Anda di halaman 1dari 26

Sistem and change

By: Novri Vera febrianti

1210413033 1210413028

SISTEM AND CHANGE IN JAPAN


Sistem adalah cara yang dilakukan dalam suatu pemerintahan berkaitan untuk menindak lanjuti masalah-masalah yang muncul pada penanggulangan dampak linkungan maupun usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka melestarikan lingkungan demi keberlangsungan sumberdaya hayati dan non hayati agar terciptanya suatu keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan manusia dengan dampak lingkungan yang dihasilkan

Change adalah perubahan yang terjadi ketika suatu sistem diberlakukan pada suatu waktu pada masalah tertentu baik itu melenjutkan sistem terdahulu maupun pembaharu dari sistem sebelumnya. Perubahan terjadi karena perbedaan keadaan dan masalah yang dihadapi serta implementasi pada kenyataan.

Jepang adalah negara demokrasi palementer yang mengadopsi sistem politik demokrasi sejak tahun 1955. Dengan sistem ini berarti ada pembagian kekuasaan yaitu eksekutif,legislatif dan yudikatif. Eksekutif yaitu perdana menteri dengan kbinetnya. Namun kepemimpinan perdana mentri adalah lemah karena mudah dijatuh kan dan terjadi pergantian kabinet. Disisi lain liberal democracy party sebagai partai tunggal telah menguasai pemerintahan sejak 1975. Sehingga semua keputusan berhulu dari kesepakatan partai ini.

Dalam Pemerintahan Jepang Kepputusan Yang Diambil Akan Sangat Tergantung Dari Suara Parlemen Yang Bisa Saja Setuju Dengan Rencana Pemerintah Ataupun Sebaliknya Justru Menjatuhkan Pemrintahn Yang Sedang Berkuasa,dalam Hal Ini Adalah Perdana Menteri Dan Kabinetnya. Dalam Hal Lingkungan Ada Departemen Yang Menaungi Yaitu Kementrian Lingkungan .

MAKA ITU Dalam Pemerintahan Jepang Kepputusan Yang Diambil Akan Sangat Tergantung Dari Suara Parlemen Yang Bisa Saja Setuju Dengan Rencana Pemerintah Ataupun Sebaliknya Justru Menjatuhkan Pemrintahn Yang Sedang Berkuasa,dalam Hal Ini Adalah Perdana Menteri Dan Kabinetnya. Dalam Hal Lingkungan Ada Departemen Yang Menaungi Yaitu Kementrian Lingkungan .

BAGAIMANA MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN ITU SENDIRI ??

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, berupa tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang diperbaharui maupun tidak diperbaharui. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang diperlukan mempunyai keterbatasan dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas, kualitas, ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Lingkungan dan manusia mempunyai keterkaitan yang erat. Hal ini dapat terlihat dari aktivitas yang dilakukan manusia ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya. Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Manusia tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara, air, tanah serta kerusakan hutan yang tidak terlepas dari aktivitas manusia sehingga pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam, namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan.

Bagaimana kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah jepang dalam mengatasi permasalahan pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup? Bagaimana peranan pemerintah jepang seharusnya dalam menerapkan kebijakan yang telah dibuat? Apa saja kebijakan yang telah dibuat dan apa saja dampaknya?

Nuklir

Hutan

Sampah

NUKLIR

Secara alamiah Jepang merupakan negara dengan keterbatasan

sumber daya energi. Untuk mencukupi kebutuhan energi dalam negeri, awalnya Jepang mengandalkan impor minyak bumi dari Timur Tengah. Di samping itu, Jepang juga banyak mengimpor batubara dan gas alam dari negara lain, seperti Australia dan Indonesia. Pada awal tahun 1970-an, komposisi penggunaan energi Jepang meliputi minyak bumi (60,8%), batubara (6,6%), gas alam (3,1%), dan sumber lain (29,4%) (ANRE METI, 2010).

Krisis minyak bumi yang menimpa dunia pada tahun 1973 berdampak kepada industri dan pertumbuhan ekonomi Jepang karena ketergantungan yang tinggi terhadap minyak bumi dari Timur Tengah. Peristiwa ini menyadarkan Jepang untuk merumuskan kembali kebijakan energinya dengan mengurangi ketergantungan impor sumber daya energi dari negara lain. Langkah yang ditempuh diantaranya peningkatan penggunaan gas alam dan kebijakan go nuclear. Pada tahun 2008 komposisi bauran energi Jepang meliputi minyak bumi (19,5%), batubara (15,7%), gas alam (25,1%), nuklir (20,1%), hidro/geothermal/energi terbarukan (8,9%), dan sumber lain (10,7%) (ANRE METI, 2010)

Pada tahun 1954, Jepang mengalokasikan dana 230 juta yen untuk energi nuklir, menandai awalnya program nuklir di negara ini. Hukum Dasar Energi Atom membatasi aktivitas nuklir ini hanya untuk tujuan damai saja. Pembangkit Listrik Tenaga nuklir Tokai, pembangkit nuklir pertama di Jepang, dibangun oleh perusahaan Inggris GEC. Pada tahun 1970-an, Reaktor Air Ringan pertama dibangun dengan bantuan perusahaan Amerika. Pembangkit-pembangkit ini dibeli dari perusahaan macam General Electric atau Westinghouse dengan pengerjaan kontraknya diselesaikan oleh perusahaan Jepang, sehingga nanti perusahaan Jepang ini sekaligus mendapatkan lisensinya jika nanti ingin membuat pembangkit nuklir yang sama. Setelah itu, pengembangan dari energi nuklir ini dilakukan oleh orang-orang Jepang sendiri, baik yang berada dalam perusahaan maupun yang ada di lembaga-lembaga riset. Industri nuklir di Jepang tidak terpengaruh dengan Bencana Three Mile Island atau Bencana Chernobyl seperti negara lainnya. Pembangunan reaktor nuklir baru terus saja berlangsung pada tahun 1980-an dan 1990-an. Meskipun begitu, di pertengahan 1990-an mulai ada beberapa insiden nuklir di Jepang yang menyebabkan persepsi publik Jepang mulai berubah terhadap nuklir, mereka mulai memprotes dan menolak pembangunan reaktor nuklir baru. Insiden nuklir ini diantaranya insiden nuklir Tokaimura , ledakan uap Mihama , insiden yang ditutup-tutupi di reaktor Monju , dan yang paling baru adalah gempa bumi Chetsu tahun 2007 . Meskipun detail pastinya masih diperdebatkan, tapi hal ini semakin jelas bahwa rasa aman akan nuklir di Jepang sudah mencapai titik terrendah Pada tanggal 18 April 2007, Jepang dan Amerika Serikat menandatangani Rencana Kerja Gabungan Energi Nuklir Jepang-Amerika Serikat , yang tujuannya adalah meletakkan kerangka kerja untuk pengembangan dan penelitian teknologi energi nuklir.[ Setiap negara akan mengadakan riset di teknologi reaktor cepat , teknologi siklus bahan bakar, teknologi simulasi komputer canggih, reaktor kecil dan menengah, proteksi dan pengaman fisik, serta manajemen limbah nuklir.

Materi nuklir didistribusikan dari Jepang ke Prancis dan Inggris sejak 1989. Dengan sistem daur bahan bakar nuklir tertutup, inilah janji keamanan proses nuklir Jepang
Jepang melakukan pemprosesan kembali, vitrifikasi dan bekerja sama dengan beberapa mitra di Eropa. Salah satunya mengangkut bahan bakar MOX dan limbah vitrifikasi ke Eropa. MOX (Mixed oxide) merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran oksida uranium dan plutonium Bahan bakar tersebut memiliki konsentrasi 235 uranium dan 4 sampai 9% plutonium.

Bedasarkan situs resmi Japan Nuclear, bahan bakar bekas proses nuklir inilah yang didapat setelah penyinaran uranium dalam reaktor nuklir. Di Jepang, bahan bakar itu dianggap sebagai aset berharga karena berisi plutonium dan uranium yang tidak terpakai dan diolah kembali menjadi MOX. MOX sudah dimanfaatkan beberapa negara diantaranya Perancis, Jerman, Amerika Serikat, Belgia, Italia, India, Belanda dan SwediaKontribusi nuklir terhadap penyediaan listrik Jepang terus meningkat dari tahun ke tahun. Jepang bahkan menjadi negara terkemuka dalam penguasaan teknologi nuklir. Hingga awal tahun 2011, Jepang mengoperasionalkan sebanyak 54 PLTN dengan kapasitas produksi energi listrik sebesar 47,5 GWe (30%). Kebijakan energi Jepang yang ditetapkan pada tahun 2010 terus mendorong peningkatan kontribusi nuklir hingga mencapai 50% dari kebutuhan listrik di dalam negeri pada tahun 2030 (ANRE METI, 2010).

PENANGGULANGAN MASALAH HUTAN DAN PELESTARIANNYA

Jepang memiliki hutan seluas 25,120 juta ha (Forestry Agency, 2007) atau menutupi 66,4% luas daratannya seluas 37.790 juta ha. Meskipun Jepang termasuk negara yang memiliki luas penutupan tinggi, namun karena populasi yang tinggi (127 juta, 2005), maka luas hutan per kapita relatif rendah (sekitar 0,2 ha). Berdasarkan tipe penutupannya, hutan di Jepang dikategorikan sebagai hutan alam seluas 13,38 juta ha (53,2%), hutan tanaman 10,4 juta ha (41,4%), serta kawasan hutan lainnya 1,37 juta ha (5,4%) berupa areal bekas tebangan, tanah kosong, pegunungan berbatuan, dan lainlain. Pembangunan hutan tanaman secara besar-besaran dilakukan pada 1950- 1960an, sehingga tanaman berumur 40-50 tahun mendominasi hutan tanaman. Japanese cedar (Sugi, Cryptomeria japonica) tumbuh hampir di seluruh Jepang, kemudian diikuti oleh Japanese cypress (Hinoki, Chamaecyparis obtuse), dan Red pine (Akamatsu, Pinus densiflora). Sekitar 64% tanaman berumur 40 tahun, sehingga pada hutannya dilakukan penjarangan berkala. Cadangan sumberdaya hutan (growing stock) diperkirakan sebesar 4,432 juta m3 (177 m3 per ha). Riap tahunan untuk tahun 2010 sebesar 80 juta m3. Kebutuhan kayu di Jepang rata-rata per tahun 87 juta m3, yang sebagian besar guna keperluan pembangunan rumah (55%). Dengan produksi domestiknya sebesar 17 juta m3 dan impor kayu sebesar 68 juta m3, self sufficiency rate kebutuhan kayu rata-rata 20%. Meskipun Jepang mampu mencukupi kebutuhan kayu domestiknya, namun mempertimbangkan sebagian besar kawasan hutan terletak di daerah pegunungan, maka fungsi perlindungan lingkungan lebih diutamakan. Selain itu, biaya produksi yang tinggi dan harga kayu yang cenderung menurun juga menjadi salah satu alasan Jepang untuk memenuhi kebutuhan kayu dari impor

Kepemilikan hutan dan Harapan masyarakat Jepang Kepemilikan hutan di Jepang sebagian besar oleh pribadi/swasta (private forest) dengan total luas 15 juta ha (58%). Hutan milik negara (national forest) yang luasnya 7,838 juta ha (31%) dikelola oleh Forestry Agency. Sisanya, 2,796 juta ha (11%) merupakan milik Propinsi dan Kabupaten (public forest). Private forest dikelola oleh sekitar 920.000 keluarga (pada umumnya dengan kepemilikan kurang dari 5 ha) (MAFF 2005 Agriculture & Forestry Cencus). Namun demikian dibandingkan dengan pendapatan dari usaha perindustrian, pendapatan dari usaha kehutanan relatif lebih rendah. Hal ini dikarenakan kondisi topografi dengan lereng yang tajam menyebabkan rendahnya produktivitas. Pada umumnya pemilik hutan harus mengandalakan usaha lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tercatat kurang dari 1% pemilik hutan (sekitar 3000 kepala keluarga) yang sumber pendapatannya berasal dari hasil hutan. Public Opinion Poll on Forests and Lifestyles (Kantor Sekretariat Kabinet, 2007) menunjukkan bahwa 54,2 % responden mengharapkan hutan berfungsi sebagai penanggulangan perubahan iklim, disusul oleh pencegah tanah longsor dan bencana alam (48,5%), perlindungan tata air (43,8%), dan menciptakan udara bersih (37,8%). Fungsi lain yang diharapkan masyarakat adalah sebagai sarana relaxasi, habitat satwa liar, wahana pendidikan. Fungsi sebagai penghasil kayu dan jamur serta hasil hutan lainnya menempati urutan terakhir.

Pengelolaan Hutan

Kebijakan kehutanan disusun dengan mempertimbangkan data peningkatan growing stocks, harapan publik atas fungsi hutan, dan kecenderungan permintaan kayu. Prioritas kebijakan hutan dan kehutanan Jepang adalah: (i) Pengelolaan hutan jangka panjang (dengan mengantisipasi kondisi 100 tahun mendatang); (ii) Konservasi Daerah Aliran Sungai dan rehabilitasi kerusakan akibat bencana alam; (iii) Pembangunan hutan tanaman untuk tujuan ganda; (iv) Revitalisasi kehutanan dan industri kayu (kebijakan green procurement / goho wood (kayu legal); (v) Penguatan kemitraan antara hutan nasional dan hutan milik pribadi/swasta. Pengelolaan hutan negara (national forest) (7.838 juta ha) dilakukan oleh Forestry Agency, dibawah Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries MAFF). Berdasarkan fungsinya, hutan negara terutama untuk fungsi perlindungan tanah dan air (5,02 juta ha atau 66%), rekreasi dan wisata (2,11 juta ha 28%), dan hanya 6 % untuk produksi kayu (0,46 juta ha).

Kawasan Konservasi Sekitar 15% dari luas total daratan Jepang diperuntukkan sebagai kawasan konservasi untuk perlindungan flora dan fauna, perlindungan dan restorasi ekosistem, dan pendidikan lingkungan. Ada 9 jenis kawasan konservasi (protected area) dalam Nature Conservation System Jepang, yaitu: (i) Wilderness Area; (ii) Nature Conservation Area; (iii) Prefectural Nature Conservation Area; (iv) National Parks; (v) Quasi-National Park; ); (vi) Prefectural Natural Parks; (vii) Natural Habitat Conservation Area; (viii) National Wildlife Protection; (ix) Prefectural Wildlife Protection Area Berdasarkan Nature Conservation Areas Law dan ordonansi tingkat provinsi, terdapat tiga kawasan konservasi untuk perlindungan keindahan sumberdaya alam dan ekosistem yang bernilai tinggi, yaitu: (i) Wilderness Area perlindungan keaslian alam dan ekosistem tanpa campur tangan manusia (5 lokasi, 5.631 ha); (ii) Nature Conservation Area dimungkinkan adanya campur tangan manusia (10 lokasi, 21.593 ha); (iii) Prefectural Nature Conservation Area ditetapkan oleh provinsi (536 lokasi, 73.739 ha untuk data 524 lokasi). Berdasarkan Natural Parks Law, terdapat tiga kawasan konservasi yang diperuntukkan melindungi keindahan bentang alamnya untuk keperluan rekreasi, pendidikan, penelitian dan kesehatan masyarakat, yaitu: (i) National Park ditetapkan dan dikelola oleh Pemerintah Pusat (29 lokasi, 2.086.945ha); (ii) Quasi National Park ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan dikelola oleh Pemerintah Daerah (56 lokasi, 1.344.500 ha untuk data 55 lokasi pada 2006); (iii) Prefectural Natural Parks ditetapkan dan dikelola oleh Pemerintah Daerah (307 lokasi, 1957.360 ha). Taman Nasional (TN) pertama ditetapkan pada tahun 1934, yaitu: TN Setonaikai, TN Unzen, dan TN Kirishima. TN Oze merupakan TN termuda yang ditetapkan tahun 2007. Natural Habitat Conservation Area ditetapkan berdasarkan the Law for Conservation of Endangered Species of Wild Fauna and Flora untuk tujuan perlindungan species serta breeding species langka. Saat ini ada 9 lokasi Natural Habitat Conservation (863,38 ha data 7 lokasi). Berdasarkan the Wildlife Protection and Hunting Law, tedapat dua jenis kawasan konservasi yang dimaksudkan untuk pengelolaan satwa liar serta pengaturan kegiatan perburuan, yaitu: (i) National Wildlife Protection Area (66 lokasi, 493.179 ha untuk 54 lokasi); dan (ii) dan Prefectural Wildlife Protection Area (3,830 lokasi, 3,083,550 ha). Jepang memiliki tiga lokasi yang ditetapkan sebagai the World Natural Heritage Sites, yaitu: Shiretoko National Park, Yakushima Wilderness Area, dan Shirakami Sanchi Nature Conservation Area. Untuk perlindungan satwa lahan basah, Jepang menetapkan Ramsar Sites yang tersebar di 33 lokasi.

Untuk membangun data base, sejak tahun 1973 Kementerian

Lingkungan Hidup melakukan survey nasional yang dikenal dengan Green Cencus. Survey dilakukan setiap lima tahun sekali, dan tahun 2008 merupakan survey yang ketujuh. Dari 48.017 jenis fauna yang dimiliki Jepang, sebanyak 7.4% telah dilakukan survey distribusinya. Dari 31.800 jenis tanaman, telah disurvey sebanyak 2100 jenis atau 6.6%. Untuk kegiatan terkait konservasi keanekaragaman hayati, Jepang memiliki sumberdaya manusia yang memadai, yaitu 6.276 peneliti fauna dan sekitar 400 orang peneliti tanaman. Data dan informasi tentang kawasan konservasi dan peta distribusi keanekaragaman hayati dapat diakses di Biodiversity Center di Fujiyoshida, Prefektur Yamanashi. Pusat Keanekaragaman Hayati ini didirikan pada tahun 1998, yang salah satu tugasnya adalah melakukan perencanaan dan implementasi survey nasional terkait lingkungan, dan digitalisasi hasil survey.

MASALAH SAMPAH
Seiring dengan pembangunan infrastruktur,

pertumbuhan ekonomi dan ledakan jumlah penduduk ada masalah krusial yang selalu menyertainya, salah satunya adalah masalah sampah. Ini berlaku umum bukan hanya di Indonesia saja. Masalah sampah adalah salah satu masalah besar yang muncul dimana pemecahannya perlu sebuah strategi yang terkoordinir antara individu, keluarga, masyarakat, institusi pemerintah, lembaga penelitian sampai lembaga pendidikan. Masing masing pihak mempunyai peran yang penting didalam proses pengelolaan sampah baik skala kecil maupun skala besar.

Sekitar 20 tahun lalu, orang Jepang belum melakukan

pemilahan sampah. Di tahun 1960 dan 1970-an, orang Jepang bahkan masih rendah kepeduliannya pada masalah pembuangan dan pengelolaan sampah.

