Anda di halaman 1dari 6

Pemaparan Piore dan Sabel: Dalam perekonomian di mana terjadi konsumsi massal, respon dari harga terhadap berbagai

jenis gangguan akan membawa dampak negatif yaitu menimbulkan kontraksi/penyusutan terhadap kegiatan ekonomi dan bukannya meningkatkan pertumbuhan. Investasi tidak dapat merespon penurunan upah dan suku bunga selama industri tetap memiliki kelebihan kapasitas. Penurunan upah yang disebabkan oleh tingginya angka pengangguran akan menurunkan permintaan terhadap barang-barang konsumsi, sehingga justru menimbulkan kelebihan kapasitas produksi yang selanjutnya akan menghambat kenaikan investasi. Karena investasi sangat terpengaruh oleh pendapatan konsumen, maka bisa jadi bahwa perekonomian dengan konsumsi massal ini akan merespon penurunan upah dengan cara yang bertolak belakang dengan respon dari perekonomian yang memiliki tingkat persaingan yang tinggi. Teori regulasi menyatakan bahwa akumulasi kapitalis terjadi dalam dua tahap atau yang disebut sebagai dua rezim, berdasarkan pada hubungan antara keputusan produksi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan agregat. Implikasi Bagi Ekonomi Politik Dua implikasi :

Upaya pekerja untuk menaikkan permintaan terhadap tenaga kerja (dengan cara menurunkan upah) justru bisa menurunkan level penyerapan tenaga kerja. Upaya masyarakat untuk menabung justru bisa mengurangi level tabungan dan investasi dalam masyarakat.

Kesipulan dari 2 implikasi di atas yaitu bahwa perlu ada intervensi dari negara untuk membantu mendefinisikan peran bagi negara dalam hubungannya dengan perekonomian. Negara bertindak untuk mewujudkan kondisi makroekonomi yang diperlukan agar upaya individu-individu untuk mengejar kepentingan pribadinya sendiri tidak membawa dampak yang negatif. 3 bidang kebijakan stabilisasi oleh negara:

1 2 3

Permintaan agregat Sektor finansial Harga

Aliran Sirkular dengan Pemerintah

Kemampuan negara untuk mempengaruhi aliran sirkular akan tergantung pada posisi negara dalam aliran itu. Negara terhubung lewat tiga titik dengan aliran sirkular sebagai berikut:

Pengeluaran pemerintah Pemerintah menggunakan pandapatannya untuk membeli barang dari sektor swasta, menyerap tenaga kerja, memberikan penda[atan bagi konsumen dan terhadap berbagai lembaga tanpa memperhitungkan apa kegiatan ekonomi yang dilakukan individu dan lembaga ini serta tanpa memperhitungkan apakah individu dan lembaga ini dapat memberikan barang dan jasa lain sebagai imbalannya.

Pinjaman pemerintah Salah satu sumber pendapatan negara yang digunakan untuk melakukan pengeluaran pemerintah yang sudah disebutkan dalam nomor (1) di atas adalah dengan meminjam dari sektor swasta. Pemerintah dapat mengluarkan surat hutang negara (government bond)yang dapat dibeli

oleh individu atau perusahaan. Pembelian surat hutang negara ini oleh sektor negara untuk digunakan dalam anggaran negara.

Pajak Negara dapat mendanai kegiatan-kegiatannya tanpa harus meminjam yaitu dengan cara mencetak uang atau lewat pajak.

Penyebab dari instabilitas dalam permintaan konsumen adalah hubungan antara pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan konsumsi. Hubungan ini membuat fluktuasi dalam investasi menimbulkan fluktuasi pada permintaan. Untuk menstabilkan penyerapan tenaga kerja dan ouput, pemerintah berusaha untuk memodifikasi hubungan ini. Agar bisa menstabilkan permintaan, pemerintah harus mengkompensasi fluktuasi pada output dan tenaga kerja yang muncul di sektor swasta. Berikut ini kami akan memfokuskan uraian kami pada upayaupaya yang dilakukan pemerintah untuk mempertahankan level permintaan dan output. Dua hal yang salah satunya dapat diambil sebagai tindakan, oleh pemerintah adalah sebagai berikut:

Mengenakan pajak pada pendapatan-pendapatan yang akan ditabung dan tidak akan dibelanjakan oleh penerima awalnya seandainya tidak kena pajak dan kemudian (a) membelanjakan pendapatan negara dari pajak itu untuk barang-barang dan jasa, atau (b) mentransfer dana dari pendapatan pajak itu kepada pelaku-pelaku pasar yang akan mengkonsumsinya (atau paling tidak akan mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang akan dibelanjakan oleh penerima awal yang telah dikenai pajak tadi). Menarik pajak lalu membuat pengeluaran yang lebih besar daripada pendapatan dari pajak itu di mana selisihnya didapatkan dengan cara meminjam kepada pelaku-pelaku pasar yang tidak akan membelanjakan dana sebanyak itu atau tidak mungkin menerima dana sebanyak itu.

