Anda di halaman 1dari 35

CASE REPORT SESSION

STROKE
Disusun oleh: Edy Gunawan Putri Nur Aini Sugenthiran 1301-1210-0073 1301-1210-0158 1301-1210-0220

Pembimbing: Thamrin Syamsudin, dr., SpS(K), M.Kes

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG 2011

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Status Marital Agama MRS Tgl Tgl Pemeriksaan : Ny A : 50 tahun : Perempuan : Ciparay : IRT : Kawin : Islam : 21/12/11 : 27/12/11

I. ANAMNESA KELUHAN UTAMA Penurunan Kesadaran ANAMNESA KHUSUS Sejak empat jam SMRS, pasien ditemukan di tempat tidur dalam keadaan tidak sadar.Penderita bicara ngaco tapi masih membuka mata.Penderita kemudian tidak membuka mata sama sekali. Keluhan tidak disertai bicara rero, mulut mencong, kelemahan anggota badan,panas badan,kejang,nyeri dada,jantung berdebar atau sesak nafas. Tekanan darah ketika pasien datang 230/110 mmHg. Riwayat tekanan darah tinggi diketahui pasien 2 minggu lalu ketika pasien berobat ke puskesmas atas keluhan nyeri kepala dan pasien tidak minum obat secara teratur. Riwayat penyakit jantung, kencing manis dan dyslipidemia tidak diketahui. Riwayat merokok disangkal.Riwayat trauma disangkal.. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak diakui

II. PEMERIKSAAN FISIK A. KEADAAN UMUM Kesadaran : compos mentis Tensi Nadi : 140/90 mmHg : 72 x / menit

Respirasi Suhu Turgor Kepala

: 16 x / menit : 36,3 oC : baik : konjungtiva tidak anemis sklera tidak ikterik

Leher

: JVP tidak meningkat KGB tidak teraba membesar

Toraks

: Bentuk dan gerak simetris BPH ICS VI, peranjakan 2cm Cor : Batas jantung tidak membesar Bunyi jantung S1-S2 reguler, murmur Pulmo : VBS ki=ka, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

: datar, lembut, nyeri tekan Hepar dan lien tidak teraba membesar

Ekstremitas

: edema -/-, sianosis -/-

B. PEMERIKSAAN NEUROLOGIK 1. PENAMPILAN Kepala Tulang belakang : normocephali : tak ada kelainan

2. RANGSANG MENINGEN/IRRITASI RADIKS Kaku kuduk Brudzinski I Brudzinski II Brudzinski III Laseque Kernig ::::::-

3. SARAF OTAK NI N II Ketajaman penglihatan : dbn : dbn

Campus Fundus Oculi N III / IV / VI Ptosis Pupil Refleks cahaya (D) Refleks konvergensi : dbn Posisi mata Gerakan bola mata Nystagmus NV Sensorik Motorik Refleks kornea N VII Angkat alis mata Memejamkan mata Plika nasolibialis :-

: dbn : dbn

: bulat, isokor, 3mm : + /+

: di tengah : baik ke segala arah : dbn

: dbn : dbn : dbn

: dbn : dbn : paralisis kiri, sentral

Rasa kecap 2/3 bagian muka lidah : dbn N VIII Pendengaran Keseimbangan N IX / X / XI N XII Gerakan lidah Atrofi Tremor / fasikulasi : deviasi ke kanan ::: dbn. : dbn : dbn

4. MOTORIK Anggota badan atas : kekuatan 4/5, normotonus, atrofi -/-,

fasikulasi -/Anggota badan bawah:kekuatan 4/5, normotonus, atrofi -/-, fasikulasi -/Gerakan involunter Cara berjalan/gait 5. SENSORIK 6. KOORDINASI 7. VEGETATIF Anggota badan atas : dbn. : tidak dilakukan : BAB (+), BAK (+) :: tidak diperiksa

8. REFLEKS FISIOLOGIS : Biseps Triseps Radius Dinding perut Anggota badan bawah: Patella Achilles REFLEKS PATOLOGIS Babinski Chaddock Oppenheim Gordon Scheiffier Rossolimo Mendel-Bechterew Hofman-Tromner REFLEKS PRIMITIF Glabela Snout Grasping KLONUS :::: -/: +/: +/: +/: -/: -/: -/: -/: +/ + : +/ + : +/ +

: tidak diperiksa : +/ + : +/ +

Palmomental : : patella achilles FUNGSI LUHUR : dbn. : -/: -/-

DIAGNOSIS Klinis:Stroke hemoragik Lokalisasi:carotid kanan Etiologi:PIS Faktor Resiko:Hipertensi

USULAN PEMERIKSAAN Hematologik : Hb, eritrosit, Ht, leukosit, trombosit LED Ureum, kreatinin GDS, GD 2PP Kolesterol total, HDL, LDL, TG PT, aPTT CT scan

USULAN TERAPI Bed rest Diet lunak 1500 kkal, rendah garam Captopril HCT Fisioterapi

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

I. DEFINISI WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan fungsi serebral baik secara fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan serebrovaskular. Transient ischemic attack (TIA) adalah defisit neurologis yang terjadi dan kemudian hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam (biasanya 2-15 menit).

