Anda di halaman 1dari 77

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Drainase adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan suatu sistem
penanganan air lebih (excess water). Terdapat tiga jenis drainase sesuai dengan
fungsinya, sebagai drainase hujan daerah permukiman, drainase lahan dan
drainase jalan raya. Setiap tahunnya pekerjaan ini membutuhkan modal investasi
yang besar dan waktu perencanaan yang cukup lama bila dibandingkan dengan
tindakan-tindakan pencegahan banjir yang ada dan telah dilakukan. Drainase tidak
lagi ditangani secara tradisional yaitu dengan tujuan membuang limpasan secepat-
cepatnya dengan jalur saluran sependek mungkin, karena hal ini akan
mempercepat datangnya debit puncak aliran yang sebenarnya dan mengakibatkan
daerah hilir dilanda banjir.
Lahan-lahan yang sebenarnya untuk daerah preservasi dan konservasi
untuk menjaga keseimbangan, diambil alih untuk pemukiman, gedung bertingkat,
industri dan lainnya. Akibatnya dapat dirasakan misalnya di Kota Pekanbaru
(http://www.halloriau.com/read-lingkungan-14481-2011-09-12-jalan-dan-
warung-sekitar-tabek-gadang-terendam.html,2010). Kualitas genangan dan banjir
di beberapa wilayah saat ini terjadi hanya oleh hujan deras satu sampai dua jam
ekuivalen dengan hujan deras satu malam pada tahun 1990-an. Dengan kata lain
tinggi dan lama genangan suatu daerah saat ini dengan hujan deras satu hingga
dua jam sama dengan tinggi genangan hujan deras satu malam pada tahun 1990-
an.
Salah satu daerah di Pekanbaru yang mulai diburu para investor untuk
menginvestasikan uangnya adalah Kecamatan Tampan atau lebih dikenal dengan
Kota Panam yang merupakan wilayah pengembangan utama Kota Pekanbaru.
Kecamatan Tampan merupakan daerah perbatasan antara Pekanbaru dengan
Kabupaten Kampar. Kecamatan Tampan yang dahulunya banyak dipenuhi hutan
rawa sekarang berubah menjadi kawasan perkantoran, pusat perbelanjaan, dan
2
dipenuhi ruko di sepanjang jalan H.R. Soebrantas. Dampak dari majunya
perkembangan Kecamatan Tampan malah timbul masalah baru yaitu banjir.
Dalam beberapa tahun ke depan, Kota Panam diyakini akan menjadi
daerah rawan banjir karena sebagian besar wilayah yang dulunya rawa itu kini
berlomba-lomba ditimbun oleh pengembang untuk menjadi hunian tempat tinggal.
Hujan yang turun dalam intensitas besar mengakibatkan besarnya limpasan karena
sedikitnya daerah resapan air. Hal ini disebabkan saluran drainase tidak mampu
lagi mengalirkan debit air yang besar. Pesatnya perkembangan Kota Panam tidak
disertai dengan perencanaan kota yang baik, terutama dari sistem saluran airnya.
Jalan H.R. Soebrantas yang menjadi poros utama dan persimpangan jalan H.R.
Soebrantas dengan S.M. Amin adalah lokasi langganan banjir. Saluran air di sana
sudah tidak mampu menampung debit air buangan yang terlalu besar.

Sumber : Dokumentasi lapangan
Gambar 1.1 Banjir pada Bulan Agustus tahun 2010 di jalan H.R. Soebrantas
1.2 Perumusan Masalah
Terjadinya banjir pada simpang Tabek Gadang Jalan H.R. Soebrantas
menunjukan bahwa sistim drainase kawasan tersebut tidak berfungsi secara
optimal, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk memperoleh solusi dari
permasalahan tersebut :
1. Bagaimana pola aliran yang terjadi pada saat ini.
2. Berapa kapasitas saluran yang dibutuhkan untuk mengantisipasi banjir
tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
3
1. menentukan penyebab banjir yang terjadi di persimpangan jalan H.R.
Soebrantas dengan jalan S.M. Yamin,
2. menentukan alternatif solusi terhadap permasalahan sistem drainase di
kawasan jalan H.R. Soebrantas.
1.4 Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi masukan
atau bahan pertimbangan alternatif solusi pemecahan masalah banjir bagi pihak
yang berkepentingan.
1.5 Batasan Masalah
Adapun Batasan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Data curah hujan yang digunakan adalah sepanjang 25 tahun terakhir (tahun
1984 sampai dengan tahun 2009),
2. Lokasi studi adalah Jalan H.R. Soebrantas dan Kawasan sekitarnya,
3. Pada penelitian ini tidak meneliti aspek sosial dan ekonomi, tetapi hanya
meneliti teknisnya saja, dan
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, secara garis besar dapat
diuraikan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang dilakukannya penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, batasan masalah.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka berisi dasar teori dan persyaratan yang dibutuhkan
untuk mendukung penelitian ini.
BAB III : DATA DAN PERHITUNGAN
Data dan perhitungan berisikan data masukan dan langkah-langkah
dalam pengerjaan penelitian yang akan dilakukan dan dilengkapi
dengan bagan alir.
4
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan menjelaskan hasil yang diperoleh pada penelitian
dan membahas permasalahan yang terdapat pada penelitian dan
membahas permasalahan yang terdapat pada penelitian.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari rangkaian Bab I
sampai Bab IV yang mengulas dan membahas pokok-pokok pikiran dan
dasar-dasar teori serta analisa dan hasil penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Drainase
5
1.1.1 Pengertian dan Fungsi Drainase
Drainase berasal dari bahasa Inggris drainage yang mempunyai arti
mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik
sipil drainase dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi
kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan maupun kelebihan air
irigasi dari suatu kawasan atau lahan sehingga fungsi lahan dan kawasan itu tidak
terganggu. Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari
suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal
(Suripin, 2004).
Drainase merupakan suatu sistem pembuangan air (excess water) dan air
limbah yang berupa buangan air dari daerah perumahan, pemukiman, dari daerah
industri dan kegiatan usaha lainnya, serta berupa penyaluran kelebihan air pada
umumnya baik air hujan, air kotor maupun air lebih lainya yang mengalir keluar
dari kawasan yang bersangkutan.
Drainase memiliki peranan yang sangat penting karena fungsinya antara
lain adalah sebagai berikut:
a. mengendalikan limpasan air hujan yang berlebihan,
b. menurunkan tinggi permukaan air tanah,
c. menciptakan lingkungan yang bersih dan teratur, dan
d. memelihara agar jalan tidak tergenang air hujan dalam waktu yang
cukup lama, sehingga tidak menyebabkan kerusakan konstruksi jalan.
Drainase di dalam kota berfungsi untuk mengendalikan kelebihan air
permukaan sehingga tidak akan mengganggu masyarakat yang ada di sekitar
saluran tersebut.
2.1.2 Fungsi Sistem Drainase
Pada sistem pengumpulan air buangan yang diperhatikan ada 2 macam air
buangan, yaitu air hujan dan air kotor (bekas). Sistem buangan tersebut ada 3
macam, yaitu :
1. Sistem terpisah (separate system)
6
Air hujan dan air kotor dilayani oleh sistem saluran masing-masing secara
terpisah. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu:
a. Periode hujan dan kemarau yang terlalu lama.
b. Kuantias yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan.
c. Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu sedangkan air
hujan tidak perlu dan harus segera dibuang ke sungai yang terdapat
pada daerah tinjauan.
1. Sistem tercampur (combined system)
Air hujan dan air kotor disalurkan melalui satu saluran yang sama dimana
pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut ini.
a. Debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga bisa disatukan.
b. Kuantitas air hujan dan air buangan tidak jauh berbeda.
c. Fluktuasi dari tahun ke tahun relatif kecil.
1. Sistem kombinasi (pseudo system separate system) atau sistem interceptor.
Merupakan perpaduan antara saluran air hujan dan air buangan dimana
pada waktu musim hujan air hujan dan air buangan tercampur dalam saluran air
buangan, sedangkan air hujan berfungsi sebagai pengencer dan penggelontor.
Kedua saluran ini tidak bersatu tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan
interceptor.
Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menentukan pemilihan sistem
adalah:
a. Perbedaan yang besar antara kuantitas air buangan yang akan disalurkan
melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas curah hujan pada
daerah pelayanan.
b. Umumnya didalam kota dilalui sungai-sungai, dimana air hujan
secepatnya dibuang ke sengai-sungai tersebut.
c. Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi air
hujan yang tidak tetap.
1.1 Siklus Hidrologi
Untuk menganalisa banjir yang terjadi membutuhkan data mengenai
limpasan yang terjadi pada kawasan tersebut. Metode untuk menentukan debit
limpasan yang terjadi merupakan bagian dari ilmu hidrologi
7
Siklus hidrologi dapat diartikan sebagai sebuah bentuk gerakan air laut ke
udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah sebagai hujan atau bentuk
presipitasi yang lain dan akhirnya mengalir ke laut kembali.
Sumber : http://www.ilmusipil.com/hidrologi-mempelajari-siklus-air(2010)
Gambar 2.1 Siklus hidrologi
Air yang jatuh ke bumi berupa air hujan (percipitation) akan mengalami
beberapa proses, yaitu : infiltrasi atau peresapan ke dalam tanah kemudian meng-
alami perkolasi dan menjadi air tanah (ground water). Sebagian yang tidak
terinfiltrasi akan mengalir di permukaan bumi berupa aliran permukaan (surface
run off) mencari tempat yang rendah dan akhirnya berkumpul pada cekungan-
cekungan bumi yang menjadi retensi berupa air waduk, danau, sungai, atau yang
terkumpul pada cekungan-cekungan yang ada di muka bumi, kemudian air yang
terkumpul pada permukaan dan yang tersimpan pada tanaman sebagian akan
menguap berupa evaporasi, transpirasi, dan evapotranspirasi yang akhirnya
menjadi awan yang pada suatu waktu akan jatuh lagi ke bumi menjadi butiran air
hujan, begitulah seterusnya.
1.2 Presipitasi (Hujan)
Presipitasi merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan uap air
yang mengkondensasi dan jatuh dari atmosfir ke bumi dalam segala bentuknya
pada rangkaian siklus hidrologi (Suripin, 2004). Uap yang sampai ke permukaan
bumi dalam bentuk zat cair disebut dengan hujan. Hujan merupakan sebuah
8
kejadian ekstrim yang apabila dalam perencanaannya tidak diperhitungkan dengan
baik akan menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia
Kejadian hujan dapat dipisahkan menjadi dua grup, yaitu hujan aktual dan
hujan rencana. Kejadian hujan aktual merupakan rangkaian data pengukuran di
stasiun hujan selama periode tertentu. Hujan rencana merupakan hujan yang
mempunyai karakteristik terpilih yang secara umum sama dengan karakteristik
hujan yang terjadi di masa lalu. Karakteristik hujan yang perlu ditinjau dalam
analisa dan perencanaan hidrologi untuk daerah irigasi meliputi intensitas hujan
(mm/menit, mm/jam atau mm/hari), durasi hujan (menit atau jam), tinggi hujan
(mm), frekuensi hujan dan luas daerah geografis sebaran hujan.
1.3 Analisa Frekuensi
Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan
disamai atau dilampaui. Kala ulang (return periode) adalah waktu hipotetik di
mana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui.
Kala ulang yang digunakan untuk desain hidrologi sistem drainase
perkotaan berpedoman pada standar yang telah ditetapkan, seperti terlihat pada
Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1. Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan
Luas DAS Kala Ulang
Metode perhitungan debit
banjir (Ha) (tahun)
< 10 2 Rasional
10 - 100 2 - 5 Rasional
101 - 500 5 - 20 Rasional
> 500 10 - 25 Hidrograf satuan
Sumber: Suripin, 2004
Analisa frekuensi pada data hidrologi bertujuan untuk mengetahui besaran
peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadian melalui
penerapan distribusi kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisa diasumsikan
tidak bergantung (independent) dan terdistribusi secara acak dan bersifat
stokastik.
Analisis frekuensi memerlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos
penakar hujan. Penetapan seri data yang akan dipergunakan dalam analisis
dapat dilakukan dengan dua cara (Harto, 1993).
9
a. Cara pertama dilakukan dengan mengambil satu data maksimum setiap
tahun yang berarti jumlah data dalam seri akan sama dengan panjang data
yang tersedia. Hal ini berarti pula bahwa hanya besaran maksimum tiap
tahun saja yang berpengaruh dalam analisis selanjutnya. Seri data seperti
ini dikenal dengan maximum annual series. Dalam cara ini, besaran data
maksimum kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih besar dari besaran
data maksimum dalam tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya
dalam analisis.
b. Cara kedua (partial series) dengan menetapkan suatu batas bawah tertentu
(threshold) dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Selanjutnya,
semua besaran hujan/debit yang lebih besar daripada batas bawah tersebut
diambil dan dijadikan bagian seri data untuk kemudian dianalisis dengan
cara-cara yang lazim.
Parameter statistik data curah hujan yang perlu diperkirakan untuk
pemilihan distribusi yang sesuai dengan sebaran data adalah sebagai berikut
(Suripin, 2004).
a. Rata-rata :

n
i
i
x
n
x
1
1
(2.1)
b. Standar Deviasi : S
d
=
2
1
2
1
) (
1
1
1
]
1

x x
n
n
i
i
(2.2)
c. Koefisien Variansi : Cv =
x
s
(2.3)
d. Asimetri (skewness) : Cs =
3
1
3
) 2 )( 1 (
) (
s n n
x x n
n
i
i

