Anda di halaman 1dari 28

A.

Skenario C Didi, bayi laki-laki, usia 9 bulan, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan batuk dan sukar bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini keluhannya bertambah berat. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Tampak sakit berat, kesadaran : kompos mentis, RR : 68x/menit, PR : 132x/menit, reguler, suhu : 38,60C, Panjang badan : 72 cm, Berat badan : 8,5 kg Keadaan spesifik : Kepala : nafas cuping hidung (+) Throraks : Paru : o Inspeksi :simetris, retraksi intercostal dan supraclavicula o Palpasi : stem fremitus kiri=kanan o Perkusi : redup pada basal kedua lapangan paru o Auskultasi : peningkatan suara nafas vesikuler, ronki basah halus nyaring, tidak terdengar wheezing Pemeriksaan lain dalam batas normal Informasi tambahan : tidak ada riwayat atopi dalam keluarga Pemeriksaan Laboratorium Hb : 11,9 gr/dl, Ht : 34 vol%, Leukosit : 15.000/mm3, LED : 18 mm/jam, trombosit : 220.000 mm3, Hitung jenis : 0/2/1/75/20/2, CRP (-) Pemeriksaan Radiologi Thoraks AP : infiltrat di parahilar kedua paru B. Klarifikasi Istilah - Nafas cuping hidung : cuping hidung yang bergerak saat inspirasi - Retraksi intercostal : tertariknya intercostal saat inspirasi sebagai upaya mempertahankan volume udara di paru - Stem fremitus : getaran yang terasa saat palpasi di dinding toraks - Suara napas vesikuler : suara napas normal pada paru yang diproduksi oleh alveolus - Ronki basah : suara yang dihasilkan oleh adanya cairan di dalam paru - Wheezing : sejenis bunyi kontinyu seperti bersiul saat ekspirasi - Atopi : predisposisi genetik menuju perkembangan reaksi hipersensitivitas cepat terhadap antigen lingkungan umum

CRP : c-reactive protein sebagai marker inflamasi akut Parahilar : Infiltrat : difusi atau penimbunan substansi yang secara normal tidak terdapat pada sel atau jaringan atau dalam jumlah yang melebihi normal dalam sel atau jaringan tersebut

C. Identifikasi Masalah 1. Didi, bayi laki-laki (9 bulan) mengalami batuk dan sukar bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini keluhannya bertambah berat. 2. Pemeriksaan Fisik - Keadaan umum : Tampak sakit berat, RR : 68x/menit, PR : 132x/menit, reguler, suhu : 38,60C, Panjang badan : 72 cm, Berat badan : 8,5 kg Keadaan spesifik : Kepala : nafas cuping hidung (+) Throraks : Paru : o Inspeksi :simetris, retraksi intercostal dan supraclavicula o Palpasi : stem fremitus kiri=kanan o Perkusi : redup pada basal kedua lapangan paru o Auskultasi : peningkatan suara nafas vesikuler, ronki basah halus nyaring 3. Pemeriksaan Laboratorium Hb : 11,9 gr/dl, Ht : 34 vol%, Leukosit : 15.000/mm3, LED : 18 mm/jam, trombosit : 220.000 mm3, Hitung jenis : 0/2/1/75/20/2 4. Pemeriksaan Radiologi Thoraks AP : infiltrat di parahilar kedua paru D. Analisis Masalah 1. Masalah 1 a. Bagaimana anatomi, histologi, paru pada bayi usia 9 bulan? 3 Anatomi Paru berbentuk seperti spons dan sangat elastis. Jika rongga thorax dibuka volume paru segera mengecil sampai sepertiga/kurang. Pada anak-anak, paru berwarna merah muda tetapi dengan bertambahnya usia paru menjadi gelap dan berbintik-bintik akibat inhalasi partikel debu yang terperangkap di dalam fagosit paru. Paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis dan teradapat

bebas di dalam cavitas pleuralis masing-masing hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5cm di atas klavikula, basis pulmonis yang konkaf tempat terdapat diaphragma, facies costalis yang konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf, facies mediastinalis yang konkaf yang merupakan cetakan perikardium dan struktur mediastinum lainnya. Sekitar pertengahan facies mediastinalis ini terdapat hilum pulmonis yaitu suatu cekungan tempat bronchus, pembuluh darah dan saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru. Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung, pada margo anterior pulmo sinister terdapat incisura cardiaca pulmonis sinister. Pinggir posterior tebal dan terletak di samping columna vertebra.

