137 Kezia Kartika 030.08.139 Krisna M.R 030.08.144 Lustika Ima P 030.08.145 Lystiana 030.08.149 M.Zulfikar 030.08.155 Marrisa Anggraeni 030.08.156 Mariza Wanda A 030.08.157 Marsya Julia R 030.08.161 Mikael Stevan 030.08.162 Mila Widyastuti 030.08.167 M.Yusuf 030.08.303 Siti Nasirah
I.
Pendahuluan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupkan sekelompok penyakit kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO,1986). ISPA merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita di Indonesia. Secara klinis ISA adalah tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernapasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis akut, bronkhiolitis, dan pneumonia. Insiden ISPA anak di negara berkembang maupun negara yang telah maju tidak berbeda, tetapi jumlah angka kesakitan dinegara berkembang lebih banyak. Berbagai laporan menyatakan bahwa ISPA merupakan penyakit paling ssering pada anak, mencapai kira-kira 50% dari semua penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-12 tahun. Umumnya infeksi biasanya mengenai saluran nafas bagian atas, hanya kurang dari 5% yang mengenai saluran pernapasan bawah.
II.
Analisis Kasus
Keluhan Utama : sering sakit menelan. Keluhan Tambahan : gangguan menelan disetrai demam dan batuk pilek. Pasien juga mengeluh sakit pada kedua telinganya. Riwayat Penyakit Sekarang : Lima hari sebelumnya batuk, pilek, demam tinggi, keluar cairan kental dari telinga kanan. Diberi obat tetes telinga yang dibeli bebas, namun tidak ada perubahan. Menurut orang tuanya pendengarannya berkurang, dan sering meminta pengulangan kata. Riwayat Penyakit Terdahulu : pasien sering mengalami sakit menelan (odinofagia). Riwayat Penyakit Keluarga : tidak diketahui. Riwayat pengobatan : keluhan telinga sudah diobati dengan obat yang dibeli bebas. Hasil Pemeriksaan Fisik Status Generalis Kesadaran : Compos Mentis Suhu : 38o C Status Lokalis Telinga : AD: - liang telinga terisi lendir mukopurulen dan terdapat pulsasi -membran timpani belum dapat dilihat, setelah sekret dibersihkan tampak perforasi sentral membran timpani.
-retroaurikular tenang AS : - liang telinga lapang -membran timapani hiperemis -retroaurikular normal Hidung : -Cavum nasi sempit terisis lendir mukopurulen -Konka inferior edema dan hiperemis -Tidak terdapat deviasi septum Tenggorok : -rongga mulut tidak terdapat trismus -Tonsil T3-T3 hiperemis, terdapat dendrites dan kripta melebar -Dinding posterior faring hiperemis namun tidak menonjol -Kelenjar getah bening leher tidak membesar Diagnosis Kerja Pasien ini menderita rhinotonsilofaringitis disertai kompikasi OMA (AD stadium perforasi, AS stadium hiperemi). Tatalaksana Pasien Medikamentosa dan Nonmedikamentosa Prognosis Ad vitam : bonam Ad sanationam : bonam Ad functionam: bonam
Analisis Kasus Seorang anak laki-laki umur 10 tahun diantar orang tuanya dengan keluhan sering sakit tenggorokan diesertai demam dan batuk pilek. Selain itu ia juga mengeluh sakit pada kedua telinga Lima hari sebelumnya pasien mengalami batuk, pilek, demam tinggi, keluar cairan kental dari telinga kanan. Diberi obat tetes telinga yang dibeli bebas, namun tidak ada perubahan. Menurut orang tuanya pendengarannya berkurang, dan sering meminta pengulangan kata. Pada saat pemeriksaan didapatkan pasien demam 38oC. Pemeriksaan THT didapati liang telinga kanan terisi lendir mukopurulen dan terdapat pulsasi, membran timpani belum dapat dinilai, setelah sekret dibersihkan tampak perforasi sentral membrane timpani. Pada telinga kiri didapatkan liang telinga lapang dan membran timpani hiperemis. Retroaurikular kanan dan kiri tenang. Pemeriksaan hidung, cavum nasi sempit terisi lenddir mukopurulen, konka inferior edema dan hiperemis, tidak terdapat deviasi septum. Pemeriksaan rongga mulut tidak terdapat trismus, arcus faring simetris dan tepi hiperemis. Uvula terletak di tengah, tonsil T3-T3 hiperemis, terdapat dendrites dan kripta melebar. Dinding posterior faring hiperemis namun tidak menonjol. KGB leher tidak membesar. Setelah itu kami melakukan beberapa anamnesis tambahan I. Identitas Pasien : a. Nama b. alamat Identitas orang tua pasien : a. Nama b. Alamat c. Pekerjaan
III.
a. Berapa kali terjadi gangguan menelan dalam 1 tahun b. Apakah sebelumnya ada gangguan telinga IV. Riwayat Penyakit Keluarga a. Apakah ada keluarga yang menderita infeksi saluran nafas ? Setelah itu kami menganjurkan pemeriksaan penunjang antara lain : Swab tenggorok, untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab Kultur sekret telinga, untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab Pemeriksaan audiometri, untuk mengetahui jenis tuli pasien. Kami curiga pasien menderita kelainan tuli konduktif karena letak kelainan di telinga tengah. Pemeriksaan lab darah rutin Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, kami mengambil diagnosis kerja pasien ini adalah rhinotonsilofaringitis disertai kompikasi OMA (AD stadium perforasi, AS stadium hiperemi. Komplikasi oma terdapat dari tanda sebagai berikut : Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut. 1. Penyakitnya muncul mendadak (akut) 2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: a. menggembungnya gendang telinga b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga d. cairan yang keluar dari telinga 3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: a. kemerahan pada gendang telinga b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal Masalah pada pasien :. 1. Pasien sering mengalami gangguan menelan. Ini mungkin dikarenakan tonsilitris kronis yang sering mengalami eksaserbasi. Di mana Pada pemeriksaan didapatkan pembesaran tonsil T3-T3. 2. Pasien mengalami batuk pilek cavum nasi sempit dan terisi cairan mukopurulen. Pasien mengalami infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dengan fokus infeksi di tonsil. Berdasarkan sekret yang mukopurulen kami curiga infeksi oleh karena bakteri 3. Pasien mengalami demam. Dikarenakan proses infeksinya 4. AD, liang telinga terisi lendir mukopurulen dan terdapat pulsasi, membran timpani tampak perforasi sentral Sekret yang keluar secara berdenyut (pulsasi) dan rupturnya membran timpani menandakan OMA stadium perforasi. Perforasi sentral pada membrane timpani umumnya dapat menutup sempurna. 5. AS, membrane timpani hiperemis. Menandakan OMA stadium presupurasi. Pada tahap ini sekret telah terbentuk, mungkin masih eksudat yang serosa, sehingga sukar terlihat.
6. Pasien mengalami sakit pada telinga disertai gangguan pendengaran. Infeksi saluran nafas atas pada pasien menyebabkan peradangan terjadinya pada tuba
eustachius. Pada anak-anak tuba eustachius biasanya lebih pendek, lebar dan horizontal sehingga infeksi pada saluran nafas dapat lebih mudah menjalar ke telinga tengah dibandingkan orang dewasa. Bila tuba tersumbat maka tekanan udara telinga tengah menurun, membrane timpani tertarik kedalam menyebabkan pendengaran menurun dan menimbulkan rasa sakit. Gangguan pendengaran pada pasien ini juga dikarenakan perforasi dari membran timpani sehingga fungsinya sebagai resonator terganggu.
7. Kelainan yang didapatkan dari hasil pemeriksaan tenggorokan dikarenakan adanya infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dengan fokus infeksi pada tonsil.