(2.4)
10
e. Kurtosis : Ck =


n
i
i
x x
S n n n
n
1
4
4
2
) (
) 3 )( 2 )( 1 (
(2.5)
Dengan:
x
= rata-rata,
n = jumlah pengamatan,
S = simpangan baku,
Cv = koefisien varians,
Cs = asimetri (skewness),
Ck = koefisien kurtosis.
Selanjutnya memilih metode distribusi yang akan digunakan dengan cara
menyesuaikan parameter statistik yang didapat dari perhitungan data dengan sifat-
sifat yang ada pada metode-metode distribusi seperti yang disajikan pada Tabel
2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Parameter Statistik untuk Menentukan Jenis Distribusi
No Distribusi Persyaratan
1 Normal
xs=68,27%
x2s=95,44%
Cs0,0
Ck3,0
2 Log Normal
Cs=Cv3+3Cv
Ck=Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3
3 Gumbel
Cs1,396
Ck5,4002
4 Log Person III
jika tidak menunjukkan sifat dari ketiga
distribusi di atas
Sumber: Triatmodjo, 2008
Distribusi Log Person III memiliki tiga parameter penting, yaitu harga rata-
rata, simpangan baku, dan koefisien kemencengan. Jika koefisien kemencengan
sama dengan nol, distribusi kembali ke distribusi normal. Berikut ini langkah-
langkah penggunaan distribusi Log-Person III (Suripin, 2004):
11
1) Ubah data kedalam bentuk logaritmik,
X=logX (2.6)
2) Hitung harga rata-rata,
(2.7)
3) Hitung harga simpang baku,
(2.8)
4) Hitung koefisien kemencengan,
(2.9)
5) Hitung logaritma hujan tahunan atau banjir periode ulang T dengan rumus
berikut:
logXT=logX+KS (2.10)
Dengan:
K = variabel standar untuk X, tergantung nilai G (Tabel 2.3),
X
T
= hujan kala ulang T tahun,
X = nilai rata-rata hitung variat,
S = deviasi standar nilai variat.
Tabel 2.3 Nilai K untuk Distribusi Log Person III
Interval kejadian (Recurrence Interval), tahun (periode ulang)
1,0101 1,25 2 5 10 25 50 100
Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)
Koef,G 99 80 50 20 10 4 2 1
3 -0,667 -0,636 -0,396 0,42 1,18 2,278 3,152 4,051
2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,46 1,21 2,275 3,114 3,973
2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 3,889
2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,8
logX=i=1nlogXin
S=ni=1n(logXi-logX)2n-10,5
G=ni=1n(logXi-logX)3n-1n-2S3
12
2,2 -0,905 -0,752 -0,33 0,574 1,284 2,24 2,97 3,705
2 -0,99 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,192 3,605
1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499
1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,78 3,388
1.4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271
1.2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,34 2,087 2,626 3,149
1 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,34 2,043 2,542 3,022
0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,78 1,336 1,993 2,453 2,891
0,6 -1,88 -0,857 -0,099 0,8 1,328 1,939 2,359 2,755
0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,88 2,261 2,615
0,2 -2,178 -0,85 -0,033 0,83 1,301 1,818 2,159 2,472
0 -2,326 -0,842 0 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326
-0,2 -2,472 -0,83 0,033 0,85 1,258 1,68 1,945 2,178
-0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029
-0,6 -2,755 -0,8 0,099 0,857 1,2 1,528 1,72 1,88
-0,8 -2,891 -0,78 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733
-1 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588
-1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449
-1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,27 1,318
-1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197
-1,8 -3,499 -0,643 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087
Sumber: Suripin, 2004
2.4.1 Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi
Setelah diperoleh hasil dari distribusi frekuensi maka perlu dilakukan uji
kesesuaian distribusi frekuensi sebagai berikut ini.
1.1.1.1 Uji Smirnov Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan
non parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi
tertentu. Prosedur perhitungannya adalah sebagai berikut (Suripin, 2004):
1) Mengurutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan
besarnya peluang dari masing-masing data tersebut.
X
1
= P(X
1
), X
2
= P(X
2
), X
3
= P(X
3
), dan seterusnya.
2) mengurutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran
data (persamaan distribusinya).
X
1
= P(X
1
), X
2
= P(X
2
), X
3
= P(X
3
), dan seterusnya.
3) Menentukan selisih terbesar antara peluang pengamatan dan peluang
teoritis.
13
D = maksimum [P(X
n
) - P(X
n
)]
4) Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov Kolmogorov test) ditentukan harga
D
o
dari Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Nilai Kritis D
o
untuk Uji Smirnov Kolmogorov
N
Derajat Kepercayaan,
0,20 0,10 0,05 0,01
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0,45
0,32
0,27
0,23
0,21
0,19
0,18
0,17
0,16
0,15
0,51
0,37
0,30
0,26
0,24
0,22
0,20
0,19
0,18
0,17
0,56
0,41
0,34
0,29
0,27
0,24
0,23
0,21
0,20
0,19
0,67
0,49
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
0,25
0,24
0,23
N > 50
0.5
N
07 , 1
0.5
N
22 , 1
0.5
N
36 , 1
0.5
N
63 , 1
Sumber: Suripin, 2004
1.1.1.1 Uji ChiKuadrat
Uji chikuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang
dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter
2
, yang dapat
dihitung dengan persamaan berikut (Suripin, 2004):
(2.11)
Dengan:

h
= parameter chi kuadrat terhitung,
O
i
= jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i,
E
i
= jumlah nilai teoritis (frekuensi harapan) pada sub kelompok i.
Parameter
h
2
merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai
h
2
sama atau lebih besar dari nilai chi-kuadrat sebenarnya (
2
cr

) disajikan pada Tabel
2.5. Adapun langkah-langkah pengujian uji chi-kuadrat adalah sebagai berikut:
1. Membagi data curah hujan rata-rata harian maksimum ke dalam beberapa
kelas dengan rumus K = 1 + 3,3 log n,
2. Memasukkan anggota atau nilai-nilai data ke kelas yang bersangkutan,
h2=i=1G(Oi-
Ei)2Ei
14
3. Menghitung nilai-nilai pengamatan yang ada dalam kelas (Oi),
4. Menentukan Ei ,
5. Menentukan
h
2
dengan Persamaan (2.11),
6. Menentukan derajat kebebasan (Dk) dengan
Dk = K-R-1
(nilai R = 2, untuk disribusi normal dan binomial dan R=1 untuk distribusi
poisson),
7. Menentukan nilai
2
cr
. Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima,
harga
h
2
<
2
cr
.
2.5 Analisa Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu
(Suripin, 2004). Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya
curah hujan dan frekuensi. Adapun rumus intensitas hujan dinyatakan sebagai
berikut:
(2.12)
Dengan:
I = intensitas hujan (mm/jam),
R = tinggi hujan (mm),
t = lamanya hujan (jam).
Tabel 2.5 Nilai Kritis untuk Uji Chi-Kuadrat
DK
(Derajat Kepercayaan)
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
1 0,000039 0,00015 0,00098 0,0039 3841 5024 6635 7879
2 0,01 0,0201 0,0506 0,103 5991 7378 9210 10597
3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7815 9348 11345 12838
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9488 11143 13277 14860
5 0,412 0,554 0,831 1145 11070 12832 15086 16750
6 0,676 0,872 1237 1635 12592 14449 16812 18548
7 0,989 1239 1690 2167 14067 16013 18475 20278
8 1344 1646 2180 2733 15507 17535 20090 21955
I=Rt
15
9 1735 2088 2700 3325 16919 19023 21666 23589
10 2156 2558 3247 3940 18307 20483 23209 25188
11 2603 3053 3816 4575 19675 21920 24725 26757
12 3074 3571 4404 5226 21026 23337 26712 28300
13 3565 4107 5009 5892 22362 24736 27688 29819
14 4075 4660 5629 6571 23685 26119 29141 31319
15 4601 5229 6262 7261 24996 27488 30578 32801
16 5142 5812 6908 7962 26296 28845 32000 34267
17 5697 6408 7564 8672 27587 30191 33409 35718
18 6265 7015 8231 9390 28869 31526 34805 37156
19 6844 7633 8907 10117 30144 32852 36191 38582
20 7434 8260 9591 10851 31410 34170 37566 39997
21 8034 8897 10283 11591 32671 35479 38932 41401
22 8643 9542 10982 12338 33924 36781 40289 42796
23 9260 10196 11689 13091 36172 38076 41638 44181
24 9886 10856 12401 13848 36415 39364 42980 45558
25 10520 11524 13120 14611 37652 40646 44314 46928
26 11160 12198 13844 15379 38885 41923 45642 48290
27 11808 12879 14573 16151 40113 43194 .46,963 49645
28 12461 13565 15308 16928 41337 44461 48278 50993
29 13121 14256 16047 17708 42557 45722 49588 52336
30 13787 14953 16791 18493 43773 46979 50892 53672
Sumber: Suripin, 2004
Hubungan antara intensitas hujan, lama hujan dan frekuensi hujan
dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF=Intensity-
Duration-Frequency Curve). Analisis IDF dilakukan untuk memperkirakan debit
puncak di daerah tangkapan kecil berdasarkan data curah hujan titik (satu stasiun
pencatat curah hujan) seperti dalam perencanaan sistem drainase perkotaan,
gorong-gorong, sumur resapan dan kolam resapan (Triatmodjo, 2009).
Jika data curah hujan yang tersedia adalah data curah hujan harian atau dari
penakar hujan biasa (manual), maka pembuatan kurva IDF dapat diturunkan dari
persamaan Mononobe sebagai berilkut.

(2.13)
Dengan:
I
t
= intensitas curah hujan untuk lama hujan t (mm/jam),
It=R242424t23
16
t = lamanya curah hujan (jam),
R
24
= curah hujan maksimum selama 24 jam (mm).
Dengan prosedur perhitungan sebagai berikut:
1. Dilakukan analisis frekuensi dari data hujan harian yang ada dengan periode ulang
yang dikehendaki untuk mendapatkan hujan rencana,
2. Tentukan durasi hujan, misalnya 5, 10, 15menit,
3. Hitung intensitas hujan jam-jaman dengan menggunakan persamaan Mononobe,
4. Plot hasil perhitungan pada grafik IDF (Intensity-Duration-Frequency).
2.5 Limpasan (run off)
Limpasan adalah air hujan yang turun dari atmosfir dalam siklus hidrologi
yang tidak ditangkap oleh vegetasi atau permukaan-permukaan buatan seperti atap
bangunan atau lapisan kedap air lainnya, maka akan jatuh ke permukaan bumi dan
sebagian akan menguap, berinfiltrasi, atau tersimpan dalam cekungan-cekungan
(Suripin, 2004). Bila kehilangan air seperti cara-cara tersebut telah terpenuhi,
maka sisa air hujan akan mengalir langsung di atas permukaan tanah menuju alur
aliran terdekat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan adalah sebagai berikut:
1) Faktor Meteorologi
a. Intensitas Hujan
Pengaruh Intensitas hujan terhadap limpasan permukaan tergantung pada
laju infiltrasi. Jika intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan
terjadi limpasan permukaan sejalan peningkatan intensitas curah hujan.
b. Durasi Hujan
Total limpasan dari suatu hujan berkaitan langsung dengan durasi hujan
dengan intensitas tertentu. Setiap DAS memiliki satuan durasi hujan atau
lama hujan kritis. Jika hujan terjadi lamanya kurang dari lama hujan kritis,
maka lamanya limpasan akan sama dan tidak tergantung pada intensitas
hujan.
c. Distribusi Curah Hujan
Laju dan volume limpasan maksimum terjadi jika seluruh DAS telah
memberiakna kontribusi aliran. Namun, hujan dengan intensitas tinggi
17
pada sebagian DAS dapat menghasilkan limpasan yang lebih besar
dibandingkan dengan hujan biasa yang meliputi seluruh DAS.
1) Karakteristik DAS
a. Luas dan Bentuk DAS
Laju dan volume aliran permukaan makin bertambah besar dengan
bertambahnya luas DAS. Sementara bentuk DAS akan mempengaruhi pola
aliran dalam sungai.
b. Topografi
Penampakan rupa bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, keadaan
dan kerapatan, parit atau saluran, dan bentuk-bentuk cekungan lainnya
mempunyai pengaruh pada laju dan volume aliran permukaan. DAS yang
mempunyai kemiringan curam dan lebar saluran yang kecil menghasilkan
volume dan laju aliran permukaan yang lebih tinggi.
c. Tata Guna Lahan
Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam
koefisien aliran permukaan (C). Angka koefisian aliran permukaan ini
merupakan salah satu indicator untuk menentukan kondisi fisik suatu
DAS.
2.5 Koefisien Aliran Permukaan
Salah satu konsep penting dalam upaya mengendalikan banjir adalah
koefisien aliran permukaan (runoff) yang biasa dilambangkan dengan C.
Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan
terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju
infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Suripin, 2004).
Berikut Nilai C untuk berbagai tipe tanah dan penggunaan lahan dalam Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Koefisien aliran permukaan (C)
Tipe Daerah Aliran Koefisien Aliran, (C)
Rerumputan :
Tanah pasir, datar 2%
Tanah pasir, sedang 2%-7%
Tanah pasir, curam > 7%
Tanah gemuk, datar 2%
Tanah gemuk, sedang 2%-7%
Tanah gemuk, curam > 7%
0,5 0,10
0,10 0,15
0,15 0,20
0,13 0,17
0,18 0,22
0,23 0,35
18
Perdagangan :
Daerah kota lama
Daerah kota pinggiran
0,75 0,95
0,50 0,70
Perumahan :
Daerah single family
Multy Unit Terpisah
Multy unit tertutup
0,30 0,50
0,40 0,60
0,60 0,75
Suburban
Daerah apartemen
0,25 0,40
0,50 0,70
Industri :
Daerah ringan
Daerah berat
0,50 0,80
0,60 0,90
Taman, kuburan 0,10 0,25
Tempat bermain 0,20 0,35
Halaman kereta api 0,20 0,40
Daerah tidak dikerjakan 0,10 0,30
Jalan :
Aspal
Beton
Batu
0,70 0,95
0,80 0,95
0,70 0,85
Atap 0,74 0,95
Sumber : Bambang Triatmodjo, 2009
2.6 Waktu Konsentrasi (tc)
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan air hujan yang jatuh
untuk mengalir dari suatu titik terjauh sampai ke tempat keluaran DPS (titik
kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Waktu
konsentrasi dapat dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen,
yaitu, waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai
saluran terdekat (t
o
) dan waktu perjalanan dari pertama masuk sampai titik
keluaran (t
d
) (Suripin, 2004), sehingga:
d o c
t t t +
(2.14)