II. KLASIFIKASI Diagnosis klinik stroke biasanya berdasarkan beberapa kategori (Whisnant JP, 1990), yaitu : A. Berdasarkan gambaran klinik dan profil waktu (temporal profile), terdiri dari : 1. Improving Stroke (dulu RIND: Reversible Neurological Ischemic Deficit), yaitu apabila defisit neurologi sembuh dalam kurun waktu lebih dari 24 jam sampai 3 minggu. 2. Worsening Stroke (dulu SIE : Stroke in Evolution), yaitu apabila defisit neurologi menjadi berat secara progresif, secara kuantitatif maupun kualitatif, baik dari anamnesa maupun follow up, 50% biasanya terjadi dalam beberapa menit sampai jam. Berdasarkan perjalanan kliniknya dibagi dalam smooth worsening (progresifitas berjalan gradual/bertahap), steplike worsening (progresifitas seperti anak tangga, bertambah berat diselingi periode menetap) dan fluctuating worsening (apabila suatu periode progresifitas didahului atau diselingi perbaikan). 3. Stable Stroke (dulu Completed Stroke), yaitu apabila defisit neurologi langsung lengkap tidak banyak berubah lagi dalam perjalanan waktu. B. Berdasarkan gambaran patologis intrakranial dan menunjukan tipe stroke, terdiri dari: 1. Infark otak adalah kematian (nekrosis) pada sebagian jaringan otak disebabkan berkurangnya perfusi vaskuler (cerebral blood flow) akibat stenosis atau oklusi pembuluh darah. Berdasarkan patofisiologinya dibagi dalam infark aterotrombotik (suatu proses tombosis superimposed pada aterosklerosis serebral), kardioemboli (sumbatan emboli berasal dari jantung), dan infark lakuner (yaitu terjadinya infark-infark kecil)

2. Perdarahan intraserebral (PIS), yaitu perdarahan ke dalam jaringan parenkimal otak akibat ruptura vaskuler. 3. Perdarahan subarachnoidal (PSA), yaitu pecahnya pembuluh darah dan masuknya darah kedalam rongga subarachnoidal. Berdasarkan asalnya darah dibagi dalam PSA primer yaitu bila darah masuk langsung ke dalam rongga subarachnoidal dan PSA sekunder apabila darah berasal dari PIS kemudian juga mengisi rongga subarachnoidal, biasanya melalui perdarahan intraventrikuler. C. Berdasarkan lokalisasi lesi pembuluh darah yang terkena dibagi dalam : 1. Sistem karotis 2. Sistem vertebrobasiler

III. ALIRAN DARAH OTAK Aliran darah ke bagian anterior otak berasal dari dua arteri karotis yang bercabang di leher menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Arteri karotis interna kemudian bercabang menjadi arteri serebral anterior dan media. Bagian posterior otak diperdarahi bergabung oleh dua membentuk arteri vertebralis arteri basilaris yang dan

kemudian memberi cabang kepada arteri serebral posterior. Arteri karotis interna dan arteri basilaris berhubungan di basis otak melalui circle of Willis. Anastomosis ini memungkinkan terjadinya aliran darah lintas bila terjadi oklusi pada salah satu arteri. Sebagai kesimpulan, aliran darah otak terbagi menjadi sistem karotis dan sistem vertebrobasilar. Sistem karotis terdiri dari sistem karotis leher dan sistem karotis intrakranial. Sistem karotis leher terdiri dari arteri karotis komunis, arteri karotis interna, dan arteri karotis eksterna. Sistem karotis intrakranial terdiri dari arteri serebral anterior dan media. Sistem vertebrobasiler terdiri dari arteri vertebralis, arteri basilaris, dan arteri serebral posterior.

IV. FISIOLOGI Otak manusia memiliki berat 1500 g atau setara dengan 2% dari berat badan total. Dalam 24 jam otak membutuhkan 150 g glukosa dan 72 liter oksigen (atau setara dengan 20% konsumsi total oksigen). Aliran darah otak sama dengan 15% curah jantung atau setara dengan kurang lebih 58 mL/menit per 100 g. Pada mean arterial blood pressure (MABP) antara 60-140 mmHg, otak

memiliki autoregulasi yang mengatur cerebral blood flow (CBF) agar tetap konstan. Ketika terjadi peningkatan tekanan darah, maka akan terjadi vasokonstriksi. Sebaliknya pada saat terjadi penurunan tekanan darah, akan terjadi vasodilatasi. Selain itu, pembuluh darah otak juga sensitif terhadap perubahan PaCO2 dan PaO2. Peningkatan PaCO2 akan menyebabkan vasodilatasi sehingga meningkatkan CBF dan penurunan PaCO2 akan menyebabkan vasokonstriksi. Perubahan pada PaO2 akan menyebabkan efek yang sebaliknya. Dalam keadaan MABP yang di luar 60-140 mmHg, autoregulasi otak mungkin mengalami kerusakan. Bila hal itu terjadi, maka CBF tidak dapat dipertahankan sehingga terjadi penurunan CBF. Nilai CBF yang kurang dari 22 mL/menit per 100 g akan menimbulkan tanda-tanda iskemia. Bila dalam waktu 10 detik otak tidak mendapat oksigen, maka akan terjadi penurunan kesadaran. Dalam waktu 30-40 detik, akan terjadi pendataran gelombang EEG. Dalam waktu 3-5 menit, glukosa tidak dapat digunakan, dan dalam waktu 9 menit akan terjadi kematian.

V. FAKTOR RISIKO Tidak dapat dimodifikasi Umur Jenis kelamin Bangsa Dapat dimodifikasi Mayor Hipertensi Penyakit jantung Diabetes melitus

Riwayat stroke/TIA Riwayat keluarga dengan stroke

Minor Dislipidemia Rokok Kontrasepsi Alkohol Obesitas

VI. PATOFISIOLOGI STROKE INFARK Aterosklerosis dan hipertensi yang berlangsung lama merupakan dua faktor paling penting dalam proses terjadinya aterotrombosis. Aterotrombosis paling sering terjadi pada arteri karotis interna, arteri serebral media, dan arteri vertebralis. Proses aterotrombosis dimulai dari pembentukan ateroma. Ateroma dimulai sebagai sebuah reaksi intima akibat dari adanya akumulasi LDL di tunika intima atau adanya kerusakan endotel akibat adanya shear stress. Akumulasi LDL di intima akan menyebabkan terjadinya modifikasi LDL menjadi mLDL (modified LDL) dan akhirnya menyebabkan kerusakan endotel juga. Hal ini akan merangsang terjadinya pelepasan sitokin-sitokin, termasuk kemoatraktan, untuk menarik datangnya monosit. Monosit yang masuk ke tunika intima berubah menjadi makrofag dan dengan bantuan sitokinsitokin akan mengalami aktivasi scavenger receptor. Reseptor-reseptor ini akan meningkatkan uptake mLDL oleh makrofag sehingga membentuk foam cells. Setelah proses ini berlangsung terus-menerus maka akan terjadi migrasi otot polos dari tunika media ke tunika intima. Seiring dengan berpindahnya otot polos ke tunika intima, akan terjadi pembentukan matriks ekstraselular sehingga terjadi kalsifikasi dan fibrosis di tunika intima. Hal ini akan menyebabkan penebalan tunika intima.

Foam cells awalnya akan membentuk fatty streak. Fatty streak kemudian akan menebal dan membentuk plak. Mungkin sekali plak ini pecah dan kemudian mengaktivasi trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit serta kaskade koagulasi yang menyebabkan pembentukan trombin serta konversi fibrinogen menjadi fibrin. Proses ini akan membentuk trombus.

Pada stroke aterotrombotik, iskemia terjadi karena adanya gagal perfusi bagian distal dari stenosis yang progresif. Pada stroke kardioemboli, penyebab yang paling sering adalah fibrilasi atrium, infark miokard, kelainan katup, dan endokarditis bakterialis. Baik stroke aterotrombotik maupun emboli, akan menyebabkan kaskade kejadian berikut:

VII. PATOFISIOLOGI STROKE PERDARAHAN A. Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS) PIS menurut NINDS (National Institute of Neurological Disorder and Stroke) adalah adanya deficit neurologis baik fokal maupun global yang terjadi mendadak yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak, dalam hal ini terjadi pecahnya pembuluh darah serebri dalam parenkim otak.

10

Kaufman, 1991, membagi PIS menjadi perdarahan intraserebral primer (hipertensi) dan perdarahan intraserebral sekunder (non hipertensi).

Perdarahan Intraserebral Hipertensi PIS hipertensi adalah PIS dengan hipertensi sebagai penyebab utamanya,

terutama hipertensi yang tidak terkontrol, yang menyebabkan rusaknya pembuluh darah kecil di otak sehingga mudah ruptur. Biasanya perdarahan terdapat pada area yang diperdarahi oleh arteri penetrans kecil seperti pada thalamus, putamen, deep cerebral white matter, pons dan serebelum.

Patofisiologi Pada orang normal terdapat sistem autoregulasi arteri serebral, dimana bila tekanan darah sistemik meningkat maka pembuluh darah serebral akan konstriksi, begitu pula sebaliknya, dengan demikian aliran darah ke otak tetap konstan. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi adalah tekanan sistolik 150-200 mmHg dan diastolik 110-120 mmHg. Ketika tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh darah serebral akan berkonstriksi, namun bila keadaan ini terjadi selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, akan menyebabkan degenerasi pada lapisan otot pembuluh darah serebral, yang akan menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi sulit berubah. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi untuk mengatasi fluktuasi tekanan darah. Pada hipertensi kronis, pembuluh darah arteriol akan mengalami perubahan degeneratif yang menyebabkan dinding pembuluh darah arteriol menjadi lemah sehingga menimbulkan mikroaneurisma yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, disebut mikroaneurisma Charchot-Bouchard dengan bentuk seperti kantung dengan diameter sekitar 1 mm yang menonjol melalui tunika media yang lemah. Bila pembuluh darah pecah akan terjadi perdarahan atau hematom sampai dengan maksimal 6 jam, yang akan berhenti sendiri akibat pembentukan bekuan darah dan ditampon oleh jaringan sekitarnya. Jika perdarahan terus berlanjut dengan volume yang besar akan merusak struktur anatomi otak dan terjadi peninggian tekanan intrakranial yang menyebabkan tekanan perfusi otak yang menurun serta tergangguny aaliran darah otak. Proses ini akan berlanjut dengan terjadinya kaskade iskemik dan

11

terjadinya edema sitotoksik yang akan menyebabkan kematian sel otak, dan massa di dalam otak akan bertambah sehingga dapat terjadi herniasi otak yang dapat menyebabkan kematian.

