Anda di halaman 1dari 19

Anaemia Defisiensi Besi et causa Perdarahan Gastrointestinal

Mohamad Amirul Azwan B. Mohamed Yusof 102009270 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jalan Arjuna Utara No 6 Jakarta Barat 11470 amirul.yusof@yahoo.co.uk +6281808235709 _________________________________ Abstrak: Menurut WHO, anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah merah atau keupayaan mengangkut oksigennya berkurang untuk memenuhi keperluan fisiologi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.Ini seterusnya menyebabkan pasien sering merasa lemas/malaise. Pendekatan yang dapat diambil adalah dengan cara terapi substitusi atau terapi kausal.Walaupun anemia ini mudah ditangani dan mempunyai keberhasilan yang baik, namun ia dapat memberi prognosis yang buruk jika penanganan tidak benar. Kata Kunci: Anemia, defisiensi besi, haemoglobin Abstract: WHO defines anaemia as a condition in which the number of red blood cells or their oxygen-carrying capacity is insufficient to meet physiologic needs. Iron deficiency anaemia is anaemia resulting from depletion of iron supply for erithropoiesis to occur. This ultimately causes formation of haemoglobin to be reduced, thus making the patient to feel weak/malaise. Among approach consideration are by way of substitution therapy and/or causal therapy. Although anemia is an easily treated Page | 1

disorder with an excellent outcome; however, it may be caused by an underlying condition with a poor prognosis. Keywords: Anaemia, iron deficiency, haemoglobin

Pendahuluan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. 1 Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan Hb). Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi dalam tiga klasifikasi besar: Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit normal serta mengandung Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah)1,2, contohnya pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal. Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit lebih besar dari normal dan normokrom berarti konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC normal)1,2. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi besi dan/atau asam folat. Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung jumlah Hb kurang (MCV dan MCHC kurang) 1,2, seperti pada anemia defisensi besi, keadaan sideroblastik, kehilangan darah kronik, dan pada talesemia. Page | 2

Anemia

defisiensi

besi

adalah

anemia

yang

terjadi

karena

kekurangan zat besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi merupakan penyebab terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari populasi dunia mengalami anemia akibat defisiensi besi.3 Zat besi selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen, juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesa DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang bekerjanya membutuhkan ion besi.2 Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari makanan kira-kira 10 % setiap hari sehingga untuk nutrisi optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari. 2 Fe yang berasal dari ASI diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari susu sapi. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, maka dari itu diet bayi harus mengandung makanan yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan.

Anamnesa
Anamnesis atau wawancara seputar stroke biasanya dilakukan antara dokter dengan penderita dana atau keluarga penderita. Anamnesis ditujukan untuk mengetahui kondisi penderita baik secara umum atau seputar penyakitnya Antara pertanyaan yang dapat ditanyakan berupa seperti berikut Identitas pasien Page | 3

Keluhan utama Adakah pasien sering merasa lelah? Adakah pasien sering pengsan? Adakah pasien menghisap es? (phagophagia)

Keluhan tambahan Adakah pasien merasa kurang senang (anxietas)? Adakah pasien sering kebas-kebas?

Riwayat penyakit sekarang Riwayat diet. Vegetarian tidak mendapat asupan besi yang cukup Riwayat pica

Riwayat penyakit dahulu Adakah riwayat perdarahan? Adakah riwayat hipertensi? Adakah riwayat diabetes mellitus

Obat-obatan Adakah pasien mempunyai alergi? Adakah pasien mengkosumsi obat Apakah baru-baru ini pasien mengkonsumsi trombolitik?

Riwayat keluarga dan social Page | 4

Pemeriksaan PEMERIKSAAN FISIK


Pada pemeriksaan fisik, antara kelainan yang dapat ditemui adalah pallor pada membrane mucous. Selain itu, dapat ditemukan juga kelainan pada jaringan epitel seperti oesophageal webbing, koilonychias, glossitis, stomatitis angular dan atrofi gastric. 2 Terkadang, dapat juga dijumpai kelainan splenomegaly.3

2.1 Pemeriksaan Penunjang

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah : 1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.2 Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah,2 tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target.2 Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. 2,3 Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia. Page | 5

2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecilkecil, sideroblast.1 3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.1 4. Feritin serum: Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. 1 Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik. 5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.1-3 6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus. Dilakukan juga tes Fecal occult blood test2,3 7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan ginekologi.1

Diagnosis
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan suatu anemia defisiensi Fe :

1. Menurut WHO3 Page | 6

o Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia o Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata menurun o Kadar Fe serum menurun o Saturasi transferin , menurun

2. Menurut Cook dan Monsen3 o Anemia hipokrom mikrositer o Saturasi transferin menurun o Nilai FEP (free erythrocyte porphyrin) > 100 ug/dl eritrosit o Kadar feritin serum menurun Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria harus dipenuhi.

3. Menurut Lankowsky3

o Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar MCV, MCH, dan MCHC yang menurun o FEP meningkat o Feritin serum menurun o Fe serum menurun, TIBC meningkat, Saturasi transferin menurun o Respon terhadap pemberian preparat besi Page | 7

Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi.

