Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH CASE 1 KESEHATAN MATRA LAUT

TUTORIAL A2

Isabella Silaen 206.311.165

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA 2010

Page 1
Anda adalah seorang dokter lulusan FK UPN Veteran Jakarta yang sedang bertugas diruang Gadar RSUD Tanjung Pinang, kepulauan Riau. Pada hari itu datang dengan tergopoh-gopoh dan panik masuk sejumlah orang dengan membawa 5 orang korban kapal motor cepat Sally (speed boat) yang terbalik akibat diterjang ombak besar yang secara tiba-tiba. Anda segera mengadakan triage, ternyata 3 orang sudah dalam keaadaan meninggal, satu orang dalam kondisi sadar tetapi masih dalam sangat lemah, dari TKP bernama Tn.Nizul Umur :42 th. keadaan shock dan satu pasien lagi dalam keadaan tidak sadar, lemas, kulit dingin, dan nadi

Page 2
Dalam pertolongan yang cepat dan tepat Tn. Nizul dapat sadar kembali. Pemeriksaan fisik selanjutnya : Keadaan umum masih lemas, pucat, tensi 90/60 mmHg.Nadi 70x/menit, RR 30x/menit. Setelah kondisi stabil pasien dipindah keruang perawatan. Pada hari kedua masa perawatan ternyata Tn.Nizul mengalami batuk, sesak napas dan suhu badan panas. Anamnesa : nafas terasa sesak, sakit kepala, sakit pada punggung, dada dan perut. Pemeriksaan umum : KU masih lemah, batuk berdahak, kulit teraba panas. Suhu badan : 40 C, nadi :102 /menit, tensi 110/70 mmHg. Kepala, leher, dan THT, tak ada kelainan. Dada :jantung dalam batas normal, paru-paru terdengar ronchi kresipitasi dibasis paru kanan kiri, Pemeriksaan laboratorium : Hb, HCT,LED dan elektrolitdarah masih dalam batas normal. Leucosit : 17.000/mm3, hitung jenis PMN meningkat dan bergeser kekiri. Rontgent meningkat. photo thoraks : jantung dalam batas normal dan vaskularmarking paru

Page 3 Epilog
Dengan diagnosa yang tepat dan penatalaksanaan yang legelartis maka pasien dapat sembuh dan dapat melaksanakan Rawat Jalan setelah 1 minggu menjalani rawat inap.

FISIOLOGI
Bernafas diperlukan untuk mensuplai darah ke semua jaringan tubuh dengan oksigen (O2) dan mengeluarkan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh jaringan dari darah melalui paru-paru. Udara masuk ke paru-paru melalui suatu pipa yang menyempit (bronchi dan bronchioles) yang bercabang di kedua belah sisi paru. Waktu menarik nafas (inspirasi) dinding dada secara aktif tertarik keluar oleh pengerutan otot-otot dinding dada, dan sekat rongga dada (diagfragma) tertarik ke bawah. Berkurangnya tekanan di dalam menyebabkan udara mengalir ke dalam paru-paru. Dengan upaya maksimal pengurangan tekanan ini dapat mencapai 60-100 mmHg di bawah tekanan atmosfer. Pada orang dewasa yang sehat ini harus melebihi 75% dari FVC tetapi biasanya mengurang pada penyakit-penyakit seperti asthma, bronchitis, emphysema, dll, dimana gerakan udara melalui saluran-saluran udara melemah karena menyempitnya saluran udara atau kekenyalan dari paru-paru yang mengurang disebabkan oleh goresan, pengerasan, dll. Ukuran penting ini diteliti dengan cermat selama pemeriksaan penyelaman secara medis. Ini membantu menemukan beberapa penyakit yang disebut di atas, dan membantu untuk menghindari mereka akan penyakit Pulmonary Barotrauma (brust lung). Parameter-parameter mekanis ini penting untuk memahami fisiologis pernafasan karena secara relative akan dapat memungkinkan ramalan tentang : 1. Resiko barotraumas paru waktu naik. 2. Kecepatan dimana penyediaan udara tekan akan terpakai habis. 3. Kedalaman maksimal untuk penggunaan pipa udara (snorkel) yang sama. 4. Terjadinya kelelahan nafas dikarenakan alat-alat pernafasan dari peralatan penyelaman yang kurang lengkap dan kurang berdaya guna. 5. Terjadinya kekurangan oksigen (hypoxia) dikarenakan ventilasi paru-paru yang tak cukup dan banyak hal-hal lain. Oleh karena tekanan partial dari oksigen yang relative rendah pada tekanan 1 ATA, hanya sekali oksigen yang terbawa di dalam darah yang terlarut secara fisik. Hanya 0,3 ml oksigen terlarut di dalam 100 ml darah selama menghirup

udara pada 1 ATA (yaitu bila tekanan partial dari oksigen 0,2 ATA atau 152 mmHg). Untuk mempertahankan kadar oksigen dan karbon dioksida, volume pernafasan semenit (adanya ventilasi dari paru-paru) harus seimbang dengan pemakaian oksigen dan kecepatannya menghasilkan karbondioksida. Pernafasan diatur oleeh pusat pernafasan terutama dalam hal terjadinya perubahan kadar CO2 darah, tetapi sedikit dipengaruhi oleh sensor didalam aorta dan arteri karotis yang mengamati perubahan-perubahan kadar CO2 di dalam darah. Hal ini menerangkan mengapa ketidaksasaran dapat terjadi ketika melakukan hiperventilasi sebelum penyelaman tahan nafas. Pusat pernafasan tidak dirangsang oleh kadar CO2 yang telah berkurang oleh hiperventilasi dan gagal untuk bereaksi dengan baik terhadap bahaya kekurangan kadar O2 selama penyelaman dan sewaktu naik ke permukaan. \ Selain sistem pernafasan dan peredaran darah, sinus dan telinga juga merupakan organ tubuh yang mudah dipengaruhi oleh perubahan tekanan udara. Semua sinus berhubungan dengan nasopharing melalui saluran udara yang biasanya terbuka agar udara masuk dan keluar dan untuk mengeluarkan genangan cairan yang mungkin terdapat. Apabila saluran normal ke dalam rongga sinus tersumbat, maka udara pernafasan dari hidung dan tenggorokan tidak akan dapat masuk ke dalam rongga ini untuk mengimbangi tekanan jaringan. Akan terjadi pembengkakan dan pendarahan dari jaringan, sehingga menempati sebagian dari rongga udara untuk menyamakan tekanan. Telinga luar dan tengah terdiri dari rongga udara yang dibatasi oleh jaringan dan dikelilingi oleh tulang-tulang yang dapat menahan tekanan udara. Gendang telinga adalah selaput yang lentur dan peka yang memisahkan kedua bagian ini. Perbedaan tekanan pada kedua ruang tersebut mengakibatkan tekanan pada gendang telinga yang menimbulkan rasa nyeri.

TRIAGE

Triage berasal dari bahasa Prancis trier yang artinya memilah. Tujuan dari Triase adalah: 1. Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera (perawatan di lapangan) 2. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan ( lifesaving surgery) Triase dilakukan berdasarkan observasi terhadap tiga hal, yaitu: 1. Pernapasan (respiratory) 2. Sirkulasi (perfusion); dan 3. Status mental (mental state) Triage didasarkan atas hal-hal sebagai berikut: 1. Keparahan luka 2. Jumlah yang terluka 3. Sumber daya yang tersedia 4. Kesempatan untuk menyelamatkan korban Jenis-jenis triage ada 3, yaitu: 1. Triage Pasien Tunggal / Single Triage (SIT) o Digunakan untuk kegawatdaruratan sehari-hari, ex: kecelakaan kendaraan bermotor. o Prinsip: merawat pasien-pasien yang mungkin meninggal jika tidak dirawat langsung. o Kategori dibagi menjadi:

