Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan sindroma klinis yang kompleks akibat kerusakan struktur atau fungsi jantung sehingga kemampuan pengisian dan pemompaan ventrikel menjadi terganggu yang ditandai dengan sesak nafas, terbatasnya aktifitas, dan tanda klinis seperti kongesti perifer dan atau kongesti paru. Meningkatnya harapan hidup disertai semakin tingginya angka survival dari penyakit jantung sebagai akibat kemajuan pengobatannya menyebabkan semakin banyaknya orang yang hidup dalam keadaan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk ke kondisi gagal jantung kongestif. Gagal jantung merupakan penyebab yang paling sering terhadap terjadinya morbiditas, mortalitas dan rehospitalisasi dari penyakit jantung. Gagal jantung merupakan tahap akhir dan merupakan manifestasi klinis terberat dari segala bentuk kelainan jantung, termasuk aterosklerosis, infark miokardium, penyakit katup jantung, hipertensi, penyakit jantung kongenital, dan kardiomiopati. Prognosis gagal jantung akan memburuk apabila penyakit dasarnya tidak dapat diperbaiki. Telah diketahui banyak penyebab gagal jantung, salah satunya adalah karena kelainan katup. Pada keadaan-keadaan tertentu katup-katup ini dapat mengalami kelainan fungsi, baik karena kebocoran (regurgitasi katup) atau karena kegagalan membuka secara adekuat (stenosis katup). Keduanya dapat mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa darah.

BAB II LAPORAN KASUS


I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan Alamat No CM Di rawat di ruang Tanggal masuk RS Tanggal keluar RS II. ANAMNESIS Diambil secara autoanamnesis, tanggal : 30 Juni 2012 Keluhan Utama : Panas pada dada bagian tengah Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang dengan keluhan rasa panas pada dada bagian tengah yang menjalar ke daerah ulu hati sejak 4 hari SMRS. Rasa panas disertai nyeri dada. Os juga mengeluh sering sesak napas sejak 1 bulan terakhir. Sesak membaik dengan posisi duduk. Sesak juga terjadi pada malam hari saat berbaring. Sejak 1 bulan terakhir os tidur dengan tiga bantal bersusun. Os juga sering merasa berdebar-debar, sakit kepala dan mudah lelah jika beraktivitas. Berat badan menurun banyak sejak 10 hari terakhir. Demam, batuk, pilek, rasa mual dan muntah tidak ada. Os tidak pernah ada keluhan bengkak pada kedua tungkai. Os seorang perokok berat, tetapi sudah berhenti sejak 2 tahun terakhir. 2 pukul : 15.00 WIB : Tn. K : 55 tahun : Laki-laki : Menikah : tidak sekolah : tidak bekerja : Sumbermulyo RT 06/01, Sarang, Rembang : 315830 : Imanuel : 24 Juni 2012, pk 11.00 : 30 Juni 2012

Saat anamnesis, os mengatakan sesak sudah berkurang, rasa panas pada dada sudah tidak ada, tetapi masih ada rasa berdebar-debar. Riwayat Penyakit Dahulu : Tekanan darah tinggi (-), Kencing manis (-), Asma (-), tidak ada riwayat linu dan nyeri berpindah pada sendi-sendi. Pernah di opname 5 bulan SMRS karena pembesaran kandung kemih. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi, kelainan katup jantung. III.A PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Tampak lemas dan sedikit sesak dengan nasal O2 canul terpasang.

Kesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vital Tekanan darah Suhu aksila Nadi Frekuensi napas TB BB BMI : 130/60 : 37oC : 108x/menit, regular, pulsus bisferiens : 22x/menit : 170 cm : 55 Kg : 19,03 kg/m2 (normal) MAP (Mean Atrial Pressure) : 83,33 mmHg

Kepala Bentuk normal, rambut berwarna hitam, distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut, turgor dahi baik, de Mussets sign (+)

Mata Kedudukan kedua bola mata simetris, pupil isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+). palpebra superior dan inferior tidak edema, konjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), landofils sign (+), funduskopi (Beckers sign) tidak dilakukan.

Hidung Normosepta, secret (-/-), krepitasi tdak ada, Napas cuping hidung (-).

Mulut Pursed lips (-), bibir sianosis (-), atrofi papil (-), faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang, muller sign (+).