Kami memberikan penatalaksanaan sebagai berikut Medikamentosa Obat cuci telinga (untuk AD) : H2O2 3% selama 3-5 hari. Pemberian antibiotika : amoxilin 40mg/kgbb/hari dengan dosis maximum 500mg, pemberian minimal selama 7 hari. Obat kumur yang mengandung desinfektan
Antipiretik
Nonmedikamentosa Pasien diedukasi untuk istirahat (tirah baring) Pemberian cairan yang cukup
-Pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang (tiding mengiritas) Menghindari makanan ringan berpengawet , es, makanan yang mengandung banyak penyedap dan berpengawet Setelah proses radang sembuh, pasien dianjurkan untuk melakukan tonsilektomi Untuk telinga : jangan terkena air , Jangan berenang Prognosis Ad vitam : bonam Ad sanationam : bonam bila dilakukan tonsilektomi Ad functionam: bonam, perforasi sentral membran timpani biasanya dapat menutup sempurna
III.
Tinjauan Pustaka
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani, bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm13. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu : 1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian). 2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian). Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya
nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mukus dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba. Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu : 1. M. tensor veli palatini 2. M. elevator veli palatini 3. M. tensor timpani 4. M. salpingofaringeus Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.
TONSIL
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal, tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Peradangan/infeksi pada amandel disebut tonsilitis. Berdasarkan lamanya keluhan tonsilitis dibagi tiga yaitu tonsilitis akut bila keluhan kurang dari 3 minggu, disebut tonsilitis berulang/kronik bila terdapat 7 kali infeksi dalam 1 tahun atau 5 kali episode gejala dalam 2 tahun berturut-turut atau 3 kali infeksi dalam 1 tahun selama 3 tahun berturut-turut. Gejala umum dari tonsilitis adalah demam, nyeri tenggorok, bau mulut, sulit dan nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening leher. Selain gejala umum diatas, pada tonsilitis manifestasi sumbatan jalan nafas juga sering dikeluhkan seperti tidur mengorok, bicara sengau/bindeng, henti nafas saat tidur (Obstructive sleep apnea), nafas lewat mulut yang semuanya berdampak pada penurunan kualitas hidup seperti lemah, letih, lesu tak bersemangat, rasa mengantuk, gampang lelah, sulit konsentrasi sampai penurunan daya ingat.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS DOKTER Tonsil diperiksa dibagian belakang tenggorokan untuk melihat ada tidaknya tanda-tanda infeksi, seperti adanya warna kemerahan atau nanah. Bila tonsil mengalami infeksi, maka tindakan selanjutnya adalah menjalani pemeriksaan usap tenggorok. Pemeriksaaan usap tenggorok dilakukan dengan cara mengusapkan semacam kasa steril pada bagian belakang tenggorokan untuk mendapatkan sampel air liur. Tes ini tidak menyakitkan, akan tetapi dapat menyebabkan rasa sedikit tercekat.
Sampel yang telah diambil akan diperiksa di dalam laboraturium untuk dilihat ada tidaknya bakteri streptokokus. Hasil tes dapat dilihat dalam hitungan menit atau jam, tergantung pada metode pengujian yang digunakan. Bila tes ini menunjukkan hasil yang positif, maka penatalaksanaan yang dilakukan adalah pemberian antibiotik untuk mengobati infeksi. PENGOBATAN Sebaiknya pasien tirah baring. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup, serta makan makanan yang bergizi namun tidak terlalu padat dan merangsang tenggorokan. Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan mengurangi sakit kepala. Di pasaran banyak beredar analgetik (parasetamol) yang sudah dikombinasikan dengankofein, yang berfungsi untuk menyegarkan badan. Jika penyebab radang amandel adalah bakteri maka antibiotik harus diberikan. Obat pilihan adalah penisilin. Kadang-kadang juga digunakan eritromisin. Idealnya, jenis antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan antara 5 sampai 10 hari. Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A, terapi antibiotik harus digenapkan 10 hari untuk mencegah kemungkinan komplikasi nefritis dan penyakit jantung rematik. Kadang-kadang dibutuhkan suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan pengobatan orang tidak adekuat.
