Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang Farmakologi mempelajari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputi secara oral, rektal, dan parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan ditetapkan sebagai petunjuk tentang dosis-dosis yang dianjurkan bagi pasien dalam berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta teknik penggunaannya atau petunjuk pemakaiannya. Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respons tertentu. Setiap cara pemberian obat memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing yang dimana tujuannya obat dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan setelah diberikan melalui rute tertentu yang nyaman dan aman. Tubuh manusia tersusun atas berbagai organ penting yang saling berhubungan dan melakukan fungsinnya masing masing. Salah satunya adalah jantung. Jantung merupakan organ yang sangat penting bagi tubuh karena jantung membawa bahan-bahan yang mutlak dibutuhkan oleh sel-sel

seluruh tubuh melalui medium darah, sehingga jantung berperan penting dalam sistem sirkulasi. Dalam praktikum ini dilakukan percobaan obat kardiovaskular yakni golongan obat kardiovaskular.

I.2

Maksud dan Tujuan I.2.1 Maksud I.2.2 Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Teori Umum Sistem kardiovaskular (sirkulasi) adalah sistem transportasi tubuh yang memiliki tekanan dan resistensi yang tinggi yang berfungsi untuk mempertahankan kuantitas dan kualitas dari cairan yang ada di seluruh tubuh. Sistem ini dimulai dari jantung yang kemudian darah dipompa ke berbagai organ seperti ginjal, otot, otak, dsb. Sistem ini mengangkut bahanbahan yang sangat mutlak dibutuhkan oleh sel-sel tubuh (Sherwood, 2001). Sistem sirkulasi berkontribusi terhadap homeostasis dalam tubuh. Sistem ini berfungsi sebagai perangkat untuk pemindahan dan penyaluran berbagai bahan dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dengan cepat. Tanpa sistem sirkulasi ini, zat-zat yang berguna bagi tubuh akan sampai dengan waktu yang relatif lebih lama. Namun dengan sistem transportasi ini hanya perlu beberapa detik untuk sampai ke tujuan melalui kerja pompa cepat jantung secara difusi sehingga organ-organ didalam tubuh akan tetap bekerja secara normal (Sherwood, 2001). Sistem ini akan terus berfungsi seumur hidup. Sistem sirkulasi terdiri atas 3 komponen dasar, yaitu (Sylvia Prince,2006): a. Jantung 1. Anatomi jantung, Jantung terletak di rongga toraks sekitar garis tengah antara sternum di sebelah anterior dan vertebra di sebelah posterior. Posisi jantung tepat berada di tengah. Namun bagian apexnya terletak di

sebelah kiri, sehingga pada waktu berkontraksi kita dapat merabanya pada dada bagian kiri. Jantung terbagi menjadi 2 atrium (atrium dextra dan atrium sinistra) dan 2 ventrikel (ventrikel dextra dan ventrikel sinistra). Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteria pulmonalis dan aorta) membentuk dasar jantung. Secara anatomi, atrium terpisah terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh suatu annulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan tempat meletaknya keempat katup jantung dan tempat melekatnya katup maupun otot. 2. Fisiologi jantung Jantung dibagi menjadi 2 pompa yang terpisah yaitu bagian pompa sisi kanan dan sisi kiri. Bagian dextra memompa darah dari seluruh tubuh menuju pulmo untuk dibersihkan. Namun bagian sinistra memompa darah dari pulmo menuju seluruh tubuh. Jantung dibagi menjadi 4 ruang. 2 atrium, 2 ventrikel. Diantara atrium sinistra dan ventrikel sinistra ada sekat atrioventrikel (bikuspidal). Sedangkan antara atrium dextra dan ventrikel dextra sekatnya trikuspidal. Diantara 2 belahan jantung agar darah arterial dan venosa tidak tercampur juga ada sekat yang dinamakan septum. 3. Histologi Jantung Jantung terdiri atas 3 lapisan dari dalam ke luar yaitu endokardium, miokardium, dan epikardium dan terdiri dari 3 tipe otot yang utama, yakni otot atrium, otot ventrikel, dan serabut otot khusus penghantar

