Anda di halaman 1dari 5

Agama, Teknologi, dan Masa Depan

2 Votes Agama, Teknologi, dan Masa Depan Oleh : Dra. Marwah Daud Ibrahim, MA., Ph.D. Tahun 1600 seorng ilmuwan Italia bernama Giordano Bruno dibakar hidup=hidup karena telah secara terbuka mendukung faham heliocentris (matahari sebagai pusat kosmos dan bumi mengitarinya). Padahal kaum agamawan Eropa ketika itu , meyakini yang sebaliknya (Yule, hlm. 95 dan Alisyahbana, hlm. 279). Hukuman bakar tersebut sesungguhnya hanyalah satu dari rentetan peristiwa yang menggambarkan pertentangan keras antara pihak agamawan dan ilmuwan pada abad ke 17 di Eropa. Lalu, hampir empat abad kemudian, jelasnya pada musim gugur 1975 bertempat di Gustavus Adolphus College, Minnesota, terjadi sebuah peristiwa menarik. Pada waktu itu sebanyak 27 pemenang Hadiah Nobel dari berbagai disiplin ilmu dan 6 orang ahli agama berkonferensi untuk membicarakan sains di depan 4000 hadirin yang terdiri dari agamawan, ilmuwan dan mahasiswa (Robinson hlm. xiii). Kejadian ini menarik karena menggambarkan keakraban antara pihak agamawan dan ilmuwan di abad ke 20 ini. Walaupun perpecahan antara ilmuwan dan agamawan tidak tercatat dalam sejarah perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (iptek) di Indonesia, tapi himbauan agar ilmuwan dan agamawan saling mendukung terdengar juga gemanya di Indonesia. Ajakan Prof. Dr. Soedjatmoko, mantan rektor PBB, yang menyerukan agar ulama ikut memilih teknologi dan memecahkan maslah duniawi (Suara Pembaruan, 23 November 1989 dan Ulumul Quran V.2, 1989). Simaklah jug pendapat Prof. Baiquniyang menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (iptek) terus menerus memerlukan bantuan agama (Pelita, 20 November 1989). Perhatikan pula karya tulisan Y.B. Mangunwijiya yang mengajalk kita menarik hikmah dari Galileo Galilei(Kompas, 7 November 1989 dan 20 November 1989). Bahkan kehadiran sebuah jurnal ilmu dan lebudayaan bernama Ulumul Quran ini, memperlihatkan keinginan untuk memesrakan hubunhan antara ilmiwan dan agamawan. Pikiran bahwa agama dan ilmu saling melengkapi, mewarnai bahkan merupakan pijakan dasar tulisan ini. Dengan demikian keterangan diberikan dan di analisa di ajukan berdasarkan asumsi bahwa agama disatu pihak bisa menjadi suatu landasan etika dam upaya pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi. Dan iptek dipihak lain dapat membantu mengamalkan nilai nilai agama. Konsep Aksiologis Jujun S. Suriasumantri menjelaskan tujuan pengembangan iptek menurut versi ilmuwan. Menurutnya ilmu itu mempelajari gejala alam apa adanya dengan tujuan manusia dapat mengungkapkan rahasia alam dan mengontrol gejala gejala tersebut sesuai dengan hukum alam. Teknologi sendiri adalah penerapan pengetahuan ilmiah dalam bentuk peralatan yang membantu manusia memecahkan masalah masalah manusia yang bersifat praktis. Peralatan ini bisa berupa perangkat lunak berupa metode dan teknik perangkat keras peralatan fisik (Suara Pembaruan, 18 September 1989). Al Quran sebenarnya memberikan etika dan tujuan yangsecara sistematis dapat

dibagi 2. Pertama, untuk membentu manusia mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua, untuk membantu manusia menjalankan tugas kekalifahannya di bumi (Ghulsyani, hlm. 62). Mari kita kaji keduanya. Iptek Meningkatkan Ketaqwaan Apa betul iptek dapat membantu manusia untuk ebih menyadari kebesaranNya? Untuk pertanyaan ini Allah telah menyediakan jawaban da dalam Al Quaan. Simaklah apa yang di firmankanNya dalam surat Al Jatsiyah (yang berlutut). Sungguh, di langit dan dibumi ada tanda tanda (Kkuasaan Tuhan)bagi orang yang beriman (QS 45:3). Pada dirimu yang Ia ciptakan dan pada binatang yang Ia tebarkan, nampak (pula) tanda tanda (kekuasaan bagi orang yang punya keyakinan)(QS 45:4) Pun pada malam yang silih berganti dengan siang dan rezeki yang Allah turunkan dari langit. Kemudian Ia hidupkan bumi dengannya sesudah mati, dan pada perkisaran angin, nampak tanda tanda (kekuasaan Tuhan) bagi orang yang menggunakan akal pikiran(QS 45:5) Pada terjemahan ayat ayat yang dikutip diatas dinyatakan bahwa sesungguhnya kemanapun kita memalingkan wajah kita tanda tanda kebesaranNya akan kita temukan. Tapi dalam kondisi dasar kita harus beriman, yakin dan menggunakan akal pikiran. Jika dengan segala kerendahan hati kitya mencoba simak makna sebagian dari ayat ketiga surat Al Jatsiyah diatas, maka dengan serta merta kita dapat mengerti betapa akal pikiran dapan menyadarkan kita akan kebesaran Allah. Serta iptek dapat membuat kita bersimpuh dan berlutut menyadari kekecilan kita sebagai hamba Allah. Surat tersebut menyatakan bahwa dilangit dan dibumi terdapat tanda tanda kebesaran Tuhan. Mari kita coba menganalisis lebih jauh. Umumnya orang beriman yang membaca ayat tersebut akan berpikir atau berimajinasi tentang langit biru dan matahari yang dilihatnya di siang hari serta bulan yang bercahaya dan bintang yang gemerlapan yang disaksikannya di malam hari. Tetapi pikiran dan imajinasi seseorang yang memiliki ilmu yang cukup dalam bidang kosmologi dan astronomi akan memerobos dan menembus jauh kekedalaman samudra angkasa luar dengan segala yang ada di dalamnya. Orang yang berilmu tadi tentunya berpikir betapa mahaluasnya alam ciptaan Tuhan dan betapa banyaknya isi yang ada di dalamnya. Dan kesemuanya ini akan membuatnya berlutut dan bersujud menyadari kemahabesaran Allah. Baru saja bulan November 1989 yang lalu, ilmuwan dengan perangkat teknologinya berhasiil mengintip quasar yang jauhnya 14 milyar tahun cahaya dari bumi tempat kita bermukim (Kompas, 26 November 1989). Membaca berita ini akan membuat seorang ilmuwan yang beriman untuk mengucap Allahu Akbar dengan sanubari bergetar. Betapa tidak, berita ini mampu menyadakan manusia tentang betapa luasnya langit dibalik awan yang berarak diatas kita ini. Bayangkan saja satu detik cahaya sama dengan 300.000 (tepatnya 270.000) kilometer. Itu berarti 1 menit cahaya jauhnya 18.000.000 kilometer. Satu tahun cahaya sendiri berarti sama dengan 10 trilyun (tepatnya 9.460.000.000.000) kilometer (World Book hlm.20). jadi quasar yang baru saja ditemukan itu jaraknya 140 trilyun trilyun kilometer atau 140.000.000.000.000.000.000.000.000 dari bumi. Jangan lupa menurut Edwin Hubble universum yang terobservasi ini membesar atau berekspansi terus (Chown, hlm. 39). Bandingkan luas universum yang terobservasi dengan manusia itu dengan bumi kita yang lingkaran equatorialnya hanya 40.075 kilometer (World Book, hlm.23).dengan pengetahuan betapa mahaluanya universum kita, seorang manusia, bahkan yang menjadi presiden sekalipun akan patuh untuk bersujud memproklamirkan kebesaranNya dan menyatakan kekecilan dirinya. Jangankan negara yang dikuasainya, bumi yang dihuninya tak ubahnya bagai setetes air di samudra yang teramat luas. Atau meminjam istilah Carl Sagan bumi kita ini bagaikan setitik debu yang beterbangan dipagi hari. Betapa tidak bumi yang kita huni ini hanyalah satu dari milyaran benda langit yang