Komplikasi Pada anak sering menimbulkan komplikasi otittis media akut, sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronchitis, glomerulonefritis akut, miokarditis serta septikemia akibat infeksi v.jugularis interna. Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadi sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS). Menurut rekomendasi AAO-HNS (American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery) indikasi klinik pengangkatan amandel/tonsil dengan atau tanpa adenoid adalah : 1. 2. Pasien dengan serangan tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun yang tidak mendapat manfaat dengan pengobatan medikamentosa yang adekuat. Pembesaran tonsil yang mengakibatkan maloklusi gigi-geligi atau adanya efek samping gangguan pertumbuhan mulut/wajah (orofacial growth) yang terdokumentasi oleh doker gigi.
3.
Pembesaran tonsil yang mengakibatkan sumbatan jalan nafas atas seperti ngorok, bicara sengau, gangguan/kesulitan menelan, henti nafas saat tidur (sleep apnea syndrom), atau komplikasi penyakit kardiopulmonal (endokarditis bakterialis dsb).
4. 5. 6. 7. 8.
Abses peritonsil yang tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa. Bau mulut atau nafas menetap akibat tonsilitis kronik yang tidak responsive dengan pengobatan. Tonsilitis kronik yang diasosiasikan dengan infeksi kuman streptokokus yang tidak responsive dengan pengobatan antibiotik. Pembengkakan tonsil satu sisi yang dicurigai keganasan. Otitis media akut atau otitis media supurative kronik berulang yang diakibatkan oleh tonsilitis.
Balley membagi indikasi tonsilektomi menjadi: 1. Berdasarkan obstruksi jalan napas atas Hipertrofi tonsil, sleep apnea, kor pulmonale, gangguan menelan, gangguan bicara, kelainan orofacial/gigi. 2. Berdasarkan fokus infeksi dan imunologi tonsil Tonsillitis akut berulang, abses peritonsil, tonsillitis kronis dengan nyeri menelan menetap dan halithosis. 3. Neoplasma: suspek jinak atau ganas.
FARING Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan
esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam ke luar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring
Faringitis (pharyngitis) didefinisikan sebagai peradangan faring. Akut : terjadi dalam waktu yang cepat (hitungan hari ; umumnya dengan batasan 1 minggu) Faringitis akut sendiri didefinisikan sebagai radang tenggorokan dengan rasa nyeri dan kering, khususnya sewaktu menelan, yang diikuti oleh pelembaban faring, kongesti (akumulasi berlebihan )selaput lendir, dan demam.
Etiologi Faringitis umumnya disebabkan oleh berbagi jenis kuman. Namun yang paling sering adalah dari jenis bakteri seperti streptococcus hemolitikus, streptococcus viridians dan streptococcus piyogenes. Namun virus pun bisa menyebabkan faringitis antara lain virus influenza (A dan B), parainfluenza (tipe 1-4), adenovirus dan ECHO. Penularan Pada umumnya, infeksi ini menular melalui kontak dan secret (lendir) dari hidung maupun ludah (droplet infection). Gejala dan Tanda Pada gejala awal penyakit, penderita umumnya merasakan rasa gatal dan kering pada tenggorokannya. Malaise (kelemahan) dan juga sakit kepala merupakan gejala yang sering ditemukan karena
Selain itu, suhu tubuh bisa mengalami sedikit kenaikan (subfebris). Eksudat (lendir) pada faring menebal (karena pada awal penyakit terjadi peningkatan
produksi eksudat). Eksudat ini biasanya sulit untuk dikeluarkan. Untuk mengeluarkannya biasanya dengan batuk. Suara menjadi parau/serak karena peradangan juga mengenali laring. Selain itu, biasanya penderita mengalami kesulitan menelan (disfagia) akibat nyeri telan. Nyeri bisa dirasakan hingga ke telinga. Pada pemeriksaan akan dijumpai faring yang berwarna kemerahan dan kering. Pada jaringan limfoid tampak berwarna kemerahan dan bengkak.
