Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Lahirnya Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat menjadi landasan hukum penting bagi profesi Advokat sebagai salah satu pilar penegak hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tersebut, yang menyatakan bahwa Advokat berstatus penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 lebih ditegaskan lagi, bahwa yang dimaksud dengan Advokat berstatus sebagai penegak hukum adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainya dalam menegakan hukum dan keadilan. B. Rumusan Masalah
1. Dimana Peranan Advokat Sebagai Sub system dalam Sistem Peradilan

Pidana ? C. Tujuan Penulisan Bedasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, tujuan penulisan ini adalah
1. Pembaca dapat mengetahui Dimana Posisi Lembaga Pemasyarakatan

Sebagai Sub dalam Sistem Peradilan Pidana.


2. Penulis dapat memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah system peradilan

pidana.

BAB II
1

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LANDASAN TEORI

2.1.

Pengertian Advokat Advokat berasal dari kata Advocaat berasal dari bahasa latin yaitu

advocatus yang berarti pembela ahli hukum dalam perkara, dalam atau di luar pengadilan. Advokat adalah seorang ahli hukum yang memberikan bantuan atau pertolongan dalam soal-soal hukum. Pengertian advokat berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memiliki persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Pemberian jasa hukum yang dilakukan oleh advokat meliputi memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien dengan mendapatkan honorarium atau imbalan atas jasa hukum yang diterima berdasarkan kesepakatan dengan klien atau memberikan jasa hukum secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu. Klien dapat berupa orang, badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari seorang advokat. Dengan demikian pengertian advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum yang meliputi memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan mendapatkan honorarium atau imbalan atas jasa hukum yang diterima berdasarkan kesepakatan dengan klien atau memberikan jasa hukum secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu dan memiliki persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

BAB III PEMBAHASAN

3.1.

Advokat Sebagai Subsistem Sistem Peadilan Pidana Advokat sebagai salah satu subsistem Sistem Peradilan Pidana peranannya

sangat penting, karena sebagai penegak hukum, advokat harus mampu mengoreksi dan mengamati putusan dan tindakan para subsitem Sistem Peradilan Pidana lainnya. Advokat harus tanggap terhadap tegaknya hukum dan keadilan ditengah lapisan masyarakat, dengan menghilangkan rasa takut kepada siapapun dan tidak membeda-bedakan tempat, etnis, agama, kepercayaan, miskin dan kaya dan lain sebagainya untuk memeberikan bantuan hukum1, dengan demikian advokat merupakan oifficium nobile pekerjaan yang luhur2. Keberadaan Advokat sebagai penegak hukum diatur dalam UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat, yang menjelaskan bahwa advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan. Dalam memberikan bantuan hukum advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggungjawabnya. Akan tetapi dalam kebebasan tersebut advokat tidak sebebas-bebasnya karena seorang advokat dalam menjalankan profesinya terikat dengan apa yang disebut dengan kode etik advokat, berdasarkan pasal 9 Kode Etik Advokat Indonesai setiap advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat, karena apabila seorang Advokat tidak tunduk pada kode etik yang ada maka dia akan dikenai sanksi. Bantuan hukum yang diberikan oleh seorang advokat yaitu jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu dan hal ini merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan oleh seorang advokat. Adapun
1 Yesmil Anwar & Adang, Sitem Peradilan., hlm 269. 2Artidjo Alkostar, Peran dan Tantangan Advokat dalam Era Globalisasi , FH UII Press, Yogyakarta, 2010, hlm. 151

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

yang dimaksud dengan jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien. Dalam memberikan jasa hukum tersebut seorang advokat harus pandaipandai menjaga kepribadiannya daintaranya adalah hubungan antara advokat dengan kliennya, antara advokat dengan teman sejawatnya, advokat dengan aparat penegak hukum lainnya. 3.2. PERAN ADVOKAT DALAM PENEGAKAN HUKUM Bahwa keberadaan advokat sebagai unsur penegak hukum di Indonesia tidak perlu lagi diragukan, baik sebelum dan sesudah Indonesia merdeka, dengan demikian perjalanan sejarah advokat yang panjang di Indonesia menandakan bahwa advokat telah memainkan perannya yang tidak kecil dalam mewujudkan penegakan hukum yang adil dan berwibawa, kendati pun bila dilihat dari dasar hukum yang ada, keberadaan advokat sebelum era reformasi belum diatur secara khusus, masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, baik yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun yang dikeluarkan oleh pemerintahan Indonesia, kemudian setelah era reformasi dibentuklah UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pasal 24 ayat (1) UUD RI 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, selain pelaku kekuasaan kehakiman, yaitu MA dan MK, badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman juga harus mendukung terlaksananya kekuasaan kehakiman yang merdeka. Salah satunya adalah profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab3, sebagaimana selanjutnya diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2003. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Advokat memberikan status kepada advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan
3 Huruf B Konsideran Menimbang UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

tersebut memerlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) UU Advokat, yaitu Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat. Oleh karena itu, organisasi advokat, yaitu PERADI, pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara. Profesi advokat sebagai profesi yang sangat mulia dan perannya yang begitu luas, karena tidak terbatas hanya dalam bidang litigasi atau beracara di pengadilan, tetapi berperan dalam segala sektor kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, karena sistem hukum tidak hanya bekerja dalam lingkungan unsur penegakan hukum formal saja, namun memasuki seluruh sektor kehidupan masyarakat dan negara, karena kita tahu bahwa hukum ada dimanamana dan mengatur segala aspek kehidupan kita. Oleh karena itu, peran advokat dalam usahanya untuk mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak dapat diabaikan atau dikesampingkan. Bahwa profesi advokat merupakan profesi yang bebas dan mandiri, namun bertanggung jawab untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha membudayakan masyarakat untuk menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Demikian juga bahwa advokat sebagai salah satu unsur dari sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan HAM di Indonesia, bahkan sering juga disebut bahwa advokat merupakan pengawal (guardian) yang tangguh untuk Konstitusi. Dalam proses litigasi diketahui bahwa advokat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses peradilan, sepanjang advokat yang bersangkutan diberikan kuasa untuk membela hak-hak kliennya dalam segala tingkatan pemeriksaan, apakah kliennya sebagai tersangka/terdakwa dalam perkara pidana maupun sebagai penggugat/tergugat dalam perkara perdata maupun dalam perkara-perkara lainnya yang diselesaikan melalui forum-forum khusus
5

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

(Alternative Dispute Resolution/ ADR). Dalam eksistensi yang demikian penting dan luas, advokat tentu banyak atau bahkan selalu berhubungan dengan unsur formal penegak hukum, tergantung jenis dan kharater kasus yang ditanganinya. Profesi advokat sebagai landasan idealisme telah dipatri dalam Kode Etik Advokat yang memiliki nilai-nilai persamaan secara universal yaitu pejuang keadilan, yang dalam pelaksanaannya antara lain mewujudkan peradilan yang bersih dan berwibawa. Hal ini sangat penting terutama setelah dikaitkan dengan pernyataan dari seorang sosiolog Amerika Serikat yang bernama Lawrence Friedman yang mengatakan bahwa peranan advokat dan hakim dalam penegakkan hukum memegang peranan yang sangat penting, karena di tangan hakim dan advokat-lah sifat dan warna hukum itu banyak ditentukan. Dikatakan demikian karena dua lembaga ini sama-sama memiliki prinsip kemandirian (independency) dari berbagai kekuasaan, sehingga memiliki kebebasan yang luas untuk menerapkan dan menafsirkan hukum. Dengan demikian advokat harus dapat bertindak sebagai elemen untuk menjaga keseimbangan-keseimbangan dalam masyarakat yang di dalam teori politik sering disebut teori check and balance, kendatipun tidak melalui kekuasaan yang ada padanya tetapi melalui pressure-pressure moral dan argumentasi-argumentasi hukum yang kostruktif dan doktrin-doktrin hukum yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan konstitusi. Sebenarnya bila dilihat dari teori kekuasaan maupun hukum ketatanegaraan, keberadaan Advokat sebagai penegak hukum menimbulkan pro dan kontra, karena secara kelembagaan/ kekuasaan di bidang penegak hukum hanya terdiri dari 2 (dua) elemen, yaitu penegakan hukum di bidang judikatif dan eksekutif. Judikatif untuk Indonesia saat ini berada dalam tangan kekuasaan kehakiman yang puncaknya berada di MARI, sedangkan penegakan hukum dari judikatif meliputi Kejaksaan Agung dan Polri. Kedua organisasi ini merupakan organisasi yang keberadaannya bersifat nasional, yaitu tergelar mulai dari pusat sampai ke kewilayahan dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu dalam hal unsur kewilayahan memerlukan back-up untuk melakukan suatu tindakan tertentu dari pusat (Kejaksaan Agung dan Mabes Polri)
6

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

dapat turun ke bawah memberikan bantuan, baik bantuan secara teknis maupun bantuan taktis. Oleh karena itu keberadaan advokat kurang tepat kalau dikategorikan sebagai penegak hukum yang kedudukannya sama dengan penegak hukum kepolisian, kejaksaan dan kehakiman, karena bila dilihat dari proses rekruitmen, penarikan uang dari masyarakat untuk biaya kursus untuk memperoleh sertifikat yang akan dijadikan sebagai persyaratan utama mengikuti seleksi bakal calon advokat, kemudian biaya untuk mengikuti seleksi. Penarikan biaya ini semua tidak ada pertanggungjawaban kepada masyarakat/publik. Padahal secara atributif advokat telah ditetapkan sebagai unsur penegak hukum (law enforcement) yang kedudukannya disamakan dengan unsur penegakkan hukum lainnya (Polri, Kejaksaan, Hakim, dan Lembaga Pemasyarakatan) dan sampai ke pengangkatan, semuanya berada di tangan organisasi advokat, kecuali penyumpahan yang berada di tangan kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksanaannya dilaksanakan oleh ketua pengadilan tinggi masing-masing advokat yang akan disumpah berdomisili. Setelah advokat dinyatakan statusnya sebagai penegak hukum, seharusnya norma-norma yang ada wajib ditaati, namun dalam realita perkembangannya organisasi advokat hampir tidak luput dari perselisihan internal antara lain polemik saat ini yang demikian meruncing, yang masing-masing mengakui bahwa organisasi advokat X-lah yang sah dengan alasan-alasan tertentu, demikian juga dengan organisasi advokat Y lainnya juga mengklaim dirinya yang paling sah, dan ada lagi organisasi Z. Dengan demikian masalah menjadi tambah runcing dan kusut, sehingga sulit dilakukan pembenahan. Menyikapi persoalan yang dihadapi organisasi advokat saat ini, secara sosiologis juridis menjadi kurang tepat pemberian sebutan sebagai penegak hukum, karena wadahnya sudah mulai pecah-pecah dan demikian menyulitkan untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam berpartisipasi membangun sistem hukum yang responsif dan akomodatif mengikuti perkembangan zaman. Karena bagaimanapun eksistensi hukum haruslah diwujudkan dalam perilaku konkret, karena urusan hukum tidak hanya undang-undang atau urusan peraturan formal, tetapi berurusan dengan berbagai nilai, sikap, serta perasaan manusia baik
7

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

perasaan para pencari keadilan maupun perasaan para penegak hukum itu sendiri. Dengan demikian, profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya. Dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat berperan besar dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU advokat. Kemandirian dan kebebasan yang dimiliki oleh profesi advokat, tentu harus diikuti oleh adanya tanggung jawab masing-masing advokat dan organisasi profesi yang menaunginya. Ketentuan UU Advokat telah memberikan ramburambu agar profesi advokat dijalankan sesuai dengan tujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal yang paling mudah dilihat adalah sumpah atau janji advokat yang dilakukan sebelum menjalankan profesinya, yaitu: Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji:
bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai

dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;


bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung

dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga;
bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa

hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan;
bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar

pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara klien yang sedang atau akan saya tangani;

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan

kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai advokat;
bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau

memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai advokat. Sumpah tersebut pada hakikatnya adalah janji seorang yang akan menjalani profesi advokat, kepada Tuhan, kepada diri sendiri, dan masyarakat. Seandainya setiap advokat tidak hanya mengucapkannya sebagai formalitas, tetapi meresapi, meneguhi, dan menjalankannya, tentu kondisi penegakan hukum akan senantiasa meningkat lebih baik. Kekuasaan kehakiman akan benar-benar dapat menegakkan hukum dan keadilan. Selain itu, untuk mewujudkan profesi advokat yang berfungsi sebagai penegak hukum dan keadilan juga ditentukan oleh peran organisasi advokat. UU Advokat telah memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-tindakan terhadap pelanggaran, dan pemberhentian advokat yang pelaksanaannya dijalankan oleh Organisasi Advokat. Ketentuan Pasal 6 UU Advokat misalnya menentukan bahwa advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:
1. mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya; 2. berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan

seprofesinya;
3. bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan

yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
4. berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau

harkat dan martabat profesinya;


5. melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau

perbuatan tercela; dan


6. melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

BAB IV PENUTUP

4.1.

Kesimpulan . Profesi advokat sebagai profesi yang sangat mulia dan perannya yang

begitu luas, karena tidak terbatas hanya dalam bidang litigasi atau beracara di pengadilan, tetapi berperan dalam segala sektor kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, karena sistem hukum tidak hanya bekerja dalam lingkungan unsur penegakan hukum formal saja, namun memasuki seluruh sektor kehidupan masyarakat dan negara, karena kita tahu bahwa hukum ada dimanamana dan mengatur segala aspek kehidupan kita. Oleh karena itu, peran advokat dalam usahanya untuk mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak dapat diabaikan atau dikesampingkan.

4.2.

Saran Dari hasil makalah ini penulis mengharapkan agar pembaca dapat

mengetahi dan memahami begitu penting Advokat Sebagai Sub-Sistem Dalam Sistem Peradilan Pidana. Sebagai elemen dalam Sistem peradilan pidana yang memiliki peranan membela hak- hak tersangka. sekian mohon maaf jika ada yang kurang berkanan dihati para pembaca. Lebih dan kurang saya ucapkan trimasih.

10

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Anda mungkin juga menyukai