Saat-saat itu, Jepang baru bangkit menjadi negara

industri, sehingga masalah lingkungan hidup tidak terlalu mereka pedulikan. Contoh terbesar ketidakpedulian itu adalah terjadinya kasus pencemaran Minamata, saat pabrik Chisso Minamata membuang limbah merkuri ke lautan dan mencemari ikan serta hasil laut lainnya. Para nelayan dan warga sekitar yang makan ikan dari laut sekitar Minamata menjadi korban. Di tahun 2001, tercatat lebih dari 1700 korban meninggal akibat tragedi tersebut.

Di tahun 60 dan 70-an, kasus polusi, pencemaran lingkungan, keracunan, menjadi bagian dari tumbuhnya industri Jepang. Di kota Tokyo sendiri, limbah dan sampah rumah tangga saat itu menjadi masalah besar bagi lingkungan dan mengganggu kehidupan warga Tokyo. Barulah pada pertengahan 1970-an mulai bangkit gerakan masyarakat peduli lingkungan atau chonaikai di berbagai kota di Jepang. Masyarakat menggalang kesadaran warga tentang cara membuang sampah, dan memilah-milah sampah, sehingga memudahkan dalam pengolahannya. Gerakan mereka menganut tema 3R atau Reduce, Reuse, and Recycle. Mengurangi pembuangan sampah, Menggunakan Kembali, dan Daur Ulang. Gerakan tersebut terus berkembang, didukung oleh berbagai lapisan masyarakat di Jepang. Meski gerakan peduli lingkungan di masyarakat berkembang pesat, pemerintah Jepang belum memiliki Undang-undang yang mengatur pengolahan sampah. Bagi pemerintah saat itu, urusan lingkungan belum menjadi prioritas. Baru sekitar 20 tahun kemudian, setelah melihat perkembangan yang positif dan dukungan besar dari seluruh masyarakat Jepang, Undang-undang mengenai pengolahan sampah diloloskan Parlemen Jepang Bulan Juni 2000, UU mengenai Masyarakat Jepang yang berorientasi Daur Ulang atau Basic Law for Promotion of the Formation of Recycling Oriented Society disetujui oleh parlemen Jepang. Sebelumnya, pada tahun 1997, Undang-undang Kemasan Daur Ulang atau Containers and Packaging Recycle Law telah terlebih dahulu disetujui oleh Parlemen.

Rahasia Sukses Jepang Dari beberapa hal tersebut, setidaknya terdapat tiga rahasia sukses

Jepang dalam penanganan sampah rumah tangga. Pertama, tingginya prioritas masyarakat pada program daur ulang. Hampir semua orang Jepang paham mengenai pentingnya pengelolaan sampah daur ulang. Untuk membangun kesadaran itu, kelompok masyarakat seperti chonaikai melakukan aksi-aksi kampanye kepedulian lingkungan di berbagai lapisan masyarakat. Beberapa sukarelawan ada yang secara aktif turun ke perumahan untuk memonitor pembuangan sampah, dan berdialog dengan warga tentang cara penanganan sampah. Kedua, munculnya tekanan sosial dari masyarakat Jepang apabila kita tidak membuang sampah pada tempat dan jenisnya. Rasa malu menjadi kunci efektivitas penanganan sampah di Jepang. Ketiga, program edukasi yang masif dan agresif dilakukan sejak dini. Anak-anak di Jepang, sejak kelas 3 SD sudah dilatih cara membuang sampah sesuai dengan jenisnya. Hal tersebut membangun kultur buang sampah yang mampu tertanam di alam bawah sadar. Membuang sampah sesuai jenis sudah menjadi habit.

GAMBAR PEMISAHAN SAMPAH BERDASARKAN JENISNYA

TEMPAT SAMPAH DI SALAH SATU MALL DI JEPANG

thanks for your attention

Anda mungkin juga menyukai