Perdarahan Intraserebral non Hipertensi AVM merupakan suatu kelainan perkembangan kongenital pada pembuluh

darah intraserebral, dimana terjadinya hubungan langsung antara arteriol dan venul tanpa melalui kapiler, sehingga terjadi aliran darah yang cepat melewati daerah tersebut. Akibat aliran darah yang cepat inilah dan tekanan yang besar dari arteri akan mengakibatkan penipisan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan aneurisma. Penyebab PIS non hipertensi yang lain yaitu kelainan pada dinding pembuluh darah (aneurisma, amiloid angiopati), tumor ganas otak (paling sering glioblastoma dan metastase), penyalahgunaan obat (kokain), diskrasia darah (anemia sickle cell, leukemia, hemophilia, sirosis hepar, hepatitis fulminan), penggunaan antikoagulan untuk jangka panjang (heparin atau warfarin), penggunaan obat trombolitik, atau vaskulitis (misalnya pada SLE). Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadangkadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA. Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui sistem ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak. Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan oleh jaringan ikat dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan. .

12

Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam. Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.

B.

Stroke Perdarahan Subarachnoid (PSA) PSA adalah ekstravasasi darah ke dalam ruang sub arachnoid antara membran

archnoid dan piamater. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh arteria tau vena. Disebut PSA primer bila perdarahan terjadi di dalam ruang subarachnoid sendiri, sedngkan PSA sekunder apabila perdarahan berasal dari parenkim otak dan darah masuk ke permukaan otak atau ke dalam ventrikel. Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, umumnya akibat ruptur aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya terjadi pada percabangan arteri besar dari sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid dan cepat menyebar melalui likuor serebrospinal di sekitar otak dan spinal cord atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan. Tempat paling sering terjadinya aneurisma adalah posterior inferior cerebellar artery, basillary artery, posterior communicating artery, internal carotid artery, anterior communicating artery, bifurcatio of the middle cerebral artery. AVM adalah penyebab terbanyak kedua dari nontraumatic PSA, yaitu sekitar 10% dari PSA. Ruptur dari AVM dapat menyebabkan PIS dan PSA. Perdarahan pada AVM biasanya kurang hebat dengan tekanan yang lebih rendah dari ruptur aneurisma. Penyebab PSA yang lain adalah karena trauma, perdarahan yang masuk ke dalam tumor meningeal, dan penggunaan obat simpatomimetik seperti methamphetamine dan kokain. Amyloid angiopathy adalah penyebab terpenting pada orang tua. Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan

13

rangsang meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernigs sign, perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan defisit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.

Onset Jenis Kelamin Etiologi Lokasi Gambaran klinik

Pemeriksaan Penunjang

Penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah Deficit neurologist (-)/ ringan Rangsang meningen (+) - CSS seperti air cucian - Perdarahan subhialoid daging/ xantochrome (Funduskopi) (Pungsi lumbal) - CSS gross hemorrhagic (Pungsi lumbal) - Area hiperdens pada CT Scan - Perdarahan dalam rongga subarachnoid pada CT Scan

Perdarahan Intraserebri Usia pertengahan - usia tua >> Hipertensi Ganglia basalis, pons, thalamus, serebelum Penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah Defisit neurologis (+)

Perdarahan Subarachnoid Usia muda >> Ruptur aneurisma Rongga subarachnoid

VIII. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis akan bergantung dari letak terjadinya lesi. ACA Paresis/hipestesi tungkai bawah kontralateral MCA Paresis/hipestesi wajah dan tungkai atas kontralateral Disfasia Disleksia, disgrafia, diskalkulia PCA Hemianopia homonim kontralateral ICA

14

Keterlibatan wajah, tungkai atas, tungkai bawah tanpa hemianopia homonim OA Penurunan visus monokular Lakunar Hemiparesis saja pada tungkai kontralateral Hipestesi saja pada tungkai kontralateral

IX. SKORING

Siriraj Stroke Score (SSS)

Cara penghitungan : SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x atheroma) 12 Nilai SSS Diagnosa >1 Perdarahan otak < -1 Infark otak -1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

15

Skor Gajah Mada (SGM)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu : Penurunan Kesadaran Nyeri Kepala Refleks Babinski

IX. KOMPLIKASI STROKE


1. Komplikasi neurologik : A. Edema otak (herniasi otak) Merupakan komplikasi yang penting stroke akibat infark maupun karena perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada intra dan extraseluler. Edema mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark, diikuti dengan mengaburnya alur gyrus kortikal dan seiring pembesaran infak, terjadi pergeseran garis tengah otak (midline shift). Setelah terjadi midline shift, herniasi transtentorial pun terjadi dan mengakibatkan iskemia serta perdarahan di batang otak bagian rostral. B. Infark berdarah (pada emboli otak)

16

Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah besar ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher, biasanya dibentuk dari kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan kolesterol. Atheroma akan mengenai intima, awalnya terdapat deposit dari fatty streak, lalu diikuti oleh plak fibromuskuloelastis pada sel otot intima yang diisi lemak. Atheroma ini biasanya memiliki ukuran yang lebih besar daripada ukuran pembuluh darah. Jika terjadi pelebaran yang mendadak dari plak akibat meningkatnya perdarahan pada tempat tersebut, maka endotel yang mengandung fibrin dan bekuan darah tadi akan robek, dan terjadi perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanjang perbatasan yang diperdarahai oleh anastomosis A.meningeal atau bila di A.serebri media terdapat di ganglia basalis. Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan pernafasan mengorok. Pada pemeriksaan pungsi lumbal ditemukan cairan serebrospinal berdarah. C. Vasospasme (terutama pada PSA) Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk keping darah, pada dinding adventitia vasospasme berupa penurunan kesadaran dari pembuluh darah arteri. Gejala (misalnya bingung, disorientasi,

drowsiness) dan defisit neurologis fokal tergantung pada daerah yang terkena. Gejalagejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih berat. Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon miogenik langsung terhadap pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif seperti serotonin, prostaglandin dan katekolamin. D.Hidrosefalus Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Gejala akan membaik jika dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi eksternal, atau pada beberapa kasus dapat dilakukan punksi lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4

17

minggu. Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen. E. Higroma Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan osmotik.