Diagnosis Penegakan diagnosis umumnya tidak mengalami kesulitan, terutama dengan melihat gejala dan tanda yang diliat dari penderita. Untuk dapat menentukan etiologi, dapat dilakukan biakan tenggorokan. Pengobatan Pengobatan secara medikamentosa umumnya menggunakan antimikroba, antibiotik (dalam dosis terapeutik), dapat pula dilakukan dengan cara irigasi hangat pada tenggorokan. Selain itu pemberian cairan yang adekuat, menghindari makanan pedas, berminyak, mengandung vetsin, es juga disarankan.
DEFINISI Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga. Daerah ini menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian atas. Guna saluran ini adalah: Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan tekanan udara di dunia luar. Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian belakang hidung.
ETIOLOGI Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus da da dan n kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering
adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir. Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal. Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan. Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. PATOFISIOLOGI Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam
tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus).2 Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun. MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah : 1. Oklusi Tuba Eustachius Gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membrane timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat terdeteksi.
2. Hiperemis Tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani atau seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta udem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan. Terjadi ruptur.
4. Perforasi Terjadi ruptur membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar kerana beberapa sebab seperti terlambat pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi. Anak yang tadi gelisah menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.
5. Resolusi Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul.
Fisiologi Pendengaran
Getaran suara pertama kali ditangkap oleh daun telinga dan dihantarkan melalui liang telinga dan diteruskan ke membrana timpani dan diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulangtulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membrana timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membrane basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius. Serabut-serabut saraf koklearis berjalan menuju inti koklearis dorsalis dan ventralis. Sebagian besar serabut dari inti melintasi garis tengah dan berjalan naik menuju kolikulus inferior kontralateral, namun sebagian serabut tetap berjalan ipsilateral. Penyilangan selanjutnya terjadi pada inti lemniskus lateralis dan kolikulus inferior. Dari kolikulus inferior , jaras pendengaran berlanjut ke korpus genikulatum dan kemudian ke korteks pendengaran pada lobus temporalis (area 39-40).
DIAGNOSA Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut. 1. Penyakitnya muncul mendadak (akut) 2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah 3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya kemerahan pada gendang telinga Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan
muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata. Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga. Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.4 Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga).Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi. PENATALAKSANAAN Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Stadium Oklusi Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman
Stadium Presupurasi Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari Stadium Supurasi Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur. Stadium Perforasi Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari. Stadium Resolusi Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis Penanganan Antibiotik OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya4. Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua
tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia tetap diberikan pada masa observasi. British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan observasi ini. Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa gejala umum seperti demam dan muntah. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah amoxicillin. 1. Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg berat badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi. Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir. 2. WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg. 3. AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait dengan meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan hal serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari. Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik. 4. Buku ajar THT UI menganjurkan pemberian pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50100 mg/BB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:
1. Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah amoxicillinclavulanate. Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam 14 hari. 2. Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime. 3. Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau clarithromycin. 4. Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-trimethoprim. Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan amoxicillin. Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari. Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua. Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.6 Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.4 Ulasan dari Cochrane menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan karena itu pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis media. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping dan resistensi bakteri.