a. Gawat (Emergent): mendapat prioritas pertama. Pasien harus diperiksa dan mendapatkan penanganan yang tepat secara langsung. Pengobatan harus dimulai pada saat pasien tersebut tiba di ruang bahkan sebelum tiba di ruangan dalam setting pra rumah sakit. Ex: trauma mayor, myocard infarct, obstruksi jalan napas, shock anafilaksis. b. Penting (Urgent): terdiri dari pasien-pasien yang harus dirawat dalam jangka waktu beberapa jam. Hal ini meliputi pasien-pasien yang secara fisiologis stabil pada saat tiba tetapi berisiko mengalami penurunan jika tidak dirawat dalam beberapa jam. Ex: spinal injury, stroke, trauma cerebrovaskular, appendicitis akut, cholecyctisis. c. Tidak penting (Non-Urgent): prioritas terakhir diberikan kepada pasien dengan kondisi yang tidak begitu penting, pasien-pasien yang datang dengan fungsi hemodinamik yang stabil tapi menderita luka yang jelas. Ex: skin laceration, contusion, abrasion dan luka-luka lain, fraktur dan dislokasi tertentu, demam, dll. o Golden Hour: mengacu pada jumlah jam dari saat luka sampai perawatan definitive yang disediakan untuk memaksimalkan keselamatan dari luka traumatis. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa jika perawatan sudah diberikan dalam jam-jam pertama luka, maka morbiditas dan mortalitas dapat ditekan. 2. START membagi korban menjadi empat kelompok. Ada yang memulai membagi dari korban yang memiliki cedera paling ringan, tapi ada juga yang membagi dari korban yang telah meninggal. Sistem ini sangat sederhana untuk dipelajari dan sangat berguna pada keadaan dimana sumber daya medis yang ada kurang sampai datangnya bantuan tambahan. Triase akan lebih baik jika penolong memiliki triage tag, jika tidak ada dapat digunakan marker, spidol atau lipstick yang ditulis di dahi korban berupa D untuk deceased, I untuk immediate, DEL untuk delayed atau M untuk minor. Triage Sederhana dan Perawatan Cepat / Simple Triage and Rapid Treatment (START)

o Jika terjadi insiden dimana korban beragam tapi RS masih bisa menampung jumlah korban. o Rencana START ini memungkinkan petugas untuk melakukan triage dalam waktu 60 detik atau kurang. o Tujuan: menangani penyelamatan utama terhadap jiwa, sumbatan jalan napas dan perdarahan arteri yang parah. o Yang dinilai: Respirasi, Perfusi dan Tingkat Kesadaran. Langkah-langkahnya yaitu sebagai berikut: Triase 1 Dengan jelas dan keras, perintahkan para korban yang terlihat sadar untuk bangun dan berjalan ke tempat yang lebih aman dimana tim medis berada dan dimana mereka akan mendapat pertolongan lebih lanjut. Seseorang yang dapat berjalan, dianggap tidak memerlukan pertolongan segera walaupun mengalami cedera, walaupun begitu kategori/kriteria mereka dapat berubah. Orang-orang ini biasa disebut walking wounded, merekalah yang dapat diberdayakan untuk membantu tim medis dalam mengevakuasi ataupun merawat korban yang lebih berat. Orang-orang ini biasa diberi green tag atau diberi tanda M. Korban yang termasuk dalam kategori ini adalah korban dengan luka ringan, fraktur ringan atau luka bakar minor.

START First Step


Can the Patient Walk?
YES NO

Green (Minor)

Evaluate Ventilation (Step-2)

Triase 2 Pada korban yang tersisa, periksa keadaan, secara berturut-turut, respirasi, perfusi dan status mental. Respiratory Assessment Jika terdapat seorang korban yang tidak bernapas, perbaiki posisi kepala dan bebaskan jalan napas. Jika pernapasan spontan tidak juga muncul beri korban tanda black tag atau tanda D. Jangan coba untuk melakukan RKP, karena banyak pasien yang mungkin meninggal sementara kita menolong korban ini. Perfusion Assessment Jika korban bernapas, periksa frekuensinya, apabila lebih dari 30 kali/menit, dengan ujung kaki dan tangan dingin, basah dan pucat, kemungkinan kotban akan mengalami syok. Beri tanda red tag atau tanda I, kemudian baringkan korban, tinggikan tungkai bawah (posisi syok) dan selimuti dengan jaket, selimut atau pakaian yang kering. Jika korban yang didapatkan bernapas dengan frekuensi kurang dari 30 kali/menit, periksa perfusinya (sirkulasi darah) dengan menekan dan lalu melepas ujung kuku, jika ujung kuku kembali merah muda dalam waktu lebih dari dua detik, beri korban red tag atau tanda I. Kontrol perdarahan yang signifikan dengan melakukan direct pressure dapat dilakukan pada tahap ini. Mental State Assessment Jika korban bernapas kurang dari 30 kali/menit, dengan capillary refill kurang dari dua detik, kemudian periksa status mentalnya. Tanyakan nama dan apa yang telah terjadi. Jika korban tidak dapat menjawab, atau menjawab dengan tidak jelas (meracau), tanyakan lagi, katakan bahwa Anda bertanya untuk memastikan apakah status mental korban baik. Jika korban bingung, itu mungkin pertanda dari kerusakan/cedera pada otak, beri red tag atau tanda I. Korban yang termasuk dalam kategori ini yaitu korban trauma capitis dengan pupil anisokor, gangguan pernapasan, atau korban dengan perdarahan

eksternal massif. Jika korban dapat menjawab dengan baik dan memiliki orientasi yang baik beri tanda DEL atau beri yellow tag yang menandakan bahwa korban cukup stabil dan dapat mentoleransi penundaan ke rumah sakit. Korban yang termasuk dalam kategori ini yaitu korban dengan resiko syok, korban dengan fraktur multipel, korban dengan fraktur femur/pelvis, korban dengan luka bakar luas, korban dengan gangguan kesadaran serta korban dengan status tidak jelas.

START Step-2
Ventilation Present? NO YES

Open Airway
Ventilation Present?

> 30/Min
YES

< 30/min

NO

Red/ Immediate
Evaluate Circulation (Step-3)

Black

Red/ Immediate

Triase 3 Lakukan evaluasi pada korban dengan red tag untuk memberikan pertolongan pertama. Beri pertolongan pertama pada korban, jika jumlah paramedis tidak memadai, latih dengan cepat korban dengan minor injuries ataupun orang di sekitar tempat kejadian untuk melakukan tindakan resusitasi/pertolongan pertama pada korban.

Triase 4 Lakukan evaluasi pada korban dengan yellow tag untuk memberikan pertolongan. Beri pertolongan kepada korban dengan memberdayakan korban dengan minor injuries, orang di sekitar tempat kejadian ataupun korban sendiri untuk melakukan tindakan pengobatan dengan mengajarkan kepada mereka apa yang harus dilakukan.

START Step-4
Level of Consciousness Cant Follow Simple Commands Can Follow Simple Commands

Red/ Immediate

Yellow/ Delayed

Triase 5 Tempatkan beberapa orang paramedis, jika paramedis kurang, latih beberapa korban minor injuries untuk mengawasi korban ringan lain dari tanda-tanda syok. Jika waktu memungkinkan, periksa semua korban untuk tanda-tanda syok. Periksa akan adanya pernapasan yang cepat, wajah pucat dengan ujung kaki dan tangan dingin yang merupakan tanda awal syok. Usahakan agar semua korban berada dalam keadaan hangat dan kering untuk menghindari kemungkinan terjadinya syok karena hipotermia. Hasil dibagi menjadi 4 kategori: a. Hijau (minor / walking wounded) b. Merah (immediate) : prioritas utama c. Kuning (delayed) d. Hitam (meninggal)

3. Secondary Assessment of Victim Enpoint (SAVE) o Jika terjadi insiden dengan korban missal yang berlebihan dengan sumber tenaga medis yang sangat terbatas. Ex: bencana alam. o Biasanya SAVE diterapkan bersama dengan sistem START. o Kategori: a. Korban yang akan mati tanpa melihat jumlah perawatan yang diterimanya. b. Korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa yang diberikan. c. Korban yang akan sangat beruntung dari intervensi di lapangan yang sangat terbatas. o Perlu diingat bahwa jika pasien mengalami perubahan status medis, maka kategorinya juga berubah. o Sistem kode: dengan menggunakan label yang bisa diletakkan dimana saja pada tubuh, tapi lebih tepat dipasang di pergelangan tangan kanan bagi yang bisa berjalan atau pergelangan kaki kanan pada pasien yang tidak bisa berjalan.

