Tujuan Pembelajaran
Peserta dapat mengkarakterisasi lter berdasarkan sifat simultan waktu-frekuensi 1. Peserta dapat menentukan representasi magnituda-fasa dari sistem/lter 2. Peserta dapat memahami sifat lter sebagai pengubah frekuensi secara selektif, serta membedakan lter ideal dan tidak ideal 3. Peserta mengenali lter (CT dan DT) berorde rendah, serta sifat waktu-frekuensi nya.
1 Pendahuluan
Sistem atau medium menyerap energi dari sinyal berdasarkan frekuensinya. Dalam praktek, baik karakterisasi frekuensi maupun karakterisasi domain waktu diperlukan secara bersamaan. Dalam memahami perilaku sistem, ada dua domain yang dipelajari: waktu dan Fourier. Pada domain waktu sistem memproses sinyal secara konvolusi. Pada domain frekuensi, proses dilakukan secara aljabar. Karakteristik waktu-frekuensi dari sebuah sistem menyangkut respons frekuensi (dalam bentuk Bode plot), respons impuls, serta step respons. Tujuan dari bab ini adalah membekali peserta dengan pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan konsep domain frekuensi dan domain waktu secara simultan pada lter praktis (terutama LCCDE orde rendah atau kaskadenya), serta menyadari ketidak-idealan lter. Rencana belajar diperlihatkan pada Tabel 1.
Tab. 1: Rencana Belajar Sub Sesi Materi 4.1 Frekuensi Respons dan Akibat di Domain Waktu 1 Makna Magnituda dan Fasa 2 Fasa Linier 3 Group Delay 4 Filter Ideal dan Filter Praktis 4.2 Sifat Waktu-Frekuensi Filter LCCDE CT Orde Rendah 1 Magnituda CT Orde Satu 2 Fasa CT Orde sat 3 Magnituda CT Orde Dua 4 Fasa CT Orde Dua 4.3 Filter LCCDE CT Orde Tinggi dan DT Orde Rendah 1 CT Orde Tinggi 2 Contoh Kasus Orde Tinggi 3 DT Orde Satu 4 DT Orde Dua
sehingga besaran |X ( )|2 adalah energy density spectrum pada frekuensi , yang berdampak baik pada energi maupun amplituda sinyal. Maksudnya besar energi pada selang frekuensi yang sangat sempit [, + ] adalah
E ( ) = 1 2 |X ( )| d 2
Hal yang serupa terjadi pada kasus DT. Berbeda dengan resposn magnituda, besaran respons fasa tidak berpengaruh pada energi atau amplituda, tapi memberikan informasi relatif terhadap komponen frekuensi yang lain. Fasa mengubah bentuk gelombang di domain wak2 Representasi Respons Magnituda dan tu, dapat mengganggu integritas sinyal, dan dalam kasus Phasa, dan Pengaruhnya Pada Integritas ekstrim dapat membuat perubahan pada informasi yang Sinyal di Domain Waktu dibawa. Untuk sistem CT dan DT LTI, dengan input x(t), re2.1 Makna Respons Magnituda dan Fasa pons impuls h(t), dan output y (t), berlaku pengaruh reBaik sinyal CT maupun sistem DT memiliki transformasi spons frekuensi H ( ) Fourier yang berbentuk besaran magnituda |X ( )| dan sudut fasa X ( ), menurut Y ( ) = H ( ) X ( ) (2) X ( ) = |X ( )| ej X () (1) |Y ( )| = |H ( )| |X ( )| (3) Y ( ) = H ( ) + X ( ) (4) Dalam kasus CT, besaran magnituda terkait langsung dengan energi, karena Jadi magnituda dari respons frekuensi menjadi faktor pengali (amplikasi) dari magnituda, sedangkan respons 1 2 E= |X ( )| d fasa dijumlahkan pada sudut fasa sinyal. 2 Untuk melihat pengaruh respons fasa pada domain wak 2012 Armein Z R Langi, STEI ITB. v 12.05 alpha tu, perhatikan bahwa pergeseran fasa oleh respons frekuensi
2 Representasi Respons Magnituda dan Phasa, dan Pengaruhnya Pada Integritas Sinyal di Domain Waktu
y1 (t) t
saat memasuki medium dengan H ( ) = ej akan keluar menjadi sinyal berenergi tetap namun bergeser fasa
y (t) = cos(t )
y2 (t) t
Berapa besar pergeseran waktunya di domain waktu? karena Ternyata sinyal terdelay sejauh t0 =
0 y (t) = cos(t ) = cos( (t )) = x(t )
y (t) t
Jadi meskipun respons fasa tidak mengubah magnituda Waktu tunda ini selain bergantung sistem, ternyata bergantung juga dari frekuensi. Semakin rendah frekuensi, dan energi, tapi respons fasa merusak integritas sinyal. semakin lama waktu tundanya. Hal ini menjadi permasalahan besar, karena sinyal yang memiliki lebih dari satu komponen frekuensi akan mengalami penundaan yang tidak ser- 2.2 Fasa Linier agam di domain waktu. Akibatnya sinyal di domain waktu menjadi terurai (disintegritas). Agar respons fasa bisa menjaga integritas sinyal, maka respons fasa mesti mengakibatkan waktu tunda yang sama Kasus: Sebuah sinyal memiliki dua komponen frekuensi untuk setiap komponen. Ini bisa dicapai bila respons fasa bersifat linier, yakni = t0 . Sebagai contoh, sinyal
x(t) = 0.65 cos(0.75t) + 0.5 cos(1.5t)
x(t) = cos(t)
t x1 (t)
t x2 (t)
t x(t)
Jawab:
y (t) y (t) 0.65 cos(0.75t 0.9 ) + 0.5 cos(1.5t 0.9 ) 6 3 = 0.65 cos(0.75 (t )) + 0.5 cos(1.5 (t )) 5 5 = = = = 0.65 cos(0.75t 0.9 0.75 ) +0.5 cos(1.5t 0.9 1.5 ) 0.65 cos(0.75 (t 0.9)) + 0.5 cos(1.5 (t 0.9)) x(t 0.9)
yang sudah tidak lagi menyerupai x(t), meskipun komponen penyusun masih berbentuk sama.
2 Representasi Respons Magnituda dan Phasa, dan Pengaruhnya Pada Integritas Sinyal di Domain Waktu
2.4
y1 (t) 0 t
2.4.1
y2 (t) t
(7)
H ( )
1
y (t) 0 c t stopband passband c stopband
Sedangkan untuk sistem DT, lowpass ideal memiliki spektrum periodik (dengan periode 2 ) Hal yang sama terjadi pada sinyal DT. Bila sistem memiliki fase linier 1, | | c H ( ) = (8) jn0 0, c < | | < H ( ) = e (5) maka input x[n] akan keluar menjadi y [n] = x[n n0 ]. H ( ) Fasa seperti ini disebut fasa linier karena apabila re1 spons fasa di gambar, ia akan berbentuk garis lurus, dengan kemiringan (slope) sebesar waktu gesernya. Dalam konteks = t0 ini, semua komponen sinyal akan terdelay dengan waktu delay yang sama, yaitu t0 . c 2
H ( ) H ( ) = t0 stopband
c
0 passband
stopband
(9) (10)
H ( ) =
t0
1
c
0 H ( )
Dalam praktek, kondisi fasa linier itu jarang terjadi. Tapi kita bisa mengestimasi delay pada frekuensi tertentu 1 dengan mengestimasi gars linier yang bersinggungan dengan kurva respons fasa di frekuensi 1 tersebut, yakni
H ( )|=1 c
1
c
dalam daerah sempit sekitar frekuensi 1 kelompok sinyal di situ akan mengalami delay bersama sebesar
d = H ( ) d
Kasus:
(6)
=1
Besaran ini disebut group delay, yaitu delay dalam detik yang terjadi pada sekelompok sinyal berfrekuensi sekitar 1 .