Leher Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, trakea ditengah, hipertrofi sternocleidomastoideus (-), retraksi suprasternal (-), JVP meningkat 5+2 cm H2O, Corrigans sign (+)

Thorax dan Pulmo Depan Kanan dan kiri : Belakang Kanan dan kiri :

Inspeksi

Bentuk dada pectus excavatum, Skoliosis, tidak tampak massa dan simetris dalam keadaan statis dan lesi. Simetris dalam keadaan statis dinamis, tidak ada pembesaran sela dan dinamis. iga, jenis pernapasan tidak tampak Kanan dan kiri : torakoabdominal, Palpasi massa dan lesi. Kanan dan kiri :

Tidak ada pelebaran sela iga, taktil Tidak ada pelebaran sela iga, taktil fremitus simetris, nyeri tekan (-), fremitus simetris, nyeri tekan (-), Perkusi gerakan dada simetris gerakan dada simetris Kanan : sonor di seluruh lapangan Kanan : sonor di seluruh lapangan 4

paru Kiri : sonor Batas paru hati relatif : linea midclavicula dekstra IC V Batas paru hati absolut : linea midclavicula dekstra IC VI

paru Kiri : sonor di seluruh lapangan paru

Peranjakan hati : 1 sela iga Auskultasi Kanan : suara napas dasar vesikuler Kanan : suara napas dasar vesikuler melemah, ronki basah halus (+) melemah, ronki basah halus (+) Cor : ictus cordis terlihat Lokasi IC VI 1 cm lateral dari linea midclavicula sinistra Epigastric pulse : tepat di bawah sternum Palpasi : ictus cordis teraba, teraba thrill. Lokasi Lokasi IC VI sinistra 1 cm lateral dari linea midclavicula Diameter : 1 sela iga Amplitudo : meningkat Perkusi : Batas kanan : linea parasternalis dekstra IC V Batas atas : linea sternalis sinistra IC II Pinggang jantung : linea parasternal sinistra IC IV Batas kiri : IC VI 1 cm lateral dari linea midclavicula sinsitra Kesan : pembesaran ventrikel kiri Auskultasi : Katup Aorta : A2>P2, regular, murmur distolik, gallop (-) Katup Pulmonal : P2>A2, regular, murmur (-), gallop (-) Katup Trikuspid : T1>T2, regular, murmur (-), gallop (-) Katup Mitral : M1>M2, regular, murmur mid-diastolik, gallop (-) (Austin Flint Murmur) Terdengar murmur diastolik dengan punctum maksimum di sela iga ke 3 tepi linea sternalis sinistra terdengar bising murmur, bising derajat 3. 5 melemah melemah Kiri : suara napas dasar vesikuler Kiri : suara napas dasar vesikuler

Inspeksi

Abdomen : Datar, lesi (-) : Timpani, shifting dullness (-) Hepar : linea midclavicula dekstra, 10cm Linea parastenal dekstra, 4 cm Lien : area traube terisi (Gerhardts sign) Ren : nyeri ketok CVA (-)

Inspeksi Perkusi

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium (-) Hepar : teraba pembesaran dua jari dibawah sela iga Lien : Tidak teraba pembesaran Ginjal : Ballotement (-)

Genital : Tidak dilakukan

Ekstremitas Sianosis Edema Akral hangat Jari tabuh Traubes sign Duroziezsign

superior -/-/+/+ +/+ (+) tidak dilakukan tidak dilakukan

inferior -/-/+/+

Quinckes pulse (pulsasi kuku)

III.B Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan : EKG, Tgl 24 Juni 2012

Irama : ireguler RAH : AF : +

Frekuensi :109x/menit RVH : VES : + di V2

Axis QRS : normal LAH : -

Interval PR : normal LVH : -

T inverted : di sadapan AVF LV Strain : + di V6

Kompleks QRS : q patologis di VI-V4 ST-T changes : non spesifik ST depresi V6 Kesan : Atrial Fibrilation, VES, LV Strain, OMI anteroseptal Laboratorium 24 Juni 2012, jam 15.30 WIB Hematologi
Darah Rutin Hemoglobin Leukosit Eosinofil Basofil Neutrofil segmen Limfosit Monosit MCV MCH Hasil 9,1 (L) 8,88 2,8 0,2 72 (H) 17,6 (L) 7,4 74,3 (L) 26,3 Satuan g/dl Ribu % % % % % Mikro m3 Pg Nilai normal 13,2-17,3 3,8-10,6 1-3 0-1 50-70 25-40 2-8 80-100 26-34

MCHC Hematokrit Trombosit Eritrosit RDW PDW MPV LED Kimia darah GDS (Stik UGD) Ureum Creatinin Darah SGPT SGOT CKMB

35,4 25,7 233 3,46 (L) 14,5 10,8 9,8 105/113 (H) Hasil 103 19,5 1,10 24,6 21,6 10,7

g/dl % Ribu Juta % % Mikro m3 mm/jam Satuan mg/dl mg/dl mg/dl U/l U/l U/l

32-36 150-440 4,4-5,9 11,5-14,5 10-18 6,8-10 0-10 Nilai normal 75-110 21-43 0,60-1.10 0-35 0-35 < 24

Tgl 26 Juni 2012 Hasil Laboratorium


Kimia Cholestrol HDL LDL Kalium Hasil 166 15,7 101,3 3,74 Satuan mg/dl mg/dl mg/dl mmol/l Nilai Normal <200 28-63 <100 3,5-5,5

Tgl 27 Juni 2012 Hasil laboratorium


Kimia Natrium Kalium Hasil 129,5 4,03 Satuan mmol/l mmol/l Nilai Normal 135-147 3,5-5

BAB III ANALISA MASALAH


RINGKASAN : Laki-laki 55 tahun datang ke RS dengan keluhan panas pada dada bagian tengah yang menjalar ke ulu hati, disertai nyeri dada, sesak napas yang membaik dengan posisi duduk (orthopneu), palpitasi, sakit kepala dan mudah lelah jika beraktivitas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/60, takikardi, takipneu, de Mussets sign, muller sign, Corrigans sign, peningkatan JVP, ronki basah halus pada kedua 8

lapang paru, murmur diastolik pada tepi sternum sela iga 3 kiri, murmur Austin flint, pembesaran hepar, hepatojugular reflux, jari tabuh dan pulsasi kuku. Pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya AF. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia (Hb 9,1 g/dl), peningkatan LED, LDL, HDL menurun dan hiponatremia.