PRIMARY SURVEY
Deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam. Tujuan : Untuk mengetahui kondisi pasien yang mengancam jiwa dan kemudian dilakukan tindakan life saving. Cara pelaksanaan (harus berurutan dan simultan) : Jalan nafas (airway)

Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel) Buka jalan nafas, yakinkan adekuat Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada korban trauma Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut Suctioning bila perlu

Pernafasan (breathing)

Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan nafas atau tidak

Perdarahan (circulation)

Lihat adanya perdarahan eksterna/interna Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress, Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan) Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill time, nadi, sianosis, pulsus arteri distal

Susunan Saraf Pusat (disability)


cek kesadaran Adakah cedera kepala? Adakah cedera leher? perhatikan cedera pada tulang belakang

Kontrol Lingkungan (Exposure/ environmental )

Buka baju penderita lihat kemungkinan cedera yang timbul tetapi cegah hipotermi/kedinginan

SECONDARY SURVEY
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe)dilakukan sterlah primary survey. Ada pun tujuan dari secondary

survey adalah untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut. Prosedur yang digunakan yaitu : A. Anamnesis Riwayat AMPLE yang harus diingat yaitu : A : Alergi M : Medikasi (obat yang diminum sebelumnya) P : Past illness (penyakit sebelumnya)/Pregnancy (hamil) L : Last meal E : Event/environment (lingkungan yang berhubungan dengan kegawatan) B. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh a. Posisi saat ditemukan b. Tingkat kesadaran c. Sikap umum, keluhan d. Trauma, kelainan dan Keadaan kulit 2. Kepala Diperiksa seluruh kulit kepala dan kepala harus diperiksa akan adanya luka, kontusio, atau fraktur. Mata juga harus diperika akan adanya : a. Acies visusdengan membaca gambar snellen, atau membaca huruf pada botol infus atau bungkus perban.

b. Ukuran pupil c. Perdarahan konjungtiva d. Luka tembus pada mata e. Lensa konta (ambil sebelum terjadi edema) f. Dislocatio lentis g. Jepitan otot bola mata 3. Maksilo-fasial Trauma maksilofasial tanpa gangguan airway atauu perdarahan hebat, baru dikerjakan setelah penderita stabil sepenuhnya dan pengelolaan definitf dapat dilakuakn dengan aman. Pada fraktur tulang wajah mungkin juga ada fraktur lamina cribosa kateter lambung melalui jalan oral. 4. Vertebra sevikalis dan leher Penderita dengan trauma kapitis atau maksilofasial dianggap fraktur servikal atau kerusakan ligamnetosa servikal; pada leher kemudian dilakukan imobilisasi sampai vertebra servikal telah diperiksa dengan teliti. Tidak adanya kelainan neurologis tidak menyingkirkan kemungkinan fraktur servikal, dan tidak adanya fraktur servikal hanya ditegakkan setelah ada foto servikal, dan foto ini telah diperiksa dokter yang berpengalaman. Pemeriksaan : 1. Inspeksi 2. Palpasi 3. Auskultasi

Adanya jejas pada daerah a. carotis harus dicatat karena kemungkinan adanya perlukaan Angiografi atau Doppler Sonografi. 4. Toraks 1. Inspeksiflail chest atau open pneumothorax. 2. Palpasi harus dilakukan pada setiap iga klavikula. Pada fraktur sternum atau ada costochondrial separation nyeri tekan pada sternum. Kelainan pada toraks akan disertasi nyeri dan/ atau dispnoe. 3. Auskultasi harus dilakukan di kondisi apapun. Bunyi jantung yang lemah disertai tekanan nadi yang kecil tamponade jantung. Bising nafas diperiksa untuk mengetahui adanya pneumothoraks. Tamponade jantung atau pneumothoraks dapat terlihat adanya distensi v.jugularis. 4. Evaluasi dilakukan dengan pemeriksaan fisik disusul foto thoraks. 5. Abdomen Pada trauma abdomen, pasien yang baru datang mungkin menunjukkan pemeriksaan yang normal dan ini harus diperiksa ulang dan observasi ketat serta konsultasikan dengan ahli bedah. Penderita dengan hipotensi yang tidak dapat diterangkan, kelainan neurologis, gangguan kesadaran karena lakohol dan/ atau obat dan pemeriksaan abdomen yang meragukan harus dipertimbangkan DPL (Diagnosis Peritoneal Lavage), USG abdomen, atau bila keadaan umum memungkinkan pemeriksaan CT Scan abdomen dengan kontras. Foto pelvis (AP) diperiksa untuk kemungkinan fraktur pelvis. 6. Perineum/ rektum/ vagina Perineum diperiksakontusio, hematoma, laserasi, perdarahan uretra. Teliti juga kemungkinan adanya darah dari lumen rektum, prostat letak tinggi, fraktur pelvis, utuh

tidaknya dinding rektum dan tonus m. Sfinkter ani. Pada wanita usia subur juga harus diperiksa kehamilan. 7. Muskuloskeletal Ekstremitas luka atai deformitas. Fraktur yang kurang jelas dapat ditegakkan dengan adanya nyeri, krepitasi, gerakan abnormal. Fraktur pelvis jejas pada daerah ala ossis ilii, pubis, labia atau skrotum, nyeri pada kompresi SIAS, mobilitas pelvis dan simfisis osis pubis. Periksa juga kemungkinan gangguan vaskular dengan penilaian pulsasi, gangguan sensasi/ hilangnya kemampuan kontraksi otot (karena kerusakan saraf perifer, iskemia, sindrom kompartemen). Periksa juga punggung penderita. 8. Neurologis Periksa : tingkat kesadaran, ukuran reaksi pupil, px. Motorik dan sensorik. Paralisis atau parese kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer. Mobilisasi penderita dengan long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi lain dilakukan sampai terbukti tidak adanya fraktur servikal.

TENGGELAM
Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation dimana jalan napas terhalang oleh air / cairan sehinggavterhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru. Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning) berdasarkan posisi mayat, yaitu : 1. Submerse drowning : mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat masuk ke dalam air 2. Immerse drowning : mati tenggelam dengan posisi seluruh tubuh mayat masuk ke dalam air Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning) berdasarkan penyebabnya, yaitu : 1. Dry drowning 2. Wet drowning Dry drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi sedikit air Wet drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi banyak air

Ada 2 penyebab kematian pada kasus dry drowning, yaitu : 1. Spasme laring (menimbulkan asfiksia). 2. Vagal reflex / cardiac arrest / kolaps sirkulasi. Ada 3 penyebab kematian pada kasus wet drowning, yaitu : 1. Asfiksia. 2. Fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam dalam air tawar. 3. Edema paru pada kasus tenggelam dalam air asin (laut). Ada 4 cara kematian pada kasus tenggelam (drowning), yaitu : 1. Kecelakaan (paling sering) kapal tenggelam dan serangan asma saat sedang berenang 2. Undeterminated sulit diketahui cara kematian karena mayat sudah membusuk dalam air 3. Pembunuhan 4. Bunuh diri. Ada 7 tanda penting yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu : 1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah. 2. Lebam mayat biasanya sianotik kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna merah muda. 3. Kulit telapak tangan/ telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer woman's hands mayat. 5. Terdapat buih putih halus di hidung/ mulut mayat (scheumfilz froth) bersifat melekat. 6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut / hidung. 7. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air / bahan setempat berada dalam genggaman tangan mayat. Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning) pada pemeriksaan dalam otopsi, yaitu : 1. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti. /feet). 4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine / goose skin pada lengan, paha dan bahu

2. Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi lumpur, pasir, atau rumput air. 3. Lambung mayat berisi banyak cairan. 4. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli. 5. Organ dalam mayat mengalami kongesti. Perbedaan Tempat Tenggelam Mayat Air Laut Air Tawar Paru-paru besar dan berat Paru-paru besar dan ringan Basah Relatif kering Bentuk besar dan kadang-kadang Bentuk biasa overlapping Ungu biru & permukaan licin Krepitasi tidak ada Busa sedikit & cairan banyak Mati dalam 5-10 menit, 20 ml/kgbb Darah : :) BJ 1,0595 - 1,0600 :) Hipertonik :) Hemokonsentrasi & edema paru :) Hipovolemia :) Hipokalemia :) Hipernatremia :) Hiperklorida Resusitasi lebih mudah Transfusi dengan plasma Merah pucat & emphysematous Krepitasi ada Busa banyak Mati dalam 5 menit, 40 ml/kgbb Darah : :) BJ 1,055 :) Hipotonik :) Hemodilusi / hemolisis :) Hipervolemia :) Hiperkalemia :) Hiponatremia :) Hipoklorida Resusitasi aktif Transfusi dengan packed red cell

Ada 7 tanda intravitalitas mati tenggelam (drowning), yaitu : 1. Cadaveric spasme. 2. Perdarahan pada liang telinga tengah mayat. 3. Benda air (rumput, lumpur, dan sebagainya) dapat kita temukan dalam saluran pencernaan dan saluran pernapasan mayat. 4. Ada bercak Paltauf di permukaan paru-paru mayat. 5. Berat jenis darah pada jantung kanan berbeda dengan jantung kiri.

6. Ada diatome pada paru-paru atau sumsum tulang mayat. 7. Tanda asfiksia tidak jelas, mungkin ada Tardieu's spot di pleura mayat. Mekanisme Tenggelam Korban terbenam oleh gaya gravitasi BJ tubuh < BJ air, korban akan timbul reaksi awal terjadi usaha bernapas air akan masuk tertelan/ terinhalasi BJ tubuh > BJ air korban tenggelam Ada 4 macam pemeriksaan khusus pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu : 1. Percobaan getah paru (lonset proef). 2. Pemeriksaan diatome (destruction test). 3. Penentuan berat jenis (BD) plasma. 4. Pemeriksaan kimia darah (gettler test). TENGGELAM DI AIR TAWAR Pada pemeriksaan korban tenggelam di air tawar didapatkan : Paru besar/ ringan, relatif kering, bentukbiasa, merah pucat / emfisematous, Krepitasi ada, Busa banyak, Bila dikeluarkan dari toraks tidak kempis. Mati dalam 5 menit (40 ml/ kgBB) Biasanya mati dalam 5 menit Terjadi hyperkaliemi fibrilasi ventrikel Dapat dibarengi oedem paru Paru * Relatif kering

* Warna lebih pucat * Bentuk biasa * Busa banyak * Krepitasi (+) Hemodilusi / BJ menurun Tenggelam di air tawar TENGGELAM DI AIR ASIN Pada pemeriksaan korban tenggelam di air asin didapatkan seperti paru besar dan berat, relatif basah, biasanya overlapping, berwarna ungu biru / permukaan licin, krepitasi tidak ada, busa sedikit, dan cairan banyak, Bila dikeluarkan dari toraks akan mendatar / bila ditekan maka permukaan paru menjadi cekung, korban akan mengalami kematian dalam 5 -10 menit. Hemokonsentrasi ( BJ meningkat) Oedem paru Mati dalam 5 10 menit Paru * Tampak basah/ berat * Besar * Banyak air, kurang busa BJ darah : 1.0595 1.060, perbedaan 0.005 sudah bermakna Kecelakaan Bunuh diri (sering badan diikat pada suatu beban) Pembunuhan (dapat dijumpai korban terikat demikian rupa yang tak mungkin dilakukan korban sendiri). KEGAWATDARURATAN KORBAN TENGGELAM Khusus kasus tenggelam, terkait masalah jalan napas dan napas, dalam hal terjadi obstruksi napas total akibat tenggelam, toleransi waktu untuk penyelamatan jiwa sangat pendek (<5 menit). Pertolongan penyelamatan jiwa harus segera dimulai di tempat kejadian.

Sistim Pelayanan Gawat Darurat Terpadu Bencana korban tenggelam : 1. Masalah pokok : jumlah korban jauh di atas jumlah penolong dan fasilitas tersedia waktu adalah nyawa aktivasi dan mobilisasi sistim pertolongan, koordinasi baik intra sektor kesehatan maupun lintas sektor 3. Pola dasar pertolongan pos lapangan : triage-resusitasi/stabilisasi-evakuasi pos depan : triage lanjutan-resusitasi/stabilisasi lanjutan-dx/tx definitifevakuasi pos belakang : triage lanjutan-resusitasi/stabilisasi lanjutan-dx/tx definitif pos cadangan : triage lanjutan-resusitasi/stabilisasi lanjutan-dx/tx definitif siaga : Berita kemungkinan ada bencana, seluruh team terkait siaga di tempat analisa situasi : Pastikan benar ada tidaknya bencana Evaluasi besaran bencana (sebab, korabn, lokasi, masalah medik) Evaluasi potensi medik siap pakai serta kelengkapan pendukung tersedia saat itu rencana operasi : Sesuai masalah medik yang timbul akibat bencana dan potensi penolong tersedia saat itu direncanakan tindakan pertolongan awal, mobilisasi bantuan, koordinasi dan pengendalian serta koordinasi lintas sektor operasi pertolongan : Penyelamatan dan pertolongan korban Pos lapangan-pos depan-pos belakang-pos cadangan

2. Prinsip problem solving

4. Tahapan pertolongan

Koordinator dan pengendali kegiatan aktif Onitoring dan penyesuaian sesuai kebutuhan upaya pertolongan evaluasi : Evaluasi kecukupan, kecepatan, kecepatan pertolongan Rekomendasi penyempurnaan Kesiagaan 1. Pra Kejadian peta daerah yang berpotensi terjadi kecelakaan dan analisa keparahan korban disaster plan di tingkat Puskesmas dan RS kerjasama intra dan lintas sektor pola operasi pertolongan dan tahap operasi komunikasi dan transportasi koordinasi dan pengendalian kesiapan dana operasional aktivasi-mobilisasi kerjasama antar RS pola operasi dilaksanakan sesuai tahapan kordinasi intra dan lintas sektor penyesuaian sesuai kebutuhan

2. Saat Kejadian

Pelaksanaan Lapangan 1. Tempat Kejadian Tujuan utama mencegah kematian dan kecacatan Pelaksana orang terdekat dengan korban Tugas orang terdekat dengan korban : pertolongan awal sambil memanggil bantuan dari fasilitas kesehatan terdekat Selanjutnya transportasi ke fasilitas terdekat

2. Puskesmas Peran utama : lanjutan pencegahan kecacatan / kematian (resusitasistabilisasi), diagnostik dan pengobatan definitif kasus ringan Bial perlu transportasi rujukan rumah sakit Kemampuan minimal yang diharapkan : peningkatan kemampuan sisi prevensi masyarakat sekitar, kemampuan pertolongan hidup dasar dan lanjut, kemampuan mengenali penyulit koban tenggelam, kemampuan penetapan saat rujukan yang tepat, kemampuan melakukan rujukan korban gawat akibat tenggelam, kemampuan koordinasi lintas sektor sesuai keperluan 3. Rumah sakit ditambah dengan kemampuan diagnostik dan pengobatan definitif korban tenggelam bantuan pada musibah massal / bencana tenggelam rujukan ke tingkat yang lebih tinggi sesuai masalah bila diperlukan pedoman rehabilitasi pasca penyulit pada kasus dengan kecacatan menetap

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KASUS TENGGELAM

Kasus tenggelam merupakan kasus yang sering terjadi pada wilayah perairan seperti di Indonesia, terutama daerah sungai atau pantai. Perlu diketahui adanya perbedaan media air sebagai sumber persoalan; air asin atau air tawar. Tetapi pada prinsipnya dalam P3K kasus tenggelam adalah sesegera mungkin mengangkat korban tenggelam ke permukaan air atau daratan. Hal ini tentu akan dilakukan oleh orang yang sangat terlatih dalam hal berenang, sehingga penolongpun tidak menjadi korban berikutnya. Setelah korban tenggelam ini dapat di keluarkan dari air maka mengusahakan untuk membebaskan fungsi pernapasan; dan mengeluarkan air yang sudah terminum dengan cara merangsang terjadinya refleks muntah (bagi pasien sadar), sedangkan bagi korban tak sadar/ koma kita harus menghindari terjadinya aspirasi( masuknya air dalam saluran napas) serta sesegera mungkin dibawa ke fasilitas kesehatan yang memadai. Kegawatan pada korban tenggelam adalah terjadinya kegagalan fungsi pernapasan akibat masuknya cairan(air tawar/ asin) ke dalam jaringan paru yang dapat

menyebabkan gangguan fungsi respirasi. Semakin cepat diketahui/ ditolong korban tenggelam maka semakin lebih baik dan mudah untuk penanganan selanjutnya.