2. Komplikasi non-neurologik Akibat proses di otak : A. Tekanan darah meninggi Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi oatk membaik kembali. Selian itu tekanan darah tinggi intrakranial, dimana terjadi iskemia batang otak atau penekanan batang otak. Bila neuron yang menghambat aktivitas simpatis di batang otak menjadi tidak aktif karena penekanan batang otak maka akan terjadi hipertensi. B. Hiperglikemi Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi reaksi hiperglikemi. Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak memerlukan pengobatan. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid ditemukan gangguan fungsi vegetatif yang bersifat glukosuria dan keadaan ini berhubungan dengan konsentrasi katekolamin yang tinggi dalam sirkulasi. C. Edema paru Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh disfungsi kardiovaskuler secara primer, misalnya infark miokard atau sekunder akibta kelainan susunan saraf pusat; atau edema paru akibat langsung dari pusat edemagenic seebral. Proses terjadinya edema paru akibat kelaianan susunan saraf pusat yaitu secara langsung melalui sistem saraf otonom terutama mekanisme vagal. Mekanisme lain disebutkan, bahwa edema paru merupakan akibat pelepasan simpatis berlebihan disertai hipertensi sistemik dan hipertensi pulmonal mengakibatkan peninggian permeabilitas vaskuler pada paru. Pelepasan simpatis tersebut dicetuskan oleh tekanan tinggi intrakranial, hipoksia otak atau lesi di hipothalamus. D. Kelainan jantung

18

Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung, terjadi pada strok fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler ektopik berat, kelainan lain berupa ventrikuler takikardia, blok AV komplit, dan asistolik. Kelainan ini lebh sering pada gangguan sirkulasi anterior (sistem karotis). Pada penderita perdarahan subarakhnoid, aritmia jantung dapat menyebabkan kematian. Kelainan jantung lainnya pada penderita strok fase akut berupa kerusakan miokard disertai peninggian kadar enzim jantung pada serum, aritmia jantung dan peninggian kadar katekolamin plasma. E. Kelainan EKG Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan susunan saraf pusat terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T abnormal, gelombang T besar atau terbalik, pemanjangan interval QT dan gelombang U yang menonjol. Kelainan EKG sering menyerupai penyakit jantung iskemia dan kadang miokard infark. Frekuensi saat dan lamanya kelainan tersebut tidak dapat dipastikan, dan dalam pengalaman biasanya timbul selambat-lambatnya dalam 8 hari setelah onset.

EKG normal ST-T abnormal Biasanya terlihat terutama pada hipokalemi dan berbagai gangguan metabolik.

19

Gelombang T besar atau terbalik T terbalik biasanya menandakan adanya suatu iskemia miokard transmural atau aneurisma

Gelombang T yang sangat tinggi paling sering ditemukan pada hiperkalemia dan hiper kalsemia. Juga ditemukan pada bradikardi,iskemi subendokardi, cerebrovaskular accident dan left ventricle overload Pemanjangan interval QT pemanjangan interval QT disebabkan oleh obat-obatan seperti Type 1A antiarrhythmic agents (quinidine, procainamide, disopyramide) & tricyclic antidepressants

/phenothiazine (hipnotik dan major tranquilizer) gangguan keseimbangan elektrolit Hypokalemia, hypocalcemia atau hypomagnesemia juga menyebabkan pemanjangan interval QT untuk CNS, cerbrovaskular accidents, stroke, seizure, coma, intracerebral or brainstem bleeding. Hipertensi,hipotermi dan diet protein cair juga dapat menyebabkan pemanjangan interval QT . Gelombang U yang menonjol. Gelombang u yang terbalik paling sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan hipertensi.

20

F.Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon (SIADH) Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan diabetes insipidus atau SIADH, dengan gejala sebagai berikut: Gejala intoksikasi air (anoreksia, mual, muntah, letargi, hiperiritabilitas, delirium, bahkan koma). G. Natriuresis. Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan hiponatremia dan natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti diuretik. Keadaan ini terjadi pada hari ke 5-6 setelah onset dan dapat dijumpai pada setiap penderita dengan kelainan intrakranial. H. Retensi cairan tubuh. I . Hiponatremia.

Komplikasi non-neurologik (Akibat imobilisasi) : A. Bronkopneumonia Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada strok. Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama disertai gangguan menelan, gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan akibat gerakan paru yang berkurang. Riwayat merokok dan infeksi paru misalnya bronkhitis kronis dakan meningkatkan resiko terjadinya bronkopneumonia. B. Tromboplebitis Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinik berupa pembengkakan pada paha dan betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan peninggian suhu. Trombosis vena dalam paha pada penderita strok sering terjadi pada tungkai yang lumpuh dan sering bersifat subklinis. Tetapi edem pada tungkai yang lumpuh dan disertai nyeri belum tentu suatu trombosis vena dalam. Insidensi kelainan ini terjadi pada penderita strok fase akut. Trombosis vena dalam terjadi selama 14 hai sesudah onset strok dengan puncaknya pada hari ke-5 atau sekitar hari ke-10 setelah onset. Pada penderita yang dirawat di rumah sakit, hampir 50% terjadi pada betis, 35% pada paha dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha. Trombosis vena dalam dapat menyebabkan bekuan dalam darah dan bila menjalar ke kranial dapat menyebabkan emboli paru.