PROBLEM : 1. Decompensatio Cordis Stage C, NYHA III-IV ec. Suspek Regurgitasi Aorta Assessment : identifikasi etiologi, seperti diseksi aorta. IPDX : Laboratorium : BUN, Urinalisis, Trigliserida, Albumin, Calcium, NT-proBNP Imaging IPTX : IVFD NaCl 0,9% 8tpm Furosemide 1 x 1 amp Ramipril 2,5 mg/hari per oral Bisoprolol 1,25 mg/hari per oral Batasi asupan cairan 500cc-1000cc/hari : Rontgen thoraks, echocardiografi

IPMX : IPEX : Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang keadaan dan pengobatan yang akan diberikan kepada pasien Hindari kerja berat Monitor TTV setiap hari Monitor balans cairan setiap hari

2. Atrial Fibrilation respon normal e.c regurgitasi aorta Assessment : - Mencari komplikasi tromboemboli stroke 9

- Mengukur rate control IPDX : Cek D-dimer Brain CT-Scan (non kontras)

IPTX : Tirah baring Warfarin 1 x 5 mg/hari per oral (Bisoprolol 1,25 mg/hari per oral) Digoxin 0,25 mg/hari per oral

IPMX : Monitor TTV Monitor EKG Monitor INR

3. Ischemic Heart Disease (IHD) Assessment : IPTX : (Ramipril 2,5 mg/hari per oral) Klopidogrel 75mg/hari per oral Atorvastatin 1 x 10 mg per oral a.n Monitor klinis Monitor TTV Monitor EKG

IPMX :

FOLLOW UP Pasien APS pada tanggal 30 Juni 2012 sore PROGNOSIS 10

Ad vitam : dubia ad malam. Ad functionam : malam. Ad sanationam : dubia ad malam.

BAB IV PEMBAHASAN
III.A DECOMPENSATIO CORDIS 1. DEFINISI

11

Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang terjadi pada pasien, baik karena kelainan struktural maupun fungsi jantung yang disebabkan karena kelainan bawaan atau didapat, dengan gejala sesak dan kelelahan serta tanda adanya edema dan rales.1 2. MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis pada pasien dengan decompensatio cordis (Heart Failure), terdiri dari gejala cardinal, yaitu lelah dan napas pendek. Komorbid non-cardiac seperti anemia dapat timbul.menyertai. Pada tingkat awal gagal jantung, dispneu terjadi hanya pada saat melakukan aktivitas berat, Seiring dengan progresivitas penyakit, dispneu dapat terjadi jika melakukan aktivitas ringan, bahkan pada keadaan istirahat. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya dispneu. Mekanisme terpenting terjadinya dispneu adalah kongesti paru dengan akumulasi cairan interstisial atau cairan intra-alveolar, dengan aktivitas kapiler juxta, dimana menstimulasi dengan cepat, dan menurunkan pernapasan pada cardiac dispneu. Faktor lainnya yang dapat menyebabkan dispneu pada aktivitas, ialah compliance paru, peningkatan resistensi jalan napas, otot-otot pernapasan, dan/atau kelelahan diafragma dan anemia.1 Orthopneu, yang didefinisikan sebagai dispneu yang terjadi pada posisi berbaring, biasanya menjadi manifestasi yang muncul setelah dispneu karena aktivitas. Hal ini diakibatkan oleh redistribusi cairan dari sirkulasi splanknik dan ekstremitas bawah ke sirkulasi sentral selama berbaring, akibat penekanan tekanan kapiler pulmo. Batuk pada malam hari merupakan manifestasi dari proses ini dan sering terlihat sebagai gejala dari gagal jantung. Orthopneu pada umumnya membaik dengan posisi duduk atau tidur dengan tambahan bantal.1 Paroksismal nokturnal dispneu (PND) mengarah kepada episode akut dari napas pendek yang berat dan batuk yang terjadi pada malam hari dan membuat pasien terbangun dari tidurnya, biasanya 1-3 jam setelah pasien mulai istirahat. PND dapat bermanifestasi batuk atau mengi, kemungkinan dikarenakan peningkatan tekanan arteri bronkialis yang mengarah kepada kompresi aliran udara, disertai edema pulmo interstisial sehingga terjadi peningkatan resistensi aliran udara. Pasien dengan PND sering mengalami batuk dan mengi yang persisten sekalipun mereka sudah dalam posisi duduk. Asma kardiak berhubungan dengan PND, yang dikarakteristikan oleh mengi sekunder karena bronkospasme, dan harus dibedakan dari asma primer dan penyebab mengi dari pulmo.1 Pasien dengan gagal jantung dapat juga menunjukkan keluhan pencernaan. Anoreksia, mual dan kembung yang disertai nyeri perut dan penuh, yang mungkin berkaitan dengan asites 12

