Anda di halaman 1dari 27

2013

GROSS NATIONAL PRODUCT (GNP)


PEREKONOMIAN INDONESIA
KELOMPOK 0 : AHMAD SYAKIR TITIE HANDAYANI MOHAMMAD MAN AZWAN YUHA NADHIRA QINTARA A311 10 006 A311 10 111 A311 10 258 A311 10 906

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS HASANUDDIN

Gross National Product

Kelompok 0

Indikator yang paling penting dalam mengukur kondisi perekonomian suatu negara dalam periode tertentu adalah Gross National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto (PNB). Secara Makroekonomi dikenal ada 5 (lima) macam pendapatan suatu negara yaitu : 1. G N P (Gross National Product) atau Produk Nasional Bruto 2. N N P (Net National Product) atau Produk Nasional Netto 3. N I (National Income) atau Pendapatan Nasional 4. P I (Personal Income) atau Pendapatan Perorangan Bruto 5. D I (Disposable Income) atau Pendapatan Perorangan Netto Kelompok kami saat ini berada pada posisi membahas GNP (Gross National Product). Sebelum kita menganalisis data GNP yang ada, ada baiknya kita memahami sedikit mengenai GNP. GNP (GROSS NATIONAL PRODUCT) GNP adalah Nilai dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh factor-faktor produksi dalam negeri dalam satu periode waktu tertentu. Mencakup nilai barang-barang yang diproduksi seperti rumah dan minuman keras, dan nilai dari beberapa jasa, seperrti jasa perantara dan kuliah dosen ekonomi. Output dari masing-masing barang dan jasa ini berdasarkan harga pasarnya dan nilai-nilai itu dijumlahkan sebagai nilai dari GNP. Perhitungan GNP untuk ekonomi Amerika Serikat tersedia secara sistematis. Terdapat sejumlah perkiraan untuk tahun-tahun sebelumnya. Barang-barang Jadi dan Nilai Tambah GNP adalah nilai barang jadi dan jasa yang diproduksi. Penekanan terhadap barang jadi dan jasa ini semata-mata adalah untuk memastikan bahwa kita tidak membuat perhitungan ganda. Misalnya, kita tidak akan memasukkan seluruh harga dari sebuah mobil ke dalam perhitungan GNP sembari tetap mencakupkan nilai dari semua ban yang dijual kepada produsen mobil sebagai bagian dari GNP. Komponen-komponen mobil itu dijual kepada industri mobil disebut barang-barang antara atau intermediate goods, dan nilainya tidak dimasukkan ke dalam GNP. Ouput Masa Kini GNP terdiri dari nilai output yang diproduksi sekarang ini. Dengan demikian, ia tidak meliputi transaksi-transaksi dari komoditi yang sudah ada, seperti barang antik atau rumah-rumah yang telah dibangun. Kita menghitung konstrusi rumah baru sebagai bagian dari GNP, tetapi kita tidak menambahkan nilai dari penjualan rumah-rumah bekas. Akn tetapi, kita tetap menghitung nilai dari upah makelar dalam penjualan rumah yang

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

ada sebagai bagian dari GNP. Makelar tersebut memberikan jasa saat ini untuk mempertemukan pembeli dan penjual, dan hal itu patut menjadi bagian dari output masa kini. Harga Pasar GNP menilai barang pada harga pasar. Harga pasar dari banyak barang mencakup pajak tidak langsung, seperto pajak penjualan dan cukai, sehingga harga pasar tidak sama dengan harga yang diterima penjual barang itu. Harga dikurangi pajak tidak langsung merupakan biaya factor produksi yang merupakan jumlah yang diterima oleh factor produksi yang membuat barang tersebut. GNP dinilai pada harga pasar dan bukan pada biaya factor produksi. Hal ini dianggap penting karena kita menghubungkan GNP dengan pendapatan yang diterima oleh factor produksi. GNP dan Produk Domestik Bruto Terdapat perbedaan antara GNP dengan produk domestic Bruto atau GDP atau nilai barang jadi yang diproduksi di dalam negeri. Apakah perbedaan dari GNP dan GDP? Sebagian dari nilai GNP diperoleh dari luar negeri. Misalnya, pendapatan dari seseorang warga Negara AS yang bekerja di Jepang adalah bagian dari GDP Amerika, karena pendapatan itu tidak dihasilkan di Amerika. Di pihak lain, keuntungan yang di dapat oleh Honda dari produksi pabriknya di Amerika Serikat adalah bagian dari GNP Jepang dan bukan GNP Amerika. Tetapi ia merupakan bagian dari GDP Amerika karena keuntungan itu diperoleh di AS. Perbedaan Antara GNP Nyata dan GNP Nasional GNP nominal mengukur nilai output dalam suatu jangka waktu tertentu menurut harga pasar pada periode waktu tersebut, atau kadang-kadang menurut nilai dolar saat itu. GNP nominal berubah dari tahun ke tahun karena dua alasan. Penyebab pertama adalah berubahnya output fisik dari barang-barang, sedangkan yang kedua adalah berubahnya harga pasar. Sebagai contoh yang ekstrim yang tidak realistis, anda dapat membayangkan perekonomian yang memproduksi output yang persis sama dalam dua tahun di mana semua harga mengalami kenaikan dua kali lipat. GNP nominal dalam tahun kedua akan menjadi dua kali lebih besar dari GNP nominal tahun pertama, walaupun output fisik dari perekonomian tidak mengalami perubahan sama sekali. GNP nyata mengukur perubahan-perubahan output fisik di dalam perekonomian antara jangka waktu yang berbeda dengan menilai barang yang diproduksi dalam dua periode itu berdasarkan harga yang sama, atau pada nilai dolar yang konstan.