21

C. Emboli paru Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian ilioingiuinal lebih tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi secara mendadak dan merupakan kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan pada 50% penderita strok yang meninggal dan kadang-kadang sebagai penyebab kematian. D. Depresi Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan masalah tersering pada penderita strok. Depresi sering disalahtaksirkan dengan motivasi yang kurang, terutama pada penderita dengan gangguan komunikasi bermakna. Umumnya depresi yang terjadi karena adanya masalah-masalah yang kompleks misalnya biaya, pekerjaan, kemungkinan cacat seumur hidup (menetap) dan hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat dijumpai walaupun pada penderita strok dengan cacat yang ringan, karean apada dasarnya setiap cacat akan mengganggu kehidupan normal yang ada sebelumnya. E. Nyeri dan kaku pada bahu Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai dan biasanya akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota gerak yang lumpuh pada fase akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi akibat: Kontraktur akibat spastis shoulder-hand syndrome atau post-hemiplegic reflex sympathetic dystrophy. Pada kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum humerus. Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di akromioklavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa subdeltoid. Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler Fraktur kollum humerus. Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.

F. Spastisitas umum Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut. G. Radang kandung kemih Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter. H. Kelumpuhan saraf tepi

22

Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang bervariasi, terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam posisi yang baik. Saraf tepi yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris, N. Peroneus komunis dan N. Iskhiadikus. I. Kontraktur dan deformitas Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama. Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi yang bersifat ireversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi kontraktur dan spastisitas, misalnya deformitas equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi lengan dan tangan. J. Dekubitus Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama. K. Atrofi otot Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya.

X. PENATALAKSANAAN STROKE 1. Penatalaksanaan umum a) Penatalaksanaan umum di ruang gawat darurat. Evaluasi cepat dan diagnosis. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan. - Pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. - Pada pasien hipoksia diberikan suplai oksigen. - Pasien stroke iskemik atau yang non hipoksia, tidak memerlukan suplemen oksigen. - Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2<60 mmHg atau pCO2>50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi. - Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu, kalau lebih dari 2 minggu maka dianjurkan dilakukan trakeostomi. Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi). - Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa).

23

- Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk memasukan cairan dan nutrisi. - Usahakan CVC 5-12 mmHg. - Optimalisasi tekanan darah. - Bila tekanan darah sistolik di bawah 120 mmHg, dan cairan sudah mencukupi dapat diberikan obat-obat vasopressor secara titrasi seperti dopamin sosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg. - Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik. - Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsul Kardiologi). - Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi. Pemeriksaan awal fisik umum. - Tekanan darah. - Pemeriksaan jantung. - Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis). Pengendalian peninggian TIK. - Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari-hari pertama setelah serangan stroke. - Monitor tekanan intrakranial harus dipasang pada pasien dengan GCS<9 dan penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan tekanan intrakranial. - Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg, dengan tekanan perfusi otak lebih dari 70 mmHg. - Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi: Tinggikan posisi kepala 20-300.

24

Posisi pasien hendaklah menghindari penekanan vena jugular. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik. Hindari hipertermia. Jaga normovolemia. Osmoterapi atas indikasi (manitol 0.25-0.5 g/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam dengan target 310 mOsm/L. Osmolalitasnya sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian omoterapi, kalau perlu berikan furosemid dengan dosis inisial 1mg/kgBB i.v). Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-40 mmHg). Drainase ventrikular dianjurkan untuk hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat

menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik. Penanganan transformasi hemoragik. Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan

mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati. Pengendalian kejang - Diazepam bolus lambat intarvena 5-20 mg dan diikuti oleh phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit (bila kejang). - Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan. Pengendalian suhu tubuh - Asetaminofen 550 mg bila suhu lebih dari 38.50C. - Jika terbukti meningitis, segera diikuti dengan antibiotik. Pemeriksaan penunjang - EKG - Lab: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, kadar gula darah, analisis urine, analisa gas darah, dan elektrolit.

25

- LP (untuk pemeriksaan CSF) - Radiologi (X-ray, CT scan). b) Penatalaksanaan umum di ruang rawat Cairan - Cairan isotonis seperti 0.9% salin dengan tujuan untuk menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg. - Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral). - Pantau urine output agar keseimbangan cairan tetap terjaga. - Elektrolit harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal. - Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah. - Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari, kecuali pada keadaan hipoglikemia. Nutrisi - Kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi karbohidrat 30-40% dari total kalori, lemak 20-35% dari total kalori (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi yaitu 35-55%), dan protein 20-30% dari total kalori (pada keadaan stress 1.4-2 g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal <0.8g/kgBB/hari). Pencegahan dan mengatasi komplikasi - Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik, dan kontraktur) perlu dilakukan. - Antibiotik atas indikasi. - Pada pasien tertentu yang berisiko menderita DVT perlu diberikan heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atu LMWH atau heparinoid. Penatalaksanaan medik yang lain. - Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati. - Jika gelisah lakukan terapi psikologi. - Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi. - Berikan H2 antagonist apabila ada indikasi (perdarahan lambung). - Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernapasan stabil.