rangsangan. Otot jantung bergaris-garis dengan pola yang sama dengan pola yang terdapat pada otot rangka yang khas. Otot jantung memiliki miofibril-miofibril yang mengandung aktin dan myosin. Jantung terdiri dari 2 sinsisium; sinsisium atrium dan sinsisium ventrikel. Atrium dan ventrikel dipisahkan oleh jaringan fibrosa. (Guyton, et al 2001). b. Pembuluh Darah Pembuluh darah merupakan saluran untuk mendistribusikan darah dari jantung ke seluruh tubuh. Pembuluh darah meliputi (Sherwood, 2001): Arteri, yaitu pembuluh darah yang sangat elastis, mengangkut darah dari jantung ke jaringan. Vena, pembuluh darah yang sangat lentur, mengembalikan darah dari jaringan ke jantung. Kapiler, pembuluh berdinding tipis dan berpori-pori, tempat pertukaran darah dengan jaringan di sekitarnya. Arteriol, pembuluh yang banyak mengandung otot. c. Darah Darah adalah medium transportasi bagi bahan-bahan yang akan disalurkan, dilarutkan, atau diendapkan dari dan ke jantung. (Sherwood, 2001) Darah dibagi menjadi: Eritrosit (sel darah merah). Suatu kantung hemoglobin yang terbungkus membran plasma yang mengangkut O2 dan CO2. Leukosit (sel darah putih). Unit yang dapat bergerak dalam sistem pertahanan tubuh.

Trombosit (keping darah). Jenis ketiga yang terdapat dalam darah. Trombosit berupa fragmen/potongan kecil sel. Diuretika dalam arti sempit adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin yang lebih banyak. Jika pada peningkatan ekskresi garamgaram, maka diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (Mutschler, 1991). Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretika bukan obat ginjal, artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal,demikian juga pada pasien insufisiensi ginjal jika diperlukan dialysis,tidak dapat ditangguhkan dengan penggunaan senyawa ini. Beberapa diuertika pada awal pengobatan justru memperkecil ekskresi zatzat penting urin dengan mengurangi laju filtrasi glomerulus sehingga memperburuk insufisiensi ginjal (Mutschler, 1991). Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya yang

menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin), memperbesar volume darah (dekstran), atau merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air, alkohol). Diuretika meningkat pengeluaran garam dan air oleh ginjal hingga volume darah dan tekanan darah menurun. Disamping itu, diperkirakan berpengaruh langsung terhadap dinding pembuluh, yakni penurunan kadar Natrium membuat dinding lebih kebal terhadap noradrenalin, hingga daya

tahnannya berkurang efek hipotensifnya relatife ringan dan tidak meningkat dengan memperbesar dosis (sebagaimana halnya dengan reserpin). Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu (Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007): 1. Diuretik osmotik Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja: a. Tubuli proksimal Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotik. b. Ansa henle Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun. c. Duktus Koligentes Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Istilah diuretik osmotik biasanya dipakaiuntuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isisorbid.

2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase

Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi bikarbonat. Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid. 3. Diuretik golongan tiazid. Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah klorotiazid, hidroklorotiazid,

hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid. 4. Diuretik hemat kalium Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida). 5. Diuretik kuat. Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid. Obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine, disebut diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transport ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ pada begian-bagian nefron yang berbeda. Akibatnya, Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urine dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan bila keadaan normal bersama-sama air, yang

mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Jadi, diuretik meningkatkan volume urine dan sering mengubah pH-nya serta komposisiion dirancang dalam urine dan darah. Efektifitas berbagai kelas diuretik yang berbeda sangat bervariasi dari kurang 2 % untuk loop diuretik yang poten. Penggunaan klinis utama ialah dalam menangani kelainan yang melibatkan retensi cairan (edema) atau penurunan volume darah, sehingga terjadi penurunan tekanan darah. 1. Mekanisme Kerja Obat Diuretik Kebanyakan diuretika bekerrja dengan mengurangi reabsorbsi natrium, sehingga pengeluaranya lewat kemih- dan demikian juga dari air-diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni (mariska syafri ; 2011): Tubuli proksimal, ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang disini direabsorbsi secara aktif untuk kurang lebih 70%, antara lain ion-Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsorbsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmosis (manitol, sorbitol) bekerja di sini dengan merintangi reabsorbsi air dan juga natrium. Lengkungan henle. Dibagian menaik dari Henles loop ini k,l. 25% bsorbsi pasif dari Na+ dan K+ tetapi tanpa hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan seperti furosemida, bumetamida dan etakrinat, bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl-