dan atau kongesti hepar. Kongesti hepar dan peregangan kapsul mengakibatkan rasa nyeri pada abdomen kuadran atas. Gejala serebral seperti disorientasi, bingung, gangguan tidur dan perasaan dapat ditemukan pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama pada pasien berusia lanjut dengan arteriosklerosis serebral dan berkurangnya perfusi serebral. Nokturia merupakan gejala umum dari gagal jantung dan dapat mengakibatkan insomnia.1 Pada kasus, pasien pria 55 tahun dengan keluhan panas pada dada bagian tengah yang menjalar ke ulu hati, disertai nyeri dada, sesak napas yang membaik dengan posisi duduk (orthopneu), palpitasi, sakit kepala dan mudah lelah jika beraktivitas, cukup sesuai dengan gejala-gejala gagal jantung. Pemeriksaan fisik pada kasus ini bertujuan untuk membantu menentukan penyebab gagal jantung sesuai dengan beratnya gejala. Keadaan umum pasien dengan gejala gagal jantung ringan maupun sedang, pasien akan merasa tidak nyaman bila berbaring beberapa menit. Pada gagal jantung yang lebih berat, pasien dalam posisi duduk, berusaha bernapas dan mungkin tidak dapat menyelesaikan kalimat karena napas yang dangkal. Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada awal gagal jantung, tetapi secara umum berkurang pada gagal jantung lebih lanjut karena disfungsi ventrikel kiri yang berat. Tekanan denyut dapat berkurang, menggambarkan berkurangnya stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda tak spesifik yang disebabkan oleh aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer yang mengakibatkan ekstremitas akral dingin dan sianosis pada bibir dan kuku jari, juga disebabkan oleh pengeluaran aktivitas adrenergik.1 Pada stadium awal gagal jantung, tekanan darah vena dapat normal saat istirahat tetapi dapat abnormal meningkat dengan pemberian tekanan dari abdomen (abdominojugular reflux). Adanya ronki pada pulmo merupakan akibat dari transudasi dari cairan yang berasal dari rongga intravaskular ke dalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki dapat terdengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai wheezing saat ekspirasi (asma kardiak). Ronki sering tidak ada pada pasien dengan gagal jantung kronik, walaupun tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat, karena meningkatnya drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura akibat dari peningkatan tekanan kapiler pleura dan menghasilkan cairan transudat dari kavitas pleura. Efusi pleura biasanya bilateral, tetapi pada keadaan unilateral lebih sering terjadi pada sisi kanan.1

13

Pada pemeriksaan jantung akan didapatkan kardiomegali dengan iktus kordis biasanya berada dibawah IC V lateral dari linea midclavicula, dan iktus kordis terpalpasi lebih dari dua sela iga. Pada beberapa pasien, bunyi jantung S3 terdengar dan terpalpasi di apex. Pasien dengan pembesaran atau hipertrofi ventrikel kanan terdapat pulsasi di parasternal kiri dan memanjang saat sistol. Bunyi jantung S3 (protodiastolic gallop) merupakan hal yang tersering muncul pada pasien dengan volume overload, yang takikardi dan takipneu. Bunyi jantung S4 bukan merupakan indikator spesifik pada gagal jantung, tetapi biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik. Murmur dari regurgitasi mitral dan trikuspid sering didapatkan pada pasien dengan gagal jantung.1 Hepatomegali adalah tanda penting pada pasien dengan gagal jantung. Ketika hepatomegali didapatkan, pembesaran hepar teraba dan pulsasi saat sistol pada regurgitasi trikuspid dapat terjadi. Asites merupakan tanda lanjutan, terjadi sebagai konsekuensi dari peningkatan tekanan vena hepatika dan drainase vena peritoneum. Ikterus, juga pada kondisi akhir dari gagal jantung, merupakan akibat dari penurunan sekunder fungsi hepar karena kongesti hepar dan hipoksemia hepatoseluler dan disertai oleh elevasi dari bilirubin direk dan indirek. Edema perifer merupakan manifestasi cardinal dari gagal jantung, tetapi tidak spesifik dan biasanya tidak ada pada pasien yang diterapi secara adekuat dengan diuretik. Edema perifer biasanya simetris dan bergantung pada gagal jantung. Edema biasanya pada pergelangan kaki dan regio pretibial pada pasien setelah berjalan. Pada pasien yang berbaring terus menerus, edema ditemukan di area sakrum dan skrotum.1 Pada keadaan gagal jantung berat yang kronis, ditandai dengan penurunan berat badan dan kakeksia. Meskipun mekanisme kakesia tidak begitu dimengerti, penyebabnya banyak faktor dan termasuk peningkatan metabolisme saat istirahat, anoreksia, mual dan muntah karena hepatomegali kongestif dan perut yang penuh, peningkatan konsentrasi sitokin seperti TNF pada sirkulasi, dan penurunan absorpsi pada saluran cerna karena kongesti pada vena intestinal.1 Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan takikardi, takipneu, peningkatan JVP, ronki basah halus pada kedua lapang paru, kardiomegali, pembesaran hepar, hepatojugular reflux, dan penurunan badan yang signifikan, menunjukkan gambaran klinis gagal jantung. Pasien sudah dirawat di RS selama satu minggu, gejala sesak dan tanda ronki sudah berkurang. 3. DIAGNOSIS 14

Diagnosis gagal jantung berdasarkan dari tanda klasik dan gejala yang dialami pasien. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah Laboratorium rutin Pasien dengan onset baru gagal jantung, gagal jantung akut maupun kronik harus diperiksa darah lengkap (Complete blood count), kadar elektrolit, BUN (Blood Urea Nitrogen), serum kreatinin, enzim hati, urinalisis. Pasien tertentu, seperti DM perlu diperiksa GDP (Gula darah puasa), TTGO (tes toleransi glukosa oral), dislipidemia, kelainan tiroid (TSH). Elektrokardiogram (EKG) EKG untuk menilai ritme jantung dan menentukan adanya hipertrofi ventrikel kiri atau adanya prior Miokard Infark (ada tidaknya gelombang Q) sebagaimana menentukan lebarnya QRS. Rontgen thoraks Rontgen thoraks menyediakan informasi mengenai ukuran dan bentuk jantung, vaskularisasi pulmo, dan identifikasi penyebab diluar jantung yang menimbulkan gejala. Meskipun pasien dengan gagal jantung memiliki evidensi dari hipertensi pulmonal, edema interstisial dan atau edema pulmonum, kebanyakan pasien dengan gagal jantung kronik tidak didapatkan hal demikian. Keadaan ini menggambarkan peningkatan kapasitas dari limfatik untuk membuang cairan interstisial. Penilaian dari Fungsi Ventrikel Kiri Pencitraan jantung non-invasif merupakan esensial diagnosis, evaluasi dan manajemen untuk gagal jantung. Pemeriksaan penunjang yang paling baik adalah dua dimensi echocardiogram/Doppler, dimana dapat menyediakan penilaian semikuantitatif dari ukuran ventrikel kiri dan fungsi, ada tidaknya kelainan valvular dan pergerakan dinding regional (indikasi dari prior MI). Adanya dilatasi atrium kiri dan hipertrofi ventrikel kiri, bersamaan dengan abnormalitas pengisian diastolik ventrikel kiri dilihat dari gelombang pulsasi dan Doppler jaringan, berguna untuk menilai gagal jatung dengan preserved EF. Dua dimensi echocardiogram/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran

15

ventrikel kanan dan tekanan pulmonal, dimana dapat mengevaluasi dan menatalaksana cor pulmonale. Magnetic resonance imaging (MRI) juga dapat menganalisis anatomi jantung dan fungsinya. Saat ini MRI merupakan gold standard untuk menilai massa dan volume di ventrikel kiri. MRI juga dapat menilai struktur ventrikel kiri dan menentukan penyebab gagal jantung (misalnya amiloidosis, kardiomiopati iskemik, hemokromatosis). Indeks yang paling berguna untuk mengukur fungsi ventrikel kiri adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). EF mudah untuk diukur dengan penunjang non-invasif dan mudah untuk di konseptualisasi, tetapi EF juga terbatas untuk mengukur kontraktilitas sesungguhnya, karena dipengaruhi oleh afterload dan preload. EF normal (50%), fungsi sistolik biasanya cukup, dan ketika EF menurun (<3040%), biasanya kontraktilitas menurun. Biomarker Level natriuretik peptida pada sirkulasi berguna untuk menunjang diagnosis pasien dengan gagal jantung. Baik B-type natriuretic peptide (BNP) dan N-terminal pro-BNP yang dikeluarkan oleh jantung yang rusak, merupakan marker yang relatif sensitif pada gagal jantung dengan depressed EF; BNP juga menigkat pada gagal jantung dengan preserved EF, tetapi tidak begitu meninggi. Penting untuk mengenali bahwa level natriuretik peptida meningkat pada usia dan kerusakan ginjal, lebih meningkat pada wanitda dan dapat meningkat pada gagal jantung kanan karena banyak sebab. Level BNP dapat (false) menurun pada pasien dengan obesitas dan dapat normal pada pasien setelah mendapat terapi. Pemeriksaan serial BNP tidak dianjurkan sebagai guide terapi. Biomarker lain seperti troponin T dan I, C-reactive protein, TNF reseptor, and asam urat, dapat meningkat pada gagal jantung dan memberikan informasi prognosis.

4. ETIOLOGI Pada daerah industrialisasi, penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab predominan pada pria maupun wanita dan berhubungan dengan 60-75% kasus gagal jantung. Hipertensi berkontribusi pada perkembangan gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pasien

16

dengan PJK. Baik PJK maupun hipertensi saling berkaitan dalam memperberat resiko gagal jantung, begitu juga dengan diabetes melitus. Table 1. Etiologies of Heart Failure Depressed Ejection Fraction (<40%) Coronary artery disease Myocardial infarction Myocardial ischemia Chronic pressure overload Hypertension Obstructive valvular disease Chronic volume overload Regurgitant valvular disease Intracardiac (left-to-right) shunting Extracardiac shunting Preserved Ejection Fraction (>4050%) Pathologic hypertrophy Primary (hypertrophic cardiomyopathies) Secondary (hypertension) Aging

Nonischemic dilated cardiomyopathy Familial/genetic disorders Infiltrative disorders Toxic/drug-induced damage Metabolic disorder Viral Chagas' disease Disorders of rate and rhythm Chronic bradyarrhythmias Chronic tachyarrhythmias Restrictive cardiomyopathy Infiltrative disorders (amyloidosis, sarcoidosis) Storage diseases (hemochromatosis) Fibrosis Endomyocardial disorders

Etiologi dari gagal jantung yang dialami pasien adalah karena regurgitasi aorta, maka termasuk dalam regurgitant valvular disease depressed ejection fraction (<40%) Pada bagian III.B akan dipaparkan mengenai regurgitasi aorta. 5. PENATALAKSANAAN Menurut klasifikasi AHA, gagal jantung terbagi 4 stage, yaitu Stage A untuk pasien beresiko tinggi menjadi gagal jantung tetapi tidak memiliki kelainan struktur jantung atau gejala dari gagal jantung (misalnya pasien dengan DM atau hipertensi) Stage B untuk pasien dengan kelainan structural jantung tetapi tidak memiliki gejala gagal jantung (misalnya pasien dengan riwayat MI dan disfungsi ventrikel kiri asimptomatik). Stage C untuk pasien dengan kelainan struktur jantung dan memiliki gejala gagal jantung (misalnya pasien dengan riwayat MI dengan dispnea dan mudah lelah).

17

Stage D untuk pasien dengan gagal jantung refrakter yang memerlukan intervensi khusus (misalnya gagal jantung refrakter yang menunggu transplantasi jantung).

Terapi pasien pada stage B dan C, progresivitas dicegah dengan pemberian obat ACE inhibitor dan -bloker, dan tatalaksana simptomatik pada pasien stage D.1 Pasien memiliki kelainan struktural pada jantung dan memiliki gejala dispneu dan mudah lelah saat beraktivitas, maka berdasarkan klasifikasi AHA pasien masuk dalam stage C. Pasien pada kasus ini direncanakan untuk diberikan ACE inhibitor ramipril dan -blocker bisoprolol. Karena pasien suspek edema paru dengan perbaikan, maka diberikan furosemide injeksi dan membatasi asupan cairan pasien. 6. PROGNOSIS Walaupun sudah dilakukan berbagai hal pada evaluasi dan manajemen gagal jantung, perkembangan dari gejala gagal jantung tetap membawa prognosis yang buruk. Untuk prognosis, diklasifikasikan menurut NYHA (New York Heart Association) berdasarkan status fungsional pasien. Tabel 2. New York Heart Association Classification Functional Capacity Class I Objective Assessment Patients with cardiac disease but without resulting limitation of physical activity. Ordinary physical activity does not cause undue fatigue, palpitations, dyspnea, or anginal pain. Patients with cardiac disease resulting in slight limitation of physical activity. They are comfortable at rest. Ordinary physical activity results in fatigue, palpitation, dyspnea, or anginal pain. Patients with cardiac disease resulting in marked limitation of physical activity. They are comfortable at rest. Less than ordinary activity causes fatigue, palpitation, dyspnea, or anginal pain. Patients with cardiac disease resulting in inability to carry on any physical activity without discomfort. Symptoms of heart failure or the anginal syndrome may be present even at rest. If any physical activity is undertaken, discomfort is increased.

Class II

Class III

Class IV

18

Berdasarkan klasifikasi NYHA, maka prognosis pasien pada kasus adalah NYHA kelas III, karena pasien memiliki penyakit jantung yang ditandai dengan batasan aktivitas fisik dan lebih nyaman jika beristirahat. III. B AORTA REGURGITASI (AR) 1. MANIFESTASI KLINIS Secara umum, gejala klinis aorta regurgitasi disebabkan oleh aliran laju dan aliran balik yang melalui katup aorta, yang mengakibatkan peningkatan stroke volume. Derajat regurgitasi da[at ditentukan berdasarkan derajat ketidakmampuan katup, compliance ventrikel kiri, akhir ventrikel dan volume akhir diastolik.2 Pada keadaan regurgitasi aorta akut, gejala yang muncul merupakan manifestasi dari kolaps jantung, yaitu kelemahan, sesak napas berat, hipotensi dan angina. Sedangkan regurgitasi aorta kronik, manifestasinya adalah sesak yang terjadi akibat aktivitas, Nocturnal dyspnea, orthopnea, diaphoresis, ketidaknyamanan pada abdomen, ketidaknyamanan yang disadari pada denyut jantung.2 Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan, tanda yang khas yaitu murmur diastolik decrescendo dengan nada tinggi, yang punctum maksimumnya berada pada pada tepi sternum kiri setelah BJ II. Pada regurgitasi aorta akut, pasien dengan CHF atau syok yang diasosiasikan dengan regurgitasi aorta berat sering tampak sakit berat, takikardi, vasokonstriksi perifer, sianosis, edema pulmonum, pulsus alternans (arteri), murmur diastolik awal (nada rendah dan lebih pendek dapat terdengar. Austin-Flint murmur, yang disebabkan oleh regurgitasi yang disebabkan getaran dari apparatus katup mitral bernada rendah dan durasi pendek, sedangkan pada regurgitasi aorta kronik didapatkan : All auscultatory phenomena indicate vasodilatation of peripheral circulation. Hyperdynamic apical impulse displaced laterally and inferiorly may be associated with an ejection click. Murmur diastolik decrescendo Apical middiastolic rumble Austin-Flint murmur Pulsus bisferiens; peningkatan tekanan pulsasi perifer yang terlihat, kuat. (water hammer) Corrigan pulse pulsasi yang dengan cepat kolaps Musset sign denyut di kepala 19

Quincke sign - pulsasi kapiler pada kuku Muller sign Pulsasi pada uvula Hill sign Tekanan sistolik pada ekstremitas bawah lebih tinggi daripada tekanan sistolik ekstremitas atas minimal 100mmHg Traube sign bunyi keras sistolik pada arteri femoralis Duroziez sign murmur sistolik-diastolik yang diproduksi oleh kompresi dari arteri femoralis dengan stetoskop2

Pada kasus ditemukan beberapa tanda yaitu tekanan darah 130/60, de Mussets sign, muller sign, Corrigans sign, merupakan tanda-tanda khas regurgitasi aorta. 2. PEMERIKSAAN PENUNJANG Gambaran Rontgen Thoraks Pada regurgitasi aorta akut : pembesaran jantung minimal, arkus aorta yang normal, peningkatan corakan bronkovaskular. Pada regurgitasi aorta kronik : terdapat tanda pembesaran jantung, arkus aorta yang prominent, corakan bronkovaskular normal.2 EKG Gambaran EKG yang diharapkan pada regurgitasi aorta : Normal pada fase awal penyakit, Left axis deviation (chronic aortic regurgitation), Gelombang Q Prominent pada I, AVF, V3-V6, Gelombang R memendek pada V1, T inverted dengan ST-depresi, P-R memanjang.2 Echocardiografi Ukuran ventrikel kiri meningkat pada regurgitasi aorta kronik dan fungsi sistolik normal hingga kontraktilitas otot jantung melemah, yang ditandai dengan penurunan ejeksi atau peningkatan end-systolic dimension. Diastolik frekuensi tinggi dan cepat dari katup mitral anterior yang disebabkan oleh regurgitant jet. Echocardiogram berguna untuk menentukan penyebab regurgitasi aorta, dengan mendeteksi dilatasi dari annulus dan arkus aorta, diseksio aorta atau kelainan katup primer. Regurgitasi aorta berat, central jet width dinilai oleh color Doppler lebih dari 65% outflow ventrikel kiri, volume regurgitan 20

60 ml/denyut, fraksi regurgitasi 50%, dan terdapat aliran balik diastol pada aorta desendens thorakalis bagian proksimal.2 2. ETIOLOGI Primary Valve Disease Congenital (Bicuspid) Endocarditis Rheumatic Fever Myxomatous (Prolaps) Trauma Sifilis Ankylosing Spondylitis Primary Aortic Root Disease Aorta dissection Cystic Medial degeneration Marfans syndrome Bicuspid aortic valve Nonsyndromic familial aneurysm Aortitis Hipertension Table 3. Etiology of Aorta Regurgitation

3. PENATALAKSANAAN Terapi Medikamentosa Gejala awal sesak dan intoleransi terhadap aktivitas berespon terhadap diuretik, vasodilator (ACE inhibitor, dihidroporidin calcium chanel blocker, atau hidralazin) cukup baik. Sasaran tekanan darah sistolik adalah <140 mmHg pada pasien dengan regurgitasi aorta kronik.2 Terapi Pembedahan Dalam memutuskan pada waktu kelayakan dan kepatutan pengobatan bedah, dua hal harus diingat (1) pasien dengan AR kronis yang berat biasanya tidak menunjukkan gejala sampai setelah pengembangan disfungsi otot jantung, dan (2) ketika tertunda terlalu lama (> 1 tahun dari timbulnya gejala atau disfungsi ventrikel kiri), perawatan bedah sering tidak mengembalikan fungsi normal ventrikel kiri. Oleh karena itu, pasien dengan AR kronis yang berat, follow-up klinis dan echocardiografi setiap 6 bulan diperlukan jika operasi akan dilakukan di waktu yang optimal, yaitu setelah timbulnya disfungsi ventrikel kiri tetapi sebelum perkembangan gejala menjadi berat. Operasi dapat menjadi pilihan selama pasien, baik asimptomatik dan fungsi normal ventrikel kiri bertahan tanpa dilatasi (end diastolic dimension > 75 mm).2 AVR (Aorta Valve Replacement) diindikasikan untuk penatalaksanaan AR berat pada pasien simtomatik terlepas dari fungsi ventrikel kiri. Pada umumnya, operasi harus 21

dilakukan pada pasien tanpa gejala dengan AR berat dan disfungsi ventrikel kiri progresif (LVEF <50%, LV-end systolic dimension >55 mm atau end-systolic volume >55 ml/m 2, atau LV sebuah LV akhir sistolik dimensi> LVEF 55 mm atau volume akhir-sistolik> 55 mL/m2, atau LV diastolic dimension > 75 mm). Pasien dengan AR berat tanpa indikasi operasi harus di follow-up keadaan klinis dan echocardiografi setiap 3-12 bulan.2 AVR dengan protese jaringan atau mekanik yang sesuai umumnya diperlukan pada pasien dengan AR rematik dan pada banyak pasien dengan berbagai bentuk regurgitasi. AR yang disebabkan karena dilatasi aneurisma aorta, atau proksimal aorta asendens, mungkin saja regurgitasi dikurangi atau dieleminasi dnegan mempersempit annulus atau dengan mengeksisi sebagian aorta tanpa mengganti katup.2 III. C ATRIAL FIBRILASI (AF) 1. KLASIFIKASI Berbagai klasifikasi dibuat berdasarkan gambaran EKG, rekaman epikardial. Pola dari AF : - First detected episode - Recurrent (Setelah 2 episode) Paroksismal (self terminating, episode umumnya 7 hari, paling banyak <24 jam) Persisten (non self terminating, episode biasanya 7 hari) - Permanen3 Berdasarkan hasil EKG pasien perhari, pasien termasuk dalam atrial fibrilasi persisten. 2. DIAGNOSIS AF seringkali tidak menimbulkan gejala, tetapi ada juga yang merasa berdebar-debar dan irama jantung ireguler. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi hipotensi, kongesti pulminal, dan gejala angina. Pada pasien dengan disfungsi diastolik ventrikel kiri dengan hipertensi, kardiomiopati hipertrofi, atau penyakit katup aorta obstruktif, gejala yang timbul lebih berat lagi. Intoleransi aktivitas dan mudah lelah merupakan tanda dari kontrol yang buruk. Manfestasi terutama pada AF yaitu sakit kepala berat atau sinkop.4 Diagnosa AF ditegakkan dengan EKG. Pada EKG dengan AF, akan teridentifikasi ritme AF, LVH, durasi dan morfologi gelombang p atau gelombang AF, pre-eksitasi, bundle-branch block, prior MI.3,4 22

3. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada pasien dengan AF harus dilakukan berdasarkan kondisi klinis dimana aritmia terjadi, level antikoagulan pasien, faktor resiko stroke, gejala pasien, efek hemodinamik dan denyut ventrikel. Pada keadaan akut, goal dari terapi adalah mengontrol denyut ventrikel, dan menambahkan antikoagulan dan memulai terapi heparin IV jika durasi AF lebih dari 12 jam dan terdapat faktor resiko stroke. Kontrol denyut ventrikel dimulai dengan pemberian beta blocker atau Ca chanel blocker seperti verapamil dan diltiazem. Digoxin boleh ditambahkan.3 Table 4. pharmacological management of patients with recurrent AF4 Pada kondisi kronis, pasien dengan tipe persisten, control dengan beta bloker, ca chanel blocker diltiazem dan verapamil, dan atau digoxin sering ditambahkan. Indikasi dimana denyut tidak terkontrol pada AF

persisten adalah denyut jantung lebih dari 80x/menit saat istirahat atau 100 x/menit dengan aktivitas fisik sederhana. Monitor EKG dan penilaian denyut jantung diperlukan. Untuk mengeleminasi faktor resiko emboli, maka diperlukan antikoagulan.3

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Heart failure. In : Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, et al, editor. Harrisons Principles of Internal Medicine (E-book). 18th Ed. McGraw-Hill Companies; 2012. 2. Valvular heart disease. In : Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, et al, editor. Harrisons Principles of Internal Medicine (E-book). 18th Ed. McGrawHill Companies; 2012. 3. Wann S, Curtis AB, Ellenbogen KA, Estes NAM, Ezekowitz MD, Jackman WM. ACCF/AHA Pocket Guideline : Management of Patients with Atrial Fibrillation. American College of Cardiology Foundation and American Heart Association, Inc;2011. 4. The tachyarrhythmias : Atrial Fibrillation. In : Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, et al, editor. Harrisons Principles of Internal Medicine (E-book). 18th Ed. McGraw-Hill Companies; 2012.

24

Anda mungkin juga menyukai