Pedoman pertolongan Keamanan lokasi dan penolong. Kondisi penderita


Apakah penderita ada respon dan dapat membantu. Apakah ada cedera pada penderita. Apakah penderita berada di permukaan atau tenggelam ?

Kondisi air

Jarak pandang dalam air. Suhu air. Arus. Kedalaman air. Bahaya lainnya.

Sumber daya yang ada Prinsip pertolongan di air 1. Raih ( dengan atau tanpa alat ). 2. Lempar ( alat apung ). 3. Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ). 4. Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ). Urutan tersebut di atas adalah urutan tindakan jangan mencoba cara berikutnya jika cara sebelumnya masih memungkinkan. Penanganan Korban 1. Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman.

2. Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong mempertahankan posisi kepala, leher dan tulang punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan untuk menggunakan papan spinal dalam air, atau bila tidak memungkinkan pasanglah sebelum menaikan penderita ke darat. 3. Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan untuk memberikan nafas awal secepat mungkin dan berikan bantuan nafas sepanjang perjalanan. 4. Upayakan wajah penderita menghadap ke atas. 5. Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu. 6. Berikan oksigen bila ada sesuai protokol. 7. Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan selimuti. 8. Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada. 9. Segera bawa ke fasilitas kesehatan. TINDAKAN MEDIS UMUM Resusitasi ( semua tindakan untuk mengembalikan fungsi vital guna menyelamatkan jiwa korban) Ada 2 macam resusitasi Resusitasi paru ( memberikan pernafsan buatan utk mengembalikan fungsi paru ) Resusitasi jantung ( pemijitan jantung untuk mengembalikan denyut jantung ) Resusitasi jantung dan paru

Resusitasi paru 1. Teknik pemberian nafas buatan mulut ke mulut di darat. Miringkan kepala korban,ambil ( bersihkan ) benda2 asing dari mulut/hidung. Tengadahkan kepala utk membuka sal.nafas dg: tangan kiri mengangkat leher & tangan kanan mendorong kening ke arah bahu.

Dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan,pijitlah hidung korban sambil mempertahankan posisi kepala ( tetap tengadah ) Buka mulut anda,hisaplah nafas sedalam-dalamnya,tempelkan mulut anda ke mulut korban ( mouth to mouth ),tiupkan udara ke paru2. Setelah selesai meniuplihat dada korban adakah gerakan dada naik turun terdengarkan suara korban menghembuskan napas. Jika tak ada gerakan naik,mungkin kesalah teknis misalnya : hidung lupa/tdk di tutup,masih ada benda asing,keluarkan,ulangi dengan teknik yang benar. Jika udara tetap blm bisa masuk keparu,miringkan tubuh penderita,tepuk kuat2 diantara kedua tulang belikat agar sumbatan jalan napas dapat terbuka

2. Teknik pernafasan buatan di permukaan air Pada perinsipnya cara pemberian napas buatan dipermukaan air adalah sama dengan didarat Pemijatan jantung bersama pernafasan paru-paru ( RJP ) Terdapat 3 tahap : 1. Airways membuka jalan napas Tindakan : a. Bersihkan mulut & hidung korban utk mengelurakan benda asing dari saluran napas b. Tengadahkan kepala korban agar sal.napas terbuka

2. Breathing lakukan pernapasan buatan Pernapasan buatan dilakukan 12x permenit utk org dewasa,20-30x utk anak-anak 3. Circulation

Pemijatan jantung tergantung jumlah penolong 1 org penolong : 30x penekanan diselingi 2x pernapasan buatan 2 org penolongn: 30x pemijatan jantung diselingi 2x pernafasan

NYARIS TENGGELAM (NEAR DROWNING)


Nyaris tenggelam atau near drowning ialah keadaan nyaris terganggunya pernafasan selagi tenggelam yang berhasil diselamatkan nyawanya dengan resusitasi dan tindakan media lainnya. Korban nyaris tenggelam dapat berakhir dengan kematian. Akibat perubahan sekunder sewaktu episode akut. Terdapat juga pengertian yang lain mengenai nyaris tenggelam adalah kondisi bertahan hidup dari peristiwa tenggelam hingga menyebabkan ketidaksadaran atau paruparu terisi air yang bisa mengakibatkan komplikasi sekunder yang serius, termasuk kematian setelah terjadinya insiden. Kasus hampir tenggelam umumnya ditangani oleh profesional di bidang kedokteran. Di banyak negara, tenggelam merupakan salah satu penyebab kematian bagi anak-anak di bawah 14 tahun. Di Amerika Serikat, tenggelam adalah penyebab kematian nomor dua di kalangan anak-anak berusia 14 tahun dan ke bawah (penyebab kematian nomor satu adalah kecelakaan kendaraan bermotor). Tenggelam atau nyaris tenggelam bisa terjadi di setiap genangan air yang bisa mengakibatkan mulut dan hidung anak terendam air, termasuk di kubangan, toilet, bak mandi, akuarium, atau ember besar. Di seluruh dunia, tingkat kematian akibat tenggelam berbeda-beda menurut aksesibilitas terhadap air, iklim, dan budaya berenang di tempat tersebut. Sebagai contoh, di Britania Raya terdapat 450 korban mati tenggelam per tahun (1 : 150.000), sementara di Amerika Serikat terdapat 6.500 korban mati tenggelam per tahun (1 : 50.000). Cedera akibat tenggelam menempati peringkat ke-5 dalam penyebab kematian akibat kecelakaan

di Amerika Serikat. Angka total korban nyaris tenggelam tidak diketahui. Korban lebih cenderung berjenis kelamin laki-laki, remaja, atau dewasa. Sebagian besar kasus tenggelam terjadi di air, 90% di air tawar (sungai, danau, dan kolam renang) dan 10% di air laut. Kasus tenggelam akibat cairan yang bukan air sering terjadi dalam kecelakaan industri. Kondisi umum dan faktor risiko yang mengakibatkan tenggelam di antaranya termasuk:

Pria cenderung lebih banyak tenggelam daripada wanita, terutama pria berusia 1824 tahun Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air Kurangnya pengawasan terhadap anak (terutama anak berusia 5 tahun ke bawah)] Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat, air yang sangat dalam, terperosok sewaktu berjalan di atas es, ombak besar, dan pusaran air Terperangkap misalnya setelah peristiwa kapal karam, kecelakaan mobil yang mengakibatkan mobil tenggelam, serta tubuh yang terbelenggu pakaian atau perlengkapan

Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan dan minuman beralkohol Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang, termasuk di antaranya: infark miokard, epilepsi, atau strok.

Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh, kekerasan antaranak sebaya, atau permainan di luar batas kewajaran. Terdapat 2 macam nyaris tenggelam (NT) : 1. Nyaris tenggelam tanpa aspirasi akibat reflex layngo spasm. 2. Nyaris tengelam dengan aspirasi air laut atau air tawar. Gejala Distensi abdominal

Kulit muka kebiruan terutama di sekitar bibir Nyeri dada Kulit dingin dan penampakan pucat Pusing Batuk disertai sputum berbusa Iritabilitas Lethargy Tidak/ sulit bernafas Lemah Tidak sadar / kesadaran menurun Muntah

Pencegahan Orang tua harus mengawasi anaknya bermain di kolam berenang Di kolam renang harus ada yang bisa melakukan CPR Mematuhi perturan yang ada di klam renang Bagi seseorang yang suka mengalami kejang sebaiknya ditemani Hindari konsumsi drugs dan alcohol saat bermain di lingkungan air Sedia pelampung

Patofisiologi Seseorang yang terbenam dengan spontan akan berusaha menyelamatkan diri secara panik disertai berhentinya pernapasan (breath holding). Sepuluh sampai 12% korban tenggelam dapat langsung meninggal, dikenal sebagai dry drowing karena tidak dijumpai aspirasi air di dalam paru. Mereka meninggal akibat asphiksia waktu tenggelam yang disebabkan spase larings. Menurut Giammona (dikutip dari Hassan R.), spasme laring tersebut akan diikuti asphiksia and penurunan kesadaran serta secara pasif air masuk ke jalan napas dan paru. Akibatnya, terjadilah henti jantung dan kematian yang disertai aspirasi cairan dan dikenal

sebagai wet drowning. Kasus seperti ini lebih banyak terjadi, yakni 80-90%. Perubahan patofisiologi yang diakibatkan oleh tenggelam, tergantung pada jumlah dan sifat cairan yang terhisap serta lamanya hipoksemia terjadi. Setiap jaringan pada tubuh mempunyai respons yang berbeda-beda terhadap hipoksemia dan kepekaan jaringan otak merupakan organ yang dominan mengalami disfungsii sistem organ pada tubuh terhadap hipoksia. Terhadap air laut atau air tawar akan mengurangi perkembangan paru, karena air laut bersifat hipertonik sehingga cairan akan bergeser dari plasma ke alveoli. Tetapi, alveoli yang dipenuhi cairan masih bisa menjalankan fungsi perfusinya sehingga menyebabkan shunt intra pulmonary yang luas. Sedangkan air tawar bersifat hipotonik sehingga dengan cepat diserap ke dalam sirkulasi dan segera didistribusikan. Air tawar juga bisa mengubah tekanan permukaan surfaktan paru sehingga ventilasi alveoli menjadi buruk sementara perfusi tetap berjalan. Ini menyebabkan shunt intrapulmonary dan meningkatkan hipoksia. Di samping itu, aspirasi air tawar atau air laut juga menyebabkan oedem paru yang berpengaruh terhadap atelektasis, bronchospasme, dan infeksi paru. Perubahan kardiovaskuler yang terjadi pada korban hampir tenggelam terutama akibat dari perubahan tekanan parsial (PaO2) dan keseimbangan asam basa. Sedangkan faktor lain yang juga berpengaruh adalah perubahan volume darah dan konsentrasi elektrolit serum. Korban hampir tenggelam kadang-kadang telah mengalami bradikardi dan vasokonstriksi perifer yang intensif sebelumnya. Oleh sebab itu, sulit memastikan pada waktu kejadian apakah aktivitas mekanik jantung terjadi. Bradikardi bisa timbul akibat refleks diving fisiologis pada air dingin, sedangkan vasokonstriksi perifer bisa juga terjadi akibat hipotermi atau peninggian kadar katekolamin. Hipoksia dan iskemia selama tenggelam akan terus berlanjut sampai ventilasi, oksigenasi, dan perfusi diperbaiki. Sedangkan iskemia yang berlangsung lama bisa menimbulkan trauma sekunder meskipun telah dilakukan resusitasi jantung paru yang adekuat. Edema cerebri yang difus sering terjadi akibat trauma sitotoksik yang disebabkan oleh anoksia dan iskemia susunan syaraf pusat yang menyeluruh. Kesadaran yang hilang bervariasi waktunya, biasanya setelah 2 sampai 3 menit terjadi apnoe dan

hipoksia. Kerusakan otak yang irreversible mulai terjadi setelah 4 sampai 10 menit anoksia. Ini memberikan gambaran bahwa hipoksia mulai terjadi dalam beberapa detik setelah orang tenggelam, diikuti oleh berhentinya perfusi dalam 2 sampai 6 menit. Otak dalam suhu normal tidak akan kembali berfungsi setelah 8 sampai 10 menit anoksia walaupun telah dilakukan tindakan resusitasi. Anoksia dan iskemia serebri yang berat akan mengurangi aktivitas metabolik akibat peninggian tekanan intrakranial serta perfusi serebri yang memburuk. Ini dipercayai menjadi trauma susunan saraf pusat sekunder. Hampir sebagian besar korban tenggelam memiliki konsentrasi elektrolit serum normal atau mendekati normal ketika masuk rumah sakit. Hiperkalemia bisa terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksemia yang menyeluruh. Pasien hampir tenggelam setelah dilakukan resusitasi biasanya fungsi ginjal seperti albuminuria, Hb uria, oliguria, dan anuria kemudian bisa menjadi nekrosis tubuli. Gambaran Klinik Gambaran klinik korban tenggelam sangat bervariasi berhubungan dengan lamanya tenggelam. Conn dan Barker mengembangkan suatu klasifikasi (dikutip oleh Aoky By) yang dianggap bermanfaat untuk pedoman penilaian dan pengobatan pasien tenggelam. Klasifikasi ini berdasarkan status neurologis dan sangat berguna bila digunakan dalam 10 menit pertama.

Pada hipoksia berat (G3, C4) mengalami kegagalan organ multisistem dan gambaran laboratorium yang abnormal seperti gangguan kardiovaskuler (shock, dysritmia), gangguan metabolik (Bic-Net, kalium, glukosa, calcium), diseminated intravaskuler coagulation, gagal ginjal, dan gangguan gastrointestinal (perdarahan, pengelupasan mukosa). Penanganan Banyak usaha yang dilakukan dalam mengembangkan protokol yang dapat memperbaharui hasil penatalaksanaan pasien-pasien tenggelam. Namun, belum ada pengobatan klinis yang lebih unggul dari penanganan supportif yang konvensional. Belum ada pengobatan klinis yang unggul pada keadaan hipoksia selain tindakan pencegahan dan resusitasi segera.

Resusitasi awal di rumah sakit ataupun di luar rumah sakit korban tenggelam harus difokuskan kepada menjamin oksigenasi, ventilasi, sirkulasi yang adekuat, tekanan gas darah arteri, keadaan asam basa, serta saluran napas harus bebas dari bahan muntah dan benda asing yang dapat mengakibatkan abstruksi dan aspirasi. Penekanan perut tidak boleh dilakukan secara rutin untuk mengeluarkan cairan di paru apabila tidak terbukti effektif karena bisa meningkatkan risiko regurgitasi, aspirasi, dan kehilangan kontrol akan memperberat trauma spinal. Kecepatan dan efektivitas dalam melaksanakan resusitasi ini sangat menentukan kelangsungan hidup neuron-neuron korteks, khususnya pada pasien-pasien yang sangat kritis. Transfer oksigen yang tidak efektif akibat fungsi paru yang memburuk bisa mengakibatkan hipoksia yang lebih berat dan berlanjut karena kerusakan organ yang multipel. Otak adalah organ yang dituju dalam pengobatan. Pencegahan trauma otak pada korban dilakukan dengan mengangkat korban dari air secepatnya dan resusitasi jantung paru dasar harus dilakukan. Ini perlu segera dilakukan karena hipoksia dengan cepat berkembang dalam beberapa detik ke keadaan apnoe. Oleh karena itu, apabila tidak mungkin mengangkat korban dari air, secepatnya ventilasi mulut ke mulut harus dilakukan segera setelah penolong menarik korban. Kemudian harus segera diberikan oksigen inspirsi yang tinggi. Dukungan oksigen harus diberikan tanpa memandang keadaan pasien. Apabila korban dicurigai mengalami trauma leher maka harus dibuat posisi netral dan melindunginya dengan gips cervical (cervical colar). Penanganan Rumah Sakit Pengobatan dilakukan sesuai dengan kategori klinis. Korban pada pasien kategori A dan B biasanya hanya membutuhkan perawatan medis supportif, sedangkan pasien kategori C membutuhkan tindakan untuk mempertahankan kehidupan dan perawatan intensif. Penolong juga harus mencari dan menangani trauma yang timbul seperti trauma kepala dan leher serta mengatasi masalah yang melatarbelakanginya seperti masalah kejang.