Kada Hb meningkat 0,25-0,4 g/dl atau PCV meningkat 1 %/hari

o Sumsum tulang Tertundanya maturasi sitoplasma Pada pewaranaan tidak ditemukan besi

Figure 1: Diagnosis Anemia2

Differential diagnosis.
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti : 1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor)2 : Hb A2 meningkat, Feritin serum dan

timbunan Fe tidak turun. Kelainan mikrositosis yang lebih hebat dari ADB Page | 8

2. Infeksi cacingan2 : Pada dasarnya, parameter lab sama, yang membedakan adalah etiologinya yaitu akibat infeksi cacing pada gastrointestinal. 3. Anemia Chronic Disease2 : Serum ferritin menurun, TIBC juga rendah

Etiologi
Terjadinya anemia defisiensi besi dangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang. Kebutuhan besi dapat disebabkan : 1. Kebutuhan yang meningkat fisiologis5 Pertumbuhan Pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan besi akan meningkat sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi Fe meningkat. Menstruasi Penyebab tersering pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi. 2. Kurangnya besi yang diserap5 Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat Bayi cukup bulan memerlukan + 200 mg besi dalam 1 tahun pertama untuk pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI jarang menderita anemia karena 40 % besi dalam ASI diabsorpsi oleh bayi. Malabsorpsi besi5 Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Page | 9

3. Perdarahan5 Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya anemia defisiensi Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg. Perdarahan dapat karena ulkus peptikum, infeksi cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS, indometasin). 4. Kehamilan5 Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan disebabkan oleh kebutuhan besi oleh fetus untuk eritropoiesis, kehilangan darah saat persalinan, dan saat laktasi. 5. Transfusi feto-maternal6 Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus. 6. Hemoglobinuri6 Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin 1,8-7,8 mg/hari. 7. Iatrogenic blood loss6 Terjadi pada anak yang sering diambil darah venanya untuk pemeriksaan laboratorium. 8. Latihan yang berlebihan

Namun dalam kasus ini etiologinya adalah akibat perdarahan dikarenakan oleh penggunaan lama obat NSAIDs. Piroxicam, obat yang dikomsumsi oleh pasien ini merupakan obat dari golongan non-selektif NSAIDs.4 NSAIDs yang merupakan obat anti inflamasi bekerja dengan cara menginhibisi enzim cyclooxygenase (isoenzim COX1 dan COX2).4 Enzim ini bekerja membentuk prostaglandin yang bekerja sebagai mediator Page | 10

inflamasi disamping mempunyai sifat sitoprotektif pada gastrointestin.4 Apabila piroxicam ini digunakan dalam masa yang lama, efek sitoprotektif ini hilang dan seterusnya tiada mekanisme control terhadap pengeluaran asam lambung di samping obat ini sendiri yang bersifat asam pada lambung.2,4 Ini seterusnya menyebabkan terjadi iritasi pada permukaan lambung dan akhirnya terjadi perdarahan selepas terbentuknya ulkus.

Figure 2: Efek samping NSAIDs2

Patofisiologi
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yaitu : 1. Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan)2,3 Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam amino dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+ ). Bentuk fero diabsorpsi oleh sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke peredaran darah setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk Page | 11

transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke hepar, limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh. Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang akan bersenyawa dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi menjadi biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti di atas. 2. Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan)2,3,6 Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus seperti di atas. Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain5: 1. Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron 2. Ferro lebih mudah diserap daripada ferri 3. Asam lambung akan membantu penyerapan besi 4. Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat 5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses pertumbuhan 6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein 7. Asam askorbat dan asam organik tertentu Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat Page | 12

cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi, maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.

Figure 3: Sintesis Haemoglobin3

Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang ebrsifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin. Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh

Epidemiologi
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi penyakit ini sebanyak 63.5% pada Page | 13

ibu hamil dan 55.5% pada anak prasekolah. 7 Secara keseluruhan, sebanyak 50-70 juta penduduk Indonesia menghidap anemia defisiensi besi ini.7-8

Faktor resiko
3. Umur7: Anak-anak memiliki risiko lebih besar anemia kekurangan zat besi karena pertumbuhan yang cepat, terutama dalam dua tahun pertama kehidupan. 4. Kelamin7: Perempuan umumnya mengonsumsi zat besi kurang dari laki-laki dan mungkin memiliki kebutuhan yang lebih besar untuk besi, tergantung pada tahap hidup mereka. Rata-rata, wanita menstruasi kehilangan 30 sampai 45 miligram zat besi per bulan. Kehamilan dan kelahiran bersama menggunakan sekitar 1 gram besi ibu. Menyusui anak menggunakan total sekitar 1 gram besi ibu pada tahun pertama kehidupan. 5. Ulkus peptikum dan gastritis4,6: Gangguan ini mengakibatkan hilangnya darah, yang dapat menguras simpanan besi. Penggunaan NSAIDs sendiri dapat menjadi faktor resikonya. 6. Kanker: Pada kanker dapat erjadi perdarahan occult 7. Faktor pemakanan

Manifestasi klinis
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya1-6. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti : 1. Atrofi papil lidah2,3,6,7 : mengkilap karena papil lidah 2. Glositis2,3,7 : iritasi lidah 3. Keilosis2 : bibir pecah-pecah permukaan lidah menjadi licin dan

menghilang

Page | 14

4. Koilonikia1-3,5-7 : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

Penatalaksanaan
Pertimbangan pendekatan bagi kasus ini adalah dengan

memastikan diagnosis dan merawat defisiensi. Biasanya, dilakukan terapi substitusi dan dilakukan koreksi kepada etiologinya supaya defisiensi tidak lagi berlaku. Non-medikamentosa:1,2,3,6,7 1. Konsultasi terutama dengan spesialis gastroenterology bagi memastikan perdarahan GI. 2. Terapi surgery untuk memberhentikan perdarahan, jika etiologinya akibat perdarahan. 3. Transfusi packed red blood cell jika pasien dalam bahaya akibat hipoksia atau insufisiensi koroner. 4. Intervensi diet. Pastikan pasien menerima pasokan besi yang cukup dari diet terutama bagi pasien dari kelompok ekonomi rendah serta bagi pasien dengan pica. Medikamentosa2,3,7,9,10 Bagi pengobatan secara medikamentosa, dapat diberi obat seperti berikut: 1. Terapi besi oral a. Lebih mudah diabsorpsi dan morbiditas rendah. b. Tidak sesuai untuk pasien akibat perdarahan usus kerana mampu memperparah penyakit. Ferrous sulfate: 50-100 mg PO TID 60 mg PO qd Page | 15

2. Terapi besi parenteral a. Untuk pasien yang tidak dapat menerima preparat besi oral. Terutama pada pasien akibat inflamasi/perdarahan usus Ferrous sorbitol: 1.5 mg /per kg bb IM qd

Komplikasi2,3
Komplikasi bagi kasus anemia defisiensi besi dapat termasuk gagal jantung, splenomegaly, stomatitis disamping komplikasi biasa bagi anemia yaitu: masalah pembesaran bagi balita dan anak-anak, supresi system imun dan komplikasi semasa kehamilan.

Pencegahan7,8
1. Terapi besi profilaksis: Untuk pasien dari golongan ibu hamil, pasien dengan menorrhagia, pengkomsusmsi diet vegetarian, serta balita. Table 1: Nilai Asupan Besi Profilaksis

Iron deficiency anemia. WHO Technical Report Series

Prognosis
Page | 16

No.182: World Healrh Organization ; 1959 diakses di http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_182.pdf 2012 14 April

Prognosa baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinisnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

Kesimpulan
Page | 17

Anemia defisiensi besi merupakan antara penyakit yang paling sering dijumpai di seluruh dunia. Anemia jenis ini sering terjadi akibat dari asupan besi yang kurang atau akibat hilangnya cadangan besi dari tubuh akibat perdarahan. Walaupun mempunyai manifestasi klinis yang tidak terlalu buruk, namun perlu diperhatikan bahawa dari manifestasinya itu dapat berdampak besar kepada pasien dan ekonominya. Sering capek, kurangnya tenaga untuk beraktifitas disamping dari masalah semasa kehamilan dapat terjadi jika penatalaksanaannya tidak benar. Dokter harus pandai mendiagnosis penyakit ini karena penyakit ini bukan hanya dapat terjadi akibat dari kurangnya asupan besi, namun juga akibat dari efek samping obat serta pada infeksi cacing di GI. Berbekalkan hanya asupan preparat besi profilaksis, sebahagian besar insidens penyakit ini dapat dielakkan seterusnya menjamin quality of life pasien serta masyarakat lebih baik.

Daftar Pustaka
Page | 18

1. C.Edwards, I. Boucher. Davidsons principle and practice of medicine. Edisi 16. ELBS; 1992. hlm 708-710 2. J. L. Harper, E. C. Besa; 2012. Iron deficiency anemia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/202333-workup#aw2aab6b5b4 , 14 April 2012 3. J. E. Maakaron, E. C. Besa; 2011. Anemia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/198475-overview , 14 April 2012 4. B.G. Katzung 1992. Basic & clinical pharmacology. Edisi 5 : Appleton & Lange Inc.;1992. hlm 495-496 5. S. J. Mcphee, M. A. Papadakis. Current medical diagnosis and treatment. 5h ed. California: McGraw-Hill Companies, Inc; 2011.chapter 13 6. D. Provan, C. R. Singer, T. Baglin. Oxford handbook of clinical haematology. Edisi 2 : Oxford university Press; 2004. Hlm 56-58 7. World Health Organization. Iron deficiency anemia assessment prevention and control : World Health Organization; 2001 8. World Health Organization Regional Office for South-East Asia. Control of iron deficiency anemia in south-east asia. New Delhi: World Health Organization; 1996

Page | 19

Anda mungkin juga menyukai