Pulmo dexter Pulmo dexter sedikit lebih besar dari sinister dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dexter menjadi 3 lobus, lobus superior, medius dan inferior. Fissura obliqua berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25cm di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan obliqua.

Pulmo sinister Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi 2 lobus, superior dan inferior. Pulmo sinister tidak terdapat fissura horizontalis

Pendarahan paru Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteri bronchiales yang merupakan cabang arteri descendens. Venae bronchiales yang berhubungan dengan vena pulmonales mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.

Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang terminal arteri pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler alveoli masuk ke vena pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. 2 vena pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.

Aliran limfe paru Pembuluh limfe berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus, dan tidak terdapat pada dinding alveoli. Plexus superficialis (subpleural) terletak di bawah pleura visceralis dan mengalirkan cairannya melalui permukaan paru ke arah hilum pulmonis, dan bermuara ke nodi bronchopulmonales. Plexus profundus berjalan sepanjang bronchi dan arteri, vena pulmonalis menuju ke hilum pulmonis dan mengalirkan limfe ke nodi intrapulmonales yang terletak di dalam substansi paru. Kemudian masuk ke dalam nodi bronchopulmonales di dalam hilum pulmonis. Semua cairan limfe paru meninggalkan hilum mengalir ke nodi tracheobronchiales bronchomediastinalis. dan masuk ke dalam truncus lymphaticus

Persarafan paru Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus dibentuk dari cabang truncus symphaticus dan menerima serabut parasimpatis dari nervus vagus. Serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokontriksi. Serabut eferen parasimpati smengakibatkan bronkokontriksi, vasodilatasi dan peningkatan sekresi kelenjar. Impuls aferen yang berasal dari mukosa bronchus dan dari receptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis. Histologi Bronkus Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang

lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.

epitel bronkus Bronkiolus Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada lamina propria

Bronkiolus respiratorius Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai . Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius. Duktus alveolaris Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada

waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.

bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli

Alveolus Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat. Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara. Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri

mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru. Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.

alveolus Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina basalis, dan sitoplasma sel endothel.

sawar udara-kapiler

b. Bagaimana fisiologi paru pada bayi usia 9 bulan ? 1 c. Apa penyebab dari keluhan : Batuk 2 Sukar bernapas 4 Demam 6 d. Bagaimana mekanisme dari keluhan : Batuk 5 Sukar bernapas 1 Demam 2 e. Mengapa keluhan bertambah berat ? (imunologi) 3 Pada kasus ini yang terjadi adalah penyakit tipe akut. Seperti yang kita ketahui progresivitas penyakit akut akan sangat cepat dalam hitungan hari. Selain itu, karena timbul mendadak tubuh belum siap untuk beradaptasi, sehingga keluhan cepat bertambah berat (hanya dalam waktu 2 hari saja). Dan pada hari pada hari ketiga sudah terjadi fase hepatisasi kelabu (3-8 hari), yaitu paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang. Karena konsolidasi inilah mengakibatkan paru susah mengembang sehingga Didi semakin sesak

f. Bagaimana hubungan usia dengan keluhan yang diderita oleh Didi ? 4 2. Masalah 2 a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari : - Keadaan umum : Tampak sakit berat, RR : 68x/menit 6 PR : 132x/menit, reguler, suhu: 38,60C, Panjang badan : 72 cm, Berat badan : 8,5 kg 5 Kepala : nafas cuping hidung (+) 2 Inspeksi paru :simetris, retraksi intercostal dan supraclavicula 3 Inspeksi : Simetris, Retraksi intercostal, supraclavicula Simetris, tidak ada retraksi Retraksi menandakan penggunaan otot-otot bantu pernafasan tambahan. Hal ini menandakan bahwa pasien dalam keadaan sesak

Palpasi paru : stem fremitus kiri=kanan 4 Perkusi paru : redup pada basal kedua lapangan paru 5

- Auskultasi paru : peningkatan suara nafas vesikuler, ronki basah halus nyaring 6 3. Masalah 3 a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari : - Hb : 11,9 gr/dl, Ht : 34 vol%, 1 - Leukosit : 15.000/mm3, Hitung jenis : 0/2/1/75/20/2 2 - LED : 18 mm/jam, trombosit : 220.000 mm3 6 b. Apa saja indikasi pemeriksaan CRP ? (seli,gita) 4 4. Masalah 4 a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari : - Thoraks AP : infiltrat di parahilar kedua paru (disertai contoh gambar) 5 5. a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis ? (pemeriksaan penunjang) 1 b. Apa DD dari kasus ini? 5 c. Apa WD dari kasus ini? 3 Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang Didi menderita bronkopneumonia. Menurut klasifikasi WHO termasuk dalam bronkopneumonia berat.

d. e. f. g. h. i.

Bagaimana dengan epidemiologi dengan kasus ini? 4 Apa etiologi dari kasus ini? 5 Apa faktor resiko dari kasus ini? 2 Apa manifestasi klin ik pada kasus ini? 4 Apa patogenesis dari kasus ini? 6 Bagaimana tatalaksana pada kasus ini? 3

Rawat inap rumah sakit untuk kasus bronkopneumonia (berat) 1. Suportif Terapi oksigen Pembersihan jalan nafas Cairan intravena Koreksi gangguan kesseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah.

2. Simptomatis Demam antipiretik (parasetamol)100 mg, 3-4 kali sehari; intravena 3. Kausatif Pemberian antibiotik 7-10 hari secara parenteral, antibiotik yang dapat diberikan : Ampicilin 100mg / kgBB / hari dalam 3-4 dosis Klorampenikol > 6 bulan : 50-75 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis Gentamisin 3-5mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

j. k. l. m.

Bagaimana pencegahan pada kasus ini? 1 Bagaimana prognosis dari kasus ini? 2 Apa komplikasi dari kasus ini? 6 Apa KDU pada kasus ini? 1

E. Hipotesis Didi, usia 9 bulan menderita bronkopneumonia F. LI a. Anatomi dan Histologi Paru (tri,suci,firman) A. ANATOMI SISTEM RESPIRASI

Anatomi saluran pernafasan atas terdiri dari nasal, faring, laring, trachea, bronkus, dan bronkiolus.

Hidung Rambut, zat mukus serta silia yang bergerak ke arah faring berperan sebagai sistem pembersih hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat mengendapkan partikel-pertikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat mukus. Sistem turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang berukuran lebih dari 4. Zat mukus yang disekresi hidung mengandung enzim lisozim yang dapat membunuh bakteri. Struktur konka nasalis yang unik memperluas permukaan mukosa hidung dan pleksus vena yang berdinding tipis di bawah mukosa, meningkatkan efektifitas fungsi pelembaban serta fungsi penghangatan udara oleh hidung. Disamping perannya pada pproses ventilasi, hidung juga berperan pada fungsi pembauan. Pada bagian langit-langit dari rongga hidung terdapat mukosa olfaktoria yang merupakan lokasi dari reseptor hidung. Faring Merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernafasan bagian atas. Faring terbagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring. Laring

Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.

Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas: 1. Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea 2. Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis Cartilago tyroidea berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea. Membrana Tyroide mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum. Membrana cricothyroideum menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea. Epiglottis Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring

Cartilago cricoidea Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I

Cartilago arytenoidea Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan

Membrana mukosa Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.

Plica vokalis Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.

Otot Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).

Respirasi Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.

Fonasi Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.

Trachea adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang 13cm dan diameternya 2,5cm. Trachea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam di dalam balok cartilago hyalin yang berbentuk huruf U yang mempertahankan lumen trachea tetap terbuka. Ujung posterior cartilago yang bebas dihubungkan oleh otot trachealis (otot polos). Trachea berpangkal di leher, di bawah cartilago cricoidea larynx setinggi corpus vertebrae cervicalis VI. Ujung bawah trachea terdapat di dalam thorax setinggi angulus sterni membelah menjadi bronchus principalis dexter dan sinister. Bifurcatio trachea ini disebut carina. Pada inspirasi dalam carina turun sampai setinggi vertebra thoracica VI. Persarafan trachea adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens, dan truncus symphaticus. Saraf ini mengurus otot trachea dan membran mukosa.

Bronchi Principalis Bronchus principalis dexter lebih lebar, pendek, dan vertikal dibandingkan sinister dengan panjang 2,5cm. Sebelum masuk ke hiluim pulmonis dexter, bronchus principalis dexter mempercabangkan bronchus lobaris superior dexter. Saat masuk ke hilum, bronchus

principalis dexter membelah menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior dextra. Bronchus principalis sinister lebih sempit, panjang, dan horizontal dibandingkan dexter dengan panjang 5cm. Bronchus ini berjalan ke kiri di bawah arcus aorta dan di depan oesophagus. Pada waktu masuk ke hilum pulmonis sinistra, bercabang menjadi bronchus lobaris superior sinister dan bronchus lobaris inferior sinister.

Paru (Pulmo) Paru berbentuk seperti spons dan sangat elastis. Jika rongga thorax dibuka volume paru segera mengecil sampai sepertiga/kurang. Pada anak-anak, paru berwarna merah muda tetapi dengan bertambahnya usia paru menjadi gelap dan berbintik-bintik akibat inhalasi partikel debu yang terperangkap di dalam fagosit paru. Paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis dan teradapat bebas di dalam cavitas pleuralis masing-masing hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5cm di atas klavikula, basis pulmonis yang konkaf tempat terdapat diaphragma, facies costalis yang konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf, facies mediastinalis yang konkaf yang merupakan cetakan perikardium dan struktur mediastinum lainnya. Sekitar pertengahan facies mediastinalis ini terdapat hilum pulmonis yaitu suatu cekungan tempat bronchus, pembuluh darah dan saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru. Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung, pada margo anterior pulmo sinister terdapat incisura cardiaca pulmonis sinister. Pinggir posterior tebal dan terletak di samping columna vertebra.

Pulmo dexter Pulmo dexter sedikit lebih besar dari sinister dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dexter menjadi 3 lobus, lobus superior, medius dan inferior. Fissura obliqua berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25cm di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan obliqua.

Pulmo sinister Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi 2 lobus, superior dan inferior. Pulmo sinister tidak terdapat fissura horizontalis

Pendarahan paru Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteri bronchiales yang merupakan cabang arteri descendens. Venae bronchiales yang berhubungan dengan vena pulmonales mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos. Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang terminal arteri pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler alveoli masuk ke vena pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. 2 vena pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.

Aliran limfe paru Pembuluh limfe berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus, dan tidak terdapat pada dinding alveoli. Plexus superficialis (subpleural) terletak di bawah pleura visceralis dan mengalirkan cairannya melalui permukaan paru ke arah hilum pulmonis, dan bermuara ke nodi bronchopulmonales. Plexus profundus berjalan sepanjang bronchi dan arteri, vena pulmonalis menuju ke hilum pulmonis dan mengalirkan limfe ke nodi intrapulmonales yang terletak di dalam substansi paru. Kemudian masuk ke dalam nodi bronchopulmonales di dalam hilum pulmonis. Semua cairan limfe paru meninggalkan hilum mengalir ke nodi tracheobronchiales dan masuk ke dalam truncus lymphaticus bronchomediastinalis.

Persarafan paru Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus dibentuk dari cabang truncus symphaticus dan menerima serabut parasimpatis dari nervus vagus. Serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokontriksi. Serabut eferen parasimpati smengakibatkan bronkokontriksi, vasodilatasi dan peningkatan sekresi kelenjar. Impuls aferen yang berasal dari mukosa bronchus dan dari receptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis.

B. HISTOLOGI SISTEM RESPIRASI Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah. Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama: 1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis 2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet Rongga hidung Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

epitel olfaktori, khas pada konka superior

Sinus paranasalis Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung. Faring Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Laring Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis

merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa. Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori Trakea Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut

terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

epitel trakea dipotong memanjang

epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("cshaped")

Bronkus Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.

epitel bronkus Bronkiolus Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada lamina propria

Bronkiolus respiratorius Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai . Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius. Duktus alveolaris Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada

waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.

bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli

Alveolus Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat. Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara. Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri

mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru. Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.

alveolus Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina basalis, dan sitoplasma sel endothel.

sawar udara-kapiler

b. Fisiologi Paru (yasinta, kak seli) c. Immunologi Paru (gita,agung,reza) d. Pneumonia (naning,okta,laode, ega,uly)

Namakelompok : Gita,firman (1) Okta,kak sely (2) Suci,reza,tri (3) Naning,ega (4) Yasinta,uly (5) Laode,agung (6)

MASING- MASING NAMA YANG BERWARNA MERAH MENJADI SUBKOOR UNTUK MENGGABUNGKAN JAWABAN KELOMPOKNYA. DIKUMPUL DENGAN FORMAT : 1.TIMES NEW ROMAN, 12, JUSTIFY, SPACE 1,5 2.DIKUMPUKAN PALING LAMBAT SETELAH SELESAI TUTORIAL HARI KE 2 3.JANGAN LUPA BUAT DAFTAR PUSTAKA 4.YANG TELAT NGUMPUL BAYAR PRINT-AN YAA
Guyton, Arthur C, Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedoteran Edisi 11. Jakarta : EGC Price, Sylvia A dan larraine M Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC

Robbins, Kumar, Ramzi S.Cotran. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC Snell, S.Richard.2006.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai