pelarut murni, seperti air melalui membrane semipermeabel yang berpindah dari larutan yang memiliki konsentrasi solute rendah ke larutan yang memiliki konsentrasi tinggi. Transport aktif merupakan pengangkutan antar membrane dengan menggunakan energi ATP. Salah satu contohnya adalah pompa natrium-kalium. Sistem organ utama tubuh yang mengatur cairan tubuh diantaranya adalah ginjal, jantung, gastrointestinal dan paru-paru. Asupan cairan diatur melalui mekanisme haus. Pusat pengendalian rasa haus berada di hipotalamus di otak. Stimulus fisiologis utama terhadap rasa haus adalah peningkatan konsentrasi plasma dan penurunan volume darah. Hormon yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah ADH dan aldosteron. Kehilangan cairan ekstraseluler yang berlebihan maka dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi (menurunnya cairan intravascular dan interstitial) (Black, 2005). Elektrolit merupakan sebuah unsur atau senyawa yang akan melebur menjadi ion yang memiliki muatan listrik jika terlarut dalam air atau pelarut lain. Ion yang memiliki muatan positif disebut kation, sedangkan yang memiliki muatan negatif disebut anion. Konsentrasi keduanya dalam kedua kompartemen cairan berbeda, akan tetapi jumlah total kation dan anion dalam setiap kompartemen harus sama. Kation-kation utama dalam tubuh adalah natrium, kalium, kalsium, dan mangesium. Natrium memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan kation lainnya, dikarenakan natrium memiliki peranan penting dalam pengaturan volume cairan tubuh. Adapun anion-anion utama adalah klorida, bikarbonat, fosfat, sulfat, dan proteinat. Kerja ion-ion ini mempengaruhi transmisi neurokimia dan neuromuscular yang mempengaruhi fungsi otot, irama, dan kontraktilitas jantung, dan juga fungsi lainnya. Natrium merupakan kation yang paling banyak jumlahnya dalam cairan eksternal (CES). Natrium terlibat dalam mempertahankan keseimbangan air, mentrasmisi impuls saraf dan melakukan kontraksi otot. Kalium merupakan kation utama intrasel yang mengatur eksitabilitas (rangsangan) neuromuscular dan kontraksi otot. Anion utama tubuh antara lain adalah klorida, bikarbonat dan fosfat (Paradiso, 2005). Bikarbonat merupakan buffer utama kimia tubuh. Asam bikarbonat dan karbonat adalah sistem penyangga atau buffer terpenting dalam CES untuk menyangga perubahan pH. Ketidakseimbangan elektrolit terdiri dari (Paradiso, 2005):