Para ekonom menyebut situasi yang terjadi oleh karena tindakan ini sebagai peningkatan kecenderungan untuk melakukan pengeluaran (increased propensity to spend). Contoh : Misalkan bahwa konsumen A memiliki pendapatan sebesar 50.000 dolar per tahun dan membelanjakan 90 persen dari total pendapatan itu, yaitu 45.000 dolar digunakan untuk membeli barang dan jasa, sementara 5.000 dolar sisanya tidak dibelanjakan melainkan digunakan untuk membeli aset finansial. Kemudian ada konsumen B yang tidak memiliki pendapatan sama sekali. Kalau pendapatan dari konsumen A dan B digabungkan, maka total ada pendapatan sebesar 50.000 do;ar yang menghasilkan permintaan sebesar 45.00 dolar, misalkan pemerintah mengenakan pajak kepada konsumen A sebesar 10.000 dolar dan kemudian mentransfernya kepada konsumen B. Karena konsumen B memiliki

level pendapatan yang rendah (yaitu Cuma 10.000 dolar per tahun), maka konsumen B akan membelanjakan keseluruhan dari 10.000 dolar itu utuk barang konsumsi. Kemudian konsumen A yang sudah dipotong pajak dari pendapatannya itu membelanjakan 36.000 dolar dan menabung atau menginvestasikan sisanya sebesar 4.000 dolar. Maka total pengeluaran dari pendapatan sebesar 50.000 dolar ini akan mengalami kenaikan dari 45.000 dolar tadi menjadi 46.000 dolar. Maka kebijakan stabilisasi yang dilakukan pemerintah akan mematahkan hubungan antara pendapatan dengan output, sehingga selanjutnya mematahkan hubungan antara pendapatan dengan penyerapan tenaga kerja. Tindakan stabilisasi yang dilakukan perusahaan cenderung untuk bisa melunakkan dampak dari perubahan pada permintaan di periode sekarang terhadap pendapatan (lihat Okun 1981; schofield 1978), dimana sebagian besar dari dana untuk membayar upah dijadikan pengeluarkan overhead (yang didanai dengan investasi jangka panjang sama seperti pengeluaran untuk membeli pabrik dan peralatan) yang besarnya akan relatif stabil biarpun terjadi fluktuasi pada output dan investasi. Sememtara stabilisasi yang dilakukan lewat kebijakan pemerintah akan cenderung untuk melemahkan hubungan antara pendapatan tingkat penyerapan tenaga kerja (offe 1984). Stabilisasi akan memodifikasi dan bahkan bisa secara implisit atau eksplisit menghambat proses sentral dalam perekonomian swasta. Karenanya kebijakan stabilisasi selalu memilki dampak politik yang besar.

BEBERAPA IMPLIKASI POLITIK Ketika diasumsikan bahwa stabilisasi memang perlu dilakukan terhadap perekonomian swasta, beberapa ekonom memandang bahwa metode-metode stabilisasi adalah sekedar alat, dimana proses politik dan penilaian politik tidak perlu ikut campur. Artinya, tindakan stabilisasi dipandang sebagai sebuah masalah teknis belaka yang sebaiknya dijalankan oleh mereka yang memilki pengetahuan dalam melakukannya, sama seperti ketika mobil kita rusak, maka yang terbaik adalah memasrahkan mobil itu kepada tukang bengkel yang handal. Menurut pandangan ini, semakin rendah kadar politik dari tindakan stabilisasi, maka hasilnya akan semakin baik (silk 1984). Apakah stabilisasi pada dasarnya adalah masalah non-politik?, Dalam pembahasan ini keynesian, meliki keterbatasan pada pemahaman terhadap negara. Dengan salah satu alasan karena manajemen ekonomi dapat tetap dipandang sebagai kegiatan ekonomi biarpun pelaksanaannya adalah sebuah lembaga politik, namun jika pengelolaan ekonomi itu sudah mulai melibatkan proses politik dan jika intervensi negara tergantung pada politik juga, maka kita tidak dapat lagi memandang negara sebagai sekadar manager ekonomi yang kompeten, karena aspek politik sudah tidak dapat dihindari lagi didalam kegiatan stabilisasi terhadap perekonomian.