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Perhitungan GNP Dalam pendapatan nasional yang dihitung adalah jumlah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian. Perhitungan pendapatan nasional menyajikan ukuran-ukuran keseluruhan agregat nilai dasar dari seluruh barang dan jasa dalam bentuk produk akhir/jadi. Ada 3 istilah dalam pengukuran pendapatan nasional yaitu: 1. Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product). 2. Produk Nasional Bruto (Gross National Product). 3. Produk Nasional Neto (Net National Product).

Tabel GNP tahun 2000 hingga tahun 2012 yang masih tergolong sebagai angka yang sangat sementara :

Sumber : www.bps.go.id

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Dari data di atas, sejak tahun 2000-2012 menunjukkan tingkat pendapatan nasional (GNP) Indonesia berada pada tingkat yang terus meningkat 5% lebih, kondisi ini memperlihatkan bahwa perekonomian Indonesia telah meningkat, jika dilihat pada bagian harga yang berlaku. Namun jika dilihat dari atas dasar harga konstan 2000, tahun 2001 kondisi perekonomian Indonesia menununjukkan perkembangan yang negatif dimana sektor-sektor perekonomian mengalami penurunan posisi keuangan Negara. Mengalami penurunan mengingat banyaknya faktor-faktor non ekonomi yang sulit diukur atau tidak diprediksi sebelumnya. Mengalami defisit yang mampu membawa kehancuran untuk nilai rupiah terhadap dollar Amerika dan bisa saja GNP yang diharapkan tetap berada pada posisi tetap sudah tidak dapat dipertahankankan. Namun ketakutan akan hal itu tidak terjadi dikarenakan pada tahun 2002 pendapatan nasional per kapita kembali meningkat dan tidak menurun dalam waktu yang lama. Kemungkinan Indonesia pada saat itu melakukan hutang luar negeri atau murni perekonomian saat itu kembali bergairah. Dan angka-angka GNP yang diperlihatkan hingga tahun 2012 menunjukkan angka positif yang dapat diperkirakan bukan dari adanya peningkatan aktivitas produktivitasnya di dalam negeri tetapi GNP yang semakin membaik ini merupakan sumbangan dari adanya aktivitas konsumsi masyarakat yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kesimpulan GNP Indonesia tahun 2012 - 2000 GNP dari tahun 2000 hingga 2012 adalah nilai dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi dalam negeri dalam satu periode waktu tersendiri. Terdapat suatu perbedaan yang sangat mencengangkan terhadap nilai nominal dan nilai nyata. Bisa kita lihat dari pendapatan nasional per kapita akhir tahun 2012 meskipun datanya masih sangat sementara, namun sudah menunjukkan kesenjangan antara harapan terhadap nilai yang kita inginkan sebesar nilai nominal yaitu 30,516,670.73 ternyata dikenyataannya berbanding jauh dengan nilai nyata yang sebesar 9,490,533.09. GNP nominal pada saat tahun 2000 hingga 2012 menunjukkan hasil yang begitu memuaskan tanpa adanya penurunan di tahun tertentu itu dikarenakan GNP nominal adalah nilai harga pasar dari total output barang jadi dan jasa yang diproduksi oleh factor-faktor produksi yang dimiliki dalam negeri yang akan selalu meningkat akibat inflasi.

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

GNP nyata pada tahun 2000 ke 2001 mengalami penurunan yang menghawatirkan, dan sangat perlu diperhatikan GNP nyata sebagai patokan meningkatnya pendapatan nasional Negara dikarenakan GNP nyata adalah nilai dari output ekonomi yang dinilai berdasarkan harga patokan tahun dasar, seperti patokannya tahun 2000. Perbandingan GNP nyata, yang didasarkan atas sekumpulan harga yang sama untuk menilai output, memberikan ukuran yang lebih baik mengenai perubahan output fisik ketimbang perbandingan GNP nominal, yang juga mencerminkan inflasi. Kemudian dari data GNP Negara kita yaitu Indonesia, sesuai dengan tahunnya kita mencoba untuk membandingkannya dengan data regional dalam Indonesia sendiri yaitu data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), khususnya pada daerah Sulawesi Selatan (SUL-SEL). Sebelum kita membandingkan kedua data tersebut ada baiknya kita membahas apa itu PDRB? Kemudian apa isi dari PDRB SUL-SEL sepuluh tahun terdahulu? PRODUK DOMESTIIK REGIONAL BRUTO (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar.

PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. Sementara itu, PDRB konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga. PDRB juga dapat digunakan untuk mengetahui perubahan harga dengan menghitung deflator PDRB (perubahan indeks implisit). Indeks harga implisit merupakan rasio antara PDRB menurut harga berlaku dan PDRB menurut harga konstan. Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto secara konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

pengeluaran dan pendekatan pendapatan.

1. Pendekatan Produksi: Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha (sektor), yaitu: (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah).

2. Pendekatan Pengeluaran: Produk Domestik Regional Bruto adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari : (1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan inventori dan (5) ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi impor).

3. Pendekatan Pendapatan: Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Produk Domestik Regional Neto (PDRN) merupakan Produk Domestik Regional Bruto yang dikurangi penyusutan barang-barang modal yang terjadi selama proses produksi atau adanya pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pendapatan Regional merupakan PDRN dikurangi dengan pendapatan yang mengalir ke luar dan ditambah dengan pendapatan yang mengalir ke dalam daerah. Ekspor barang dan impor merupakan kegiatan transaksi barang dan jasa antara penduduk daerah dengan penduduk daerah lain.