Analgesia/pereda nyeri Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).4,6 Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol atau ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna. Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak memberikan manfaat bagi anak. Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan. Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi. Cairan yang keluar harus dikultur. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA tidak memiliki bukti yang cukup. PENCEGAHAN Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah: 1. pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak, 2. pemberian ASI minimal selama 6 bulan, 3. penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring, 4. dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.4,6 Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.4
KOMPLIKASI
Sebelum adanya antibiotik, otitis media akut (OMA) dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, termasuk otak.3 Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi.4 Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA yangtidak diobati. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen.3 Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa. Penyakit yang dapat menimbulkan cairan keluar dari telinga Otitis Media Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius,antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media dapat dibagi menjadi : Otitis Media Supuratif dibagi menjadi : o Otitis Media Akut Terjadi karena sumbatan tuba sehingga terjadi gangguan fungsi tuba. Gejala Khas : Hipereksia,gelisah dan susah tidur,tiba-tiba menjerit waktu tidur,diare,kejangkejang, bila terjadi ruptur membran sekret akan keluar,suhu turun,anak akan tidur tenang. o Otitis Media Supuratif Kronik Infeksi kronis ditelinga tengah dengan perforasi membran timipani dan sekret di liang telinga luar, keluar terus menerus atau hilang timbul. Sekret : encer, kental, bening, bernanah Otitis Media Serosa dibagi menjadi : o Otitis Media Serosa Akut
Terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba,disebabkan gangguan fungsi tuba. Keadaan akut yang dapat menyebabkan hal diatas karena : Sumbatan tuba mendadak, misalnya : barotrauma Terbentuk cairan karena infeksi virus saluran nafas atas Alergi pada saluran nafas atas,misalnya : rhinitis alergi Idiopatik
Gejala : Pendengaran berkurang, rasa tersumbat pada liang telinga, suara sendi terdengar lebih nyaring pada telinga sakit (diplakosis binaural), terasa ada cairan yang bergerak dalam telinga,rasa nyeri tidak ada bila penyebab virus atau alergi, tinitus, vertigo. o Otitis Media Serosa Kronik Terbentuk sekret di telinga tengah secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejalagejala pada telinga yang berlangsung lama. Trauma kepala dapat menyebabkan keluarnya LCS dari telinga Trauma ringan,misal : o Karena terlalu sering dan terlalu dalam membersihkan telinga dengan kapas telinga (cotton bud), sehingga melukai kulit lubang telinga dan yang paling berbahaya menyenggol gendang telinga sehingga robek.
o Gendang telinga dapat robek juga akibat perubahan tekanan yang terlalu besar, seperti pada penyelam. Adanya peradangan pada ruang telinga tengah tersebut yang menyebabkan telinga mengeluarkan cairan. Infeksi/peradangan tersebut bisa terjadi akibat masuknya kuman dari lubang telinga luar, masuknya air dari luar telinga ke dalam telinga dan juga adanya infeksi di daerah hidung dan tenggorokan melalui saluran (tuba eustachius) menuju ruang telinga tengah
IV.
Kesimpulan
Pada kasus ini kami mendiagnosis sebagai Rhinotonsilofaringitis dengan komplikasi Otitis Media Akut (AD : stad. Perforasi, AS : stad. Presupurasi) Infeksi saluran nafas atas pada pasien menyebabkan terjadinya peradangan pada tuba eustachius. Pada anak-anak tuba eustachius biasanya lebih pendek, lebar dan horizontal sehingga infeksi pada saluran nafas dapat lebih mudah menjalar ke telinga tengah dibandingkan orang dewasa.
Dengan pengobatan yang adekuat prognosis pada kasus ini dapat menjadi baik. Dengan tindakan tonsilektomi ad sanationam menjadi bonam.
V.
Daftar Pustaka
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;2007. 2. Porth CM, Matfin G. Pathophysiology : Concept of Altered Health.8th ed.LWW: USA;2009. 3. Boies LR, Adams GL, higler PA. Buku Ajar penyakit THT (BOIES Fundamentals of Otolaryngology). 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC;1997
4. Otitis media akut. Avaiable at : http://medlinux.blogspot.com/2009/02/otitismedia-akut.html. Accessed at : Septmember 28th 2010.
5. Tonsilitis. Available at : http://thtkl.wordpress.com/2008/10/02/perlukah-amandeltonsildi-angkatoperasi/. Accessed at : Septmember 28th 2010. 6. Otitis media akut. Available at: http://sely-biru.blogspot.com/2010/06/askep-teori-otitismedia-akut-oma.html. Accessed at: September 28th 2010. 7. Faringitis akut. Available at: http://kholilahpunya.wordpress.com/2009/06/13/sekilastentang-faringitis-akut/. Accessed at: September 28th 2010.