ejt d =
c
sin c t t
2 Representasi Respons Magnituda dan Phasa, dan Pengaruhnya Pada Integritas Sinyal di Domain Waktu
h(t)
c
2.4.2
|H ( )| t 1 + 1 1 1 1
0
Kasus:
Jawab:
1 h[n] = 2
c
ejn d =
c
sin c n n
2 stopband
p h[n]
c
s transisi
passband
2 c
2.4.3
Skala logaritma membantu kita untk melihat lebih detail bagian-bagian yang sering tersembunyi dalam skala biasa. Selanjutnya, dalam skala logaritma perkalian magnituda dapat diekspresikan sebagai penjumlahan. Kasus: cari response impuls untuk Lowpass CT Ideal fase linier
0
c
Jawab:
1 h(t) = 2
c
(11)
h(t)
c
Dalam kasus CT, kita mengenal Bode plot, yakni plot dari Energi dan plot fasa dari respons frekuensi. Sumbu x dari kedua plot ini adalah log10 . Sumbu y dari plot energi adalah dalam satuan desibel, yakni
10 log10 |H ( )| = 20 log10 |H ( )|
2
0
Kasus:
Untuk h(t) real, Bode plot hanya digambarkan pada sumbu positif. Selain karena |H ( )| genap, dan H ( ) ganjil, tetapi juga supaya log10 tidak perlu dihitung pada frekuensi negatif.
20 log10 |H ( )|
0 dB 10 dB 20 dB
Kasus:
s[n] =
k=
H ( )
2
Bagaimana sifat T-F lter nya? Bagaimana gambar Bode plotnya ? Jawab: Dari persamaan ini diperoleh respons frekuensi
H ( ) = 1 = j + 1 1 ( ) + 1
2 1 1
0 2
+ j
|H ( )| =
0.1
10
100
1000
H ( ) = arctan ( )
Untuk kasus DT, sumbu x tidak perlu diskala log10 , karena rentang frekuensi dibatasi [, ].
20 log10 |H ( )| 10 dB 0 dB 10 dB 20 dB 0 0.2 0.4 0.6 0.8
Maka kita bisa melihat kemampuan lter ini menembuskan impuls dan unit step dengan mendapatkan respons impuls dan respons step, masing-masing sebagai
h (t) = h(t)
1 1 e
1 t e u (t)
(16)
(17)
H ( )
2
0 2
(18)
Untuk kasus
Bode plot ini digunakan untuk mempelajari dan mendasain berbagai lter. Filter yang termasuk paling mudah untuk diwujudkan adalah lter LCCDE. Sebagaimana diketahui lter LCCDE dibedakan menurut orde nya. Namun karena sifat linearitasnya, maka lter berorde tinggi dapat dibangun melalui kasakade orde yang lebih rendah. Untuk itu berikut ini kita mempelajari lter LCCDE orde satu dan orde dua. Filter orde lebih tinggi dapat dibangun dengan kasakade orde satu dan orde dua.
3 3.1
Kasus:
20 log10 |H ( )| 0
Dalam Bode-plot persamaan ini adalah garis lurus mendatar yang memotong sumbu y pada 0dB. 2 1 Untuk kasus , maka term ( ) menjadi lebih dominan dari 1, dan (dalam dB)
20 log10 |H ( )| 20 log10 ( )
= 20 log10 ( ) 20 log10 ( )
(12)
Dalam Bode plot persamaan ini adalah sebuah garis lurus yang menurun dengan kemiringan -20dB tiap dekade (garis log10 ( )). 1 Kedua garis Bode Plot ini bertemu pada titik = . Di titik cuto ini
1 |H ( )| = 2
sehingga
20 log10 |H ( )|
Titik cut-o ini disebut juga titik 3dB. Berbekal ketiga informasi ini, maka kita dapat mengsketsa Bode plot ini dengan akurasi cukup memadai. Maka kurva magnituda Bode plot memiliki garis asimtotik
< 0, 20 log10 |H ( )| 3 = 20 log10 ( ) 20 log10 ( ) , > 20 log10 |H 1 ( )| 20 dB 0 dB 20 dB 40 dB
101 100 101 102 103 104 1 1 1
H 1 ( )
0 4 2
101
100
101
102
103
104
Di sini kita melihat hubungan waktu dengan frekuensi. Semakin kecil , semakin cepat h(t) mencapai nilai nol, semakin cepat s(t) mencapai titik steady state, tapi titik cuto di domain frekuensi menjadi semakin jauh.
3.3
Kasus:
Carilah sifat domain frekuensi dan waktu dari sebuah sistem orde dua
d2 d 2 2 y (t) = n x (t) y (t) + 2n y (t) + n dt2 dt
(19)
3.2
Jawab: Dari transformasi Fourier, diketahui sistem ini memiliki respons frekuensi
2 n 2 (j ) + 2n (j ) + n 2
H ( )
Untuk kasus
, kita peroleh
arctan (0) = 0
H ( )
Untuk kasus
, kita peroleh
arctan () =
1
H ( ) 2
H ( )
, kita peroleh
arctan (1) = 4
Perhatikan bahwa untuk rentang sekitar titik cuto ini 1 1 [0.1 , 10 ], kita bisa mengestimasi respons fasa dengan sebuah garis lurus yang melalui titik cutof ini, serta bernilai 0 dan 2 pada masing-masing tepi dengan persamaan garis
H ( ) = [ + 1] 4
H ( )
M=
n 2 2 1 40 dB 0 dB 40 dB 80 dB
20 log10 |H ( )|
102 n 103 n
104 n
1
2
+ j 2
1
2 2
+ 4 2
+ 4 2
Puncak ini terkait dengan kualitas lter, yang sebut quality Q, yang untuk sistem orde dua didenisikan sebagai
Q= 1 2
Dalam kasus ga
n , semua term
0, sehing3.4
n , term
menjadi
2 H ( ) = arctan 1
n n 2
(20)
20 log |H ( )| = =
10 log 1 2
4
Dalam2kasus
+ 4
2
10 log
n 40 log + 40 log n
Sebaliknya bila n , kita lihat bahwa penyebut cenderung dominan menuju , sehingga seluruh pecahan cenderung 0, dan
H ( ) arctan 0 = Jadi dalam kasus ini, magnituda sistem turun 40 dB per dekade. Untuk daerah cuto, = n Pada titik cuto, = n , H ( ) = arctan = 20 log |H ( )| = 20 log (2 )
Dengan cara estimasi garis mirip dengan kasus orde satu, kita dapatkan kurva fasa Bode plot
0, H ( ) 2 log10 , 0.1n
n
H ( )
2
0 2
H ( )
, H ( )
2
100 n 101 n
4
104 n
0 2
4.1
CT Orde Tinggi
LCCDE orde tinggi memiliki bentuk respons frekuensi yang rasional. Oleh sebab itu Respons frekeunsi tersebut dapat direpresentasikan pecahan, di mana pembilang maupun penyebut adalah sebagai kaskade dari bentuk standar orde satu dan orde dua, masing-masing
H1 ( ) = 1 + j
101
4.2
Kasus:
102
103
104
105
106
Contoh Kasus
dan
H2 ( ) = 1 + 2
Kasus:
j n
j n
Jawab: Kita dapat melihat kasus ini sebagai kaskade dari empat system orde satu
H ( ) = = 1 1 1 (1 + j ) 1 1 10 (1 + 10 j ) (1 + 100 j ) H 1 ( ) H 2 ( ) H 3 ( ) H 4 ( )
1 1 j ) (1+ 10
Jawab:
Dari observasi langsung di amati bahwa 2 H2 ( ) , dimana n = 100 dan = 0.5. Maka disimpulkan bahwa
H ( ) = 20 log |H ( )| = 20 log10 2 20 log |H2 ( )| 6, 40 log + 86, 100 100
, H 3 ( ) =
Maka untuk H 1 ( ) =
1 10