menit
S
n
L t
o
1
]
1

28 , 3
3
2
(2.15)
19
menit
v
L
t
s
d
60

(2.16)
Dengan:
n = koefisien kekasaran manning (Tabel 2.7),
S = kemiringan lahan,
L = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m),
Ls = panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m),
v = kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik).
Tabel 2.7. Nilai koefisien kekasan Manning (n)
Tata guna lahan n
Kedap air 0,02
Timbunan tanah 0,1
Tanaman pangan/tegalan dengan sedikit rumput pada
0,2
tanah yang kasar dan lunak
Padang rumput 0,4
Tanah gundul yang kasar dengan reruntuhan dedaunan 0,6
Hutan dan sejumlah semak belukar 0,8
Sumber: Bambang Triatmodjo, 2009
2.7 Menentukan Debit Puncak dengan Metode Rasional
Metode rasional digunakan untuk memperkirakan debit puncak yang
ditimbulkan oleh hujan pada daerah tangkapan aliran (DTA) kecil. Suatu DTA
disebut kecil apabila distribusi hujan dapat dianggap seragam dalam ruang dan
waktu dan biasanya waktu hujan melebihi waktu konsentrasi. Motode ini sangat
simpel dan mudah penggunaannya, namun terbatas untuk DTA dengan ukuran
kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Suripin, 2004).
Metode rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan yang
terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh DTA selama paling
sedikit sama dengan waktu konsentrasi (T
c
) DTA. Rumus rasional adalah sebagai
berikut :
Q = 0,002778 . C . I . A (2.17)
Dengan :
Q = debit puncak (m
3
/detik),
C = koefisien pengaliran,
20
I = intensitas hujan (mm/jam),
A = luas daerah (hektar).
2.10 Debit Air Kotor (Limbah Domestik)
Air kotor (limbah domestik) dihitung berdasarkan standar kebutuhan
konsumsi air tiap orang dalam satu unit rumah. Dimana 80% dari kebutuhan
tersebut akan menjadi air buangan atau limbah domestik. Adapun standar
kebutuhan konsumsi air untuk daerah Pekanbaru adalah sebagai berikut ini.
Tabel 2.8 Standar kebutuhan air daerah Pekanbaru
Jenis Penggunaan
Rasio daya dukung Standar Kebutuhan air
tiap luasan lahan Kebutuhan Air Perunit Kegiatan
Rumah Tangga
a. Type besar 5 org/unit 200 lt/org/hari 1,0 m
3
/unit/hari
b. Tipe Sedang 5 org/unit 150 lt/org/ hari 0,75 m
3
/unit/hari
c. Tipe Kecil 5 org/unit 100 lt/org/ hari 0,50 m
3
/unit/hari
Fas. Perekonomian
a. Warung 5 org/unit 10 lt/org/ hari 0,05 m
3
/unit/hari
b. Pertokoan 200 org/unit 15 lt/org/ hari 0,30 m
3
/unit/hari
c. Pasar 1400 org/unit 15 lt/org/ hari 36 m
3
/unit/hari
Sumber: Revisi RUTRK Pekanbaru, 1994-2004: dalam Wedy, 2010
2.11Analisa Hidraulika
2
2.9
2
2.10
2.11.1 Tipe Aliran
Secara umum saluran drainase merupakan aliran terbuka yaitu aliran
dimana muka air mempunyai tekanan sama dengan tekanan atmosfer. Aliran
terbuka dapat digolongkan menjadi berbagai tipe berdasarkan perubahan
kedalaman aliran sesuai dengan ruang dan waktu.
Berdasarkan ruang dan tipe aliran dibedakan menjadi:
a. Aliran seragam (uniform flow), bila kedalaman air pada setiap potongan
melintang sama
b. Aliran tidak seragam (nonuniform flow), bila kedalaman air pada setiap
potongan melintangnya tidak sama
21
Berdasarkan waktu, tipe aliran dibedakan atas:
a. Aliran tetap (steady flow), bila kedalaman air tidak berubah atau diannggap
tetap dalam kurun waktu tertentu
b. Aliran tidak tetap (unsteady flow), bila kedalaman aliran berubah sesuai
dengan waktu.
Untuk mempermudah dalam penyelesaian persamaan aliran maka aliran
dalam drainase dianggap mempunyai tipe aliran seragam. Sifat-sifat aliran
seragam ini adalah:
a. Kedalaman aliran, luas penampang basah, kecepatan aliran serta debit
aliran selalu tetap pada setiap penampang lining saluran (h, A, V dan Q
selalu tetap)
b. Garis Energi dan dasar saluran selalu sejajar
Dalam sebagian persoalan aliran seragam, berdasarkan suatu pertimbangan,
maka debit dianggap tetap disepanjang bagian saluran yang lurus atau
dengan kata lain aliran bersifat kontinu. Sehingga dapat ditunjukkan dengan
persamaan kontinuitas:
Q = A
1
.V
1
= A
2
.V
2
(2.18)
Dengan: Q = debit saluran (m
3
/detik),
A = luas basah pada potongan,
V = kecepatan aliran pada potongan.
2.11.1 Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran harus memenuhi persyaratan tidak boleh kurang dari
kecepatan minimum dan tidak melebihi kecepatan maksimum yang diizinkan
sesuai dengan tipe dan bahan material saluran yang ditinjau. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya endapan partikel (sedimen) dan terjadi erosi pada
saluran.
Rumus kecepatan aliran seragam ada 3 buah yang terkenal yaitu:
1. Rumus de chezy
S R C V

(2.19)
2. Rumus Strickler
22
2
1
3
2
S R k V
s

(2.20)
3. Rumus Manning
2
1
3
2
1
S R
n
V
(2.21)
Dengan: V = kecepatan aliran (m/dtk),
R = jari-jari hidrolis (m),
A = luas basah (m
2
),
P = keliling basah (m),
S = kemiringan dasar saluran (%),
C = koefisien kakasaran chezy,
k
s
= koefisien kekasaran Strickler,
n = koefisien kekasaran manning.
Kekasaran manning dapat dilihat pada Tabel 2.8
Pada saluran alam maupun buatan sering ditemui kenyataan bahwa
kekasaran dinding saluran berbeda dengan kekasaran dasar saluran. Untuk
menghitung kekasaran komposit perlu ditinjau luas daerah pengaruh masing-
masing. Sehingga kekasaran komposit dapat dihitung dengan rumus (Suripin,
2004) :
3
2
1
2
3
) . (

,
_

co
n
i
i i
co
P
P n
n

(2.22)
Dengan :
n
co
= koefisien manning komposit,
p
co
= keliling basah komposit,
p
i =
keliling basah bagian i,
n
i
= kekasaran manning bagian i.
23
Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan adalah kecepatan
terendah yang tidak akan menyebabkan pengendapan partikel (sedimentasi)
maupun tumbuhnya tumbuhan air. Sedangkan kecepatan maksimum adalah
kecepatan dimana aliran air dapat menimbulkan gerusan (erosi) pada saluran.
Tabel 2.9 menunjukkan besarnya kecepatan maksimum yang diizinkan untuk
berbagai saluran.
Kecepatan maksimum ini adalah konservatif yang akan digunakan untuk
perencanaan drainase ini. Pada batas-batas keperluan tertentu kecepatan
maksimum ini dapat lebih tinggi lagi. Kecepatan maksimum saluran dapat dilihat
pada Tabel 2.10.
Tabel 2.9. Harga Koefisien Manning Pada Saluran
Bahan Koefisien Manning (n)
Besi tuang lapis
Kaca
Saluran beton
Bata dilapis mortar
Pasangan batu disemen
Saluran tanah bersih
Saluran tanah
Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput
Saluran pada galian batu padas
0,014
0,010
0,013
0,015
0,025
0,022
0,030
0,040
0,040
Sumber : Triatmodjo, 2003
Tabel 2.10. Kecepatan Maksimum Saluran
Jenis bahan Kecepatan maksimum (m/detik)
Pasir halus 0,45
Lempung kepasiran 0,50
Lanau alluvial 0,60
Kerikil halus 0,75
Lempung koko 0,75
Lempung padat 1,10
Kerikil Kasar 1,20
Batu-batuan besar 1,50
Pasangan batu 1,50
Beton 1,50
Beton bertulang 1,50
Sumber : Triatmodjo, 2009
2.12 Tinggi Jagaan
24
Tinggi jagaan disaluran pembuka dengan lining permukaan yang keras
akan ditentukan dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain seperti
besar dimensi saluran, kecepatan aliran, arah dan lengkungan saluran, debit banjir,
gelombang permukaan akibat tekanan aliran angin, pentingnya daerah yang
dilindungi dan sebagainya. Tinggi jagaan biasanya diambil antara 0,15 m s/d 0,60
m dan tinggi urugan atas timbunan tanah diatas puncak lining tersebut biasanya
diambil 0,30 0,60 m.
Sedangkan untuk saluran drainase yang sudah dilining yang umumnya ada
dikawasan permukaan maka tinggi jagaan berdasarkan SNI-3434-1994 dalam
Wedy (2010), baik untuk bentuk trapesium maupun bentuk U, ditetapkan rumus:
H f 5 , 0

(2.23)
Dengan : f = tinggi jagaan (m)
H = tinggi air rencana (m)
Berdasarkan SNI T-07-1990-F dalam Wedy (2010), standarkan tinggi
jagaan minimum saluran drainase berdasarkan debit aliran seperti terlihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 2.11 Standar tinggi jagaan
Debit Tinggi jagaan
minimum (m) m
3
/dtk
0-0,3 0,3
0,3-0,5 0,4
0,5-1,5 0,5
1,5-15,0 0,6
15,0-25,0 0,75
25 1
Sumber: SNI T-07-1990-F; Wedy, 2010
2.13 Geometri Saluran
Dalam perencanaan suatu saluran drainase harus diusahakan dapat
memilih bentuk dan jenis saluran yang baik dan berbilai ekonomis. Perencanaa
dimensi perlu mempertimbangkan:
a. Efisiensi hidrolis saluran,
b. Kepraktisan saluran, dan
25
c. Faktor biaya yang ekonomis.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa saluran terbuka umumnya lebih
menguntungkan dan jauh lebih ekonomis dibanding dari saluran tertutup. Adapun
bentuk-bentuk umum dan geometris dari saluran drainase adalah sebagai berikut:
1) Bentuk segi empat
Saluran drainase yang berbentuk empat persegi panjang ini tidak banyak
membutuhkan ruangan dan lahan. Namun saluran ini harus terbentuk dari
pasangan batu dan beton untuk mencegah keruntuhan. Umumnya dalam
pelaksanaan bentuk persegi panjang menggunakan pasangan batu. Saluran ini
berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun irigasi. Pada
penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan
kedalaman air h (Gambar 2.2), luas penampang basah, A, dan keliling basah, P,
dapat dituliskan sebagai berikut:
A=BH (2.24)
B=AH (2.25)
P=B-2H atau,
P=AH-2H
dPdH=-AH2+2=0
A=2H2=BH
B=2H (2.28)
Gambar 2.2 Penampang persegi panjang
2) Bentuk Trapesium
Pada umumnya saluran berbentuk trapesium ini terbuat dari tanah, namun
dimungkinkan juga bentuk ini dari pasangan batu dan beton. Saluran ini
membutuhkan ruang atau lahan yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air
H
B
(2.26)
(2.27)
26
hujan, air rumah tangga maupun air irigasi. Saluran ini merupakan saluran
serbaguna yang sering digunakan karena mudah pengerjaannya. Saluran ini juga
dapat menampung volume air yang besar dan disamping itu mudah dalam
pengerjaannya. Luas penampang melintang, A, dan keliling basah P, saluran
dengan penampang melintang yang berbentuk trapesium dengan lebar dasar B,
kedalaman aliran h, dan kemiringan dinding 1 : m (Gambar 2.3), dapat
dirumuskan sebagai berikut:
( ) H mH B A +
(2.29)
1 2
2
+ + m H B P
atau,
1 2
2
+ m H P B
(2.30)
Substitusikan nilai B:
2 2 2
1 2 mH m H PH A + +
(2.31)
Gambar 2.3 Penampang melintang saluran trapesium
Asumsikan bahwa luas penampang A dan kemiringan adalah konstan,
maka persamaan diatas dapat dideferensialkan terhadap h dan dibuat sama dengan
nol,untuk memperoleh kondisi P minimum:
0 2 1 4
2
+ + mH m H PH
dh
dA
atau,
mH m P 2 1 4
2
+
(2.32)
H
B
27
Dengan menganggap h konstan, mendeferensialkan persamaan diatas dan
membuat sama dengan nol, maka diperoleh persamaan berikut:
0 2
1
2
4
2
1
2

,
_

+
H
m
m
H
dm
dP
atau,
1
1
2
2

+ m
m
(2.33)

; 1 4
2 2
m m +

; 1 3
2
m

3
1
3
1
m
(2.34)
Maka diperoleh:
3 2 3
3
2
3
3
8
H H H P
(2.35)
3
3
2
3
3
4
3 2 H H H B
(2.36)
3 3
3
1
3
3
2
2
H H H A

,
_

+
(2.37)
2.14 Gorong-Gorong
Gorong-gorong adalah saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air melewati
jalan raya, jalan kereta api atau timbunan lainya. Gorong-gorong biasanya dibuat
dari beton, aluminium gelombang, baja gelombang dan kadang-kadang plastik
gelombang. Bentuk penampang melintang gorong-gorong bermacam-macam, ada
yang bulat, persegi, oval, tapal kuda dan segitiga.
Gambar 2.4 menunjukan bentuk penampang melintang gorong-gorong (a) bulat,
(b) segitiga dan (c) persegi.
28
(a) (b) (c)
Gambar 2.4 Bentuk penampang melintang gorong-gorong
Berdasarkan lokasi, dikenal ada dua macam pengontrol yang dapat digunakan
pada gorong-gorong, yaitu pengontrol di depan (inlet) dan di belakang (outlet).
Kontrol didepan terjadi jika kapasitas gorong-gorong lebih besar dari pada
kapasitas pemasukan (inlet). Sedangkan kontrol di belakang terjadi jika kapasitas
gorong-gorong lebih kecil dari pada kapasitas pemasukan. Berikut ini adalah
rumus untuk perhitungan kapasitas gorong-gorong :
z g a C Q
d
. 2 .
(36) (2.38)
Dengan :
a = luas penampang gorong-gorong (m
2
),
z = selisih antara tinggi gorong-gorong dengan tinggi permukaan air (m),
C
d
= koefisien kontraksi pada sisi pemasukan. C
d
= 0,9 untuk ujung persegi dan
C
d
= 1 untuk ujung yang dibulatkan.
29
BAB III
DATA DAN PERHITUNGAN
3.1. Umum
Proses pelaksanaan studi ini pada prinsipnya terbagi dalam tiga bagian yaitu
pengumpulan data, pengolahan data atau perhitungan dan keluaran berupa hasil
analisa sebagai rekomendasi kepada pihak yang membutuhkan. Langkah-langkah
yang diambil dalam prosedur penelitian ini adalah studi literatur, survei dan
pengumpulan data. Pola pikir pelaksanaan studi dalam penelitian ini adalah seperti
yang digambarkan dalam bagan alir Gambar 3.1.
3.1 Studi Literatur
Studi literatur adalah studi kepustakaan guna mendapatkan teori-teori yang
berkaitan dengan analisa hidrologi berupa, analisa curah hujan, analisa distribusi
frekuensi, analisa intensitas hujan dan debit puncak dengan Metode Rasional.
3.2 Survei dan Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian ini dilakukan dengan
dua cara, yaitu survei lapangan dan survei instansional. Survei Lapangan
dilakukan dengan pengamatan langsung kondisi drainase eksisting, arah aliran air
limpasan yang terdapat di daerah tersebut.
a. Survei Lapangan
Penelitian dilakukan pada kawasan Jalan H.R. Subrantas. Daerah ini
secara geografis terletak pada pada 0
0
28' 37,6'' LU dan 101
0
22' 55,19'' BT,
dengan luas wilayah lebih kurang 127 hektar dan batas geografis sebelah utara
berbatasan dengan Kecamatan Payung Sekaki, sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Kampar, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar, dan
sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Marpoyan Damai. Lokasi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini:
30
S
umber : http://pekanbaru.go.id, 2010
Gambar 3.1 : Lokasi Penelitian
b. Survei Instansional
Data-data yang digunakan pada penulisan ini diperoleh dari Dinas terkait
di kota Pekanbaru. Data yang digunakan antara lain adalah data curah hujan,
topografi, dan tata guna lahan.
1. Data Curah Hujan
Data curah hujan yang dipergunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini
diambil dari stasiun pencatat hujan. Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang Penulis
kaji terletak pada Catchment Area Pekanbaru, yaitu pada Stasiun Pekanbaru.
Curah hujan yang dicatat selama 25 tahun yaitu curah hujan mulai tahun 1985
sampai tahun 2009.
2. Data Topografi
Kotamadya Pekanbaru terletak pada ketinggian rata-rata 5 meter di atas
permukaan laut. Kecuali di beberapa tempat seperti di sekitar Bandar Udara
Sultan Syarif Kasim II (SSK II) dan di bagian utara serta timur kota. Secara
umum kondisi wilayah Kotamadya Pekanbaru merupakan dataran rendah dengan
Lokasi
Penelitian
31
kemiringan lereng 0 2 %. Kecuali beberapa daerah di bagian utara dan di bagian
timur memiliki morfologi yang bergelombang dengan kemiringan di atas 40%.
3. Tata Guna Lahan
Kota Pekanbaru berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Tahun 2010 terbagi menjadi beberapa Wilayah Pengembangan (WP) antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Wilayah Pengembangan I
Terdiri dari 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Senapelan, Kecamatan Lima
Puluh, Kecamatan Pekanbaru Kota, Kecamatan Sukajadi dan Kecamatan
Sail. Selanjutnya WP I diarahkan fungsinya untuk pusat kegiatan
perdagangan dan jasa kepadatan tinggi, pusat kegiatan jasa perkantoran
lokal regional, dan internasional, pusat kegiatan pemerintahan provinsi dan
kawasan permukiman kepadatan tinggi.
b. Wilayah Pengembangan II
Terdiri dari 1 kecamatan, yaitu Kecamatan Rumbai. Selanjutnya WP II ini
diarahkan fungsinya untuk pusat kegiatan olahraga, kawasan pendidikan,
kawasan pemukiman, pusat kegiatan industri kecil, kawasan perdagangan
dan kawasan lindung.
c. Wilayah Pengembangan III
Terdiri dari 1 kecamatan, yaitu Kecamatan Rumbai Pesisir. WP III ini
diarahkan fungsinya untuk kawasan lindung, kawasan pemukiman, pusat
kegiatan pariwisata, kawasan industri dan kawasan pergudangan.
d. Wilayah Pengembangan IV
Terdiri dari 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan
Tenayan Raya. Selanjutnya WP IV ini diarahkan fungsinya untuk kawasan
permukiman, pusat kegiatan industri, kawasan pendidikan, pusat kegiatan
pergudangan, kawasan perdagangan, pusat kegiatan pemerintahan dan
kawasan rekreasi.
e. Wilayah Pengembangan V
32
Terdiri dari 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Tampan, Kecamatan Marpoyan
Damai dan Kecamatan Payung Sekaki. Selanjutnya WP V ini diarahkan
fungsinya untuk pusat kegiatan pendidikan tinggi, kawasan permukiman,
pusat kegiatan industri kecil, kawasan perkantoran, kawasan pemerintahan
dan kawasan perdagangan.
Dari uraian diatas lokasi penelitian berada pada wilayah pengembangan V
yang merupakan wilayah pemukiman dan perkantoran dan perdagangan. Tata
guna lahan dilokasi penelitian banyak dibangun bangunan rumah toko atau lazim
di sebut ruko.
3.1 Bagan Alir Penelitian
Tahap-tahap yang akan dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir adalah
pengumpulan data, pengolahan data dan evaluasi. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dalam bagan alir penelitian pada Gambar 3.2 berikut ini:
Data Pola Aliran Air
Pengumpulan Data
Data Tata Guna Lahan
Data Curah Hujan Harian Maksimum Data Saluran Drainase
Analisis Data Curah Hujan
Panjang Saluran
Penamaan Saluran
Drainase
Catchment Area (A)
A
Trase Saluran
A
Mulai
33

Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian
3.2 Analisa Hidrologi
Analisa hidrologi dilakukan untuk menentukan intensitas hujan. data yang
digunakan berupa data curah hujan harian 25 tahun (tahun 1985-2009), dari data
Debit Aliran
Q = 0,002778.C.I A
Hitung nilai C
Koefisien
Limpasan
Analisa Intensitas
Hujan (I)
Cek Dimensi Saluran Drainase
Perhitungan Dimensi
Saluran Drainase
Selesai
Tidak
Oke
Kesimpulan
Perubahan Dimensi
Saluran
Hitung nilai tc
Waktu
konsentrasi
34
tersebut dilakukan analisa frekuensi hujan, selanjutnya dihitung intensitas hujan
yang terjadi untuk durasi tertentu. Hasil perhitungan akan memperlihatkan
hubungan antara intensitas hujan dengan durasi dan frekuensi dalam grafik IDF
(Intensity Duration Frequency).
1.2.1 Penetapan Seri Data
Penetapan Seri data curah hujan harian maksimum Stasiun Pekanbaru
yang akan digunakan dalam analisis frekuensi diperoleh dengan metode maximum
annual series (Data Maksimum Tahunan). Data curah hujan harian maksimum
tersebut disajikan pada Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1. Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Pekanbaru
No Tahun
Curah Hujan Harian
Maksimum (mm)
1 2000 72
2 2005 87.5
3 2001 92
4 2004 95
5 2008 97
6 2006 99.5
7 1997 100.2
8 1986 100.8
9 1993 103
10 2007 107.5
11 2002 108.5
12 1985 112.2
13 1992 114
14 1995 114
15 1996 115.3
16 2003 119
17 2005 127
18 2009 130

Tabel 3.1. Lanjutan
No Tahun
Curah Hujan Harian
Maksimum (mm)
19 1991 133
20 1989 137.5
35
21 1999 139.5
22 1987 140.5
23 1998 145
24 1994 148.4
25 1990 160
Sumber : Perhitungan 2011
1.2.2. Analisa Frekuensi
Analisa frekuensi bertujuan untuk menentukan jenis distribusi yang sesuai
untuk mendapatkan curah hujan rencana. Pemilihan jenis distribusi curah hujan
yang sesuai berdasarkan nilai koefisien asimetris (Cs), koefisien variansi (Cv) dan
koefisien kurtosis (Ck). Koefisien tersebut didapat dengan menentukan nilai
parameter statistik dari data curah hujan maksimum tahunan.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat melalui prosedur berikut ini:
a. Menghitung nilai Rata-rata (average) dengan menggunakan Persamaan (2.1)
X=1252898,40=115,936 mm
b. Menghitung simpangan baku dengan menggunakan Persamaan (2.2)
s=125-111256,021/2=21,656
c. Menghitung Koefisien variansi menggunakan Persamaan (2.3)
Cv=21,656115,936=0,186
d. Menghitung asimetri (skewness) dengan menggunakan Persamaan (2.4)
Cs=2538854,1825-1(25-
2)21,6563=0,173
e. Menghitung nilai kurtosis dengan menggunakan Persamaan (2.5)
Ck=2521187086,9025-125-2(25-
3)21,6564
Ck=2,778
Hasil perhitungan parameter statistik selengkapnya disajikan pada Tabel 3.2
berikut ini.
36
Tabel 3.2. Parameter Statistik
No Tahun
Hujan
Maks Xi
(mm)
(Xi-Xrata)
2
(Xi-Xrata)
3
(Xi-Xrata)
4
1 2000 72,00 1930,372 -84812,828 3726336,429
2 2005 87,50 808,606 -22993,523 653843,818
3 2001 92,00 572,932 -13713,703 328251,187
4 2004 95,00 438,316 -9176,586 192121,000
5 2008 97,00 358,572 -6789,921 128573,948
6 2006 99,50 270,142 -4440,055 72976,752
7 1997 100,20 247,622 -3896,575 61316,504
8 1986 100,80 229,098 -3467,635 52486,121
9 1993 103,00 167,340 -2164,711 28002,708
10 2007 107,50 71,166 -600,357 5064,613
11 2002 108,50 55,294 -411,167 3057,437
12 1985 112,20 13,958 -52,146 194,817
13 1992 114,00 3,748 -7,256 14,048
14 1995 114,00 3,748 -7,256 14,048
15 1996 115,30 0,404 -0,257 0,164
16 2003 119,00 9,388 28,765 88,136
17 2005 127,00 122,412 1354,367 14984,721
18 2009 130,00 197,796 2781,804 39123,296
19 1991 133,00 291,180 4968,697 84785,848
20 1989 137,50 465,006 10027,391 216230,669
21 1999 139,50 555,262 13084,196 308315,995
22 1987 140,50 603,390 14821,674 364079,608
23 1998 145,00 844,716 24550,829 713545,283
24 1994 148,40 1053,911 34214,176 1110729,020
25 1990 160,00 1941,636 85556,253 3769950,729
Jumlah 2898,40 11256,018 38854,176 11874086,901
Nilai Log X rata-
rata Xrata-rata 115,936
Deviasi standar s 40,236
Koefisien variasi C
v 0,347
Koefisien skewnes C
s 0,027
Koefisien kurtosis C
k 5,130
f. Pemilihan jenis distribusi yang sesuai
Hasil perhitngan parameter statistik pada Tabel 3.2 dan sifat-sifat distribusi
pada Tabel 2.2, memperlihatkan bahwa distribusi yang sesuai dengan data yang
Sumber : Perhitungan, 2011
37
tersedia adalah distribusi Log Person III. Hasil pemilihan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 3.3 berikut ini
Tabel 3.3. Pemilihan distribusi yang sesuai
Distribusi Persyaratan
Hasil
Hitungan
Keterangan
Normal
(X rat s) = 68,27% 62,5%
Tidak
Memenuhi
(X rat 2s) = 95,44% 91,67%
Cs 0 0,027
Ck 3 5,130
Log Normal
Cs=Cv
3
+3Cv = 0,564 0,027
Tidak
Memenuhi
Ck=Cv
8
+6Cv
6
+15Cv
4
+16Cv
2
+3 =
3,57
1 5,130
Gumbel
Cs=1,14 0,027 Tidak
Memenuhi
Ck=5,4 5,130
Log Person III Selain dari nilai diatas Memenuhi
Sumber: Perhitungan 2011
Dari hasil perhitungan di atas, sesuai dari Tabel 2.2 maka dapat disimpulkan
bahwa distribusi yang dapat digunakan adalah distribusi Log Pearson Tipe III.
3.2.3 Distribusi Log Pearson Tipe III
Adapun langkah-langkah distribusi Log Pearson Tipe III adalah sebagai
berikut:
a. Penjumlahan hujan harian dari data yang tersedia
b. Mengubah data kedalam bentuk logaritmik dengan Persamaan (2.1)
X=log72=1,857
c. Menghitung harga rata-rata menggunakan Persamaan (2.2)
logX=51,42025=2,0658
d. Menghitung harga simpang baku menggunakan Persamaan (2.3)
S=250,16425-10,5
S=0,0827
e. Menghitung koefisien kemencengan menggunakan Persamaan (2.4)
G=25-0,0032225-125-20,08273
G=-0,2657
Hasil perhitungan lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.4
f. Menghitung logaritma hujan tahunan atau banjir periode ulang
Untuk T=2 tahun, G=-0,2657 berdasarkan Tabel 2.2 diperoleh nilai K
dengan interpolasi sebagai berikut:
38
K-0,2657=0,033+-0,2657+0,20-0,40+0,200,066-0,033
K-0,2657=0,04384
dengan menggunakan Persamaan (2.5) diperoleh:
logX2=2,0568+0,043840,0827
logX2=2,0604
X2=102,0604=111,924
Hasil perhitungan lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.
Tabel 3.4. Perhitungan Distribusi Log Pearson Tipe III
No Tahun
Hujan Maks
Xi (mm)
Log x
(Log X-
Log
Xrata)
2
(Log X-
Log
Xrata)
3
1 2000 72,0 1,857 0,03978 -0,00793
2 2005 87,5 1,942 0,01317 -0,00151
3 2001 92,0 1,964 0,00865 -0,00080
4 2004 95,0 1,978 0,00625 -0,00049
5 2008 97,0 1,987 0,00490 -0,00034
6 2006 99,5 1,998 0,00348 -0,00021
7 1997 100,2 2,001 0,00313 -0,00017
8 1986 100,8 2,003 0,00284 -0,00015
9 1993 103,0 2,013 0,00193 -0,00008
10 2007 107,5 2,031 0,00064 -0,00002
11 2002 108,5 2,035 0,00046 -0,00001
12 1985 112,2 2,05 0,00005 0,00000
13 1992 114,0 2,057 0,00000 0,00000
Tabel 3.4. Lanjutan
No Tahun
Hujan
Maks Xi
(mm)
Log x
(Log X-
Log
Xrata)
2
(Log X-
Log
Xrata)
3
14 1995 114,0 2,057 0,00000 0,00000
15 1996 115,3 2,062 0,00003 0,00000
16 2003 119,0 2,076 0,00035 0,00001
17 2005 127,0 2,104 0,00221 0,00010
18 2009 130,0 2,114 0,00327 0,00019
39
19 1991 133,0 2,124 0,00450 0,00030
20 1989 137,5 2,138 0,00664 0,00054
21 1999 139,5 2,145 0,00771 0,00068
22 1987 140,5 2,148 0,00826 0,00075
23 1998 145,0 2,161 0,01094 0,00114
24 1994 148,4 2,171 0,01314 0,00151
25 1990 160,0 2,204 0,02171 0,00320
Jumlah 2898,4 51,42 0,16404 -0,00332
Nilai Log X rata-
rata Log Xrata 2,0568
Deviasi standar s 0,0827
Sumber: Perhitungan 2011
Tabel 3.5 Hujan rancangan periode ulang T (tahun)
Kala ulang T
Nilai K Logaritma hujan Hujan XT
(tahun)
(dari tabel) Log Xt = Log Xrata+ K.s mm
2 0,04384 2,172 114,924
5 0,85164 2,160 133,028
10 1,24913 2,194 144,563
25 1,65569 2,215 156,196
Sumber: Perhitungan 2011
Tabel 3.5 merupakan hasil perhitungan hujan rencana untuk kala ulang 2, 5
10 dan 25 tahun, namun berdasarkan Tabel 2.1 untuk luas kawasan kecil dari 100
Ha maka periode ulang yang digunakan adalah 10 tahun. Sehingga untuk
perhitungan selanjutnya menggunakan hujan rancangan harian (R
24
) sebesar
144,563 mm.
3.2.4. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi
Hasil yang diperoleh dengan jenis distribusi teoritis yang digunakan (Log
Pearson Tipe III) dapat diuji kesesuaiannya dengan metode pengujian Smirnov-
Kolgomorov dan Chi-Kuadrat.
3.2.4.1.Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji ini dilakukan dengan memplot data debit harian dan probabilitasnya,
untuk memperoleh perbandingan empiris dalam bentuk grafis. Dari hasil plot ini
dapat diketahui penyimpangan terbesar (Dmaks). Penyimpangan ini kemudian
40
dibandingkan dengan penyimpangan kritik yang masih diijinkan (Do). Hasil
pengujian disajikan pada Tabel 3.5 dengan langkah-langkah perhitungan adalah
sebagai berikut:
1) Data curah hujan (X
i
) diurutkan dari besar ke kecil, dan ditentukan
probabilitas (P(X
i
)) masing-masing data tersebut, seperti yang terlihat pada
kolom 4 dan 5.
2) Untuk distribusi log person III data diubah dalam bentuk log (Xi), seperti
yang terlihat pada kolom 6.
3) Seperti yang telah dihitung pada sub-bab sebelumnya dengan menggunakan
Persamaan (2.7), (2.8) dan (2.9). diperoleh nilai log rata-rata (log X
rata-rata
)
adalah 2,056, simpangan baku (s) adalah 0,082 dan koefisien kemencengan
(G) adalah -0,2356.
4) Menentukan nilai K untuk masing-masing peluang (P(X
i
)) berdasarkan
Tabel 2.3, dengan cara interpolasi 2 arah sebagai berikut:
Untuk data hujan, Xi=160 mm dengan peluang P(X)=0,038 dan G=-0,2356
maka berdasarkan Tabel 2.2 nilai K berada pada P(X)=0,02 dan P(X)=0,04
terhadap G=-0,2 dan G=-0,4. Sehingga nilai K diperoleh dengan interpolasi
dua arah.
Arah pertama untuk G = -0,2 dengan P(X)=0,02 dan P(X)=0,04 diperoleh
nilai K adalah 1,945 dan 1,680. Maka nilai K adalah:
KPX=0,038=1,680+0,038-0,040,02-0,041,945-1,680=1,70
Untuk G = -0,4 dengan P(X)=0,02 dan P(X)=0,04 diperoleh nilai K adalah
1,834 dan 1,606. Maka nilai K adalah:
KPX=0,038=1,606+0,038-0,040,02-0,041,834-1,606=1,62
Dengan demikian dari interpolasi arah pertama diperoleh:
PX=0,038 dengan G=-0,2 K=1,70
PX=0,038 dengan G=-0,4 K=1,62
Kemudian dilakukan interpolasi lagi untuk P(X)=0,038 dan G=-0,2356,
sehingga diperoleh nilai K adalah sebagai berikut:
K=1,62+-0,2356+0,4-0,2+0,41,70-1,62=1,69
Perhitungan nilai K dilakukan untuk masing-masing probabilitas data curah
hujan.
41
5) Menentukan nilai log X
T
dengan menggunakan Persamaan 2.10 serta nilai
X
T
sehingga diperoleh hasil seperti yang disajikan dalam kolom 10 dan 11.
logXT=logX+KS
logXT=2,057+1,690,082=2,194
tinggi hujan untuk masing-masig peluang (X
T
) adalah,
XT=10Log (XT)
XT=102,194=156,250
42
m
Tahu
n
Curah
hujan Xi
(mm)
Curah hujan
telah diurut Xi
(mm)
P(x)
Log
(Xi)
Log Xi-
Log Xr
(Log Xi-Log
Xr)
2
(Log Xi-
Log Xr)
3
Log
(XT)
XT P'(x) DX
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13]
1 1985 112,2 160 0,038
2,2041
2 0,14733 0,02171 0,00320 2,195
156,79
1 0,001 0,037
2 1986 100,8 148,4 0,077
2,1714
3 0,11465 0,01314 0,00151 2,175
149,75
2 0,071 0,006
3 1987 140,5 145 0,115
2,1613
7 0,10458 0,01094 0,00114 2,148
140,59
3 0,166 0,051
4 1988 87,5 140,5 0,154
2,1476
8 0,09089 0,00826 0,00075 2,143
139,05
2 0,183 0,029
5 1989 137,5 139,5 0,192
2,1445
7 0,08779 0,00771 0,00068 2,138
137,52
8 0,200 0,007
6 1990 160 137,5 0,231
2,1383
0 0,08151 0,00664 0,00054 2,103
126,86
1 0,322 0,091
7 1991 133 133 0,269
2,1238
5 0,06706 0,00450 0,00030 2,100
125,96
8 0,333 0,063
8 1992 114 130 0,308
2,1139
4 0,05716 0,00327 0,00019 2,097
125,08
1 0,343 0,036
9 1993 103 127 0,346
2,1038
0 0,04702 0,00221 0,00010 2,094
124,20
0 0,354 0,008
10 1994 148,4 119 0,385
2,0755
5 0,01876 0,00035 0,00001 2,091
123,32
6 0,365 0,020
11 1995 114 115,3 0,423
2,0618
3 0,00504 0,00003 0,00000 2,088
122,45
8 0,376 0,048
12 1996 115,3 114 0,462
2,0569
0 0,00012 0,00000 0,00000 2,085
121,59
5 0,386 0,075
13 1997 100,2 114 0,500
2,0569
0 0,00012 0,00000 0,00000 2,082
120,73
9 0,397 0,103
14 1998 145 112,2 0,538
2,0499
9 -0,00680 0,00005 0,00000 2,033
107,98
9 0,566 0,028
15 1999 139,5 108,5 0,577
2,0354
3 -0,02136 0,00046 -0,00001 2,030
107,22
8 0,577 0,000
16 2000 72 107,5 0,615
2,0314
1 -0,02538 0,00064 -0,00002 2,027
106,47
2 0,587 0,028
Tabel 3.6 Uji Smirnov-Kolmogorov
43
17 2001 92 103 0,654
2,0128
4 -0,04395 0,00193 -0,00008 2,024
105,72
2 0,598 0,056
18 2002 108,5 100,8 0,692
2,0034
6 -0,05333 0,00284 -0,00015 2,021
104,97
6 0,609 0,083
19 2003 119 100,2 0,731
2,0008
7 -0,05592 0,00313 -0,00017 2,018
104,23
6 0,620 0,111
20 2004 95 99,5 0,769
1,9978
2 -0,05897 0,00348 -0,00021 2,015
103,50
1 0,630 0,139
21 2005 127 97 0,808
1,9867
7 -0,07002 0,00490 -0,00034 1,938 86,684 0,899 0,091
22 2006 99,5 95 0,846
1,9777
2 -0,07906 0,00625 -0,00049 1,929 84,989 0,929 0,083
23 2007 107,5 92 0,885
1,9637
9 -0,09300 0,00865 -0,00080 1,921 83,327 0,959 0,074
24 2008 97 87,5 0,923
1,9420
1 -0,11478 0,01317 -0,00151 1,912 81,698 0,989 0,066
25 2009 130 72 0,962
1,8573
3 -0,19946 0,03978 -0,00793 1,904 80,100 1,019 0,057
Jumlah 2898,4 2898,4 12,500 51,420 0,000 0,16404 -0,00332 DX max 0,139
Rata-rata 115,936 115,936 0,500 2,057 0,000
0,00656146
1 -0,000133 DX kritik (Tabel 2.4) 0,27
Sumber: Perhitugan,2011
44
3.2.4.1. Uji ChiKuadrat
Uji Chi Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah Persamaan
distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel
data yang dianalisis.
Pembagian (K) berdasarkan panjang data pengamatan (n) selama 25 tahun
dengan Persamaan (2.12) adalah sebagai berikut:
) 25 log 322 , 3 ( 1 + K
K = 5,644 ~ 6
Diperoleh 6 sub-bagian data pengamatan dengan interval peluang yaitu:
P = 0,1667 (16,67%), berdasarkan persamaan garis pada Persamaan (3-1) yakni:
) 0827 , 0 ( 057 , 2 + K LogX
T
, maka diperoleh harga X
T
sebagai berikut:
Contoh Perhitungan Untuk P = 0,1667
Dengan interpolasi nilai Cs = -0,2 dan Cs = -0,4 pada Tabel 2.2 didapat untuk
Cs = -0,266 nilai K = 0,984
) 0827 , 0 984 , 0 ( 057 , 2 +
T
LogX
= 2,14
X
T
= 137.45
Nilai X
T
untuk besar peluang (P) 33,34;50,01; 66,68 dan 83,35 dapat
dilihat pada Tabel 3.7 berikut:
Tabel 3.7. Perhitungan Nilai X
T
Untuk Tiap Peluang
No P (%) K S Log X Anti Log
1 16,67 0,984 0,083 2,14 137,45
2 33,34 0,492 0,083 2,10 125,17
3 50,01 0,044 0,083 2,06 114,92
4 66,68 -0,439 0,083 2,02 104,82
5 83,35 -1,124 0,083 1,96 92,02
Sumber: Hasil Perhitungan, 2011
45
Perhitungan uji Chi Kuadrat distribusi Log-Pearson Tipe III untuk data
curah hujan harian dari tahun 1985 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.8. berikut
ini.
Tabel 3.8. Perhitungan Uji Chi Kuadrat
No Kelas Batas kelas Ei Oi (Oi-Ei)
2
((Oi-Ei)
2
)/Ei
1 I 137,45 x 4,17 6 3,36 0,807
2 II 125,17 137,45 4,17 3 1,36 0,327
3 III 114,92 125,17 4,17 2 4,69 1,127
4 IV 104,82 114,92 4,17 5 0,69 0,167
5 V 92,02 104,82 4,17 6 3,36 0,807
6 VI x 92,02 4,17 3 1,36 0,327
Jumlah 25 25 14,83 3,560
Sumber: Hasil Perhitungan, 2011
Berdasarkan Persamaan (2.11) yang ditampilkan pada perhitungan Tabel
3.8 di atas maka diperoleh:

h
2
=
17 , 4
83 , 14
= 3,56
Dengan K = 6 dan parameter yang terikat untuk distribusi Log Pearson Tipe III =
2, maka derajat kebebasannya diperoleh dengan Persamaan (2.13):
Dk = 6 ( 2 + 1 ) = 3
Berdasarkan Tabel 2.4 Untuk Dk = 3 dan = 5% diperoleh harga
2
cr
=
7,815, dengan demikian
h
2
= 3,56 <
2
cr
= 7,815, sehingga dapat disimpulkan
bahwa distribusi Log Pearson Tipe III dapat diterima.
3.2.4. Intensitas Hujan
Perencanaan sistem drainase memerlukan perkiraan debit puncak pada
daerah tangkapan kecil dengan cara menganalisa grafik IDF atau hubungan antara
intensitas hujan dengan durasi dan frekuensi. Untuk memperoleh grafik IDF dari
data curah hujan harian dilakukan dengan metode Mononobe Persamaan (2.8)
dengan prosedur sebagai berikut:
a. Curah hujan rencana harian diperoleh dari perhitungan analisa frekuensi
dengan menggunakan distribusi Log person III seperti yang terlihat pada
Tabel 3.4.
46
b. Menentukan durasi singkat terjadinya hujan, untuk perencanaan sistem
drainase durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi aliran (Tc)
c. Menghitung intensitas hujan sebagai berikut:
Misalkan untuk durasi hujan 60 menit = 1 jam dengan hujan rencana harian
133,028 mm (kala ulang 5 tahun)
It=R242424t23
It=133,0282424123=46,465 mm/jam
Hitungan yang sama dilanjutkan untuk durasi dan kedalaman hujan yang
lain. Hasil hitungan seperti yang terlihat pada Tabel 3.9.
d. Hasil perhitungan yang ada dalam Tabel 3.9 diplot dalam bentuk garafik
IDF (Intensitas Durasi Frekuensi).
Tabel 3.9. Perhitungan Intensitas hujan
Durasi
Intensitas (mm/jam)
2 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahun
Menit Jam 114,924 134,028 144,563 156,196
15 0,25 100,396 117,084 126,288 136,450
30 0,5 63,245 73,759 79,556 85,958
45 0,75 48,265 56,288 60,713 65,598
60 1 39,842 46,465 50,117 54,150
120 2 25,099 29,271 31,572 34,112
180 3 19,154 22,338 24,094 26,033
360 6 12,066 14,072 15,178 16,400
720 12 7,601 8,865 9,562 10,331
Sumber : Hasil Perhitungan 2011
3.2.4. Menentukan Luas Daerah Tangkapan Aliran (DTA)
Daerah Tangkapan Aliran merupakan area tangkapan air hujan yang akan
dilayani suatu saluran. Tiap saluran mempunyai luas DTA yang berbeda dimana
makin ke hilir saluran luas DTA akan semakin besar sehingga debit yang akan
melewati saluran tersebut juga semakin besar. Perhitungan luas DTA dimulai
dengan menghitung masing-masing luas area setiap ruas jalan yang dilayani dari
hulu hingga ke hilir saluran.
47
48
Gambar 3.3 Batas catchment area yang diperhitungkan, (perhitungan 2011)
49
3.2.7. Menghitung Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran ditentukan dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap
bagian penutup lahan pada kawasan tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel
koefisien limpasan yang ada. Nilai koefisien limpasan pada Tabel 2.6 merupakan
nilai koefisien masing-masing penutup lahan. Nilai koefisien limpasan yang
dipakai dalam perhitungan debit adalah nilai koefisien (C) yang mewakili seluruh
bagian daerah tangkapan. Nilai koefisien (C) untuk area jalan Rajawali dihitung
dengan cara sebagai berikut, yaitu:
a. Menentukan nilai koefisien limpasan (C
i
) untuk luas tersebut dengan
menggunakan Tabel 2.6
b. Mengulangi perhitungan tersebut untuk mendapatkan koefisien limpasan
area pada tiap ruas saluran.
3.2.8 Menghitung Waktu Konsentrasi Aliran
Waktu konsentrasi aliran dihitung dengan menggunakan metode Kirpich
(1940). Waktu konsentrasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu waktu yang
dibutuhkan air untuk mengalir menuju saluran terdekat atau disebut dengan waktu
inlet (t
0
) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai ke titik
keluaran atau disebut dengan waktu drain (t
d
) sehingga waktu konsentrasi aliran
dari area tangkapan merupakan penjumlahan dari waktu inlet dan waktu drain.
Untuk menentukan waktu inlet tiap luas area, sebelumnya dihitung terlebih
dahulu panjang lintasan aliran (L) dari titik air terjauh sampai ke saluran drainane
terdekat, kemudian ditentukan koefisien kekasaran (n) tiap luas area yang
diperoleh dari Tabel 2.7 dan kemiringan masing-masing lahan (S), selanjutnya
dihitung waktu inlet dengan menggunakan Persamaan (2.15).
Sebagai contoh perhitungan waktu inlet untuk area jalan HR.Soebrantas,
dari software Google Earth dapat dihitung panjang lintasan aliran lahan, L =
243,46 m, dari Tabel 2.7 diperoleh nilai koefisien kekasaran (n) untuk lahan kedap
air adalah 0,02 dan kemiringan (S) untuk lahan datar adalah 0,15% (sesuai dengan
kondisi eksisting). Sehingga dengan menggunakan persamaan Kirpich diperoleh
waktu inlet adalah sebagai berikut:
50

,
_


S
n
L t 28 , 3
3
2
0
93 , 86
0015 , 0
02 , 0
46 , 243 28 , 3
3
2
0

,
_

t
menit = 1,45 jam
Setelah waktu inlet (t
0
) diperoleh selanjutnya dihitung waktu drain (t
d
)
tiap-tiap saluran drainase dengan menggunakan Persamaan (2.16). Panjang
saluran (L
s
) diperoleh dari software Google Earth dan kecepatan izin aliran air
dalam saluran diperoleh dari Tabel 2.9. Sebagai contoh perhitungan waktu drain
untuk area jalan HR.Soebrantas, dengan panjang saluran (L
s
) adalah 1258,05 m
dan kecepatan aliran air dalam saluran adalah 1,5 m/detik sehingga diperoleh
waktu drain saluran sebagai berikut:
V
L
t
s
d
60

98 , 13
5 , 1 60
05 , 1258

d
t
menit = 0,23 jam
Dengan demikian, maka diperoleh waktu konsentrasi aliran adalah, sebagai
berikut:
rajawali d lahan c
t t t +
0
23 , 0 45 , 1 +
c
t
= 0,23 jam
Perhitungan dilanjutkan untuk saluran berikutnya, jika saluran tersebut
mempunyai beberapa DTA maka digunakan waktu konsentrasi yang terlama dari
DTA tersebut. Hasil perhitungan waktu kosentrasi masing-masing saluran
drainase disajikan dalam Tabel 3.11.
51
Waktu kosentrasi aliran digunakan untuk menghitung intensitas hujan.
Debit puncak dalam saluran tercapai jika seluruh bagian dari DTA telah
memberikan kontribusi aliran secara bersama, oleh karena itu durasi hujan yang
digunakan untuk menghitung intensitas hujan harus sama atau lebih besar dari
waktu konsentrasi aliran. Sehingga dengan memasukkan durasi hujan atau waktu
konsentrasi dalam Persamaan (2.22) diperoleh intensitas hujan. Sebagai contoh
perhitungan intensitas hujan untuk area jalan H.R Subrantas adalah sebagai
berikut:
a. Curah hujan rencana yang digunakan untuk daerah perkotaan adalah 10
tahun.
b. Waktu konsentrasi untuk area jalan Angkasa kiri adalah 1,68 jam
Sehingga diperoleh intensitas hujan untuk jalan H.R Subrantas adalah
sebagai berikut:
3
2
24
24
24

,
_

t
R
I
t
44 , 35
68 , 1
24
24
563 , 145
3
2

,
_

t
I
mm/jam
Untuk perhitungan intensitas selanjutnya pada berbagai kala ulang disajikan
dalam Tabel 4.1.
3.2.9 Menghitung Debit Banjir Rencana
Debit aliran dihitung persaluran drainase, besarnya debit yang dilayani
bervariasi sesuai tata guna lahan dan luas DTA serta intensitas hutan yang terjadi.
Perhitungan debit aliran dalam saluran dimulai dari hulu hingga ke hilir saluran.
Besarnya debit banjir rancangan merupakan penjumlahan dari debit limbah
domestik dengan debit air hujan.
3.2.9.1 Perhitungan Debit Limbah Domestik
52
Untuk memperkirakan jumlah air kotor yang mengalir ke areal drainase
daerah pengaliran Jalan H.R. Soebrantas, maka terlebih dahulu kita harus
mengetahui kebutuhan air rata-rata dan jumlah air buangan serta jumlah penduduk
pada daerah kajian. Diasumsikan kebutuhan air rata-rata penduduk yang dominan
sebagai limbah domestik adalah tipe rumah tangga dan dalam kajian ini ditetapkan
untuk rumah tangga sedang yaitu 150 liter/jiwa/hari. Dari jumlah kebutuhan air
tiap hari dianggap besarnya air yang terpakai adalah 80 % dari kebutuhan air
bersih (berdasarkan RTRK Kota Pekanbaru), sehingga besarnya air buangan
penduduk adalah :
% 80 150
= 120 liter/jiwa/hari
Dengan mengasumsikan bahwa pemakaian kebutuhan air pada rumah
tangga tersebut terjadi terus menerus selama 24 jam setiap harinya maka harga di-
atas perlu dikonversikan lagi menjadi :
Buangan per jiwa =
60 60 24
120

= 0,0014 liter/jiwa/detik
Selanjutnya akan dihitung debt limbah domestik yang mengalir pada suatu
daerah pada setiap hektar denga menggunakan rumus :
A Kr Q 0014 , 0
Dengan : Q = Debit limbah domestik (liter/detik)
Kr = Kepadatan rata-rata (jiwa/ha)
Buangan per jiwa = 0,0014 (lt/jiwa/detik)
A = Luas cathment area (ha)
Kepadatan rata-rata penduduk untuk kecamatan Tampan adalah 16 jiwa/ha
(sumber: BPS Kota Pekanbaru 2008), dapat dilihat pada Tabel 3.10.
Contoh perhitungan debit limbah domestik untuk jalan HR.Soebrantas adalah
sebagai berikut :
Q limbah domestik =
0014 , 0 16
13,15 = 0,29 liter/detik
53
3.2.9.2 Perhitungan Debit Air Hujan
Untuk perhitungan debit air hujan juga akan dihitungan pada setiap ruas
jalan yang ada di daerah pengaliran jalan HR. Soebrantas. Berikut adalah contoh
perhitungan debit aliran dalam saluran drainase jalan H.R Subrantas, dimana luas
DTA adalah 13,150 ha koefisien pengaliran C adalah 0,9 dan intensitas hujan
adalah 35,44 mm/detik, maka debit saluran adalah:
Q = F.C.I.A
Q = 0,002778

0,9

35,44

13,150 = 1,165 m
3
/detik
Perhitungan dilanjutkan untuk saluran drainase berikutnya sampai ke titik
pembuangan akhir. Hasil perhitungan debit air hujan untuk kala ulang 10 tahun
dapat dilihat dalam Tabel. 3.11.
Berikut ini adalah contoh perhitungan debit banjir rencana pada jalan
H.R.Soebrantas :
Q rencana = Q limbah domestik + Q air hujan
= 1,169 + 0,00029
= 1,16929 m
3
/detik
Tabel 3.10 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2008
Wilayah
Pengembangan
(WP)
Kecamatan
Luas area
(Ha)
Jumlah
Penduduk
Kepadatan
Penduduk
(jiwa/ha)
WP-I
Pekanbaru Kota 226 31,350 139
Senapelan 665 39,436 59
Limapuluh 404 44,857 111
Sukajadi 377 55,986 148
Sail 327 23,571 72
Jumlah WP-I 1995 195,200 98
WP-II Rumbai 12544 51258 4
WP-III Rumbai Pesisir 16135 64,995 4
WP-IV
Tenayan Raya 16216 97,529 6
Bukit Raya 2198 84,109 38
Jumlah WP-IV 20089 181,638 9
WP-V Payung Sekaki 4236 73,261 17
Tampan 6080 99,234 16
54
Marpoyan Damai 2965 128,907 43
Jumlah WP-V 13221 301,402 23
Jumlah 33909 794,493 23
Sumber : BPS Kota Pekanbar 2010
Tabel 3.11 Perhitungan Intensitas
Nama Saluran
Panjang
Saluran
Koefisien
Pengaliran
Wilayah
to td
Total
Kwsn
(Tc)
Total
Kwsn
(Tc)
R24 Intensitas
m Jam Jam Jam Jam mm mm/jam
SD RAJAWALI I 461,25 0.9 0,58 0,06 0,64 1,68 144,563 35,44
SD 1 KA 196,11 0.9 0,65 0,02 0,67 1,68 144,563 35,44
SD 1 KI 196,11
0.9 0,43 0,02 0,45 1,68
144,563
35,44
SD RAJAWALI II KI 491,9
0.9 0,51 0,06 0,57 1,68
144,563
35,44
SD 2 KA 169,59
0.9 0,53 0,02 0,54 1,68
144,563
35,44
SD 2 KI 169,49
0.9 0,46 0,02 0,48 1,68
144,563
35,44
SD SM AMIN 1330,59 0.9 0,73 0,27 1,00 1,68 144,563 35,44
SD 3 KA 269,48 0.9 0,47 0,03 0,50 1,68 144,563 35,44
SD 3 KI 263,83 0.9 0,62 0,03 0,65 1,68 144,563 35,44
SD RAJAWALI II KA 245,78
0.9 0,62 0,08 0,70 1,68
144,563
35,44
SD 5 KA 239,87 0.9 0,62 0,06 0,68 1,68 144,563 35,44
SD 5 KI 239,16
0.9 0,81 0,02 0,83 1,68
144,563
35,44
SD RAJAWALI KA 438,26 0.9 0,80 0,17 0,97 1,68 144,563 35,44
SD RAJAWALI KI 339,33
0.9 0,52 0,05 0,57 1,68
144,563
35,44
SD RAMBAI KA 361,53
0.9 0,14 0,06 0,20 1,68
144,563
35,44
SD RAMBAI KI 384,12
0.9 0,81 0,06 0,86 1,68
144,563
35,44
SD 4 184,56 0.9 0,62 0,02 0,63 1,68 144,563 35,44
SD 6 138,22
0.9 0,33 0,02 0,35 1,68
144,563
35,44
SD 7 KA 139,96 0.9 0,29 0,03 0,33 1,68 144,563 35,44
SD 7 KI 140,04 0.9 0,39 0,01 0,40 1,68 144,563 35,44
SD 8 KA 368,14
0.9 0,30 0,06 0,36 1,68
144,563
35,44
SD 8 KI 333,99
0.9 0,30 0,05 0,35 1,68
144,563
35,44
SD 9 105,55 0.9 0,33 0,04 0,37 1,68 144,563 35,44
SD 10 103,98 0.9 0,27 0,01 0,28 1,68 144,563 35,44
SD ANGKASA KA 398,83
0.9 0,42 0,07 0,48 1,68
144,563
35,44
SD ANGKASA KI 509,37 0.9 0,13 0,06 0,19 1,68 144,563 35,44
55
SD DAMAI KA 381,62 0.9 1,22 0,07 1,28 1,68 144,563 35,44
SD DAMAI KI 251,35
0.9 0,35 0,03 0,38 1,68
144,563
35,44
SD DELIMA 449,91
0.9 1,45 0,08 1,53 1,68
144,563
35,44
SD HR SOEBRANTAS 1014,59
0.9 1,45 0,23 1,68 1,68
144,563
35,44
Sumber : Perhitungan 2011
56
Tabel 3.12 Perhitungan Debit
Nama Saluran
Panjan
g
Salura
n
Lebar
Exixtin
g Jalan
Luas
Tangkapan
Aliran
Kepadat
an
Pendudu
k
Rata-
Rata
Buanga
n
Koefisien
Pengalira
n
Wilayah
Intensit
as
Debit Saluran
Kawasa
n
Jala
n
Kawasa
n
Kawasa
n
Q
domestik
Total
m m Ha Ha Jiwa/Ha
m3/har
i
mm/jam m3/det m3/det
m3/d
et
SD RAJAWALI I 461,25 6 3,14 0,138 16 6,294 0,9 35,437 0,278 0,00007 0,278
SD 1 KA 196,11 5 4,184 0,049 16 8,128 0,9 35,437 0,371 0,00009 0,371
SD 1 KI 196,11 5 0,681 0,049 16 1,402 0,9 35,437 0,06 0,00002 0,06
SD RAJAWALI II
KI 491,9 6 3,518 0,148 16 7,038 0,9 35,437 0,312 0,00008 0,312
SD 2 KA 169,59 5 0,731 0,042 16 1,485 0,9 35,437 0,065 0,00002 0,065
SD 2 KI 169,49 5 0,66 0,042 16 1,348 0,9 35,437 0,058 0,00001 0,058
SD SM AMIN 1330,59 16 11,069 1,064 16 23,296 0,9 35,437 0,981 0,00025 0,981
SD 3 KA 269,48 5 1,513 0,067 16 3,034 0,9 35,437 0,134 0,00003 0,134
SD 3 KI 263,83 5 1,6 0,066 16 3,199 0,9 35,437 0,142 0,00004 0,142
SD RAJAWALI II
KA 245,78 6 2,803 0,074 16 5,524 0,9 35,437 0,248 0,00006 0,248
SD 5 KA 239,87 5 2,469 0,06 16 4,856 0,9 35,437 0,219 0,00006 0,219
SD 5 KI 239,16 5 1,859 0,06 16 3,683 0,9 35,437 0,165 0,00004 0,165
SD RAJAWALI KA 438,26 6 3,062 0,131 16 6,132 0,9 35,437 0,271 0,00007 0,271
SD RAJAWALI KI 339,33 6 2,29 0,102 16 4,592 0,9 35,437 0,203 0,00005 0,203
Sumber : Perhitungan 2011
57
Tabel 3.12 Perhitungan Debit
Nama Saluran
Panjan
g
Salura
n
Lebar
Exixtin
g Jalan
Luas
Tangkapan
Aliran
Kepadat
an
Pendudu
k
Rata-
Rata
Buanga
n
Koefisien
Pengalira
n
Wilayah
Intensit
as
Debit Saluran
Kawasa
n
Jala
n
Kawasa
n
Kawasa
n
Q
domestik
Total
m m Ha Ha Jiwa/Ha
m3/har
i
mm/jam m3/det m3/det
m3/d
et
SD RAMBAI KA 361,53 5 3,066 0,09 16 6,06 0,9 35,437 0,272 0,00007 0,272
SD RAMBAI KI 384,12 5 2,999 0,096 16 5,943 0,9 35,437 0,266 0,00007 0,266
SD 4 184,56 5 0,976 0,046 16 1,963 0,9 35,437 0,086 0,00002 0,086
SD 6 138,22 5 0,483 0,035 16 0,994 0,9 35,437 0,043 0,00001 0,043
SD 7 KA 139,96 5 0,681 0,035 16 1,375 0,9 35,437 0,06 0,00002 0,06
SD 7 KI 140,04 5 0,454 0,035 16 0,939 0,9 35,437 0,04 0,00001 0,04
SD 8 KA 368,14 5 0,878 0,092 16 1,862 0,9 35,437 0,078 0,00002 0,078
SD 8 KI 333,99 5 1,607 0,083 16 3,246 0,9 35,437 0,142 0,00004 0,142
SD 9 105,55 5 0,775 0,026 16 1,539 0,9 35,437 0,069 0,00002 0,069
SD 10 103,98 5 0,238 0,026 16 0,507 0,9 35,437 0,021 0,00001 0,021
SD ANGKASA KA 398,83 5 3,417 0,1 16 6,752 0,9 35,437 0,303 0,00008 0,303
SD ANGKASA KI 509,37 5 0,747 0,127 16 1,679 0,9 35,437 0,066 0,00002 0,066
SD DAMAI KA 381,62 5 8,343 0,095 16 16,202 0,9 35,437 0,739 0,00019 0,739
SD DAMAI KI 251,35 5 1,451 0,063 16 2,907 0,9 35,437 0,129 0,00003 0,129
SD DELIMA 449,91 5 7,82 0,112 16 15,23 0,9 35,437 0,693 0,00018 0,693
SD HR
SOEBRANTAS 1014,59 16 13,15 0,812 16 26,807 0,9 35,437 1,165 0,00029 1,165
Sumber : Perhitungan 2011
58
59
3.2.10Pola Aliran
Dari peta topografi dapat dilihat gambar skema jaringan drainase, pola
alirannya berikut garis kontur sehingga dapat diketahui arah aliran dari setiap
drainase yang ada. Berdasarkan peta tersebut dapat digambar suatu skema
jaringan drainase untuk berbagai kala ulang dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar pola aliran dan arah aliran pada sebagian besar perencanaan drainase
mengikuti pola aliran yang telah ada sebelumnya, disamping memudahkan dalam
perencanaan juga tidak memerlukan pembebasan lahan penduduk.
Dalam kajian ini pola aliran yang akan digunakan adalah pola aliran
alamiah atau pola aliran yang telah terbentuk sebelumnya karena pola aliran
tersebut sudah dianggap stabil dan cukup efektif serta telah teruji selama
bertahun-tahun. Disamping itu, kawasan kajian merupakan kawasan pusat kota
dengan situasi dan keadaan yang cukup kompleks sehingga bila diadakan
pembebasan lahan sulit sekali untuk dilakukan dan apabila dilakukan perubahan
pola aliran maka membutuhkan dana yang cukup besar untuk pembebasan lahan
dan permasalahan yang dihadapi semakin kompleks.
Hal yang harus dilakukan dalam menangani masalah banjir di daerah
perkotaan padat adalah dengan mengkaji kembali saluran drainase yang ada
dengan menganalisa kapasitas saluran terhadap debit yang masuk. Apabila terjadi
banjir, maka solusi yang tepat adalah melakukan pengerukan dasar saluran atau
mengubah dimensi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran.
Untuk lebih memahami dari isi kajian ini pola dan arah aliran dapat dilihat
pada Gambar 3.5.
60
Gambar 3.4 Lokasi Daerah Genangan dan Pola Aliran, (Perhitungan 2011)
61
3.3 Analisa Hidrolika
3.3.1 Drainase Eksisting
Drainase eksisting adalah drainase yang ada di lapangan dan biasanya
drainase eksisting ada yang masih alamiah dan tidak terdapat bangunan-bangunan
penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu atau beton, gorong-gorong
dan lain-lain. Saluran ini terbentuk dari gerusan air yang bergerak karena gravitasi
yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai. Serta ada
sebagian lagi yang sudah dibuat pasangan batu atau beton dan bangunan
penunjang lain seperti gorong-gorong, pipa-pipa, bangunan pelimpah dan lain
sebagainya. Biasanya drainase ini terletak di tengah kota atau di komplek
perumahan yang sudah direncanakan dari awal.
Dalam kajian tugas akhir ini karena pada umumnya luas daerah tangkapan
(cathcment area) lokasi studi berada pada kawasan perkotaan, maka sebagian
besar drainase eksistingnya sudah dibuat dari pasangan batu atau beton dan hanya
sebagian kecil saja yang drainase eksistingnya masih alamiah.
Selanjutnya antara drainase eksisting dengan debit rencana yang telah
dihitung, maka akan dapat dilihat apakah kondisi eksisting yang ada sekarang
kapasitasnya memenuhi atau tidak memenuhi sehingga perlu didimensi ulang.
Untuk itu dibuat suatu perbandingan antara drainase eksisting dengan debit
rencana yang dihasilkan yang dapat dilihat pada Tabel 4.6.
3.3.2 Drainase Rencana
Dalam perhitungan dimensi saluran drainase daerah pengaliran Jalan HR
Soebrantas ini direncanakan saluran berbentuk segi empat dan trapesium
mengikuti penampang saluran pada kondisi eksisting yang ada, sedangkan harga
kemiringan saluran (S) juga mengikuti kemiringan saluran pada kondisi eksisting
yang ada.
Perhitungan dimensi saluran menggunakan harga debit banjir rencana
dengan kala ulang 10 tahun (karena daerah yang dikaji merupakan perkotaan
padat) yang telah dihitung sebelumnya yaitu penjumlahan debit limbah domestik
dan debit air hujan.
62
Dari perbandingan drainase eksisting terhadap drainase rencana, maka
dapat dilihat bahwa saluran yang kapasitasnya tidak memenuhi terhadap debit
yang masuk adalah saluran pada jalan Rajawali, jalan S.M Amin, jalan Rambai.
Sehingga saluran tersebut perlu dikaji ulang agar dapat menampung debit
limpasan yang terjadi.
Berkut ini adalah perhitungan dimensi rencana pada saluran jalan
H.R.Soebrantas sebagai berikut :
Diketahui :
Qr = 1,165 m
3
/detik
i = 0,0015 (kemiringan dasar saluran mengikuti kemiringan dasar saluran
pada kondisi eksisting)
a) Penampang terbaik untuk saluran persegi empat adalah :
A = 2H
2
, P = 4H, R =
h
H
H
P
A
2
1
4
2
2