Cakupan: PDRB menurut lapangan usaha dikelompokkan dalam 9 sektor ekonomi sesuai dengan International Standard Industrial Classification of All Economic Activities (ISIC) sebagai berikut: 1. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan a) Subsektor Tanaman bahan makanan b) Subsektor Tanaman perkebunan c) Subsektor Peternakan d) Subsektor Kehutanan e) Subsektor Perikanan 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian a) Subsektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi b) Subsektor Pertambangan Bukan Migas c) Subsektor Penggalian 3. Sektor Industri Pengolahan a. Subsektor Industri Migas

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

i. Pengilangan Minyak Bumi ii. Gas Alam Cair (LNG) b. Subsektor Industri Bukan Migas 4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih a. Subsektor Listrik b. Subsektor Gas c. Subsektor Air Bersih 5. Sektor Konstruksi 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran b. Subsektor Hotel c. Subsektor Restoran 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi a. Subsektor Pengangkutan i. Angkutan Rel ii. Angkutan Jalan Raya iii. Angkutan Laut iv. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan v. Angkutan Udara vi. Jasa Penunjang Angkutan b. Subsektor Komunikasi

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

8. Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan a. Subsektor Bank b. Subsektor Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Subsektor Jasa Penunjang Keuangan d. Subsektor Real Estate e. Subsektor Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa a. Subsektor Pemerintahan Umum b. Subsektor Swasta i. Jasa Sosial Kemasyarakatan ii. Jasa Hiburan dan Rekreasi iii. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga

Sementara itu, PDRB berdasarkan penggunaan dikelompokkan dalam 6 komponen yaitu: Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, mencakup semua pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa dikurangi dengan penjualan neto barang bekas dan sisa yang dilakukan rumah tangga selama setahun. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, mencakup pengeluaran untuk belanja pegawai, penyusutan dan belanja barang pemerintah daerah, tidak termasuk penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, mencakup pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru dari dalam daerah dan barang modal bekas atau baru dari luar daerah. Metode yang dipakai adalah pendekatan arus barang.

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Perubahan Inventori. Perubahan stok dihitung dari PDRB hasil penjumlahan nilai tambah bruto sektoral dikurangi komponen permintaan akhir lainnya.

Ekspor Barang dan Jasa. Ekspor barang dinilai menurut harga free on board (fob). Impor Barang dan Jasa. Impor barang dinilai menurut cost insurance freight (cif).

Satuan: Data dinyatakan dalam miliar. Valuta: Rupiah Metodologi Selama ini, data PDRB yang dipublikasikan oleh BPS menggunakan pendekatan produksi (lapangan usaha) dan pendekatan pengeluaran (penggunaan). Pengumpulan data PDRB dilakukan sebagai berikut: Untuk PDRB sektoral, data dikumpulkan dari departemen/intansi terkait. Data yang dikumpulkan dari setiap sektor antara lain berupa data produksi, data harga di tingkat produsen, dan biaya yang dikeluarkan untuk berproduksi, serta data pengeluaran, yang diperoleh baik melalui survei maupun estimasi. Untuk PDRB pengeluaran, data dikumpulkan departemen/intansi terkait yang secara resmi mengeluarkan data (seperti ekspor-impor, pengeluaran dan investasi pemerintah, serta investasi swasta) dan melalui survei-survei khusus (seperti survei khusus pengeluaran rumah tangga). Sejak tahun 2004, data PDRB yang disajikan menggunakan tahun dasar 2000 yang mencakup periode data sejak tahun 2000. Perubahan tahun dasar dari 1993 menjadi 2000 dilakukan karena struktur perekonomian Indonesia dalam kurun waktu tersebut telah mengalami perubahan yang signifikan, meliputi perkembangan harga, cakupan komoditas produksi dan konsumsi serta jenis dan kualitas barang maupun jasa yang dihasilkan.

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Sulawesi Selatan Bagian yang pertama dijadikan patokan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi terkait dengan kemajuan perekonomian suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) karena menggambarkan keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dalam waktu satu tahun diwilayah tersebut. Jika melihat angka PDRB Provinsi Sulsel atas dasar harga berlaku dalam 2 tahun 2004-2005 (berdasarkan data yang dipublikasi instansi terkait yaitu Bappeda melalui publikasi BPPMD Tahun 2006) tejadi kenaikan yaitui pada tahun 2005 PDRB Sulsel mencapai 52.427.240 milyar rupiah. Ini berarti mengalami peningkatan dari tahun 2004 sebelumnya yang hanya mencapai 44.744.533 milyar rupiah. PDRB Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2001-2005 Tahun Harga Berlaku (Juta) 2001 2002 2003 2004 2005 31.936.140 35.344.428 39.414.659 44.744.533 52.427.240 Harga Konstan 2000 (Juta) 29.735.720 30.948.819 32.627.380 34.345.080 36.424.018 5,23 4,08 5,42 5,26 6.05 Pertumbuhan(%)

Sumber: Bappeda Provinsi Sulsel 2006 dalam BPPMD Sulsel 2006

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Meski demikian angka tersebut di atas berbeda dengan data yang dipublikasi BPS Sulsel dalam Angka Tahun 2006' yang menyebutkan PDRB Sulsel atas harga berlaku pada tahun 2005 hanya 51.912.881,19 milyar rupiah. Akan tetapi, secara umum dapat dikatakan bahwa PDRB Sulsel atas harga berlaku pada tahun 2004 dan 2005 tetap mengalami kenaikan. Sementara persentase pertumbuhan PDRB Sulel atas harga berlaku selama 5 tahun (2001-2005) berada diatas 5 %, yaitu 5,23 % (2001), 5,42 % (2003), 5,26 % (2004) bahkan sampai 6,05 % pada tahun 2005, kecuali pada tahun 2002 hanya mencapai 4,08 %. Pada tabel 10 di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Sulsel mengalami perkembangan yang semakin membaik. Seiring dengan itu, diikuti dengan pertumbuhan investasi sebesar 6,49 persen pada tahun 2005 dibandingkan pertumbuhan investasi tahun 2004 sebesar 7,41 persen. Berdasarkan BPS (2006), sektor pertanian masih memiliki kontribusi yang terbesar dalam PDRB Provinsi Sulsel selama 5 tahun terakhir. Kontribusi sektor pertanian pada tahun 2005 sebesar 31,60 %, disusul sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 15,15 %, kemudian sektor Industri Pengolahan 13,72 %. Sektor industri pengolahan ini diharapkan mampu menunjang sektor pertanian dengan berorientasi pada agroindustri. Pertumbuhan PDRB Perkapita Secara khusus PDRB Perkapita berpengaruh terhadap kenaikan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan secara umum. Tentu meningkatnya angka PDRB diikuti pula oleh peningkatan angka PDRB perkapita. Bila memperhatikan Gambar 6 di bawah ini, maka tergambar bahwa selama lima tahun (2001-2005) angka PDRB Perkapita mengalami peningkatan fluktuatif karena terjadinya penurunan pada tahun 2002 lalu. Pertumbuhan ekonomi Sulsel berdasarkan PDRB Perkapita Provinsi Sulsel selama 5 tahun terakhir (2001-2005) memperlihatkan perkembangan yang semakin membaik, dan pertumbuhan yang paling signifikan terjadi dari tahun 2004 yang pertumbuhannya 3,8 % dengan PDRB Perkapita atas harga berlaku 5.776.921 juta rupiah dan atas atas harga konstan 2000 4.445.773 juta rupiah meningkat pada tahun 2005 menjadi 9,3 % dari
Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

PDRB Perkapita atas harga berlaku 6.943.005 juta rupiah, dan PDRB Perkapita atas harga konstan 4.859.318 juta rupiah. Tabel di bawah ini memperlihatkan PDRB Perkapita perbandingan PDRB perkapita 2001-2005 antara harga berlaku dan harga konstan 2000. PDRB Perkapita Provinsi Sulawesi Selatan 2001-2005 Tahun Harga Berlaku (Rupiah) 2001 2002 2003 2004 2005* 4,373,894 4,745,282 5,176,290 5,776,921 6,943,005 Harga Konstan 2000 (Rupiah) 4,070,213 4,149,003 4,283,555 4,445,773 4,859,318

Sumber BPS: Sulsel dalam angka 2006 *) angka sementara Pertumbuhan Tenaga Kerja Pertumbuhan Tenaga Kerja selama kurun waktu 5 (lima) tahun, pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian cenderung menurun, yakni tingkat pertumbuhan rata-rata -1,99 persen.

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Pertumbuhan Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Selatan 2001-2005


Sektor TAHUN 2001 Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, gas, 5.13 7.834 10.259 12.016 7.092 8,43 2002 2003 2004 2005 buhan 1.771.348 1.689.793 1.825.445 1.861.496 1.634.338 -1,99 112.286 169.629 11.781 163.647 16.753 162.608 19.161 16.992 35.314 163.27 - 25,11 - 0,95 Pertum

dan air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel Restoran Keuangan 138.689 144.836 13.065 165.492 11.801 193.879 13.964 176.071 32.693 6,15 28,19 dan 79.726 492.458 87.43 456.587 79.075 445.33 81.514 517.01 99.39 494.895 5,67 0,12

Persewaan dan 12.106 Perusahaan jasa Jas-jasa Total Kerja 336.785

342.535

338.011

371.52

390.613

3,78

Tenaga 1,346.809 1,227.715 1,229.329 1,226.056 1,399.338

Sumber: Bappeda Provinsi Sulsel, 2006

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Hal ini disebabkan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor ini mengalami pertumbuhan fluktuatif dimana pada awal periode terjadi peningkatan dari 1,77 juta orang pada tahun 2001 menjadi 1,82 juta orang pada tahun 2003. Selanjutnya mengalami penurunan sebesar 1,63 juta orang pada tahun 2005. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memperlijatkan pertambahan penyerapan tenaga kerja yang cukup signifikan, mampu tumbuh rata-rata sebesar 28,19 persen. Laju Inflasi Dalam BPS tahun 2006 menggambarkan kondisi laju inflasi 8 Kota Indonesia Timur, yaitu Makassar, Manado, Palu, Kendari, Gorontalo, Ternate, Ambon, Jayapura selama tiga tahun (2003-2005) dengan peningkatan secara keseluruhan akan tetapi secara khusus setiap kota cukup fluktuatif. Laju Inflasi di 8 Kota di KTI tahun 2003-2005
Kota Makassar Manado Palu Kendari Gorontalo Ternate Ambon Jayapura Total Laju Inflasi 6.27 2.51 8.39 29.04 2003 3.01 0.61 5.84 2.41 2004 6.47 4.69 7.01 7.72 8.64 4.82 3.44 9.45 52.24 2005 15.2 18.73 16.33 21.45 18.56 19.42 16.67 14.67 141.03

