Anda di halaman 1dari 10

PERJALANAN UUG 19945 HINGGA SEKARANG

SERTA DEFINISI HUKUM

STH IBLAM

Sitharesmi Dien M.D

0807350549

~Januari 2009~
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau
UUD '45, adalah konstitusi negara Republik Indonesia saat ini.

UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS,
dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5
Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh
DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
• Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan
(amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia.

Naskah Undang-Undang Dasar 1945

Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37
pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal
dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan
Tambahan), serta Penjelasan.

Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal
Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.

Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan
Kompilasi Tanpa Ada Opini.

Sejarah Awal

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29
April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama
yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno
menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPK
membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar
Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPK membentuk Panitia Sembilan yang
terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan
UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam
bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945
yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada
masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan
ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada
BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945,
PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

1. Periode berlakunya UUD 1945 18 agustus 1945- 27 desember 1949

Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena
Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat
Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi
kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945
dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini
merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.

Amandemen pertama diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR RI tanggal 19 Oktober 1999 pada
Sidang Umum MPR RI. Ada sembilan pasal UUD 1945 yang diubah yaitu Pasal 5 Ayat (1), Pasal
7, Pasal 9, Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21.

2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 desember 1949 - 17 agustus 1950

Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.

Tahun 1950, Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk maka yang digunakan adalah UUD RIS
(Undang Undang Dasar Republik Indonesia Serikat

Amandemen kedua diputuskan dalam dalam Rapat Paripurna MPR RI tanggal 18 Agustus 2000
pada Sidang Tahunan MPR RI. Ada 10 pasal UUD 1945 yang diubah dan/atau ditambah yaitu
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal19, Pasal 20 Ayat (5) , Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B,
Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal
28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I,
Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C.

3. Periode UUDS ' 50 17 agustus 1950 - 5 juli 1959

Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.

Setahun kemudian atas desakan rakyat, Bung Karno menginstruksikan kembali ke


Negara Kesatuan maka Undang Undang Dasar yang dipakai adalah Undang Undang
Dasar Sementara (UUDS). Dalam perkembangannya menuju negara yang demokratis,
Indonesia berhasil melaksanakan Pemilihan Umum pertama tahun 1955, yang kemudian
membentuk Badan Konstituante dengan tugas membuat Undang Undang Dasar yang
baru.
Namun sampai lima tahun kemudian ternyata Badan Konstituante belum juga dapat
membuat Undang Undang Dasar yang baru. Presiden Soekarno pun mengeluarkan
maklumat yang terkenal bernama Dekrit 5 Juli 1959 Inti, Dekrit tersebut adalah
membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke Undang Undang Dasar 1945.

Adapun amandemen ketiga diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR RI tanggal 9


November 2001 pada Sidang Tahunan MPR RI. Ada 10 pasal UUD 1945 yang diubah
dan/atau ditambah yaitu Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3) dan (4); Pasal 6
Ayat (1) dan Ayat (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3) dan (5); Pasal 7A, Pasal 7B Ayat (1), (2),
(3), (4), (5), (6) dan (7); Pasal 7C, Pasal 8 Ayat (1) dan (2), Pasal 11 Ayat (2) dan (3);
Pasal 17 Ayat (4), Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3) dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2),
(3) dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6);Pasal 23 Ayat (1), (2)
dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2) dan (3); Pasal 23F
Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2), Pasal 24A Ayat
(1), (2), (3), (4) dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3) dan (4); dan Pasal 24C Ayat (1), (2),
(3), (4), (5) dan (6).

Sementara Kalau amandemen pertama dan kedua berjalan mulus, tidak begitu pada
amandemen ketiga. Amandemen ketiga yang dilakukan MPR mendapat kecaman dari
berbagai lapisan masyarakat bahkan tidak sedikit anggota MPR yang menolak keputusan
tersebut. Ini dapat dilihat dari terbentuknya sebuah gerakan di MPR yang menamakan
dirinya Gerakan Nurani Parlemen (GNP). GNP ini digagas oleh Amin Aryoso dari PDI-P
yang anggotanya lintas partai, yaitu dari unsur wakil rakyat Utusan Golongan, PDI-P,
PKB, Golkar, dan Utusan Daerah. Menurut GNP amandemen ketiga tersebut sudah
kebablasan, bahkan mereka menuding MPR telah membuat Undang Undang Dasar baru.

