Anda di halaman 1dari 4

Definisi dan latar belakang Sindrom ini didefinisikan sebagai suatu keadaan hiponatremia dan hipo-osmolalitas yang merupakan

hasil dari sekresi berlebihan hormon antidiuretik (ADH) meskipun keadaan volume plasma normal atau meningkat. (dalam keadaan normal sekresi ADH dicetuskan oleh volume plasma yang berkurang). Arginin vasopresin (AVP), adalah ADH alami pada manusia, adalah sebuah octapeptide struktur serupa oksitosin. AVP disintesis dalam tubuh sel neuron di inti supraoptik dan paraventrikular dari hipotalamus anterior dan bergerak sepanjang saluran supraopticohypophyseal ke hipofisis posterior, di mana ia disimpan dalam granula sekretori dalam hubungan dengan protein pembawanya, yaitu neurophysin. Neurophysins adalah peptida terdiri dari 2 protein, masing-masing mampu mengikat 2 molekul ADH. Kombinasi neurophysin-vasopressin disimpan di hipofisis posterior di akhir dari dilatasi neuron sekretori yang menempel pada pembuluh darah. ADH dilepaskan dari neuron ke membran basal kapiler di hipofisis posterior lalu diteruskan langsung ke sirkulasi. Dua jenis reseptor berpartisipasi dalam pelepasan ADH dari hipofisis posterior. Osmoreseptor adalah sekelompok sel-sel khusus yang merasakan perubahan osmolalitas dalam cairan ekstraselular (ECF). Kenaikan 2% osmolalitas pada serum perfusi inti supraoptik dapat menyebabkan pelepasan ADH, sedangkan penurunan 1,2% dalam serum osmolalitas plasma menurunkan pelepasan ADH. Sekresi ADH ditekan pada osmolalitis plasma di bawah 280 mOsm / kg. Baroreseptor berada di sinus karotis, lengkung aorta, dan atrium kiri; baroreseptor ini berpartisipasi dalam pengendalian pelepasan ADH secara non-osmolar dengan menanggapi perubahan volume plasma. Pengurangan 8-10% volume plasma secara signifikan meningkatkan pengeluaran ADH. Secara fisiologis, reseptor volume dan osmoreseptor bertindak bersama untuk meningkatkan atau menurunkan pelepasan ADH. ADH juga dikeluarkan dalam respon terhadap beberapa obat dan rangsangan berbagai stres seperti nyeri atau kecemasan. Peran utama dari ADH adalah untuk memicu terjadinya reabsorpsi air dari cairan tubular sepanjang perjalanan dari tubulus distal dan collecting duktus, yang merupakan suatu efek hydroosmotic. Peran lainnya dari ADH ialah menyebabkan vasokonstriksi arteriol dan peningkatan tekanan darah arteri, suatu efek vasopressor. ADH tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat reabsorpsi dari natrium. Patofisiologi Masalah utama dalam SIADH adalah kegagalan untuk menekan secara maksimal sekresi vasopresin. Kelebihan ADH ini mengakibatkan retensi air dan ekspansi volume, yang menyebabkan peningkatan berat badan dan terjadinya natriuresis. Osmolalitas serum turun di bawah nilai normal. Hiponatremia biasanya tidak terjadi kecuali pasien menerima beberapa sumber air bebas. Natriuresis terjadi karena penurunan reabsorpsi natrium di tubular proksimal, yang secara sekunder bermakna untuk perluasan volume cairan ekstraselular. Hypervolemia menekan sistem renin-angiotensin-aldosteron selama fase retensi air, tetapi kemudian, kadar sirkulasi rennin dan aldosteron meningkat kembali, mungkin sebagai respons terhadap hiponatremia.

Mediator utama dari natriuresis dalam SIADH mungkin adanya peptida natriuretik, yang dapat menekan reabsorpsi natrium di tubular proksimal sebagai respon terhadap ekspansi volume ECF. Peptida natriuretik atrium (ANP) dilepaskan ketika hypervolemia terjadi hingga ke atrium jantung. ANP identik dengan Brain natriuretic peptide (BNP), yang dikeluarkan sebagai akibat adanya peningkatan tekanan intravaskular.

Tanda dan gejala -Gejala GI sering terlihat seperti anorexia, mual, dan muntah. -Gejala neuropsikiatri seperti sakit kepala, pandangan kabur, letargia, apatis, disorientasi, agitasi, iritabilitas. -Gejala muskulo : kram otot serta kelemahan oto. -Edema -Turgor kulit dan tekananan darah yang normal -Tidak terdapat hipovolemi, hipotensi dan tanda-tanda hipovolemi tidak ditemukan -Reflex tendon dalam menurun -Terkadang terdapat reflex babinski positif -Pupil asimetris -Abnormalitas sensorik -Dapat terjadi pseudobulbar palsy. -Dapat terjadi pernapasan cheyne-Stoke. -Terkadang terdapat kejang Etiologi

Pemeriksaan laboratorium -Hyponatremia (sodium <135 mEq/L): kadar potassium dan bicarbonate serum normal normal pada SIADH. Hypokalemia dan alkalosis metabolik akibat terapi diuretik atau riwayat muntah. -Kadar BUN dan asam urat serum cenderung menurun akibat adanya dilusi plasma dan terjadi peningkatan dari ekskresi produk nitrogen. -Osmolality serum yang rendah (<280 mOsm/kg) -Peningkatan kadar glukosa menurunkan kadar natrium serum sebanyak 1,6 mEq / L untuk setiap 100 mg / dL pada peningkatan glukosa. Ini hasil dari efek osmotik glukosa yang menarik air ke dalam ruang intravaskuler. Tingkat natrium serum dapat kembali normal apabila hiperglikemia diperbaiki. Urine: elektrolit dan osmolalitas -Peningkatan tingkat natrium urin (> 20 mmol / L). Disarankan untuk memeriksa elektrolit urin pada saat yang sama saat memeriksa serum elektrolit untuk menentukan ekskresi fraksional dari natrium atau FEnA -Osmolalitas urin umummnya >100 mOsm/L Plasma tingkat kortisol dapat diperiksa untuk menyingkirkan adrenal insufisiensi.

Pseudohyponatremia dapat terjadi pada hiperlipidemia berat dan dengan hyperproteinemia (kadar> 10 g / dL, seperti yang terlihat pada multiple myeloma. Tatalaksana The approximate sodium deficit can be estimated by using the following formula (consider 0.5 L/kg for females) -Na+ Deficit (mEq) = (Desired Na+ Measured Na+) X 0.6 L/kg X Weight (kg) The volume of hypertonic saline needed to correct that deficit can be calculated as follows: -Volume of 3% Saline = (Na+ Deficit) / 513 mEq/L Na+ The rate of correction of chronic hyponatremia should not exceed 0.5 mEq/L per hour. Therefore, the amount of time needed to correct a given degree of hyponatremia is as follows: -Time Needed for Correction = (Desired Na+ Measured Na+) / 0.5 mEq/L per hour -The rate of infusion of hypertonic saline is as follows: -Rate = (Volume of 3% Saline)/(Time Needed for Correction) Regimen pengobatan Dapat diberikan : Vasopressin receptor antagonists (conivaptan, tolvaptan), loopdiuretic, osmotic diuretic, tetrasiklin (Demeclocycline menyebabkan poliuria).

Sindrom Hipofisis Posterior


Hipofisis posterior terbentuk dari sel-sel glia yang mengalami modifikasi dan tonjolan akson yang membentang dari badan sel saraf dalam nukleus supraoptikus serta paraventrikuler hipotalamus. Neuron ini memproduksi dua macam peptida, yaitu: ADH dan oksitosin. Oksitosin menstimulasi kontraksi sel-sel otot polos uterus pada rahim yang gravid dan sel-sel otot polos yang melingkari duktus laktiferus kelenjar mammae. Sekresi oksitosin yang tidak tepat belum tentu menimbulkan kelainan klinis. ADH merupakan hormon nonapeptida yang terutama disintesis di dalam nukleus supraoptikus dan terlibat dalam pengendalian penyimpanan air di dalam tubuh. - Defisiensi ADH (diabetes insipidus): Defisiensi ADH menyebabkan diabetes insipidus, yaitu suatu keadaan yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuria), rasa haus yang berlebihan (polidipsia) dan hipernatremia: poliuria terjadi akibat ketidakmampuan ginjal untuk mereabsorpsi air dengan benar dari urin. Diabetes insipidus dapat terjadi karena berbagai macam proses, meliputi trauma kepala, tumor dan kelainan inflamasi pada hipotalamus serta hipofisis, dan prosedur pembedahan pada organ-organ ini. - Sindrom sekresi ADH yang tidak tepat (SIADH; syndrome of inappropriate ADH secretion): ADH yang berlebihan menyebabkan resorpsi air bebas dengan jumlah yang berlebihan sehingga terjadi hiponatremia. Penyebab SIADH yang paling sering adalah sekresi ADH ektopik oleh neoplasma ganas (khususnya karsinoma sel kecil paru), penyakit non-neoplastik paru (misalnya, tuberkulosis paru, pneumonia) dan jejas lokal pada hipotalamus, hipofisis posterior atau keduanya. Manifestasi klinis SIADH didominasi oleh hiponatremia, edema serebri, dan disfungsi neurologik sebagai akibatnya.

Anda mungkin juga menyukai