mengitari matahari atau tunduk dalam sistim orbit tata surya kita. Bumi ini hanya satu di antara sembilan planet planet matahari (selain Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto). Selain planet planet ini, benda langit yang tunduk pada gravitasi matahari masih banyak lagi. Diantaranya masih ada lebih dari 30 satelit alam (termasuk bulan yang secara rutin dapat kita saksikan di malam hari), ratusan satelit buatan manusia (termasuk satelit PALAPA); sekitar 30.000 asteroid, lebih dari sekitar 100 milyar komet (termasuk Halley yang akhir akhir ini menjadi pusat perhatian); dan tidak terhitung debu dab gas antariksa (Cochran, hlm.1). Matahari kita sendiri ini menurut Harlow Shapley hanyalah satu dari sekitar 200 milyar bintang yang bergerak dengan teratur yang sistem galaktika yangbernama Bima Sakti (Milky Way Galaxy). Dan masing masing bintang ini sesungguhnya adalah matahari bagi trilyunan planet, satelit, asteroid dan komet (Cochran, hlm.1,2). Dan galaksi kita sendiri merupakan satu diantara ratusan milyar galaksi lain dalam universum kita. Bahkan diperkirakan lagi universum kita hanyalah satu dari sejumlah universum lain dalam kosmos (Mangunwijaya, Kompas, 20 November 1989). Dengan bayangan seperti ini dalam pikiran kita, terasalah betapa maha besarnya Allah, pencipta langit dan yang ada di dalamnya. Perasaan kecil kita dan kesadaran akan kebesaran Ilahi akan semakin terasa lagi jika kita memikirkan upaya mengunjungi benda langit lainnya. Sampai saat ini manusia hanya mampu sampai ke bulan, satelit bumi yang jaraknya hanya satu detik cahaya dari bumi. Kini Amerika dan Rusia, dua negara yang paling depan dalam penjelajahan luar angkasa, sedang mengupayakan perjalanan menuju planet Mars, yang juga masih terletak dalam sistem tata surya kita. Jika kita menginginkan perjalanan intragalaktika dan inter galaktika maka kita akan semakin mengakui kemahabesaranNya. Betapa tidak, untuk mengunjungu Alpha Centauri, tetangga terdekat matahari yang jauhnya 4,3 tahun cahaya itu kita masih belum dapat memikirkan kemungkinannya (World Book, hlm.18). karena jika kita memiliki pesawat antariksa dengan kecepatan cahaya maka kita akan sampai disana setelah berada di perjalanan selama 4,3 tahun. Ingat dengan pesaat secepat cahaya ini (300.000 kilometer per detik) kita dapat mengelilingi bumi yang garis lingkarnya hanya 40.750 kilometer itu sebanyak 7 kali dalam setiap detiknya. Dengan katalain dengan mengendarai pesawat secepat cahaya dalam satu kedipan mata saja manusia dapat mengitari bumi sebanyak 7 kali atau dapat pulang pergi Sabang Merauke 28 kali. Pesawat antariksa yang manusia miliki sekarang baru berkecepatan 35.000 kilometer per jam. Jadi untuk mengunjungi tetangga galaktika terdekat kita memerlukan waktu perjalannan selama 100.000 tahun (Cochran, hlm.1). padahal usia rata rata manusia baru mencapai usia 60=an tahun. Kalau untuk mencapai Alpha Centauri, tetangga bintang terdekat dalam galaksi kita yang jaraknya hanyalah 4,3 tahun cahayadari bumi membutuhkan 100.000 tahun, maka tak dapat dibayangkan lamanya perjalanan yang harus ditempuh untuk mencapai tetangga terdekat dalam galaksi kita yang jaraknya diperkirakan 200.000 tahun cahaya itu (World Book, hlm.20). lebih lebih tak mampu kita bayangkan lama waktu perjalannan untuk tiba di quasar yang baru ditemukan yang jaraknya 14 milyar tahun cahaya itu. Sungguh, mahabesar Allah dengan segala ciptaannya. Uraian di atas hanya bagian dari satu ayat : Sungguh di langit dan di bumi ada tanda tanda kebesaranNya(QS 45:3). Dari renungan ayat ini saja, manusia yang memiliki ilmu menjadi tergetar menyadari kemahabesaranNya. Itu baru ketika mencoba melihat luasnya universum dan banyaknya benda yang ada didalamnya. Belum lagi melihat sifat sifat dari benda benda yang ada di dalamnya tersebut, proses penciptaannya, aturan orbitnya dan sebagainya. Bayangkan betapa terbatasnya ilmu manusia jika mereka mau melihat pula apa yang ada di bumi dan melihat dirinya, melihat binatyang, pergantian siang malam, perkisaran angin dan sebagainya seperti yang tertera dalam surat Al Jatsiyah Jenis binatang yang sudah diidentifikasi oleh saintis sudah hampir satu juta, yang

terbagi atas lebih kurang 80.000 jenis serangga, 21.000 jenis ikan, 86.000 jenis burung, dan 4.000 jenis mamlia. Dan jenis tumbuhan yang diidentifikasikan oleh saintis sudah mencapai 350.000 (World Book, hlm 37,66). Untuk mengerti satu jenis binatang atau satu jenis tumbuhan saja mungkin membutuhkan penelitian yang sangat lama oleh ribuan atau malah mungkin jutaan ahli. Itupun belum dapat mengungkap ilmu Allah SWT tentang binatang atau tumbuhan yang diteliti itu. Pengetahuan kita yang sangat terbatas tentangnya membuat kita menyadari kebesaranNya. Ilmu pengetahuan baru saja membantu kita menyingkap keluarbiasaan cara kerja otak manusia. Menurut Prof. Steinburch seperti yang dijelaskan oleh Prof. BJ. Habibie dibutuhkan komputer sebesar bola bumi ini (Makka, hlm. 38). Ini baru otak, belum organ tubuh lainnya yang juga keluarbiasaan mekanisme kerjanya telah banyak disingkap oleh ilmu dan teknologi. Semua ini memperlihatkan, bahwa iptek sesungguhnya dapat membantu manusia menyadari kebesaran Allah SWT. Mensyukuri Nikmat Allah Dapatkah iptek membantu manusia mensyukuri nikmatNya? Jika kamu menghitung nikmat Allah, kamu tidak akan dapat menghitungnya. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.(QS 6:18). Seorang yang berilmu dan beriman serta mau menggunakan akal pikiran akan mengucap syukur untuk hal hal yang jauh lebih luas dan jauh lebih mendasar. Perkembangan dan kemajuan iptek membantu kita mensyukuri nikmat Allah tersebut sekaligus menambah rasa takut kita kepadaNya. Sesungguhnya kita manusia yang berjumlah 5 milyar berada dalam sebuah pesawat yang bernama bumi yang terbang terus menerus dalam kecepatan yang luar biasa (1.686.960 kilometer per jam). Jika mobil yang direm mendadak dalam kecepatan 100 kilometer per jam dapat membuat penumpangnya meninggal seketika. Bayangkan yang terjadi jika bumi dengan kecepatan 1.686.960 kilometer per jam (468.600 meter per detik) di rem Allah sedetik saja. Walaupun semua air samudra yang kita pakai untuk menuliskannya tidak akan mampu menerangkan semuanya ilmu dan nikmatNya. Iptek Membantu Tugas Kekalifahan Ironisnya, banyak diantara pengkritik sains dan teknologi itu adalah pemanfaat sains dan teknologi mutakhir. Mereka menulis kritikan dengan komputer mutakhir. Berangkat dari seminar ke seminar untuk mengkritik iptek modern dengan pesawat berteknologi paling canggih. Tanpa bantuan sains dan teknologi manusia masih hidup di dalam gua, memakai baju terbuat dari kulit kayu dan makan binatang buruan. Ipteklah yang telah membantu manusia untuk mencukupi makanannya dengan mengembangkan sistem pengairan 3.000 tahun yang lalu. Tanpa iptek kebutuhan pangan dunia tak dapat dipenuhi seperti sekarang ini, demikian pula kebutuhan papan dan sandangnya. Kitapun boleh yakin bahwa dengan iptek kita bisa mengharapkan kelanjutan kehidupan manusia, bukan hanya di planet bumi ini tapi boleh jadi kelak manusia akan bertransmigrasi ke planet lain dalm sistem tata surya kita atau malah bermigrasi ke galaktika lain. Bahkan kini dengan sebuah compact disk atau chip computer sebesar biji kacang dapat menyimpan informasi yang memungkinkan pemakaian kerjas lebih irit. Ini berarti bahwa kecenderungan pemanfaatan dapat dikurangi dengan bantuan iptek. Kita yakin bahwa, daya tampung bumi hanya Allah semata yang mengetahuinya. Iptek dapat membantu manusia untuk mengurangi keterbatasan tanah pemukiman dengan membuat gedung gedung bertingkat, lahan yang luasnya 1.000 meter dapat menjadi 100.000 meter dengan gedung bertingkat 100. Kita juga tentu bisa membayangkan bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama ladang pertanian juga dapat dibuat bertingkat sehingga jumlah lahan garapan yang hanya 100 hektar dapat menjadi 10.000 hektar jika dibuat 100 tingkat. Konsep Ontologis Seseorang yang membaca ayat yang berisi ajakan Tuhan untuk melihat bagaimana onta diciptakan (QS 88:17) akan menyadari bahwa ayat ini berisi perintah untuk

mempelajari segala objek bukan hanya tentang jenis binatang inii saja. Dalam mempelajari semut seorang ilmuwan dapat memfokuskan studi pada berbagai segi. Misalkan pada sistem bermasyarakat semut atau bagaimana semut yang kecil itu dapat membawa beban seberat 50 kali lebih berat dari berat badannya. Belum lagi belajar tentang makanannya, warnanya, proses reproduksinya, jenis jenisnya, alat inderanya, cara makannya, cara tidurnya, cara berkomunikasi atau manfaatnya bagi manusia dan seterusnya. Ilmu Tuhanlah yang membuat burung terbang, ulat mengeluarkan sutra, ikan berenang renang, tupai berhibernasi, kupu kupu bermetamorfosa atau ular bergantii kulit. Belum lagi mengambil ikan, sayuran, buah buahan, susu, gula, air dan seterusnya sebagai objek studi yang tiada akhir pula. Sungguh Mahabesar Allah dengan segala ciptaanNya. Tentu banyak lagi ilmu yang akan berkembang dimasa depan, tapi tampak nyata bahwa Al Quran akan selalu up to date dalam memberikan arahan ontologisnya. Konsep Epistemologi Dalam pengembangan ilmu dan teknologi, observasi dan meniru mekanisme kerja ciptaannya merupakan hal yang lazim. Misalnya, capung dalam desain helikopter, ikan paus dalam pembuatan kapal selam dan sebagainya. Disadari perlunya imajinasi dalam proses pengembangan iptek. Para pioner teknologi peroketan misalnya, merasa banyak didorong oleh buku buku fiksi sains, tulisan, Jules Verne dan H.G.Wells (Verne dan Wells). Dalam AL Quran juaga disampaikan bahwa masih ada proses pengembangan ilmu dan teknologi yang lebih hakiki yaitu melalui ilham yang diberikan pada beberapa orang. Bagaimanapun tingginya ilmu yang manusia miliki atau canggihnya teknologi yang manusia kembangka, manusia tak akan mampu menciptakan sesuatu. Manusia mungkin bisa membuat robot atau komputer, tapi untuk bisa membuat itu, materinya sudah diciptakan oleh Allah berupa besi, tembaga dan sebagainya. Manusia tak akan mampu menciptakan makhluk sekecil semut sekalipun. Strategi Pengembangan Iptek Dalam pengembangan iptek memerlukan kerendahan hati. Iptek adalah common heritage of mankind (warisan bersama umat manusia). Tak satupun ilmu atau teknologi yang dapat di klaim oleh suatu ras, bangsa atau agama sebagai miliknya atau hasil pikir, atau kerjanya semata. Isaac Newton sendiri, ilmuwn terbesar dianggap paling berpengaruh menyadari bahwa ia dapat melihat lebih tinggi karena berdiri diatas punggung 3 raksasa : Galelio, Copernicus dan Keppler. Selain solider pada teman segenerasi dimanapun mereka berada juga diperlukan solidaritas kepada generasi yang akan datang sesudah kita. Kita punya kewajiban untuk membuat jalinan antar generasi ini tidak terputus. Tantangan kita yang lebih strategis sebenarnya adalah menghilangkan dualisme antara ilmuwan dan agamawan sehingga dimana mana akan hadir cendekiawan yang beriman atau agamawan yang berilmu. Ini penting, ksrena seperti yang diingatkan oleh Albert Einstein, ilmuwan paling masyur di abad ke 20 ini : Agama tanpa ilmu, buta. Ilmu tanpa agama, lumpuh.

Anda mungkin juga menyukai