0,5H
b) Kecepatan aliran dihitung dengan persamaan :
2
1
3
2
. .
1
i R
n
V
2
1
3
2
0015 , 0 . ) 5 , 0 .(
0215 , 0
1
h V
det / 135 , 1
3
2
m h V
c) Debit banjir dihitung dengan persamaan
Q =
A V
1,165 =
) 2 ( ) 135 , 1 (
2
3
2
H H
1,165 =
3
8
27 , 2 H

63
H =
8
3
27 , 2
165 , 1

,
_

H = 0,779

0,8 m
d) Luas penampang basah saluran (A), dihitung dengan menggunakan
persamaan :
A = B.H
A = 2.H
2
A = 2.(0,8)
2
A = 1,28 m
2
B =
H
A

B =
8 , 0
28 , 1

B = 1,6 m
Tinggi jagaan (freeboard) yang dipakai untuk debit 0,00 sampai dengan
0,30 m
3
/detik adalah 0,30 m. Gambar 3.5 menunjukan penampang melintang
dimensi saluran rencana untuk jalan HR.Soebrantas.
f = 0,30 m
H = 0,8 m
B = 1,6 m
Gambar 3.5 Dimensi Saluran Rencana Jalan H.R. Soebrantas
64
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Perhitungan Hidrologi
4.1.1 Curah Hujan Rencana
Hasil perhitungan curah hujan rencana untuk berbagai kala ulang dapat
dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Curah Hujan Rencana Kala Ulang T (tahun)
Periode
Ulang
Probabilitas Log X
Curah Hujan
Rencana (mm)
2 50 2,172 114,924
5 20 2,160 133,028
10 10 2,194 144,563
25 4 2,215 156,196
50 2 2,233 163,898
Sumber : hasil perhitungan, 2011
4.1.2 Intensitas Curah Hujan
Hasil perhitungan intensitas curah hujan pada berbagai kala ulang dapat
dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Durasi
Intensitas (mm/jam)
2 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahun
Menit Jam 114,924 134,028 144,563 156,196
15 0,25 100,396 117,084 126,288 136,450
65
30 0,5 63,245 73,759 79,556 85,958
45 0,75 48,265 56,288 60,713 65,598
60 1 39,842 46,465 50,117 54,150
120 2 25,099 29,271 31,572 34,112
180 3 19,154 22,338 24,094 26,033
360 6 12,066 14,072 15,178 16,400
720 12 7,601 8,865 9,562 10,331
Sumber : hasil perhitungan, 2011
Tinggi hujan untuk waktu yang lebih pendek diperoleh dari analisa IDF
(Intensitas Durasi dan Frekuensi), dimana hasil analisa IDF diperoleh Grafik
seperti berikut ini.
Gambar 4.1. Grafik IDF (hasil perhitungan, 2011)
4.1.3 Hasil Perhitungan Debit Banjir Rencana
Hasil Perhitungan debit rencana yang terjadi pada masing-masing saluran
drainase sekunder kala ulang 10 tahun disajikan pada Tabel 4.3 berikut ini.
Debit banjir existing didapat dari pengukuran dimensi saluran existing.
Untuk mendapatkan besarnya limpasan yang terjadi maka hasil perhitungan debit
rencana yang tersaji pada Tabel 4.3 diatas dikurangi dengan debit banjir existing.
Hasil perhitungan limpasan yang terjadi disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Debit Banjir Rencana di Jl. HR.Soebrantas
N
O
Nama Saluran
Debit
Air
Hujan
Debit
Limbah
Domestik
Debit
Banjir
Rencana
m3/det m3/det m3/det
1
SD RAJAWALI I
0,278 0,00007 0,278
2 SD 1 KA 0,371 0,00009 0,371
3 SD 1 KI 0,060 0,00002 0,060
4 SD RAJAWALI II KI 0,312 0,00008 0,312
5 SD 2 KA 0,065 0,00002 0,065
66
6 SD 2 KI 0,058 0,00001 0,058
7 SD SM AMIN 0,981 0,00025 0,981
8 SD 3 KA 0,134 0,00003 0,134
9 SD 3 KI 0,142 0,00004 0,142
10 SD RAJAWALI II KA 0,248 0,00006 0,248
11 SD 5 KA 0,219 0,00006 0,219
12 SD 5 KI 0,165 0,00004 0,165
13 SD RAJAWALI KA 0,271 0,00007 0,271
14 SD RAJAWALI KI 0,203 0,00005 0,203
15 SD RAMBAI KA 0,272 0,00007 0,272
16 SD RAMBAI KI 0,266 0,00007 0,266
17 SD 4 0,086 0,00002 0,086
18 SD 6 0,043 0,00001 0,043
19 SD 7 KA 0,060 0,00002 0,060
20 SD 7 KI 0,040 0,00001 0,040
21 SD 8 KA 0,078 0,00002 0,078
22 SD 8 KI 0,142 0,00004 0,142
23 SD 9 0,069 0,00002 0,069
24 SD 10 0,021 0,00001 0,021
25 SD ANGKASA KA 0,303 0,00008 0,303
26 SD ANGKASA KI 0,066 0,00002 0,066
27 SD DAMAI KA 0,739 0,00019 0,739
28 SD DAMAI KI 0,129 0,00003 0,129
29 SD DELIMA 0,693 0,00018 0,693
30 SD HR SOEBRANTAS 1,165 0,00029 1,165
Sumber : hasil perhitungan, 2011
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Debit Limpasan
NO Nama Saluran
Debit
Air
Hujan
Debit
Limbah
Domesti
k
Debit
Banjir
Rencan
a
Debit
Banjir
Existing
Limpasa
n
m3/det m3/det m3/det m3/det m3/det
1
SD RAJAWALI I
0,278 0,00007 0,278 0,022 0,256
2 SD 1 KA 0,371 0,00009 0,371 0,022 0,349
3 SD 1 KI 0,060 0,00002 0,060 0,022 0,038
4 SD RAJAWALI II KI 0,312 0,00008 0,312 0,022 0,290
5 SD 2 KA 0,065 0,00002 0,065 0,022 0,043
6 SD 2 KI 0,058 0,00001 0,058 0,022 0,036
67
7 SD SM AMIN 0,981 0,00025 0,981 0,153 0,827
8 SD 3 KA 0,134 0,00003 0,134 0,022 0,112
9 SD 3 KI 0,142 0,00004 0,142 0,022 0,120
10 SD RAJAWALI II KA 0,248 0,00006 0,248 0,022 0,226
11 SD 5 KA 0,219 0,00006 0,219 0,022 0,197
12 SD 5 KI 0,165 0,00004 0,165 0,022 0,143
13 SD RAJAWALI KA 0,271 0,00007 0,271 0,022 0,249
14 SD RAJAWALI KI 0,203 0,00005 0,203 0,022 0,181
15 SD RAMBAI KA 0,272 0,00007 0,272 0,027 0,245
16 SD RAMBAI KI 0,266 0,00007 0,266 0,027 0,239
17 SD 4 0,086 0,00002 0,086 0,022 0,064
18 SD 6 0,043 0,00001 0,043 0,022 0,021
19 SD 7 KA 0,060 0,00002 0,060 0,022 0,038
20 SD 7 KI 0,040 0,00001 0,040 0,022 0,018
21 SD 8 KA 0,078 0,00002 0,078 0,022 0,056
22 SD 8 KI 0,142 0,00004 0,142 0,022 0,120
23 SD 9 0,069 0,00002 0,069 0,022 0,047
24 SD 10 0,021 0,00001 0,021 0,022 0,001
25 SD ANGKASA KA 0,303 0,00008 0,303 0,069 0,234
26 SD ANGKASA KI 0,066 0,00002 0,066 0,069 0,002
27 SD DAMAI KA 0,739 0,00019 0,739 0,022 0,717
28 SD DAMAI KI 0,129 0,00003 0,129 0,022 0,106
29 SD DELIMA 0,693 0,00018 0,693 0,022 0,671
30 SD HR SOEBRANTAS 1,165 0,00029 1,165 0,058 1,107
Sumber : hasil perhitungan, 2011
4.1.4 Hasil Investigasi Daerah Genangan
Data eksisting saluran drainase menggambarkan kondisi saluran drainase
pada wilayah studi penelitian. Data ini juga termasuk Kondisi Box Culvert dan
Outlet tempat aliran air tersebut berakhir. Data ini menunjukkan berapa dimensi
saluran, panjang saluran, kondisi bangunan saluran serta apakah saluran berfungsi
dengan baik sebagai mestinya. Data eksisting saluran didapat dengan survey
langsung dilapangan. Kemudian di identifikasi sesuai dengan nama salurannya.
Salah satu faktor penyebab genangan pada drainase di jalan H.R. Soebrantas
adalah penumpukan sedimentasi seperti sampah dan vegetasi pada saluran
drainase. Hasil investigasi daerah genangan di lapangan disajikan pada Tabel 4.5.
68
4.1.5 Pola Aliran
Permasalahan utama pada kajian ini adalah pola aliran. Aliran dari jalan
Rajawali, Angkasa, Rambai dan Damai masuk ke saluran jalan H.R Subrantas.
Pola aliran pada kawasan kajian ini bertemu pada satu titik yaitu pertemuan
antara saluran drainase jalan H.R. Soebrantas dengan saluran drainase jalan S.M
Amin. Permasalahan pada pola aliran tersebut disebabkan karena leveling saluran
atau kemiringan dasar saluran yang tidak sesuai konsep perencanaan saluran,
dimana saluran H.R Subrantas lebih tinggi dibandingkan saluran di S.M Amin.
Melihat konsidi tersebut maka solusi penyelesaian masalah tentunya
selain normalisasi saluran dan redimensi saluran juga dengan melakukan
perbaikan kemiringan dasar saluran dari hulu hingga ke hilir sehingga pola aliran
tersebut berfungsi secara optimal. Untuk lebih jelas nya besaran debit yang masuk
tersaji pada Gambar 4.2
4.1.6 Dimensi Saluran dan Perbandingan Dimensi Saluran
Redimensi saluran merupakan salah satu alternatif solusi untuk
mengimbangi penigkatan debit limpasan permukaan. Dimensi saluran berarti
mendimensi ulang saluran yang sudah ada berdasarkan kebutuhan kondisi
limpasan saat ini. Penambahan dimensi saluran tentunya disesuaikan dengan
kebutuhan serta kondisi dilapangan yang memungkinkan.
Adapun saluran yang akan mengalami redimensi saluran disajikan pada
Tabel 4.6. Setelah melakukan redimensi saluran kapasitas saluran mampu
menampung debit rencana. Hasil perhitungan normalisasi saluran dengan dimensi
rencana disajikan pada Tabel 4.7.
69
Tabel 4.5. Hasil Investigasi Daerah Genangan di Lapangan dan Perhitungan
NO LOKASI KONDISI BANJIR
IDENTIFIKASI
PERMASALAHAN
PEMECAHAN MASALAH DOKUMENTASI
1 Jl. H.R
Soebrantas,
persimpanga
n dengan
jalan SM
Amin
Banjir genangan yang disebabkan
oleh melimpasnya air dari saluran di
Jl. HR.Soebrantas, tinggi genangan
20 s/d 30 cm. Hasil perhitungan
kapasitas saluran adalah sebesar
0,058 m
3
/detik sedangkan debit
rencana adalah sebesar 1,165
m
3
/detik.
Genangan disebabkan oleh
penyempitan kapasitas
gorong-gorong di Jl.
HR.Soebrantas akibat dari
penumpukan sampah dan
sedimen sehingga tidak
mampu untuk mengalirkan
debit air yang terjadi
Membersihkan sampah dan
sedimen pada saluran di hulu
gorong-gorong dan
sepanjang jalan HR.
Soebrantas untuk dapat
mengalirkan air langsung ke
Saluran berikutnya.