kita peroleh
dan
H ( ) = 0 20 log10 |H 1 ( )| 10 dB 0 dB 10 dB 20 dB
102
103
104
105
106
Fasa:
H 1 ( )
4
Untuk H 3 ( ) =
1 1 (1+ 100 j )
kita peroleh
= 100
0 4 2 0.1 1
1 1 (1+ 10 j )
dan
1 0, 1 H ( ) 4 100 + 1 , 1 < < 100 2, 100 20 log10 |H 3 ( )| 10 dB 0 dB 10 dB 20 dB 1 0, 1 H ( ) 4 10 + 1 , 1 < < 100 2, 100 20 log10 |H 2 ( )| 0.1 1 10 100 1000 10000
10
100
1000 10000
1
Untuk H 2 ( ) =
kita peroleh
= 10
dan
Fasa:
H 3 ( )
4
Fasa:
H 2 ( )
4
=1
dan
0, 1 + 1] , 1 < < 100 100
H ( )
4 [ 1 2,
10
H ( )
0 4 2 0.1
4.3
10
100
1000 10000
DT Orde Satu
Fasa:
Mirip dengan kasus CT, sistem DT juga datang dari LCCDE, sehingga bentuk respons frekuensi adalah pecahan dari polinomial. Kemudian karakteristik waktu-frekuensi dapat diperoleh dari kaskade orde satu dan orde dua.
H 4 ( )
Kasus
3 4 2 4
Cari karakteristik waktu-frekuensi dari sistem orde satu untuk |a| < 1:
y [n] ay [n 1] = x [n]
0.1
10
100
1000 10000
1 an+1 u[n] 1a
Dalam kasus ini |a| menentukan laju respons impuls untuk menjadi 0. Bila |a| 1 maka respons impuls akan bertahan lama sebelum mencapai 0. Bila a < 0, maka respons impuls akan berosilasi antara nilai positif dan negatif. Untuk memplot respons magnituda nya, maka kita dapatkan
H ( ) = 1 1 a cos + ja sin
maka
|H ( )| =
2
1+
a2
1 2a cos2
5 Soal Tambahan
11
4.4
Kasus:
DT Orde Dua
Soal Tambahan
1. Cari frekuensi respons (H (j )) dari sebuah sistem CT LTI yang memiliki Bode plot sebagai berikut
20 log10 |H ( )|
di mana 0 < r < 1 dan 0 . Cari respons frekuensi serta respons impuls. Jawab: respons frekuensi bisa diperoleh langsung dari transfromasi Fourier:
H ( ) = 1 1 2r cos ej + r2 ej 2
-20
di mana
ej ej A= ; B= 2j sin 2j sin h[n] = rn sin [(n + 1) ] u [n] sin
2 4
H ( )
Jadi respons impuls adalah sebuah osilator dengan peredaman rn . Selanjutnya bila = 0, maka diperoleh kasus khusus
H ( ) = 1 (1 rej )
2
0
4 2
0.1
Pustaka
10
100 1000
Bila = ,
h [n] = (n + 1) (r) u[n]
n
[OCW]
Pada kedua kasus ini terdapat bilangan real d1 dan d2 di mana |d1 | , |d2 | < 1, sehingga
H ( ) = = 1 [1 d1 d2 ej ] A B + j 1 d1 e 1 d2 ej ej ][1
[OpWi97] A. V. Oppenheim and A. S. Willsky (with S Hamid Nawab), Signals & Systems (Second Edition), Prentice-Hall International, 1997. ISBN 0-13-651175-9
maka
n h[n] = [Adn 1 + Bd2 ] u[n]
dimana
A= d1 d2 ; B= d1 d2 d2 d1