Literatur dari teori siklus bisnis politik menekankan sebuah dimensi politik yang penting dalam pengelolaan terhadap permintaan (kalecki 1971). Ada satu dimensi politik lain yang memiliki implikasi yang bahkan lebih luas daripada siklus bisnis politik adalah ketika terjadi penolakan atau tantangan terhadap institusi-institusi dasar dari pasar tenaga kerja. Beberapa teoritisi memandang bahwa tantangan seperti ini adalah upaya untuk menstabilkan perekonomian dan melindungi level pendapatan dari naik turunnya pasar yang tidak diregulasi (offe 1984). Dalam dekomodifikasi terhadap tenaga kerja (yaitu dimana tenaga kerja dianggap bukan lagi komoditas yang bisa diperjualbelikan) akan menimbulkan krisis legitimasi yang dapat menimbulkan tantangan politik terhadap perekonomian pasar. Maka pengelolaan terhadap permintaan, biarpun diupayakan untuk di-depolitisir (dijadikan masalah administratif) sedapat mungkin, tetap memilki dampakdampak yang relevan dengan dimensi politik. Pengelolaan terhadap permintaan dapat memicu terjadi proses pendefinisian ulang terhadap pasar sebagai institusi sosial utama yang mewadahi hubungan kepemilikan dan upaya pemenuhan kebutuhan pribadi. Perlu ditekankan perkembangan semacam ini, seandainnya terjadi, lalu kemudian akan mempolitisir perekonomian dengan sepenuhnya, dalam artian bahwa perkembangan semacam ini tidak akan membuat perekonomian menjadi sebuah sistem yang bersifat politis murni, melainkan akan mendorong terjadinya pemikiran ulang secara kolektif dalam masyarakat tentang sifat dan batas-batas dari pasar. Pemikiran kembali inilah yang merupakan proses politik yang akan mengubah definisi dari pasar, tapi bukan merupakan proses politik yang akan menggantikan pasar atau melaksanakan fungsi-fungsi yang selama ini dijalankan oleh pasar. Proses politik sebenarnya juga bisa mengambil fungsi penentuan dan pemenuhan kebutuhan dari tangan swasta dan menyerahkannnya kepada lembaga-lembaga publik atau yang dalam istilah yang digunakan Walzer (1986) disebut dengan mengalihtugaskan (reassign) dari hubungan pasar ke proses administratif. Maka tersimpulkan bahwa pasar tetap tidak terpolitisir jika prosesproses tersebut diatas dilakukan. Kesimpulan dari pemaparan ini dibuat berdasarkan asumsi bahwa ada perbedaab yang jelas antara politik, administratif dan pasar. Perbedaanantara ketiganya ini lebih lanjut didasarkan pada pandangan bahwa plitik dan ekonomi memiliki wilayah sendiri-sendiri dan bukan pola perilaku adau pola perilaku atau pola interaksi umum yang bisa diterapkan pada semua bidang sosial. Kesimplan ini baru masuk akal hanya jika ekonomi didefinisikan sebagai institusi pasar dan politik didefinisikan sebagai pertarungan dan pendefinisi agenda publik. Administratif mengandung politik, tapi tidak bersifat politis walupun itu dapat dipolitisir. Dan jika ekonomi didefinisikan sebagai proses penyediaan kebutuhan (provisioning) maka pengalihtugasan kegiatan pemenuhan kebutuhan dari pasar ke administrasi akan membuat perekonomian menjadi sebuah sistem administrasi. Dalam situasi ini,ekonomi akan terpolitisir kalau prosese administrasi memiliki kewenangan yang besar sehingga menjadi rentan untuk

menjadi untuk menjadi bahan rebutan antar kelompok-kelompok politik yang saling bersaing. Namun ini tidak berarti bahwa politik menjadi identik denfan ekonomi, melainkan berarti bahwa penentuan definisi dari ekonomi dan situasi dimana proses ekonomi berjalan menjadi terkena imbas politik atau terpolitisir. Maka dapt disimpulkan bahwa proses politik-administratif yang menjalankan penyediaan kebutuhan mengandung aspek-aspek ekonomi, politik dan administratif yang tetap berbeda secara jelas antara yang satu dengan yang lain. Kalu aspek-aspek ini muncul secara bersamaan dalam praktiknya, tidak berarti bahwa kita dapat memahami praktik itu secara lebih jelas tanpa harus membedakan antara ketiga aspek ini, karena kita tetap perlu memahami bahwa tiap-tiap aspek ini memiliki imperatif (sesuatu yang harus terjadi dan tidak bisa ditolak) sendiri, logika sendiri dan makna sendiri.

Anda mungkin juga menyukai