2 Jl. Angkasa Banjir genangan yang disebabkan
oleh melimpasnya air dari saluran,
tinggi genangan 5 s/d 10 cm. Hasil
perhitungan kapasitas saluran adalah
sebesar 0,069 m
3
/detik sedangkan
debit rencana adalah sebesar 0,303
m
3
/detik.
Aliran air ke arah saluran Jl.
HR. Soebrantas tidak lancar
karena penumpukan sampah
dan sedimen sehingga tidak
mampu untuk mengalirkan
debit air yang terjadi.
Membersihkan sampah dan
sedimen pada saluran di
sepanjang jalan HR.
Angkasa dapat mengalirkan
air langsung ke Saluran
berikutnya.

3 Jl. Damai Banjir genangan yang disebabkan
oleh melimpasnya air dari saluran,
tinggi genangan 5 s/d 10 cm. Hasil
perhitungan kapasitas saluran adalah
sebesar 0,022 m
3
/detik sedangkan
debit rencana adalah sebesar 0,739
m
3
/detik.
Aliran air ke arah saluran Jl.
HR. Soebrantas tidak lancar
karena penumpukan sampah
dan sedimen sehingga tidak
mampu untuk mengalirkan
debit air yang terjadi.
Membersihkan sampah dan
sedimen pada saluran di
sepanjang jalan HR.
Angkasa dapat mengalirkan
air langsung ke Saluran
berikutnya.

Sumber : Hasil Analisa, 2011
70
SD RAJ AWALI I
A = 3,39 Q = 0,55
SD RAJ AWALI II Ki
A = 3,52 Q = 0,61
J
L
R
A
J
A
W
A
L
I
SD RAJ AWALI Ki
Q = 0,39 A = 2,29
SD RAJ AWALI KA
Q = 2,12 A = 16,83
SD RAJ AWALI II KA
A = 12,58 Q = 1,95
S
D
3
K
I
A
=
1
,6
Q
=
0
,2
5
S
D
3
K
A
A
=
1
1
, 2
8
Q
=
0
,9
5
S
D
5
K
A
A
=
2
,4
6
Q
=
0
,3
8
S
D
5
K
I
A
=
1
,8
5
Q
=
0
,2
6
S
D
8
K
A
A
=
0
,9
7
Q
=
0
,1
6
S
D
8
K
I
A
=
3
,5
SD RAMBAI KA
A = 7,63 Q = 2,35
Q
=
0
,7
4
SD RAMBAI Ki
A = 4,04 Q = 0,55
J
L
R
A
M
B
A
I
S
D
6
K
A
A
=
3
, 6
5
Q
=
0
, 3
9
SD ANGKASA KA
A = 3,42
SD ANGKASA Ki
Q = 0,25
J
L
A
N
G
K
A
S
A
A = 0,75
Q = 0,65
S
D
7
K
I
A
=
0
,4
5
Q
=
0
,0
9
8
S
D
7
K
A
A
=
0
, 6
8
Q
=
0
, 1
6
5
SD 10
A = 0,24 Q = 0,063
S
D
9
A
=
0
,7
7
Q
=
0
,1
7
6
SD 6 KI
A = 0,48 Q = 0,114
SD DAMAI KA SD DAMAI Ki
Q = 0,32
J
L
D
A
M
A
I A = 1,45 Q = 0,93 A = 8,34
JL. HR. SOEBRANTAS
S
D
6
K
A
A
=
7
,8
2
Q
=
0
,7
9
S
D
S
M
A
M
IN
Q
=
1
, 1
4
A
=
1
1
, 0
6
J
L
D
E
L
I M
A
J
L
. S
M
A
M
I N
KETERANGAN
SALURAN DRAINASE SEKUNDER
SALURAN DRAINASE PRIMER
Gambar 4.2. Skema jaringan drainase untuk kala ulang 10 tahun.
71
Tabel 4.6 Perbandingan Kapasitas Saluran Drainase Eksisting dengan Debit Saluran Drainase Rencana
No Lokasi
Dimensi Sal. Eksisting Kapasitas Saluran Eksisting Qrenc(kum) Geometri
Saluran
Eksisting
Ket.
b
(m)
h
(m)
S A (m
2
) P (m) R (m) Qsal (m3/dt) m
3
/dt
1 Jl. SM Amin 1,65 1,05 0,0015 1,7325 3,75 0,462 0,153 0,981 Persegi Empat kapasitas cukup
2 Jl. Rajawali 0,50 0,5 0,001 0,25 1,5 0,167 0,022 0,271 Persegi Empat Rehab Saluran
3 Jl. Rambai 0,5 0,6 0,001 0,3 1,7 0,176 0,027 0,2731 Persegi Empat Rehab Saluran
4 Jl. Angkasa 1,3 0,6 0,001 0,78 2,5 0,312 0,069 0,303 Persegi Empat Rehab Saluran
5 Jl. Damai 0,5 0,5 0,001 0,25 1,5 0,167 0,022 0,739 Persegi Empat Rehab Saluran
6 Jl. Delima 0,5 0,5 0,001 0,25 1,5 0,167 0,022 0,693 Persegi Empat Rehab Saluran
7 Jl. HR. Soebrantas 1,65 0,4 0,0015 0,66 2,45 0,269 0,058
1,165
Persegi Empat Rehab Saluran
(sumber: hasil perhitungan, 2011)
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Normalisasi Saluran dengan Dimensi Rencana
No Lokasi
Dimensi Sal. Rencana Kapasitas Saluran Rencana Qrenc(kum) Geometri
Saluran
Eksisting
Ket.
b
(m)
h
(m)
S A (m
2
) P (m) R (m) Qsal (m3/dt) m
3
/dt
1 Jl. SM Amin 1,46 0,73 0,0015 1,069 2,924 0,365 0,981 0,981 Persegi Empat kapasitas cukup
2 Jl. Rajawali 0,95 0,48 0,001 0,452 1,902 0,238 0,287 0,271 Persegi Empat kapasitas cukup
3 Jl. Rambai 0,90 0,45 0,001 0,405 1,799 0,225 0,298 0,271 Persegi Empat kapasitas cukup
4 Jl. Angkasa 0,94 0,47 0,001 0,443 1,882 0,235 0,312 0,303 Persegi Empat kapasitas cukup
5 Jl. Damai 1,32 0,65 0,001 0,858 2,620 0,327 0,753 0,739 Persegi Empat kapasitas cukup
6 Jl. Delima 1,28 0,64 0,001 0,824 2,567 0,321 0,712 0,693 Persegi Empat kapasitas cukup
7 Jl. HR. Soebrantas
1,5
6
0,7
8 0,0015 1,216 3,119 0,390 1,165 1,165 Persegi Empat kapasitas cukup
72
(sumber: hasil perhitungan, 2011)
73
4.1.7 Perhitungan Perencanaan Kapasitas Gorong-Gorong
Gorong-gorong (Box Culvert) direncanakan akan dibangun di
persimpangan jalan S.M. Amin dengan H.R. Soebrantas, yang nantinya akan
meneruskan limpasan air yang berlebih ke waduk cipta karya.
(a)
(b)
Gambar 4.3. Kondisi rencana aliran gorong-gorong pada jalan HR.Soebrantas
(a) Potongan memanjang, (b) potongan melintang
Data dimensi gorong-gorong Jalan HR.Soebrantas :
Q saluran : 1,169 m
3
/detik
z : 0,20 m
Dimensi box culvert :
z g a C Q
d
. 2 .
2 , 0 ) . 8 1 , 9 .( 2 ) . 9 , 0 ( 1 6 5 , 1 a
1,165 = 1,783 a
a = 0,656 m
2


0,7 m
2
(1,00 0,60 = 0,70 m
2
)
maka B = 1 m dan H = 0,7 m
z
B
H
74
4.1 Pembahasan
Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian selama
25 tahun terakhir (1985-2009) pada DPS Pekanbaru Kecamatan Tampan Kota
Pekanbaru.
Dari hasil kurva IDF dapat dilihat bahwa intensitas hujan yang tinggi
berlangsung dengan durasi pendek. Dari kurva tersebut, untuk intensitas hujan
144,563 mm/jam pada kala ulang 10 tahun, dengan durasi 0,25 jam maka
intensitasnya adalah 126,288. Sedangkan dengan durasi 12 jam, intensitas
hujannya adalah 9,562. Hal ini menunjukan bahwa hujan deras pada umumnya
berlangsung dalam waktu singkat namun hujan tidak deras berlangsung dalam
waktu lama.
Dari perbandingan drainase eksisting dengan drainase rencana, maka dapat
dilihat bahwa saluran yang kapasitasnya tidak memenuhi terhadap debit yang
masuk adalah saluran pada jalan Rajawali, jalan Rambai, jalan Angkasa, jalan
Damai, jalan Delima dan jalan H.R. Soebrantas.
Pola aliran pada kawasan kajian ini bertemu pada satu titik yaitu
pertemuan antara saluran drainase jalan H.R. Subrantas dengan saluran drainase
jalan S.M Amin. Permasalahan pada pola aliran tersebut disebabkan karena
leveling saluran atau kemiringan dasar saluran yang tidak sesuai konsep
perencanaan saluran, dimana saluran H.R Subrantas lebih tinggi dibandingkan
saluran di S.M Amin
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa saluran drainase jalan Rajawali, debit
eksisting adalah sebesar 0,022 m
3
/detik sedangkan debit rencana kumulatif yang
terjadi adalah sebesar 0,271 m
3
/detik. Sehingga terjadi limpasan yang
mengakibatkan banjir adalah sebesar 0,249 m
3
/detik.
Demikian juga untuk saluran pada jalan Rambai, jalan Angkasa, jalan
Damai dan jalan Delima. Saluran tersebut tidak mampu menampung air limpasan
hujan yang terjadi.
Pada saluran drainase sekunder, genangan terjadi disebabkan oleh
kapasitas dan dimensi saluran tidak mampu menampung debit air yang masuk.
75
Saluran yang mengalami genangan yang cukup tinggi yaitu pada jalan
HR.Soebrantas. Untuk itu, perlu dilakukan normalisasi saluran dengan cara
mengubah kapasitas dan dimensi saluran.
Setelah dilakukan analisa dengan mengubah dimensi, ternyata kapasitas
saluran telah mencukupi untuk debit yang masuk. Misalnya pada saluran jalan
Rambai kapasitas saluran eksisting sebesar 0,027 m
3
/detik, sedangkan debit
rencana sebesar 0,272 m
3
/detik.
Adapun dalam hal ini, untuk dimensi-dimensi yang telah diperhitungkan
sebelumya dan membandingkanya pada kondisi eksistingnya dapat dibuat suatu
rekomendasi terhadap dimensi saluran seperti yang tercantum pada Tabel 4.8
berikut ini.
Tabel 4.8. Rekomendasi Dimensi Saluran Persegi
No Lokasi
Lebar (m) Tinggi (m)
Tinggi
Jagaan
(m)
Eksisting Rencana Eksisting Rencana
1
Jl. SM Amin 1,65 1,46 1,05 0,73 0,30
2
Jl. Rajawali 0,5 0,95 0,50 0,48 0,30
3
Jl. Rambai 0,5 0,90 0,60 0,45 0,30
4
Jl. Angkasa 1,3 0,94 0,60 0,47 0,30
5
Jl. Damai 0,5 1,32 0,50 0,65 0,30
6
Jl. Delima 0,5 1,28 0,50 0,64 0,30
7
Jl. HR. Soebrantas 1,65 1,56 0,40 0,78 0,30
Sumber : Hasil Analisa , 2011
BAB V
76
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil studi kajian sistem drainase untuk mengatasi masalah banjir di
simpang tabek gadang jalan H.R. Soebrantas kota pekanbaru, menghasilkan
beberapa kesimpulan yaitu:
1. Hasil inventarisasi saluran diketahui bahwa sebagian besar keadaan saluran
eksisting di penuhi vegetasi dan sedimentasi ataupun sampah sehingga tidak
optimal dalam pelayanan limpasan kawasan.
2. Hasil evaluasi saluran drainase yang ada pada lokasi studi menunjukkan
bahwa saluran yang mengalami genangan adalah saluran pada jalan H.R.
Subrantas, jalan Angkasa, jalan Damai.
3. Secara umum permasalahan banjir disebabkan karena kapasitas saluran
eksisting tidak lagi sesuai dengan kondisi hujan serta limpasan kawasan saat
ini dan tidak optimalnya pola aliran eksisting.
4. Dimensi rencana merupakan ukuran kebutuhan saluran yang ideal sesuai
dengan kondisi hujan serta limpasan kawasan saat ini dan dimasa yang akan
datang. Modifikasi saluran dilakukan jika dimensi eksisting lebih kecil dari
dimensi rencana.
5. Alternatif penanganan banjir genangan yang bisa dilakukan adalah merubah
arah pola aliran dengan perbaikan kemiringan dasar saluran. Selanjutnya
normalisasi saluran dengan membersihkan saluran dari sedimen dan sampah.
5.1 Saran
Suatu sitem saluran drainase akan berfungsi secara optimal jika setiap
bagian saluran mampu menampung limpasan yang akan terjadi serta terpola
dengan baik dari hulu hingga ke hilir, oleh karena itu untuk menjaga agar jalan
H.R Soebrantas dan kawasan sekitarnya bebas dari banjir atau genangan maka
77
perlu dilakukan normalisasi saluran, redimensi dan optimalisasi pola aliran yang
ada.

Anda mungkin juga menyukai