a. Ketidakseimbangan natrium Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana nilai konsentrasi natrium dalam darah lebih rendah dari normal (<136 mEq/L) yang terjadi pada saat kehilangan natrium total atau kelebihan total air. Hipernatremia adalah suatu kondisi dengan nilai konsentrasi natrium lebih tinggi dari konsentrasi normal natrium dalam cairan ekstrasel (>145 mEq/L), yang dapat disebabkan oleh kehilangan cairan yang ekstrem atau kelebihan natrium total. Apabila penyebab hipernatremia adalah peningkatan sekresi aldosteron, maka natrium dipertahankan dan kalium diekskresikan. b. Ketidakseimbangan kalium Hipokalemia terjadi ketika jumlah kalium di dalam cairan ekstrasel <3,5 mEq/L. Apabila parah, hipokalemia dapat mempengaruhi konduksi jantung dengan menyebabkan ketidakberaturan yang berbahaya bagi jantung. Dari hasil pemeriksaan EKG dapat dilihat terjadi perubahan yaitu segmen ST depresi dan memanjang, gelombang T datar dan gelombang U prominent. Hiperkalemia adalah kondisi dimana jumlah kalium lebih besar dari normal (>5 mEq/L). Pada pemeriksaan EKG dilihat perubahan pada interval P-R yang memanjang, gelombang T yang mencapai puncaknya). c. Ketidakseimbangan mangesium Hipomangesemia terjadi ketika kadar konsentrasi serum mangesium turun sampai dibawah 1,5 mEq/L. Penurunan konsentrasi mangesium setum meningkatkan iritabilitas neuromuscular. Hasil EKG menunjukkan depresi segmen ST, gelombang T inverted, P-R dan interval T memanjang. Hipermangesemia terjadi ketika konsentrasi mangesium dalam serum meningkat sampai di atas 2,5 mEq/L. Hipermangesemia menurunkan eksitabilitas sel-sel otot. Pada hasil EKG akan menujukkan perubahan pada interval P-R, kompleks QRS dan Q-T. d. Ketidakseimbangan klorida Hipokloremia terjadi jika kadar klorida serum turun sampai di bawah 100 mEq/L. Ketika kadar klorida serum menurun, tubuh beradaptasi dengan meningkatkan reabsorbsi ion bikarbonat sehingga mempengaruhi keseimbangan asam basa. Hiperkloremia terjadi jika kadar klorida serum meningkat sampai di atas 106 mEq/L dan menyebabkan penurunan nilai bikarbonat serum. e. Ketidakseimbangan kalsium Hipokalsemia mencerminkan penurunan kadar kalsium dalam serum dan penurunan kalsium yang terionisasi (<8,5 mEq/L). Pada hasil EKG dapat dilihat adanya interval

Q-T memanjang. Hiperkalsemia adalah peningkatan konsentrasi total kalsium dalam serum dan kalsium yang terionisasi (>10,5 mEq/L). Pada EKG akan terlihat pemendekan interval Q-T. Asam adalah suatu substansi yang mengandung 1 atau lebih hidrogen yang dapat dilepaskan dalam larutan. Sedangkan basa adalah substansi yang dapat menangkap atau bersenyawa dengan ion hidrogen sebuah larutan (akseptor proton). Keseimbangan asambasa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen pada cairan tubuh. Keseimbangan asam-basa tercapai jika kecepatan total tubuh yang memproduksi asam atau basa sama dengan kecepatan tubuh mengekskresikan asam atau basa tersebut. Konsentrasi ion hidrogen di dalam cairan tubuh dinyatakan sebagai nilai pH. pH merupakan skala untuk mengukur keasaman atau alkalinitas (bersifat basa) suatu cairan. Rentang pH arteri normal adalah 7,35 sampai 7,45. Asidosis terjadi apabila pH darah turun di bawah 7,35 sementara alkalosis terjadi jika pH darah lebih dari 7,45. Sistem fisiologis menjaga pH normal diantaranya adalah buffer kimia pengeluaran asam dan basa oleh system buffer di dalam plasma darah dan sel, pengeluaran asam melalui jantung, serta pengeluaran asam dan regenerasi basa oleh ginjal (Sherwood, 2004). Ketidakseimbangan asam basa dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu asidosis metabolik, asidosis respiratorik, alkalosis metabolik dan alkalosis respiratorik (Sherwood, 2004). Asidosis respiratorik ditandai dengan peningkatan konsentrasi karbon dioksida (PaCO2), kelebihan asam karbonat dan peningkatan konsentrasi ion hydrogen (penurunan pH). Asidosis metabolik diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi ion hidrogen (penurunan pH) di dalam cairan eksternal, yang disebabkan oleh penurunan kadar bikarbonat. Alkalosis respiratorik ditandai dengan penurunan PaCO2 dan penurunan konsentrasi ion hydrogen (peningkatan pH). Alkalosis metabolik ditandai dengan banyaknya kehilangan asam dari tubuh atau dengan meningkatnya kadar bikarbonat. Keterkaitannya kebutuhan cairan tubuh dengan elektrolit dan asam basa dapat dilihat dari beberapa peristiwa berikut: Kehilangan volume CES atau disebut hipovolemia menstimulasi rasa haus dan melepaskan hormon renin dan aldosteron. Setelah renin disekresi ke dalam darah, renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin adalah protein plasma yang disintesis oleh hati dan selalu terdapat di plasma darah dalam konsentrasi tinggi (Sheerwood, 2004). Pada saat melewati paru melalui sirkulasi paru, angiotensin I diubah oleh angiotensin-converting enzyme (ACE) menjadi angiotensin II. Angiotensin II

merupakan stimulus sekresi hormon aldosteron dari kelenjar adrenal. Sekresi aldosteron meningkatkan rearbsorpsi Na+ oleh tubulus distal dan tubulus pengumpul dengan merangsang sintesis protein-protein baru di dalam sel-sel tubulus tersebut. Proteinprotein tersebut atau aldosterone induced proteins meningkatkan rearbsorpsi Na+ yaitu dengan terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membran luminal sel tubulus distal dan pengumpul sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel. Di samping itu, aldosterone induced proteins meningkatkan rearbsorpsi Na+ dengan menginduksi sintesis pembawa Na+-K+ ATPase yang disisipkan ke dalam membran basolateral sel-sel tersebut. Aliran Na+ yang berlansung secara pasif mendorong peningkatan pompa aktif Na+ keluar dari sel ke dalam ruang lateral yang kemudian ke dalam plasma oleh Na+-K+ ATPase basolateral. Hal tersebut meningkatkan rearbsorpsi Na+ yang juga menyebabkan retensi Cl-. Rearbsorpsi Na+ disertai dengan sekresi hormon ADH akibat hipovolemia merupakan mekanisme kompensasi untuk mencegah pengeluaran Na+ yang lebih banyak dari tubuh. Oleh karena itu, keadaan penurunan jumlah urin yang diekskresi disebut oliguria. Rearbsorpsi Na+ dan retensi Cl- juga menyebabkan retensi H2O dan membantu memperbaiki peningkatan tekanan darah arteri. Penurunan konsentrasi H+ dalam darah disebabkan menyebabkan darah menjadi lebih asam atau disebut asidosis. Konsentrasi HCO3- yang menurun disertai dengan peningkatan pH, maka dapat terjadi asidosis metabolik. Status asam dan basa tubuh mempengaruhi sekresi K+. Pompa Na+-K+ ATPase mensekresi K+ dan H+ untuk ditukar dengan rearbsopsi Na+. Namun, apabila terjadi asidosis, sekresi K+ berkurang. Sekresi hormon aldosteron yang disebabkan oleh penurunan CES meningkatkan sekresi K+ dalam tubulus. Hal tersebut menyebabkan peningkatan ekskresi K+ dalam urin. Kekurangan volume cairan dan elektrolit yang terjadi memperparah penurunan konsentrasi K+ dalam CES. Kekurangan konsentrasi kalium tersebut diperparah dengan kuranngya asupan cairan. Berdasarkan mekanisme di atas, maka dapat terjadi hipokalemia. Hipokalemia adalah suatu keadaan dengan kadar kalium serum kurang dari 3,5mEq/L (Price, S. A., & Lorraine, M. W., 2005). Penurunan konsentrasi tersebut menyebabkan kelainan hantaran impuls dan irama jantung. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam dan basa mempengaruhi kerja jantung. Kekurangan cairan dan elektrolit dalam darah menyebabkan darah vena yang masuk ke atrium berjumlah sedikit. Kadar kalium yang berkurang juga menyebabkan hantaran impuls berkurang dan kontraktilitas miokardium untuk memompa darah dalam satu menit juga berkurang. Hal tersebut memperparah jumlah

darah yang berkurang akibat kuranngya cairan dan elektrolit sehingga darah teroksigenasi dan mengandung nutrien, yang beredar di tubuh berkurang.

Anda mungkin juga menyukai