Sumber: diolah dari data BPS tahun 2006

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Angka laju pertumbuhan inflasi yang akan dipakai untuk melihat perkembangan laju Inflasi Provinsi Sulsel adala Kota Makassar karena daerah ini sebagai pusat kota dan aktifitas perekonomian di Sulsel. Perkembangan laju inflasi Kota Makassar dari tahun 2001 hingga 2005 seperti yang terlihat pada Gambar 7 di bawah ini, menunjukkan angka yang berfluktuasi yaitu pada tahun 2001 inflasi Kota Makassar sekitar 11.77, kemudian menurun pada tahun 2002 dengan angka 8.25, menurun lagi tahun berikutnya 2003 yang hanya 3.01, dan tahun 2004 meningkat lagi 6.47, dan terus meningkat di tahun 2005 dengan angka 15.2. Angkatan Kerja Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulsel, jumlah angkatan kerja di Sulsel pada tahun 2005 mencapai 3.649.721,00 orang. Angka tersebut merupakan jumlah angkatan kerja yang diperoleh dari 23 kabupaten/kota. Kota Makassar masih memiliki jumlah angkatan kerja yang tertinggi yaitu 542.282 orang, dengan rincian 449.388 orang sudah terserap didunia kerja, sedangkan 92.894 orang masih pengangguran. Kondisi tersebut di atas berbanding lurus dengan tingginya jumlah angkatan kerja laki-laki (2.195.154 orang) yang terserap di dunia kerja daripada perempuan (873.967). Sementara angkatan kerja perempuan yang menganggur masih lebih tinggi yakni sebanyak 355.316 orang, dibandingkan penganggur laki-laki yang hanya 226.068 orang. Hal ini menjadi fenomena ditengah pengarus-utamaan gender terkait dengan kesempatan kerja bagi dan penciptaan lapangan kerja bagi perempuan. Namun dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sulawesi Selatan yang telaih ditetapkan melalui SK Gubernur No. 25 Tahun 2006 disebutkan bahwa jumlah tenaga kerja Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2004 yang terdiri dari angkatan kerja yang berjumlah 3.501.080 orang, menurun 8,67 % menjadi 3.035.814 orang pada tahun 2005. Demikian juga untuk orang yang bekerja berjumlah 3.247.551 orang dan menurun 8,72% pada tahun 2005 menjadi 2.834.156 orang.

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Jumlah kesempatan kerja yang tercipta pada tahun 2005 adalah sebanyak 2,85 juta orang, dan diperkirakan pada tahun 2006 meningkat sebanyak 2,98 juta orang, sedangkan jumlah orang yang tidak bekerja menurun 13,6 % dari 253.529 orang menjadi 235.684 orang pada tahun 2005, dan diharapkan jumlah orang yang tidak bekerja dapat berkurang menjadi 225.058 orang atau sebesar 7,10. persen pada tahun 2005. Angka Pencari Kerja Berdasarkan data Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2005 yang terpublikasi dalam Buku Sulsel Dalam Angka Tahun 2006 terbitan BPS Sulsel menyebutkan angka pencari kerja di Propinsi Sulsel pada tahun2005 mencapai 551.614 orang. Jumlah tersebut diambil berdasarkan penduduk yang sudah berusia 10 tahun ke atas yang melakukan kegiatan pada saat sensus diadakan. Kota Makassar masih tercatat sebagai daerah yang paling tinggi angka pencari kerjanya, yakni mencapai 91.537 orang, sedangkan daerah yang paling sedikit angka pencari kerjanya adalah Kabupaten Enrekang yang hanya 5.820 orang. Tingginya angka pencari kerja di Kota Makassar sangat dimungkinkan oleh posisi dan keberadaan sebagai Ibukota Provinsi Sulsel dan pusat aktifitas perekonomian, pergadangan dan jasa. Pertumbuhan Ekspor - Impor Berdasarkan publikasi Bappeda dalam Informasi Hasil-Hasil Pembangunan Provinsi Sulsel Tahun 2004 lalu, untuk lima tahun terakhir (20002004), neraca perdagangan luar negeri Sulsel terlihat memiliki nilai positif di mana nilai ekspor terlihat lebih tinggi dibandingkan nilai impor. Nilai ekspor pada tahun 2004 sebesar 1.016,00 ribu US$, dengan volume sebesar 680,18 ribu ton sekalipun demikian pertumbuhan rata-ratanya masih meningkat menjadi 13,35 %, dengan dengan negara tujuan utama Jepang dan Amerika Serikat. Komoditi utama berupa nikel, kakao, udang, ikan, dan kayu lapis. Sedangkan tahun 2005, nilai ekspor Sulsel mencapai 1.268.833,75 ribu US$ dan volume ekspor sebesar 657.783,784 ton. Komoditi ekspor yang paling menonjol adalah biji kakao dengan volume sebesar 201.851,29 ton, disusul dedak gandum sebanyak 164.959,81 ton, kemudian nikel

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

73.575,32 ton. Hal ini berbeda dengan nilai ekspor, pada tahun 2005, komoditi yang tertinggi nilai ekspornya adalah nikel sebesar 885.086.892 ribu US$, disusul kakao sebanyak 283.830.683,41 ribu US$. Upah Minimum Regional Provinsi Sejak tanggal 15 November 2006 Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp 673.200 perbulan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulsel bernomor 1409.a/XI/Tahun 2006. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan kondisi perekonomian Sulawesi Selatan yang berimplikasi pada tingkat kebutuhan hidup layak pekerja. Pemberlakuan UMP tersebut di atas dimulai sejak tanggal 1 Januari 2007. Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp Rp 673.200 perbulan terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. UMP tersebut, seperti yang dijelaskan dalam SK Gubernur, berada pada kisaran 99,38% dari pencapaian secara bertahap Kebutuhan Hidup Layak Pekerja lajang Sulawesi Selatan yang disepakati sebesar Rp 677.333 perbulan. Perkembangan Industri Sektor industri dapat dibedakan atas industri besar, sedang, kecil, dan rumah tangga. Data industri besar dan sedang tersedia setiap tahun yang dikumpulkan dengan cara sensus lengkap, sedangkan data industri kecil dan rumah tangga belum banyak tersedia padahal kedua industri ini sangat potensial pengembangannya dan memiliki kekuatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi riil. Menurut BPS (2006) jumlah industri hingga tahun 2005 tercatat sebanyak 65.906 buah industri dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 210.689 orang. Jumlah perusahaan ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2004 sebelumnya dimana tercatat sebanyak 72.212 buah dengan tenaga kerja 209.319 orang.

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Seperti yang dijelaskan di atas bahwa salah satu industri/usaha yang potensial di Sulsel adalah perusahaan/industri kecil. Perkembangan perusahaan/industri kecil mengalami perkembangan yang cukup baik, meskipun sempat terjadi penurunan jumlah pada tahun 2004 yang hanya 65.906 buah dibandingkan dengan tahun 2003 sebelumnya sebanyak 74.212 buah. Meskipun demikian nilai investasi tahun 2004 tetap lebih tinggi yaitu sebesar Rp 410.006,76 juta sedangkan tahun 2003 hanya Rp 382.192,31 juta. Pada tahun 2004 tercatat bahwa dari 23 kabupaten dan kota di Sulsel, Kabupaten Wajo merupakan daerah yang paling banyak jumlah perusahaan kecil yang berinvestasi yaitu sebanyak 10.239 buah dengan nilai investasi berkisar Rp 12.925,68 juta. Dari segi jumlah perusahaan/industri kecil, Kabupaten Wajo mengalahkan Kota Makassar sebagai pusat Ibukota Provinsi Sulsel yanga hanya sekitar 4.211 buah, akan tetapi nilai investasinya masih tinggi dari Kabupaten Wajo. Dari segi nilai investasi perusahaan kecil, Kota Makassar merupakan daerah yang paling tinggi nilai investasinya yaitu sebesar Rp 191.875,32 juta. Penyerapan tenaga kerja untuk perusahaan/industri kecil selama 2 tahun, yaitu 2004 mencapai 209.319 orang dan mengalami peningkatan sebanyak 210.689 orang pada tahun 2005. Perusahaan kecil di Kota Makassar termasuk kategori penyerap tenaga kerja terbanyak yaitu 32.018 orang pada tahun 2004 dan 31.018 orang pada tahun 2005. Perkembangan Investasi Berdasarkan nilai investasi dan produksi jenis industri terhadap 23 kabupaten/kota di Sulsel pada tahun 2004 tampak nilai investasi industri hasil pertanian dan kehutanan masih menempati posisi tertinggi yaitu Rp 202.614.852,20 dibandingkan nilai investasi dari jenis industri logam, mesin dan kimia yang hanya sekitar Rp 53.212.004,99. Berdasarkan nilai investasi dan produksi jenis industri terhadap 23 kabupaten/kota di Sulsel pada tahun 2004 tampak nilai investasi industri hasil pertanian dan kehutanan masih menempati posisi tertinggi yaitu Rp 202.614.852,20 dibandingkan nilai investasi dari jenis industri logam, mesin dan kimia yang hanya sekitar Rp 53.212.004,99. Demikian pula dengan nilai

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

produksi, industri pertanian dan kehutanan masih lebih tinggi Rp 781.428.865,43 ketimbang nilai produksi industri logam, mesin dan kimia hanya sebanyak Rp 589.675.455,00. Dari data BPPMD Provinsi Sulsel 2006 menunjukkan realisasi investasi PMDN mencapai Rp 130.425,95 juta dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 721 orang (1 orang diantaranya adalah pekerja asing). Lebih detailnya pada tabel 14 di atas. Sedangkan realisasi invenstasi PMA di Sulsel selama 2006 mencapai 839.737,88 US$ dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 608 orang WNI dan 23 orang WNA. Salah satu industri yang potensial pengembangannya ke depan di Sulsel adalah industri pertambangan. Produksi bahan tambang atau galian pada tahun 2004 yang banyak adalah tambang batu gamping 3.443.640,95 ton terdapat di Kabupaten Pangkep, disusul jenis tambang lainnya seperti tanah liat 709.869,28 ton di Kabupaten Pangkep, pasir nikel 73.283.138,00 kg di Kabupaten Luwu Timur, pasir 840,00 m3 di Kabupaten Bantaeng, dan marmer 11.684,82 m3 tersebar di Kabupaten Maros (1.520,04 m3) dan Pangkep (10.164,78 m3). Namun pengembangan industri tambang ini belum banyak dikembangkan karena beberapa faktor, salah satunya iklim investasi dan regulasi yang terkait dengan hutan lindung.

mengapa kami lebih dahulu memaparkan PDRB SUL-SEL pada tahun 2001 hingga 2005?
Dikarenakan PDRB SUL-SEL dan GNP Indonesia kebanyakan mengalami gejolak nilai yang naik turun pada tahun demikian. Agar tetap meyakinkan bahwa kami memaparkan sepenuhnya PDRB SUL-SEL sepuluh tahun terdahulu, adapun PDRB SUL-SEL pada tahun 2006 hingga 2010 kami mengatakan baik-baik saja, bisa kita lihat dari data yang ada dibawah ini :

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

TABEL PDRB SUL-SEL tahun 2010 - 2006

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Sebelum kita masuk pada kesimpulan apa perbandingan GNP Indonesia dengan GDRP/PDRB di Indonesia itu sendiri yaitu tepatnya Sulawesi Selatan kita akan mengupas sedikit perbedaan signifikan Regional di Indonesia selain Sulawesi Selatan, karena pada akhirnya semuanya itu saling terkait hingga terwujudnya GNP Indonesia.