dan demikian reabsorbsi Na+. pengeluaran K+ dan air juga diperbanyak. Tubuli distal. Dibagian pertama segmen ini, Na+ direabsorbsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis.sentawa thiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak eksreksi Na+ dan Cl sebesar 5-10%. Dibagian kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K
+

atau NH4+;

proses ini dikendalikan oleh hormon anak-ginjal aldosteron antagonis aldosteron (spirolacton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triateren) bertitik kerja disini dengan mengekibatkan ekskresi Na+ (5%) dan retensi- K+. Saluran pengumpul. Hormon antidiuretika ADH (vasoprin) dari hipofisis bertitik kerja disini dengan jalan memengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini. 2. Pemilihan Diuretik Diuretik thiazide tepat untuk digunakan pada sebagian besar pasien dengan hipertensi ringan atau sedang serta dengan fungsi jantung dan ginjal normal. Diuretik yang lebih kuat (misalnya, diuretik yang bekerja pada loop of henle) diperlukan untuk hipertensi parah, apabila digunakan pada kombinasi obat yang menyebabkan retensi natrium. Pada insufisiensi ginjal, bila tingkat filtrasi glumeruler kurang dari 30 atau 40 mL/menit. Pada gagal jantung atau sirosis, ketika terdapat retensi natrium. Diuretik hemat-kalium (potassium-sparing) berguna untuk

menghindari terjadinya deplesi kalium yang berlebihan, khususnya pada

pasien yang menggunakan digitalis dan untuk memperkuat efek natriuretik diuretik lainnya (Katzung, 1986). 3. Toksisitas Diuretik Pada pengobatan hipertensi, sebagian besar efek samping yang lazim terjadi adalah deplesi kalium. Walaupun hipokalemia ringan dapat ditoleransi oleh banyak pasien , hipokalemia dapat berbahaya pada pasien yang menggunakan digitalis, pasien dengan aritmia kronis, pada infarktus miokardium akut atau disfungsi ventrikel kiri. Kehilangan kalium diimbangi dengan reabsorpsi natrium. Oleh karenanya

,pembatasan asupan natrium dapat meminimalkan kehilangan kalium. Diuretik glukosa, dan peningkatan konsentrasi lemak serum. Diuretik dapat meningkatkan konsentrasi uric acid dan menyebabkan terjadinya gout (pirai). Penggunaan dosis rendah dapat meminimalkan efek metabolik yang tidak diinginkan tanpa mengganggu efek

antihipertensinya. (Katzung, 1986). II.2 Uraian Hewan Uji 1. Mencit (Mus musculus) (Malolle, 1989) - Klasifikasi Kingdom : Animalia Philum Class Ordo Family Genus Spesies : Chordata : Mamalia : Rhodentia : Muridae : Mus : Mus musculus

- Morfologi Bulu mencit putih dan berwarna sedikit lebih pucat, mata berwarna hitam dan kulit berpigmen. Berat badan pada 4 minggu mencapai 1020 gr. Berat dewasa sekitar 25-40 gr. - Karakteristik Lama Hidup : 1-2 tahun atau 3 tahun

Lama Bunting : 19-21 hari Umur disapih : 21 hari Umur dewasa : 35 hari Siklus kelamin : Poliestrus Siklus estrus Lama estrus : 4-5 hari : 2-24 hari

Berat dewasa : 20-40 gr Jumlah anak : Rata-rata 6 bisa sampai 15

Suhu (Rektal) : 35o - 39oC (rata-rata 37,4oC) Perkawinan Aktifitas : 4 betina 1 jantan : Nocturnal (malam)

II.3 Uraian Bahan 1. Air suling (Dirjen POM, 1979) Nama Resmi Sinonim RM / BM : Aqua destillata : Aquades, Air suling : H2O/18,02

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat.

2. Furosemid (Dirjen POM, 1995) Nama Resmi Sinonim RM/BM Pamerian : Furosemidum, Furosemida : Asam-4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoilantranilat : C12H11ClN2O5S/330,74 : Serbuk hablur; putih atau hampir putih; tidak berbau; hampir tidak berasa. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam kloroform P, larut dalam 75 bagian etanol (95%) P dan dalam 850 bagian eter P; larut dalam larutan alkali hidroksida. Khasiat Penyimpanan : Diuretikum : Dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya.

3. Na CMC (Dirjen POM, 1979) Nama resmi Sinonim Pemerian : Natrium carboksimetilselulosa : Natrium karboksil metil selulosa : Serbuk atau butiran putih atau kering gading tidak berbau atau hampir tidak berbau hidrofobik. Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk seperti koloidal, tidak larut dalam etanol 95% p dalam eter p dan dalam organik lain. Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup rapat : Sebagai kontrol.

4. Spironolakton (Dirjen POM, 1995) Nama resmi Sinonim RM/BM Pemerian : Spironolactonum : Spironolakton : C24H32O4S/416,60 : Serbuk, kuning tua, tidak berbau atau berbau atau berbau asam tiosetat lemah, rasa agak pahit. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 80 bagian etanol (95%) p, dalam 3 bagian kloroform P dan dalam 100 bagian eter P. Khasiat Penyimpanan : Diuretikum. : Dalam wadah terlindung dari cahaya.

BAB III METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat - Dispo - Kandang metabolisme (loyang) III.1.2 Bahan - Aquadest - Furosemid - Mencit - Na CMC - Spironolakton III.2 Cara Kerja a. Mencit 1 1. Diberikan aquadest dengan perlahan-lahan secara oral 2. Diletakkan dalam kandang metabolisme (loyang) 3. Dicatat volume urin selama 30 menit dan 60 menit. b. Mencit 2 1. Diberikan suspensi Furosemid per oral secara perlahan-lahan, dengan dosis sesuai berat badan 2. Diletakkan kedalam kandang metabolisme (loyang) 3. Dicatat volume urin selama 30 menit dan 60 menit.

c. Mencit 3 1. Diberikan suspensi Spironolakton per oral secara perlahan-lahan, dengan dosis sesuai berat badan 2. Dimasukkan kedalam kandang metabolisme (loyang) 3. Dicatat volume urin selama 30 menit dan 60 menit.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

Hewan

Berat Badan

Obat

Dosis

Mencit 1 Mencit 2 Mencit 3 IV.2 Pembahasan

Aquadest Furosemid Spironolakton

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan V.2 Saran Disarankan untuk laboratorium farmakologi dan toksikologi kedepannya untuk lebih dilengkapi baik dari segi alat maupun bahan agar tercapainya praktikum yang efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Katzung, B.G. 1986. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika

Guyton, N.H. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Malolle, M. 1989. Penanganan Hewan-Hewan Percobaan. Bandung: ITB

Mutschaler, E. 1991. Dinamika obat Farmakologi dan Tonsikologi. Bandung: ITB

Syafri, M. 2011. Mekanisme Kerja Obat Diuretika. Surakarta: UNS Press

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

Tjay, T.H. 2007. Obat-obat Penting. PT Gramedia: Jakarta.

Daftar Pustaka
Katzung, Bertram G., 1986, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika ; Jakarta. Anonym,2006,Obat-obat Penting, Laboratorium Manajemen Farmasi dan Farmasi Masyarakat bagian Farmasetika Fakultas Farmasi UGM ; Jogjakarta Syafri, Mariska, 2011, mekanisme kerja obat diuretika,

http://mariskasyafri.blogspot.com/2011/03/mekanisme-kerja-obatdiuretika.html diakses pada tanggal 5 mei 2012 Mutschaler,Ernst.1991.Dinamika obat Farmakologi dan Tonsikologi.bandung ; ITB Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia ; Jakarta. Guyton, N Hall.2001.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Setiowati, Tetty. Furqonita, Deswanty. Biologi Interaktif. Jakarta: Azka Press Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa. Jakarta: EGC Sherwood, L.2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC Asisten Anatomi FK UNS 1999-2000. 2003. Guidance to Anatomy II. Surakarta: UNS Press http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081224203633AAxOK0B http://medicastore.com/penyakit/3177/Sistem_Kekebalan_Tubuh_2.html http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Ilmu%20Kedokteran%20Terinte grasi%20-%20PBL/anamnesa_pemfisik-kardio-budiarief.pdf http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/06/25/132 5/13/Sehat-dengan-Terapi-Tertawa http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=206 &Itemid=3 www.jantungku.com Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai