Anda di halaman 1dari 5

Umar Patek Akan Dipulangkan ke Indonesia

Sabtu, 2 April 2011 | 02:52 WIB


Denpasar Terkait penangkapan tersangka teroris Umar Patek, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyatakan, Umar Patek alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab akan diadili di Indonesia. Untuk itu Umar Patek akan segera diekstradisi ke Indonesia untuk menjalani proses hukum atas kasus terorisme yang dilakukannya. Patrialis mengatakan, sebagai pemegang otoritas bantuan hukum, Kementrian Hukum dan HAM telah berkoordinasi dengan Polri untuk mengekstradisi Umar Patek. "Tentu kita membutuhkan Umar Patek untuk kepentingan penegakan hukum di Indonesia. Tidak ada masalah untuk mengekstradisi Umar Patek, Indonesia dan Pakistan kan sudah memiliki perjanjian dalam hal itu " ujar Patrialis di Kuta, Jumat (01/04) kemarin. Patrialis juga menambahkan kalau Indonesia tengah mencoba meminta negara-negara lain yang mempunyai kepentingan dengan Umar Patek untuk membicarakan persoalan proses hukum. "Seperti negara Amerika misalnya, kita masih melobi mereka. Kita akan ajak mereka untuk duduk bersama dan menyampaikan kepada mereka bahwa kita juga tidak kalah kuat dalam soal penegakan hukum. Jadi jangan pesimis," katanya. Sementara itu, pihak Pakistan dalam sebuah pernyataan kemarin mengatakan akan memberikan akses konsuler kepada Kedutaan Besar Indonesia mengenai penangkapan teroris asal Indonesia yang diduga Umar Patek di Pakistan, demikian siaran media Kementerian Luar Negeri Pakistan, Jumat."Mengenai segala penangkapan warga negara asing di Pakistan, hal pertama yang dilakukan adalah pemberian akses konsuler bagi kedutaan besar dari negara asal sang pelaku yang ditangkap," ungkap pernyataan tersebut. Umar Patek alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab dikabarkan ditangkap aparat keamanan Pakistan awal Maret 2011. Peracik bom itu menjadi salah satu otak pelaku bom Bali I pada Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang. Penangkapannya di Pakistan menimbulkan teka-teki bagaimana Umar Patek bisa melintasi berbagai negara Kementerian Luar Negeri Pakistan membenarkan ada penangkapan seseorang yang diduga pelaku bom Bali. "Sekarang terserah Kedubes Indonesia untuk memeriksa secara jelas siapakah orang tersebut. Kami memandang dia bisa jadi Umar Patek. Kami memberi Indonesia kesempatan untuk memeriksa apakah sang tertuduh adalah Umar Patek "

http://www.surabayapagi.com/index.php?

Contoh Kasus Mengenai Status Kewarganegaraan Anak akibat Hasil Perkawinan Campuran

Ketika SiBuah Hati Akhirnya Diakui Negara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin memberikan surat penetapan status kewarganegaraan Indonesia untuk Jean Edouard Leopold Mutia AlbertBernier yang baru berumur lima tahun dua bulan didampingi ibunya, Dewi Chyntia, warga Negara indonesia. Jean merupakan anak dari perkawinan campur antaraBernier Pascal Louis Raymond Ghislain, warga negaraBelgia, dan Dewi Chyntia. Jean lahir diBelgia tanggal1 Desember2001. Dengan bekal paspor dariBelgia dan visa kunjungan sosial budaya, Jean dapat tinggal di Indonesia. Visa itu hanya berlaku 60 hari. Setelah itu harus diperpanjang di kantor imigrasi untuk periode tinggal satu bulan. Setelah lima tahun, masa berlaku paspor pun habis. Untuk memperpanjang paspor melalui KedutaanBesarBelgia di Jakarta diperlukan persetujuan atau surat dari Ghislain, ayah Jean. Persoalannya, Ghislain tidak menyetujui dan tidak memberikan surat, tanda tangan, atau apa pun namanya. Akibatnya, Jean akhirnya harus dideportasi.Bersama ibunya itu terjadi karena masih diberlakukannya Undang-Undang Nomor 62 Tahun1958 tentang Kewarganegaraan. Dengan undang-undang itu, anak dengan ayah warga negara asing otomatis menjadi warga negara asing. Wacana perubahan UU Kewarganegaraan yang pernah bergulir ibarat memberikan angin segar bagi Dewi, termasuk ibu-ibu yang menghadapi persoalan serupa. Dengan diberlakukannya UU No12/2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia. Syarat menjadi warga negara menurut UU No12/2006 yakni akta lahir anak yang harus dilegalisasi dan fotokopi paspor dari suami. Ketika sudah merasa tidak ada harapan lagi, dia pun menulis surat kepada Menteri Hamid Awaludin, mengungkapkan kesulitan yang dihadapinya. Hamid menanggapi, Ia mengeluarkan surat penetapan kewarganegaraan Indonesia untuk Jean.

PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.12/2006 Status kewarganegaraan di Indonesia adalah masalah yang memang sudah sering terjadi. Dalam kasus di atas kewarganegaraan indonesia dapat hilang jika adanya perkawinan campuran. Dalam UU No.12/2006 disebutkan hilangnya suatu kewarganegaraan dapat disebabkan12 hal salah satunya disebutkan Perempuan warga negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga asing kehilangan kewarganegaraan RI jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut. Jika dalam perkawinan tersebut terdapat kehadiran seorang anak maka anak tersebut akan berkewarganegaraan asing mengikuti ayahnya. Sebelum diberlakukannya UU No.12/2006 di Indonesia masih berlaku Undang-Undang Nomor 62 Tahun1958 tentang Kewarganegaraan tapi UU tersebut dianggap kurang efektif sehingga wacana dalam UU tersebut diganti. Setelah diberlakukannya undang-undang tersebut banyak pihak yang merasa beruntung karena akhirnya mereka memperoleh status kewarganegaraan Republik Indonesia salah satu contohnya adalah dalam kasus di atas. KESIMPULAN Kewarganegaraan merupakan ikatan hukum antara orang orang dengan negara. Setiap warga Negara berhak atas status kewarganegaraan mereka masing-masing di suatu Negara dan setiap orang juga berhak memiliki satu atau lebih status kewarganegaraan sebagai bukti bahwa orang tersebut merupakan bagian dari suatu Negara. Hal-hal yang mengatur tentang kewarganegaraan tersebut tercantum dalam UU No.12/2006.

Umar Patek Jadi Rebutan Indonesia-AS


"Memang sekarang ini sedang terjadi tarik menarik terkait penanganan Umar Patek selanjutnya," ujar Adrianus Meliala saat dihubungi di Jakarta, Minggu. Menurut dia, sebenarnya Indonesia menghendaki agar tersangka pelaku teror bom Bali itu bisa diproses hukum di Indonesia dan peluang untuk itu juga sangat besar. Hal tersebut dikarenakan hubungan antara Indonesia dan Pakistan sudah terjalin sangat baik. Selain itu, ia menambahkan, penyelidikan bersama juga sangat terbuka peluangnya. Hanya saja yang belum pasti, menurut Adrianus, bagaimana peran "kuda hitam" Amerika Serikat yang juga menginginkan Umar Patek itu mengingat ia juga punya hubungan erat dengan organisasi terorisme internasional, Alqaeda. "Indonesia tampaknya tidak keberatan pula melepas Umar Patek ini dengan pertimbangan khusus 'hutang budi' pada AS dan juga kekuatan Jamaah Islamiyah sudah diketahui," ujarnya. Sementara untuk Pakistan, ia berpendapat, mereka juga sangat jelas sikapnya yakni akan mengikuti saja bagaimana maunya pihak AS. Namun demikian, Adrianus juga mengatakan, dalam persoalan Umar Patek itu masih terjadi tarik menarik dimana Indonesia masih memikirkan bagaimana proses "ekstradisi" yang terbaik dan juga konsesi-konsesi apa yang paling menguntungkan jika AS menghendaki Umar Patek. Pada isu lain terkait persoalan pondok pesantren Umar bin Khatab di Lombok, NTB, Adrianus mengungkapkan bahwa pesantren tersebut dikelola oleh tiga orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kepolisian. Pihak kepolisian, ia menambahkan, menetapkan tiga pengasuh ponpes itu sebagai DPO sewaktu mereka menggrebek tempat latihan militer di Aceh. Ditanya soal stigma terorisme yang kerap melekat pada satu agama tertentu, Adrianus menyatakan bahwa tidak benar ada stigma-stigma demikian yang selalu dilekatkan pada Islam. "Justru umat Islam harus benar-benar berupaya agar stigma itu tidak muncul. Itu yang saya kurang melihat," ujarnya. Terkait penanggulangan masalah terorisme, Kapolda Kalimantan Selatan Irjen Pol Syafruddin mengatakan bahwa Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) berencana menggelar Seminar Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVII dengan tema "Penanggulangan Terorisme Guna Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam rangka Ketahanan Nasional". Syafruddin yang juga ketua panitia seminar tersebut menjelaskan bahwa dalam kegiatan yang akan berlangsung pada Selasa - Rabu (2-3 Agustus) itu akan dikupas berbagai pendekatan penyelesaian masalah terorisme. "Ada dua cara penanggulangan terorisme ini, yakni dengan cara hard power dan soft power. Kedua cara tersebut akan dielaborasi untuk menemukan bagaimana solusi yang terbaik itu," ujarnya. Syafruddin juga mengemukakan bahwa sejumlah pembicara yang sudah konfirmasi menjadi pembicara adalah Gubernur Lemhanas Budi Susilo Supandji, Deputi Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) Irjen Pol Tito Karnavian, Pakar Kriminolog UI Prof. Adrianus Meliala dan Pengamat Intelejen AS Hikam.

"http://www.w3.org/TR/html4/loose.dtd">

Anda mungkin juga menyukai