Kesenjangan Wilayah barat dan Timur di Indonesia sendiri : Dalam 10 tahun terakhir tidak ada perubahan signifikan dalam distribusi Gross Dometic Regional Product (GDRP) nasional. Sumatera dan Jawa masih dalam kisaran angka yang sama dengan kondisi 10 tahun lalu, sedangkan bagian-bagian dari Kalimantan dan Maluku-Papua bahkan menunjukkan kecenderungan menurun dari kondisi 10 tahun lalu. Dalam 5 tahun terakhir, Wilayah Indonesia Barat masih terus mendominasi perekonomian nasional dalam kisaran 82%. Otonomi daerah pun yang telah berjalan selama 10 tahun terbukti gagal pada kesetaraan menjaga perekonomian nasional dan belum mampu melindungi stabilitas ekonomi provinsi lain diluar Jawa dan Sumatera.

Perbandingan antara luas daerah dengan GDRP terhadap perekonomian nasional menunjukkan bahwa Wilayah Indonesia Barat lagi-lagi mendominasi dengan luas hanya 31,93% dari wilayah nasional total tetapi mampu menguasai pangsa 82% dari perekonomian nasional, berbeda dengan wilayah timur yang meliputi wilayah darat 68,08% tetapi hanya mendapatkan porsi ekonomi sebesar 17%. Dominasi Wilayah Barat sangat mencolok karena kontribusi ekonomi Provinsi Jawa yang meliputi sekitar 6,77% luas tetapi mengontrol 57,80% dari perekonomian nasional. Buruknya dan ketimpangan infrastruktur antar daerah menghambat pemerataan pembangunan ekonomi dan pemberdayaan ekonomi daerah yang terbelakang.

Tingkat kemiskinan baik secara nasional dan provinsi menunjukkan penurunan konsisten. Tapi beberapa daerah masih menunjukkan angka kemiskinan fluktuatif dan belum stabil, seperti: Papua, Papua Barat dan Gorontalo. Selama 7 tahun terakhir, tingkat pengangguran telah mencapai angka tertinggi setelah 11,24% pada tahun 2005, terus menunjukkan penurunan. Namun, konsentrasi pengangguran secara konsisten terjadi di wilayah: DKI Jakarta, Banten dan Maluku. Konsentrasi kegiatan ekonomi masih dikuasai Indonesia Wilayah Barat 81,53% dan
Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

penyediaan lapangan kerja hingga 82,22%. Kebanyakan investasi untuk membangun kegiatan ekonomi masih terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera menunjukkan dengan realisasi investasi domestik utama, bahkan realisasi investasi asing hanya di Jawa (83,45%).

Menghadapi kenyataan bahwa Indonesia Timur adalah wilayah yang tidak memiliki banyak kesempatan untuk mendapatkan bagian dari perekonomian nasional, tapi hal ini juga berpengaruh pada HDI indeks sosial (Indeks Pembangunan Manusia) dampak dari akses terbatas pada perekonomian nasional juga mempengaruhi rendahnya kualitas manusia, seperti yang ditunjukkan secara konsisten oleh wilayah: Irian Jaya Barat, Papua, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur sebagai wilayah yang memiliki skor IPM dari lima terendah selama lebih dari 12 tahun.

Dari sini dapat diambil beberapa hasil, yaitu : a. Kesenjangan antar daerah di Indonesia telah terjadi sejak dulu. b. Kesenjangan ini tercermin baik pada aspek sosial (seperti populasi) dan bidang ekonomi (pendapatan daerah, pengangguran, dan juga investasi). c. Tingkat kemiskinan yang tinggi telah muncul di wilayah dengan sumber daya alam yang melimpah dan GDRP yang lebih tinggi. Hal ini mencerminkan distribusi pendapatan tidak merata dan menjadi masalah di dalam provinsi tersebut. d. Ini telah melihat fakta umum bahwa bagian barat Indonesia jauh lebih makmur daripada bagian timur. Sumatera, Jawa, dan Kalimantan diyakini telah menerima bagian yang lebih menguntungkan dari pembangunan nasional. e. Otonomi daerah tampaknya belum bisa mengatasi kesenjangan antardaerah.

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

PERBANDINGAN GDRP SUL-SEL & GNP INDONESIA Secara menyeluruh jika dilihat perbandingan antara Indonesia dan Sulawesi Selatan sepuluh tahun terdahulu dengan acuan data yang sudah dibahas diatas. Kita ambil patokan naik turunnya nilai dari sebuah data sebagai acuan atau pandangan bahwa terdapat perbandingan.