26

- Pemeriksaan penunjang lanjutan. - Rehabilitasi. - Edukasi keluarga. 2. Penatalaksanaan khusus a) Penatalaksanaan stroke iskemik. Pengobatan terhadap hipertensi arteri pada stroke akut. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia. Pemberian antikoagulan - Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil pemeriksaan imaging memastikan tidak ada perdarahan intrakranial primer. - Pemberian antikoagulan (heparin, LMWH, dan heparinoid) tidak dianjurkan pada stroke akut dan pemberian parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan. Pemberian antiplatelet agregasi. - Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setealh onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut. - Pemberian antiplatelet/aspirin dan antikoagulan ditujukan untuk mencegah dan menurunkan risiko stroke kardio-emboli (biasanya kombinasi aspirin dan clopidogrel). Dalam keadaan tertentu terkadang digunakan vasopressor untuk memperbaiki aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Konsultasi dokter spesialis jantung untuk mencari kemungkinan sumber emboli dari jantung terutama gangguan irama jantung (atrial fibrilasi). Osmoterapi dan hiperventilasi direkomendasikan untuk pasien yang mengalami kemunduran akibat tekanan tinggi intrakranial, termasuk sindrom herniasi. Tindakan bedah termasuk drainase cairan serebro spinal dapat dilakukan untuk mengatasi tekanan tinggi intrakranial akibat hidrosefalus. b) Penatalaksanaan stroke perdarahan intraserebral (PIS) Terapi hemostatik - Eptagog alfa (recombinant activated factor VII) dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.

27

Reversal of anticoagulation - Pada PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen plasma atau prothrombin complex concentrate dan vitamin K. - Pada PIS akibat penggunaan unfractionated or low molecular weight heparin diberikan protamine sulfat dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platetet, atau keduanya. - Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadi perdarahan. Tindakan bedah pada PIS. - Indikasi operasi: Perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dan obstruksi ventrikel. PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma, AVM atau angioma cavernosa. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sampai dengan besar yang memburuk. Hematoma pada pasien usia muda dengan perdarahan lobar yang luas (50 cm3). - Tidak perlu operasi: Pasien dengan perdarahan kecil (10 cm3) atau defisit neurologis minimal. Pasien dengan GCS 4. c) Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 300 dalam ruangan dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu berikan O2 2-3 l/menit. Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi. Hindari pemakaian sedatif yang berlebihan karena akan menyulitkan penilaian status neurologi. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA: Istirahat di tempat tidur secara teratur atau dengan antihipertensi.

28

- Terapi

antifbrinolitik

untuk

mencegah

perdarahan

ulang

direkomendasikan pada keadaan klinis tertentu. Operasi pada aneurisma yang ruptur (clipping). Tatalaksana pencegahan vasospasme. - Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke 3 atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. - Pengobatan dengan hyperdynamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution dengan tujuan

mempertahankan cerebral perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemi serebral akibat vasospasme. - Angiopati transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional. - Cara lain: nimodipine 60 mg peroral 4 kali sehari, 3% NaCl IV 50 ml 3 kali sehari dan jaga keseimbangan elektrolit. Antifibrinolitik. - Epsilon aminocaproid acid dengan dosis 36 gram/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari. Antihipertensi. - Labetalol (IV) 0.5-2 mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infus 50-200 g/kg/menit. Diberikan bila tekanan darah > 160/90 mmHg atau MAP >130 mmHg. Hiponatremia - NaCl 0.9% IV 2-3 l/hari bila Na <120 mEq/l. - Ada yang menambahkan fludrocortison dengan dosis 0.4 mg/hari oral atau 0.4 mg dalam 200 ml glukosa 5% IV 2x sehari. - Cairan hipotonis dihindari karena menyebabkan hiponatremia. Kejang. - Fenitoin 15-20 mg/kg BB/hari oral atau IV, inital dose 100 mg oral atau IV 3x/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/hari dengan dosis terbagi. - Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang. Hidrosefalus.

29

- Akut (setelah hari pertama, seringnya dalam 7 hari pertama) dianjurkan untuk ventrikulostomi (Drainase eksternal ventrikuler). - Kronik dilakukan pengaliran cairan CSF secara temporer atau permanen seperti ventriculo peritoneal shunt. Terapi tambahan. - Pencahar untuk melembekan feses secara reguler. - Mencegah DVT dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices. - Analgesik Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari. Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM/4-6 jam. - Pada pasien sangat gelisah dapat diberikan haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam. Cegah stress ulcer dengan memberikan antagonis H2, antasida, PPI, atau sucralfat.

XI. PROGNOSIS I. Prognosis Jangka Pendek Sekitar 30-60% penderita stroke meninggal dalam 3-4 minggu pertama setelah onset (Marquadsen 1976). Herman dkk (1982) melaporkan dalam 3 minggu pertama kematian penderita stroke sebanyak 30%. Angka kematian penderita stroke berbedabeda pada beberapa jenis stroke. Angka kematian tertinggi dijumpai pada PIS sekitar 60-90% meskipun dilakukan operasi kemungkinan hidup tidak lebih dari 50% (Marquadsen 1976). Sedangkan emboli otak 60% dan trombosis otak 30% (Marshall 1975).

Herman dkk (1982) melaporkan kemungkinan hidup dalam 1 minggu penderita PIS sebanyak 28%, penderita PSA 46% dan penderita infark otak (trombosis otak) 80%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosa jangka pendek : 1. Tipe stroke

30

Kematian penderita PIS lebih tinggi daripada penderita infark otak, dan prognosa fungsional PIS kurang baik dibandingkan infark otak. Sedangkan penyembuhan PSA umumnya baik.

2. Luas dan daerah lesi Lesi di batang otak akan menimbulkan gangguan motorik yang lebih berat daripada lesi supratentorial, sebaiknya lesi supratentorial menimbulkan gangguan fungsi luhur.

3. Defisit Neurologic Defisit Motorik : Bila dalam 1 bulan tanpa perbaikan menunjukkan prognosa yang buruk, dan kemampuan dapat berjalan sendiri hanya 15% pada penderita yang anggota gerak atasnya belum ada perbaikan sampai akhir minggu ke-4 atau tidak ada gerakan dalam 3 minggu biasanya prognosanya buruk. Defisit Sensorik : Hubungan defisit sensorik dengan penyembuhan masih belum jelas. Gangguan Visual : Akan mempersulit penyembuhan Kesadaran Pada penderita koma dalam beberapa jam setalah onset hampir seluruhnya meninggal. Sedangkan pada penderita sopor sebanyak 10% dapat bertahan hidup, dan pada komposmentis 72% dapat bertahan hidup.

II. Prognosa Jangka Panjang Dipengaruhi oleh : 1. Umur Kematian penderita stroke dalam 1 tahun setalah onset umur 70-79 tahun dua kali lebih tinggi dibandingkan penderita yang 20 tahun lebih muda (Marquadsen 1976)

2. Hipertensi

31

Prognosa akan bertambah buruk bila tekanan sistolik tinggi, tapi bila tekanan darah terkontrol dengan baik, prognosa akan lebih baik. Kematian jangka panjang penderita stroke yang disertai tekanan diastolik > 110 mmHg secara bermakna lebih tinggi daripada tekanan diastolik yang lebih rendah.

3. Penyakit jantung Adanya kelainan EKG dalam bentuk apapun akan menurunkan kemungkinan hidup penderita dalam 3 tahun setelah onset stroke. Kebanyakan penderita penyakit jantung berat akan meninggal dalam waktu 1 tahun setalah onset.

Perdarahan subarachnoid dan kaku kuduk Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernigs sign, Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid.

N VII (Fasialis) perifer dan sentral Persarafan supranuklear dari otot-otot dahi terletak pada kedua hemisfer serebri, sedangkan otot-otot wajah sisanya mendapat persarafan hanya dari girus presentralis kontralateral, akibatnya gangguan unilateral dari traktus kortikonuklear, seperti misalnya infark, membiarkan persarafan otot frontalis tetap utuh (paralisis sentralis). Tetapi jika sebuah lesi melibatkan nukleus atau saraf perifer, semua otot fasialis ipsilateral mengalami kelumpuhan (paralisis perifer).

32

Psikososial

Stroke mempengaruhi kualitas hidup penderita baik dari sisi fisikal ataupun psikososial. Depresi adalah hal yang sering mengikuti stroke, yang berhubungan dengan kognitif, komunikasi dan gangguan neurologi dan fungsional. Di bawah ini digambarkan hasil dari penelitian-penelitian yang berhubungan dengan kualitas hidup para penderita stroke:

1. Lebih dari setengah pasien menderita depresi setelah stroke. Meskipun kelainan tersebut kebanyakan berupa tingkatan minor, frekuensi depresi yang mayor terlihat meningkat selama tahun pertama. Depresi pasca stroke berhubungan dengan defisit kognitif seperti memory, penyelesaian masalah nonverbal, perhatian dan kecepatan psikomotor. 2. Sepertiga dari pasien stroke mendapatkan aphasia pada fase akut dan dua pertiga selama beberapa tahun kemudian. Adanya aphasia meningkatkan defisit kognitif non-verbal. 3. Stroke mempunyai pengaruh negatif terhadap kualitas hidup pasien baik secara fisikal dan psikososial. Rendahnya kualitas hidup tidak akan meningkat pada tahun pertama pasca stroke. Pada penderita yang sudah menikah, juga menimbulkan rendahnya kualitas hidup penderita dibandingkan dengan yang belum, dihubungkan dengan adanya depressi. Gangguan seksual termasuk di dalamnya penurunan libido dan gairah seksual, serta ketidakpuasan dalam kehidupan seksual, dapat terlihat pada penderita stroke baik pria maupun wanita. Hal ini tidak hanya disebabkan karena gangguan sensoris yang disebabkan oleh stroke, tapi juga aspek psikososial pasca stroke merupakan hal yang turut mendukung.

33

DAFTAR PUSTAKA
1. ________. Guideline Stroke 2007. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2007.

2. Lilly, Leonard S. Pathophysiology of Heart Disease. Edisi 5. 2011. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

3. Lindsay, Kenneth W, Ian Bone. Neurology and Neurosurgery Illustrated. Edisi 3. 1997. Edinburgh: Churchill Livingstone.

4. Mumenthaler, Mark, Heinrich Mattle. Fundamentals of Neurology. 2006. Stuttgart: Thieme. 5. Rowland, Lewis P. Merritts Neurology. Edisi 11. 2005. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

6. Victor M, M. D., Ropper AH, M. D. Adams and Victor's Principles of Neurology. 7th ed. United States of America: McGraw-Hill; 2001.

7. Wilkinson, Iain,

Graham

Lennox.

Essential

Neurology. Edisi

4. 2005.

Massachusets: Blackwell Publishing Inc.

34

Anda mungkin juga menyukai