Anda di halaman 1dari 6

Protein merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, sehingga kekurangan protein akan menyebabkan gangguan pada

tubuh. Untuk itu, diperlukan makan makanan yang mengandung protein yang cukup bagi tubuh. Sehingga penentuan kadar protein dalam makanan yang mengandung protein sangat diperlukan untuk dapat mengetahui makanan yang banyak mengandung protein sehingga keperluan tubuh terhadap protein sehari-hari dapat terpenuhi. Protein tersusun atas asam-asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Salah satu contoh protein adalah telur. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat. Kandungan penyusun telur dalam dibagi menjadi protein putih telur dan protein kuning telur. Komposisi putih telur kandungan total protein 10-11% dasar basah, ovalbulmin 70% dari total protein, canalbumin 9% dari total protein, ovoummucoid 13% dari total protein. Sedangkan kuning telur terdiri atas hipovitelin dan hipotellenin. Penentuan konsentrasi protein merupakan proses rutin yang digunakan dalam analisis kimia. Salah satu tujuan dari penentuan konsentrasi protein ini adalah untuk mengetahui nilai gizi dari suatu bahan makanan. Ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam rangka menentukan konsentrasi protein. Salah satunya adalah metode Lowry. Pemilihan metode yang baik dan tepat dalam suatu pengukuran tergantung pada beberapa faktor seperti banyaknya material atau sampel yang tersedia, waktu yang tersedia untuk melakukan pengukuran, alat spektrofotometer yang tersedia untuk melakukan pengukuran

(spektfotometer VIS atau UV). Spektroskopi merupakan salah satu metode analisis instrumental yang didasarkan pada interaksi energi (radiasi elektromagentik/cahaya) dan materi (atom/molekul). Struktur elektronik suatu spesi atau suatu molekul sangat menentukan serapan cahaya oleh spesi atau molekul tersebut. Warna senyawa-senyawa kompleks tergantung pada logam yang terlibat dan jumlah orbital d yang dimilikinya, dimana jumlah orbital d ini berhubungan dengan keadaan oksidasinya. Walaupun demikian, ada beberapa senyawa dari golongan utama dan golongan transisi tidak memiliki orbital d tetapi senyawa tersebut berwarna. Warna tersebut disebabkan oleh transisi-transisi elektronik yang melibatkan elektron-elektron valensi yang lain. Spektrofotometri mempunyai aplikasi yang cukup luas pada analisis secara kuantitatif. Pengukuran dengan menggunakan metode ini mempunyai akurasi yang sangat tinggi, walaupun tidak seakurat metode serapan atom atau sinar gamma. Dalam mempelajari sifat kuantitatif dari adsorpsi radiasi, berkas radiasi dikenakan pada sampel dan kemudian intensitas radiasi yang diteruskan atau yang ditransmisikan diukur.

Kebanyakan pekerjaan analisis larutan dimana larutan yang dianalisa dilarutkan langsung di dalam pelarutnya atau sebelumnya mengalami perlakuan kimia sehingga mampu mengadsorpsi radiasi. Radiasi yang diadsorpsi oleh sampel ditentukan dengan

membandingkan intensitas dari berkas radiasi yang diteruskan. Langkah-langkah umum dalam analisis spektrofotometri, terutama pada daerah cahaya tampak adalah seperti berikut. a). Pembentukan senyawa berwarna Langkah ini dilakukan apabila senyawa yang dianalisis tidak melakukan penyerapan di daerah tampak. Dalam hal ini senyawa tersebut harus diubah menjadi senyawa lain yang dapat melakukan penyerapan atau direaksikan dengan suatu reaksi pembentukan warna hingga dapat menyerap sinar tampak. Pereaksi yang menimbulkan warna, harus memenuhi beberapa persyaratan yakni reaksinya dengan zat yang dianalisis harus selektif dan sensitif, tidak membentuk senyawa berwarna dengan zat-zat lain yang ada dalam larutan, reaksinya dengan zat lain yang dianalisis harus cepat dan kuantitatif (sempurna), warna atau senyawa yang terbentuk harus cukup stabil untuk jangka waktu tertentu, dan tidak terlalu cepat berubah dengan perubahan pH. b). Pemilihan panjang gelombang Panjang gelombang yang digunakan untuk keperluan analisis kuantitatif secara spektrofotometer adalah panjang gelombang yang sesuai dengan absorbansi maksimum (puncak serapan). Hal ini disebabkan perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimum, maka akan diperoleh kepekaan yang maksimum pula (Isomono, 1981,72). Berikut merupakan panjang gelombang yang dapat dideteksi oleh UV-Vis.

Gambar 1. Panjang gelombang yang dapat dideteksi oleh UV-Vis. Keterangan: Violet Indigo : 400-420 nm : 420-440 nm

Blue Green Yellow Orange Red

: 440-490 nm : 490 570 nm : 490 -570 nm : 570 620 nm : 620 780 nm

c). Pembuatan kurva kalibrasi Untuk kurva kalibrasi, dibuat larutan standar dengan berbagai konsentrasi yang diketahui. Absorbansi larutan standar ini diukur, kemudian dibuat grafik absorbansi (A) terhadap konsentrasi (C). Kurva yang terbentuk ini nantinya disebut kurva kalibrasi. Melalui kurva kalibrasi atau kurva standar, konsentrasi larutan sampel dapat dengan mudah diketahui atau dihitung dari pembacaan absorbansi sampel. Ketelitian pembacaan absorbansi yang baik pada umumnya ada pada nilai absorbansi diantara 0,2-1,0 atau nilai transmitansnya (T) diantara 0,1-0,75 (10-75%T), dimana kesalahan pembacaan T pada skala ini diperkirakan 0,5% T . Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV atau tampak harus dilakukan bila senyawa awal tidak menyerap pada daerah tersebut. Oleh karena itu, senyawa tersebut harus diubah menjadi senyawa lain yang menyerap didaerah UV atau diubah menjadi senyawa berwarna. Pembentukan senyawa dengan rantai konjugasi yang lebih panjang dan pembentukan senyawa kompleks sering dilakukan untuk tujuan ini. Hubungan antara kadar zat penyerap dengan dasarnya absorpsi radiasi dirumuskan oleh Lambert-Beer pada tahun 1989. Hukum Lambert-Beer menjabarkan pengurangan eksponensial dari intensitas radiasi yang diteruskan karena peningkatan aritmatik dari kadar zat penyerap, sehingga diperoleh persamaan:
log Io 1 A log T log( ) I T

Io/I disebut optical density (OD) atau absorbansi (A), sedangkan I/Io disebut transmitan (T), yaitu proporsi radiasi yang diteruskan. Bila T dikalikan dengan 100% disebut persen transmitansi (%T). Dengan menggunakan notasi-notasi yang merupakan penggabungan Hukum Beer dengan Hukum Bouguer, maka Hukum Beer dapat dituliskan sebagai berikut A=bC Dimana merupakan absorptivitas molar yang nilainya tergantung pada panjang gelombang dan jenis zat, b merupakan tebal medium penyerap yang biasanya dinyatakan dalam centimeter, C merupakan konsentrasi molar.

Pada saat menentukan konsentrasi protein dalam sampel, harus dilakukan pula pengukuran terhadap beberapa larutan protein standar yang memiliki rentangan konsentrasi tertentu dimana konsentrasi sampel protein berada dalam rentangan tersebut. Protein dimasukkan pertama kali kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan aquades. Seluruh tabung harus mempunyai volume akhir yang sama. Reagen pembentuk kompleks selalu ditambahkan terakhir dan biasanya diperlukan selang waktu tertentu terjadinya reaksi yang sempurna. Larutan standar protein dan sampel diukur dengan spektrofotometri. Hasil pengukuran dibuat dalam kurva kalibrasi standar yang diperoleh dengan mengukur absorbansi sederetan larutan standar. Misalnya kurva kalibrasi sebagai berikut:

Absorbansi

Konsentrasi Gambar 2. Kurva kalibrasi (Sumber : Muderawan, 2009) Dengan bantuan kurva kalibrasi, konsentrasi larutan sampel dapat ditentukan dengan mudah atau dihitung dengan persamaam regresi. Berdasarkan kurva kalibrasi, dapat diperoleh persamaan sebagai berikut: y = ax b Dimana: y = absorbansi sampel a = tan x =konsentrasi sampel b = titik potong terhadap sumbu y (intersep)

Dalam penentuan konsentrasi, reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik, seperti reagen Folin Ciocalteu telah digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian dikenal dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana, reagen Folin Ciocalteu dapat mendeteksi residu tirosin (dalam protein) karena gugus fenolik dalam tirosin dapat mereduksi reagen fosfotungstat dan fosfomolibat menjadi tungstat dan molibdenum yang berwarna biru. Adapun struktur tirosin ditunjukkan sebagai berikut:

O HO CH2CH C NH2
(Sumber : Redhana, 2004) Reagen fosfotungstat dan fosfomolibat merupakan konstituen utama ragen Folin Ciocalteu yang direduksi menghasilkan tungstat dan molibdenum yang meunjukkan puncak absorplebar pada daerah merah dan spektrum sinar tanpak (600-800 nm) (Redhana,2003). Sensitivitas dari metode folin-ciocalteu ini mengalami perubahan yang cukup signifikan apabila digabung dengan ion-ion Cu2+ (metode Biuret). Kompleks Cu-protein yang dihasilkan oleh reagen Biuret akan menyebabkan reduksi pula pada fosfotungstat dan fosfomolibdat dalam reagen folin-ciocalteu. Kira-kira 75% dari reduksi yang terjadi diakibatkan oleh adanya kompleks Cu-protein tersebut, sementara residu-residu tirosin dan triptofan mereduksi 25% sisanya (Tika, 2007). Reagen folin ciocalteu merupakan suatu komposisi kompleks yang diperoleh dengan cara pemanasan refluks dari Na-tungstat dan Na-molibdat dengan asam ortofosfat. Selain itu disertakan pula komponen-komponen lain untuk meningkatkan kestabilan reagen yang dalam kondisi normal berwarna kuning pucat. Pada saat menentukan konsentrasi dalam suatu sampel harus dilakukan pula pengukuran terhadap beberapa larutan protein standar yang memiliki rentang protein tertentu dimana konsentrasi sampel berada didalam rentangan tersebut (Redhana&Siti Maryam, 2003).

O H

Gambar 3 .Struktur asam amino tirosin

Redhana, I Wayan dan Siti Maryam. 2003. Penuntun Praktikum Biokimia. Singaraja : IKIP Negeri Singaraja Muderawan, I Wayan. 2009. Analisis Instrumen. Singaraja : Undiksha Press

Tika, I Nyoman. 2007. Penuntun Praktikum Biokimia. Singaraja: Universitas Ganesha

Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai