Konsep tentang marifah menjadi dasar penjelasan Al Ghazali dalam teorinya tentang ilmu pengetahuan yang sejati. Ia mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan tanpa amal adalah gila, sedangkan amal tanpa ilmu adalah tidak sah. Ilmu pengetahuan semata-mata tidak menjauhkan dari berbuat dosa dan kejahatan, dan tidak pula mendekatkan kepada perbuatan taat dan kebaikan sewaktu hidup di dunia. Sedangkan untuk akhirat, ilmu itu tidak sanggup membebaskan manusia dari hukuman neraka. Al Ghazali menegaskan bahwa seseorang yang telah mencapai tingkat arifin atau marifah adalah mereka yang menyatupadukan ilmu pengetahuan dengan keimanan (agama), sehingga mereka memiliki hasrat untuk beramal dengan sesungguhnya dan mewujudkan pendidikan akhlak.
Di dalam marifah memancar niat yang ikhlas dan kemauan yang kuat, yang menjadi pokok pangkal bagi amal dan akhlak. Orang-orang yang demikian: 1. 2. 3. 4. 5. Pertama kali akan tergambar di dalam cara berpikirnya. Kemudian mereka memiliki hasrat untuk menghadiri majelis-majelis pengajian. Mereka bergaul dengan orang baik-baik. Mereka merundingkan segala sesuatu dengan musyawarah. Kemudian dalam diri mereka terbentuk amal-amal yang baik dan akhlak yang tinggi.
Untuk mencapai hakikat marifah ini, Al Ghazali mengemukakan adanya lima macam timban gan yang dianjurkan untuk digunakan seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya untuk mencerdaskan dan memperkuat iman. Kelima tiimbangan itu yaitu: 1. 2. 3. 4. Perbandingan yang besar (akbar) yang didasarkan pada pemikiran dan ilmu pengetahuan. Perbandingan yang menengah (awsath) yang didasarkan kepada pengalaman. Perbandingan yang kecil (ashgar) yang didasarkan kepada panca indera. Timbangan kemestian (talazum) yang didasarkan kepada suatu kebenaran yang dapat ditimbulkan oleh intuisi. 5. Timbangan pertentangan (taarudh) yang didasarkan pada pertentangan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk menimbulkan kebenaran (sintesa). Dalam kelima rangka tersebut, dibuka kesempatan yang sangat luas untuk menggunakan pikiran dan contohcontoh perbandingan, dan kepatuhan kepada pemimpin. Dalam hal ini, sumber pikiran tertinggi adalah Al Quran dan pemimpin yang harus ditaati adalah Nabi Muhammad SAW yang manjadi contoh amal dan akhlak yang utama. *Tulisan ini merupakan ringkasan buku Konsepsi Negara Bermoral Menurut Imam Al Gazali karya H. Zainal Abidin Ahmad (1975).