Dan jika kita perhatikan pada GNP dari

atas dasar harga konstan 2000, tahun 2001 kondisi perekonomian Indonesia menununjukkan

perkembangan yang negatif dimana sektor-sektor perekonomian mengalami penurunan posisi keuangan Negara. Mengalami penurunan mengingat banyaknya faktor-faktor non ekonomi yang sulit diukur atau tidak diprediksi sebelumnya. Mengalami defisit yang mampu membawa kehancuran untuk nilai rupiah terhadap dollar Amerika dan bisa saja GNP yang diharapkan tetap berada pada posisi tetap sudah tidak dapat dipertahankankan. Dan angka-angka GNP yang diperlihatkan hingga tahun 2012 menunjukkan angka positif yang dapat diperkirakan bukan dari adanya peningkatan aktivitas produktivitasnya di dalam negeri tetapi GNP yang semakin membaik ini merupakan sumbangan dari adanya aktivitas konsumsi masyarakat yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan GDRP SUL-SEL jika dilihat dari datanya, meski demikian angka atau data yang ada berbeda dengan data yang dipublikasi BPS Sulsel dalam Angka Tahun 2006' yang menyebutkan PDRB Sulsel atas harga berlaku pada tahun 2005 hanya 51.912.881,19 milyar rupiah. Akan tetapi, secara umum dapat dikatakan bahwa PDRB Sulsel atas harga berlaku pada tahun 2004 dan 2005 tetap mengalami kenaikan. Sementara persentase pertumbuhan PDRB Sulel atas harga berlaku selama 5 tahun (2001-2005) berada diatas 5 %, yaitu 5,23 % (2001), 5,42 % (2003), 5,26 % (2004) bahkan sampai 6,05 % pada tahun 2005, kecuali pada tahun 2002 hanya mencapai 4,08 %. Pertumbuhan ekonomi Sulsel mengalami perkembangan yang semakin membaik. Seiring dengan itu, diikuti dengan pertumbuhan investasi sebesar 6,49 persen pada tahun 2005 dibandingkan pertumbuhan investasi tahun 2004 sebesar 7,41 persen. Berdasarkan BPS (2006), sektor pertanian masih memiliki kontribusi yang terbesar dalam PDRB Provinsi Sulsel selama 5 tahun terakhir. Kontribusi sektor pertanian pada tahun 2005 sebesar 31,60 %, disusul sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 15,15 %, kemudian sektor Industri Pengolahan 13,72 %. Sektor industri pengolahan ini

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

diharapkan mampu menunjang sektor pertanian dengan berorientasi pada agroindustri. Secara khusus PDRB Perkapita berpengaruh terhadap kenaikan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan secara umum. Tentu meningkatnya angka PDRB diikuti pula oleh peningkatan angka PDRB perkapita. Selama lima tahun (2001-2005) angka PDRB Perkapita mengalami peningkatan fluktuatif karena terjadinya penurunan pada tahun 2002 lalu. Pertumbuhan ekonomi Sulsel berdasarkan PDRB Perkapita Provinsi Sulsel selama 5 tahun terakhir (2001-2005) memperlihatkan perkembangan yang semakin membaik, dan pertumbuhan yang paling signifikan terjadi dari tahun 2004 yang pertumbuhannya 3,8 % dengan PDRB Perkapita atas harga berlaku 5.776.921 juta rupiah dan atas atas harga konstan 2000 4.445.773 juta rupiah meningkat pada tahun 2005 menjadi 9,3 % dari PDRB Perkapita atas harga berlaku 6.943.005 juta rupiah, dan PDRB Perkapita atas harga konstan 4.859.318 juta rupiah. Tabel di bawah ini memperlihatkan PDRB Perkapita perbandingan PDRB perkapita 2001-2005 antara harga berlaku dan harga konstan 2000. Dari penjelasan diatas bisa kita tarik perbedaan yang sangat nyata bahwa pertumbuhan nilai dari tahun 2004 hingga 2010 itu hasilnya memuaskan dikarenakan data yang dimiliki terus meningkat. Namun kita bisa ambil kesimpulan demikian saat ini hanya pada perbandingan SUL-SEL dan Indonesia. Karena bisa saja data dari regional yang lain itu berbeda degan struktur nilai yang dimiliki Indonesia yang hingga saat ini meningkat. Bisa saja jika dipandang secara keseluruhan Regional, ada daerah yang menjadi angka terkecil kemudian ditutupi lewat daerah yang memiliki angka lebih besar sehingga GNP itu tidak kelihatan apa kesenjangan yang terjadi sebenarnya. Maka dari itu jika kita membahas perbandingan antara Indonesia dengan Sulawesi Selatan tentu saja perbadingannya sangat jauh dikarenakan SUL-SEL itu hanya sebagian kecil dari persentasi yang dikumpulkan dengan Regional lain dan menghasilkan GDP dan kemudian menjadi GNP.

Hal yang seharusnya kita bahas saat ini adalah Daerah manakah yang sebenarnya menjadi titik berat terjadinya penurunan nilai GNP Indonesia pada tahun 2000 ke 2001?. Dan jika dilihat dari SUL-SEL nilai itu tidak turun dikarenakan daerah kita, malahan daerah kita yang mengalami sedikit penurunan akibat dampak penurunan dari daerah lain seperti data PDRB SUL-SEL diatas yang menyatakan bahwa selama lima tahun (2001-2005) angka PDRB Perkapita mengalami peningkatan fluktuatif karena terjadinya penurunan pada tahun 2002 lalu.

Perekonomian Indonesia

Gross National Product

Kelompok 0

Sumber Referensi : http://www.bi.go.id/web/id/ http://sulsel.bps.go.id/ http://www.batukar.info/wiki/ekonomi-sulawesi-selatan http://madces.blogspot.com/2011_11_01_archive.html

Perekonomian Indonesia

Anda mungkin juga menyukai