Elemen masyarakat yang menolak salah satunya adalah sekitar 40 para pensiunan
jenderal yang dipimpin oleh mantan Wakil Presiden, Try Sutrisno. Mereka bahkan telah
menemui Ketua MPR, Amin Rais, salah satu tuntutan mereka adalah menghentikan
proses amandemen dan kembali ke UUD 1945.

4. Periode kembalinya ke UUD 1945 5 juli 1959-1966

Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur
kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli
1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan
kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.

Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:

• Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA
menjadi Menteri Negara
• MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
• Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia.

Periode UUD 1945 masa orde baru 11 maret 1966- 21 mei 1998

Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan
Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari
Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang
Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang
memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita.

Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui
sejumlah peraturan:

• Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
• Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan
bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta
pendapat rakyat melalui referendum.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan
pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

Periode 21 mei 1998- 19 oktober 1999

Pada masa ini dikenal masa transisi.

Periode UUD 1945 Amandemen

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap
UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde
Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat),
kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga
dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat
penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara
hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.
Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945,
tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih
dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem
pemerintahan presidensil.

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam
Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
• Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD
1945
• Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD
1945 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat
UUD 1945.Namun demikian, proses amandemen tahap keempat sendiri masih menemui
hambatan di sana sini. Bahkan penolakan terhadap amandemen pun muncul di kalangan
parlemen. Apa sih yang dikhawatirkan?
Dari pengalaman sejarah Indonesia, UUD yang digunakan oleh Republik Indonesia (RI)
telah beberapa kali berganti. Pertama kali berdiri RI menggunakan UUD 1945. Lima
tahun kemudian,Ini berarti sampai tahun 1960 atau 15 tahun setelah merdeka, Republik
Indonesia telah memakai empat Undang Undang Dasar yaitu (1) Undang Undang Dasar
1945 (UUD 1945), (2) Undang Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS),
(3) Undang Undang Dasar Sementara (UUD-S), (4) Undang Undang Dasar 1945 (UUD
1945).
Setelah itu 30 tahun lebih sampai dengan tahun 1998, UUD 1945 seperti tersakralkan,
tidak pernah diamandemen. Sakralisme tersebut gugur bersamaan tumbangnya era Orde
Baru pada awal tahun 1998. Pada era reformasi dalam kurun waktu tiga tahun (1999-
2001) UUD telah diamandemen sebanyak tiga kali. Bahkan bulan Agustus 2002 ini UUD
1945 akan diamandemen kemballi, ini berarti dalam empat tahun UUD 1945 telah empat
kali pula diamandemen.
Sedangkan berdasarkan Rancangan
Walau banyak suara yang menolak amandemen keempat, namun proses amandemen
keempat yang direncanakan pada bulan Agustus 2002 tetap berjalan karena merupakan
salah satu amanat reformasi. Bahkan Panitia Ad Hoc MPR telah memasuki tahap
finalisasi rumusan Rancangan Ketetapan MPR.

• Amandemen Keempat UUD 1945 meliputi 14 Pasal, Aturan Peralihan dan Aturan
Tambahan. Pasal yang diubah dan/atau ditambah yaitu Pasal 2 ayat (1); Pasal 3 ayat (2);
Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3); BAB IV; 15A; Pasal 16 ayat (1), (2), (3); Pasal 23B;
Pasal 23D; Pasal 24 Ayat (3); Pasal 29 Ayat (1), (2), (3), (4), (5); BAB XIII; Pasal 31
Ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 32 Ayat (1), (2); BAB XIV; Pasal 33 Ayat (1), (2), (3),
(4), (5), Pasal 34 Ayat (1), (2), (3); Pasal 37 Ayat (1), (2), (3), (4), (5); ATURAN
PERALIHAN, Pasal I; Pasal II; ATURAN TAMBAHAN Ayat (1), (2), (3).

Amandemen keempat yang mendapat sorotan dan menjadi perdebatan di kalangan
masyarakat adalah mengenai:
1. Komposisi keanggotaan MPR (Pasal 2 Ayat 1);
Masalah Dewan Perwakilan Daerah dan Utusan Golongan
2. Tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 3 Ayat 2 dan Pasal 6A Ayat 4)

Masalah Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung


3. Agama (Pasal 29 Ayat 1)
Masalah tujuh kata tentang pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya.
4. Pendidikan dan Kebudayaan (Pasal 31 Ayat 3)
Masalah masuknya kata-kata iman dan takwa serta berahlak mulia dalam sistim
pendidikan nasional.
5. Perubahan UUD (Pasal 37 Ayat 1, 2, 3)
• Masalah jumlah pengusul perubahan Undang Undang Dasar.

Masalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di dalam keanggotaan MPR merupakan


keinginan Partai Golkar dan juga disetujui oleh PDI-P walau dengan agak ragu-ragu.
Keuntungan yang diperoleh Partai Golkar adalah masih kuatnya struktur partai tersebut
di luar pulau Jawa.

Struktur tersebut seperti masih banyaknya anggota Partai Golkar yang menjabat
Gubernur, Walikota, Bupati, Kodam, Dandim, dll. Nah struktur tersebut yang
mempunyai peluang terbesar untuk menduduki jabatan DPD. Sedangkan keanggotaan
DPD dipilih langsung di setiap propinsi melalui pemilu.

Mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung merupakan keinginan
PDI-P, seperti keputusan akhir Rakernas-nya di Bali. Walau di awal-awalnya banyak
tokoh-tokoh PDI-P menolak atas usul pemilihan presiden dan wakil presiden secara
langsung.

Ini dapat dimengerti karena figur Megawati Soekarnoputri yang merupakan Ketua
Umum PDI-P paling mengakar dan dikenal oleh segala lapisan masyarakat di Indonesia
dibandingkan dengan tokoh-tokoh politik yang lainnya. Partai Golkar sepertinya
mendukung walau agar ragu-ragu, begitu juga dengan PPP dan PKB.

Mengenai Pasal 29 mengenai Agama, yang menginginkan perubahan adalah Partai


Keadilan, PAN, PPP dan PBB yaitu ingin menambahkan tujuh kata tentang syariat
Islam. Sedangkan yang tidak menginginkan perubahan yaitu PDI-P, Golkar, F-
TNI/Polri, selain itu ada juga partai yang menginginkan jalan tengah yaitu PKB.

Melihat begitu peliknya permasalahan yang akan dibahas dalam Sidang Tahunan MPR
nanti banyak pihak pesimis amandemen dapat tuntas. Apalagi sampai saat ini Fraksi
TNI/Polri yang merupakan wakil TNI/Polri di MPR belum begitu menunjukkan
sikapnya secara resmi walau melalui Puspen TNI sudah membuat batasan-batasan
amandemen.

Batasan tersebut adalah semangat amandemen UUD'45, tidak lepas dari suasana
kebatinan pada saat UUD'45 dibentuk. Selain itu TNI berpendapat amandemen bukan
penggantian UUD dan akan mencermati pasal yang sangat sensitif terhadap persatuan
dan kesatuan.

Sejauh ini, tampaknya, amandemen keempat UUD’45 di tahun 2002 mendatang akan
berjalan mulus. Jauh-jauh hari semua partai menyatakan tidak menginginkan terjadinya
deadlock. Yang jadi pertanyaan, kapan hasil amandemen UUD 1945 itu dilaksanakan?
Tampaknya untuk soal ini belum ada kata sepakat diantara para politisi partai itu. Masih
banyak pertentangan, apakah hasil amandemen langsung diterapkan atau ditunda hingga
tahun 2009.

• Definisi hokum

• Membaca beberapa literatur utamanya yang terkait dengan Ilmu
Hukum, maka akan kita temukan beberapa definisi/pengertian tentang
“hukum”, dan definisi tentang “hukum” itu dapat pula kita temui dari
kamus, ensiklopedi ataupun dari suatu aturan perundang-undangan.
• Untuk melihat apa yang dimaksud dengan hukum, berikut akan diurai
definisi “hukum” dari beberapa aliran pemikiran dalam ilmu hukum
yang ada, sebab timbulnya perbedaan tentang sudut pandang orang
tentang apa itu “hukum” salah satunya sangat dipengaruhi oleh aliran
yang melatarbelakanginya.
• Aliran Sosiologis
Roscoe Pound, memaknai hukum dari dua sudut pandang, yakni:
1. Hukum dalam arti sebagai tata hukum (hubungan antara manusia
dengan individu lainnya, dan tingkah laku para individu yang
mempengaruhi individu lainnya, atau tata sosial, atau tata ekonomi).
2. Hukum dalam arti selaku kumpulan dasar-dasar kewenangan dari
putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif (harapan-
harapan atau tuntutan-tuntutan oleh manusia sebagai individu
ataupun kelompok-kelompok manusia yang mempengaruhi hubungan
mereka atau menentukan tingkah laku mereka).
Hukum bagi Rescoe Pound adalah sebagai “Realitas Sosial” dan negara
didirikan demi kepentingan umum & hukum adalah sarana utamanya.
• Jhering: Law is the sum of the condition of social life in the widest
sense of the term, as secured by the power of the states through the
means of external compulsion (Hukum adalah sejumlah kondisi
kehidupan sosial dalam arti luas, yang dijamin oleh kekuasaan negara
melalui cara paksaan yang bersifat eksternal).
• Bellefroid: Stelling recht is een ordening van het maatschappelijk
leven, die voor een bepaalde gemeenschap geldt en op haar gezag is
vastgesteid (Hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata
tertib masyarakat dan didasarkan atas kekuasaan yang ada di dalam
masyarakat itu).
• Aliran Realis
Holmes: The prophecies of what the court will do… are what I mean by
the law (apa yang diramalkan akan diputuskan oleh pengadilan, itulah
yang saya artikan sebagai hukum).
• Llewellyn: What officials do about disputes is the law it self (apa yang
diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu persengketaan, adalah
hukum itu sendiri).
• Salmond: Hukum dimungkinkan untuk didefinisikan sebagai kumpulan
asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan.
Dengan perkataan lain, hukum terdiri dari aturan-aturan yang diakui
dan dilaksanakan pada pengadilan.
• Aliran Antropologi
Schapera: Law is any rule of conduct likely to be enforced by the courts
(hukum adalah setiap aturan tingkah laku yang mungkin
diselenggarakan oleh pengadilan).
• Gluckman: Law is the whole reservoir of rules on which judges draw for
their decisions (hukum adalah keseluruhan gudang-aturan di atas
mana para hakim mendasarkan putusannya).
• Bohannan: Law is that body of binding obligations which has been
reinstitutionalised within the legal institution (hukum adalah
merupakan himpunan kewajiban-kewajiban yang telah dilembagakan
kembali dalam pranata hukum).
• Aliran Historis
Karl von Savigny: All law is originally formed by custom and popular
feeling, that is, by silently operating forces. Law is rooted in a people’s
history: the roots are fed by the consciousness, the faith and the
customs of the people (Keseluruhan hukum sungguh-sungguh
terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui
pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada
sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran,
keyakinan dan kebiasaan warga negara.
• Aliran Hukum Alam
Aristoteles: Hukum adalah sesuatu yang berbeda daripada sekedar
mengatur dan mengekspressikan bentuk dari konstitusi; hukum
berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di
pengadilan dan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
• Thomas Aquinas: Hukum adalah suatu aturan atau ukuran dari
tindakan-tindakan, dalam hal mana manusia dirangsang untuk
bertindak atau dikekang untuk tidak bertindak.
• Jhon Locke: Hukum adalah sesuatu yang ditentukan oleh warga
masyarakat pada umumnya tentang tindakan-tindakan mereka, untuk
menilai/mengadili mana yang merupakan perbuatan yang jujur dan
mana yang merupakan perbuatan yang curang.
• Emmanuel Kant: Hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana
terjadi kombinasi antara keinginan-keinginan pribadi seseorang
dengan keinginan-keinginan pribadi orang lain, sesuai dengan hukum-
hukum tentang kemerdekaan.
• Aliran Positivis
Jhon Austin: Hukum adalah seperangkat perintah, baik langsung
ataupun tidak langsung, dari pihak yang berkuasa kepada warga
masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen,
dimana otoritasnya merupakan otoritas tertinggi.
• Blackstone: Hukum adalah suatu aturan tindakan-tindakan yang
ditentukan oleh orang-orang yang berkuasa bagi orang-orang yang
dikuasi, untuk ditaati.
• Hans Kelsen: Hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah
laku manusia… Hukum adalah kaidah-kaidah primer yang menetapkan
sanksi-sanksi.

Anda mungkin juga menyukai