Kategori A Pertolongan dimulai dengan memberikan oksigen, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan PaO2 arteri, PaCO2, pH, jumlah sel darah, elektrolit, serta rontgen thorax. Pada asidosis metabolik yang belum terkompensasi, dapat diberikan O2, pemanasan, dan pemberian Bik-Nat. Infiltrat kecil pada paru tidak memerlukan pengobatan apabila cairan yang terhisap tidak terkontaminasi. Sebagian korban yang tidak mempunyai masalah dapat dipulangkan sedangkan sebagian lagi yang bermasalah dapat diobservasi dan diberi pengobatan simptomatik di ruang perawatan sampai baik. Biasanya korban dirawat selama 12 sampai 24 jam Kategori B Korban ini membutuhkan perawatan dan monitoring ketat terhadap sistem saraf dan pernapasan. Masalah pernapasan biasanya lebih menonjol sehingga selain pemberian oksigen perlu diberikan: Bik-Nat untuk asidosis metabolik yang tidak terkompensasi; Furosemid untuk oedem paru; Aerosol B simptometik untuk bronchospasme; serta Antibiotik untuk kasus teraspirasi air yang terkontaminasi. Pasien yang awalnya diintubasi setelah menampakkan fungsi pernapasan dan neurologi yang baik dapat dilakukan ekstubasi. Di sini steroid tidak diindikasikan. Sebagian kecil korban tenggelam mengalami kegagalan pernapasan. Biasanya terjadi setelah aspirasi masif atau teraspirasi zat kimia yang mengiritasi sehingga korban ini membutuhkan ventilasi mekanis. Pemberian infus sering diberikan untuk meningkatkan fungsi hemodinamik. Cairan yang biasanya digunakan adalah cairan isotonik (Ringer lactat, NaCl fisiologis) dan cairan yang dipakai harus cukup panas (40-43C) untuk pasien hipotermi. Bila cairannya seperti suhu kamar (21C) bisa memancing timbulnya hipotermi. NGT harus dipasang sejak pertama pasien ditolong, yang berguna untuk mengosongkan lambung dari air yang terhisap. Status neurologis biasanya membaik bila oksigenasi jaringan terjamin. Perawatan biasanya memakan waktu beberapa hari dan sangat ditentukan oleh status paru.

Kategori C Tindakan yang paling penting untuk kategori ini adalah intubasi dan ventilasi. Vetilasi mekanis direkomendasikan paling tidak 24 sampai 48 jam pertama, termasuk mereka yang usaha bernapasnya baik setelah resusitasi untuk mencegah kerusakan susunan saraf pusat akibat hipoksia dari pernapasan yang tidak efektif. Pedoman ventilasi awal FiO2 1,0 digunakan selama fase stabilisasi dan transfer. Kecepatan ventilasi awal 1,5 sampai 2 kali kecepatan pernapasan normal sesuai dengan usia korban, tekanan espirasi 4 sampai 6 Cm H2O. Penyesuaian ini harus dilakukan untuk mendapatkan nilai gas darah arteri sebagai berikut: PaO2 100 mmHg atau 20--30 mmHg. Bic-Nat, bronchodilator, diuretik, dan antibiotik diberikan apabila korban tenggelam. Penelitian membuktikan bahwa mortalitas setelah 5 hari pengobatan menurun dari 50% menjadi 25% sampai 35%. Surfactan yang sering digunakan adalah surfactan sintetik (Exosurf) dengan dosis 5 ml/kgBB diberikan melalui nebulizer terus-menerus selama priode pengobatan. Disfungsi kardiovaskular harus dikoreksi dengan cepat untuk menjamin tranfer oksigen yang adekuat ke jaringan. Resusitasi jantung paru perlu dilanjutkan pada korban yang mengalami hipotensi dan syok setelah membaiknya ventilasi dan denyut nadi harus diberikan bolus cairan kristaloid 20 ml/kgBB. Tindakan ini harus diulangi bila tidak memberikan respons yang memuaskan1,5. Apabila tekanan darah tetap rendah, obat inotropik IV harus diberikan. Dopamin dan Dobutamin harus digunakan pada pasien yang mengalami takikardi sedangkan epinefrin diberikan pada pasien bradikardi. Pasien dengan suhu tubuh < 30oC harus segera dipanaskan untuk menjamin fungsi jantung. Kejang diatasi secara konvensinal: pada awal diberikan benzodiazepin diikuti dengan pemberian phenobarbital seperti Vecuronium atau Pancuronium 0,1--0,2 mg/kgBB IV bisa digunakan untuk pasien yang gelisah agar pemberian ventilasi lebih efisien, mengurangi kebutuhan metabolik, serta bisa menekan risiko atau ekstubasi yang tak terencana akibat trauma jalan napas. Bila pasien tetap gelisah, diberikan morfin sulfat 0,1 mg/kgBB IV atau Benzodiazepin 0,1 mg/kgBB IB diberikan setiap 1--2 jam untuk sedasi.

Pasien kategori C3 dan C4 harus mendapat pengawasan dan tindakan untuk mempertahankan sistem metabolik, ginjal, hematologi, gastrointestinal, dan neurologis serta dievaluasi dengan ketat setelah pengobatan dimulai5. Prognosis Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, banyak penderita hampir tenggelam berat berhasil diselamatkan, 80% anak korban meninggal dapat bertahan hidup, dan 92% di antaranya sembuh sempurna. Tetapi, mereka yang memerlukan perawatan di ICU 30% meninggal dan 10--30% yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak yang berat. Hal ini erat hubungannya dengan lama hipoksia yang terjadi dan usaha kita menanggulanginya. Di samping itu, faktor lain yang dapat memperberat prognosa adalah usia 3 tahun, lama tenggelam diperkirakan maksimal 10 menit, tidak ada restitusi jantung paru dalam 10 menit setelah ditolong, koma ketika masuk ke ruang gawat darurat, dan pH < 7,11 (sesuai dengan kriteris Orlowsky). Penderita yang tenggelam di air dingin mempunyai prognosa jauh lebih baik. Untuk mencegah terjadinya gejala sisa pada korban hampir tenggelam maka peranan pertolongan resusitasi jantung paru pada saat kejadian memegang peranan yang sangat penting. KELAINAN DAN PENYAKIT PADA PENYELAMAN 1. Barotrauma Definisi kerusakan jaringan dan sequelenya akibat ketidakseimbangan antara tekanan udara rongga udara fisiologis dalam tubuh dengan tekanan disekitarnya. Berdasarkan patogenesenya barotrauma dibedakan menjadi : a. Barotrauma waktu turun (descent) Barotrauma waktu turun lebih sering terjadi dari pada waktu naik. Waktu penyelam turun, tubuhnya mendapat tekanan dari luar. Penambahan tekanan ini normalnya tidak akan menimbulkan barotrauma selama proses equalisasi antara rongga rongga fisiologis tubuh dengan tekanan sekitar berlangsung lancar.

Bilamana oleh karena suatu hal terjadi kegagalan equalisasi, maka tekanan udara dalam rongga rongga fisiologis akan menjadi Relatif negatif terhadap tekanan sekelilingnya waktu seorang penyelam turun. Tekanan relatif negatif akan menimbulkan distorsi ataupun kerusakan pada jaringan lunak dalam rongga. Dapat terjadi kongesti vaskuler, oedema mukosa disertai transudasi cairan tubuh dan bahkan perdarahan ke dalam rongga rongga fisiologis tubuh. Peristiwa barotrauma akibat turun ini dikenal juga sebagai squeeze. b. Barotrauma waktu naik ( Ascent ) Sebaliknya waktu naik ke permukaan, seseorang penyelam akan mendapatkankan penurunan tekanan sekelilingnya. Sesuai hukum boyle penurunan tekanan akan mengakibatkan pengembangan ( expasion ) dari udara dalam rongga rongga fisiologis tubuh. Udara yang mengembang volumenya ini normalnya dapat disalurkan ke luar lewat saluran rongga rongga fisiologis tubuh, sehingga tetap terjadi tekanan yang seimbang antara rongga rongga tubuh tadi dengan tekanan sekelilingnya. Namun jika ada obstruksi, udara yang mengembang tadi akan terperangkap dan meningkatkan tekanan dalam rongga rongga fisiologis tubuh. Barotrauma semacam ini menimbulkan nyeri mendadak akibat kenaikkan tekanan dalam rongga dan ada bahaya emboli vena. Barotrauma ini juga menimbulkan peregangan yang berlebihan pada jaringan paru ( Over expansion of the lungs ).

Barotrauma Telinga Barotrauma telinga merupakan barotrauma yang paling sering terjadi dalam kegiatan penyelaman. Dikenal 2 bentuk barotrauma telinga :

a. Barotrauma telinga waktu turun ( descent ) b. Barotrauma telinga waktu naik ( ascent ) Barotrauma telinga waktu turun dibagi lagi menurut anatomi telinga : a. Barotrauma telinga luar (barotrauma auris externa) b. Barotrauma telinga tengah (barotrauma auris media) c. Barotrauma telinga dalam (barotrauma auris internal)

Barotrauma Sinus Paranasalis Sinus sinus tersebut adalah : Sinus frontalis Sinus maxillaris Sinus ethmoidalis Sinus sphenoidalis

Masalah barotrauma sinus paranasalis akan timbul bilamana ada sumbatan pada saluran atau ostium sinus. Sumbatan bisa karena : Sinusitis dengan hipertrofi mukosa Rhinitis Polip nasi Infeksi virus pada saluran nafas atas disertai merokok, dan lain lain

Insiden barotrauma sinus paranasalis waktu turun (descent) kira kira dua kali lebih banyak dari pada waktu naik (ascent). Gejala yang paling menonjol adalah timbulnya rasa nyeri. Gejala umum yang kedua adalah epistaxis.

Barotrauma Gigi Pada akar gigi yang infeksi atau disekelilingi tambalan dari gigi yang berlubang dapat terjadi ruangan berisi udara. Waktu menyelam, ruangan ini terisi jaringan lemak dari gusi atau darah. Dapat timbul rasa nyeri pada gigi yang bersangkutan. Pada waktu ascent, udara yang terjebak akan menggembung lagi, tetapi dibatasi oleh darah yang terjadi, maka akan muncul rasa nyeri hebat. Bentuk yang lain ialah bila terjadi rongga dalam gigi akibat adanya caries dengan lapisan cement yang tipis. Bila tekanan bertambah dinding yang tipis tertekan dan dapat pecah, atau sebaliknya bila timbul udara yang terperangkap mengembang dan gigi dapat pecah.

Barotrauma Wajah Kegunaan masker adalah untuk alat penolong penglihatan bila menyelam. Tetapi dengan memakai masker maka terbentuk rongga berisi udara di wajah kita. Bila tidak dapat menyamakan tekanan waktu menyelam lewat udara dari hidung, maka wajah akan tertarik ke dalam rongga tersebut. Gejala kliinik, pembengkakan jaringan facial, khususnya di bawah matra, haemorhagi conjungtiva, bisa disertai protusi mata.

Barotrauma Kulit

Barotrauma ini terjadi akibat dry sulit atau wet suit yang tidak cocok. Terjadi rongga udara antara kuliut dan pakaian. Pada saat turun tekanan udara dalam rongga udara tadi jadi relatif negatif terhadap tekanan di sekelilingnya. Akibatnya kulit akan terhisap pada rongga udara tersebut, dan menimbulkan garis garis hiperaemis sesuai lipatan pakaian yang membentuk rongga udara.

Barotrauma Kepala dan Badan Bila menyelam, tetapi udara tidak bertambah didalam helmet maka sesuai hukum Boyle penyelam akan terhisap kedalam helmet dan akan menimbulkan kecelakaan yang serius dan bisa menimbulkan kematian.

Barotrauma Intesetinal Pada waktu naik terjadi pengembangan gas yang mengakibatkan kembung, flatus serta timbul kolik. Peristiwa ini biasanya terjadi pada penyelam pemula dimana cenderung adanya aerophagia, serta pada waktu melakukan valsava, disertai menelan udara. Selain itu juga karena sebelum menyelam minum minuman yang mengandung carbonat ( soft drink ).

Barotrauma Paru a. Barotrauma Paru Waktu Turun ( Descent ) Barotrauma jenis ini jarang terjadi baik pada Breath hold diving maupun pada penyelaman dengan alat selam. Namun Breath Hold Diving ( selam tanpa alat ) tetap mempunyai resiko untuk mengalami barotrauma paru waktu turun (descent), karena penyelam tidak mempunyai suplai udara untuk dapat mengequalisasikan tekanan intrapulmonal dengan tekanan sekeliling. 1. Barotrauma Paru Waktu Naik ( Ascent )

Pada waktu naik kepermukaan terjadi penurunan tekanan sekeliling dan sesuai hukum Boyle udara dalam paru ikut mengembang volumenya. Masalahnya apabila ekshalasi terhambat waktu naik ( ascent ), udara yang mengembang dalam paru tadi akan terperangkap (retensi) dan akan menimbulkan pengembangan volume paru (overdistension of the lungs) yang nantinya diikiuti juga dengan kenaikan intrapulmonal. Barotrauma paru waktu naik kepermukaan pada dasarnya disebabkan oleh peristiwa naik ke permukaan terlalu cepat disertai ekshalasi yang inadekuat. Ekshalasi yang inadekuat bisa terjadi akibat : Panik ( lupa ekshalasi ) Menghisap air secara tak sengaja yang menimbulkan broncho spasme ( water inhalation ) Penyakit penyakit yang bisa menimbulkan obstruksi pada saluran nafas misalnya asthma, kista, tumor, fibrosis dari sistem pernafasan.

2. Penyakit Dekompresi Definisi Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit atau kelainan kelainan yang disebabkan oleh pelepasan dan mengembangnya gelembung gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan disekitarnya. Gejala gejala yang ditimbulkan bisa berupa rasa nyeri seluruh tubuh, kelelahan, nyeri periartikuler, gejala neurologis, gejala gangguan pernafasan, maupun gangguan jantung setelah menyelam.

Gambaran Klinis Bentuk akut Kelainan neurologis ( 68 % ) Kelainan osteoartikuler ( Bends 29 % ) Kelainan bentuk lain, seperti gangguan pernafasan ( chokes ), gangguan koroner, dsb ( 3 % ) Bentuk Kronis Berupa dysbaric osteonecrosis ( aseptic osteonecrosis )

Penyakit dekompresi dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan gejala gejala klinisnya : a. Tipe I Dapat memberikan gejala gejala lain seperti : Kelelahan yang berlebihan setelah menyelam Mengantuk atau pusing ringan Gatal gatal pada kulit ( Skin bends ) b. Tipe II Dapat memberikan gejala klinis sbb : Gejala neurologis lesi pada otak, lesi pada cerebellum, lesi Medulla spinalis, lesi pada organ vestibuler Gejala gejala dari paru dan jantung Gejala gejala gastrointestinal

Bends shock

Pengobatan a. Oksigenasi dan rekompresi Oksigenasi mempunyai keuntungan : Melawan hipoksia jaringan Mengurangi tekanan nitrogen yang terlarut dalam plasma atau jaringan (mempercepat larutnya kembali gelembung gelembung gas nitrogen)

Tujuan pengobatan rekompresi adalah : Memperkecil besranya gelembung gas Melarutkan lagi gelembung gelembung gas nitrogen ke dalam darah atau jaringan

b. Terapi Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa ditujukan terutama untuk menanggulangi perubahan perubahan sekunder atau kerusakan yang ditimbulkan akibat hadirnya gelembung gas nitrogen dalam pembuluh darah dan jaringan jaringan tubuh. Cairan dan elektrolit Anti platelet agregation Steroid

Glycerol Digitalis

Faktor faktor yang mempengaruhi respons terhadap terapi : Berat ringannya proses patologis dan target organ yang terkena Interval waktu antara mulai timbulnya gejala dan mulainya terapi rekompresi Baik atau tidaknya perawatan selama transport ke ruang rekompresi Ketepatan terapi rekompresi yang diberikan, dan perawatan intensif sesudahnya.

Pencegahan Menghindari faktor faktor predisposisi : Latihan berat selama atau sesudah menyelam Menggigil selama atau sesudah menyelam Kurang tidur Habis minum minum alkohol Kegemukan Usia di atas 40 tahun Dehidrasi Udara yang dihirup banyak mengandung C2

Riwayat pernah bends Riwayat cedera yang baru terjadi

Mekanisme kasus tenggelam

Kecelakaan speedboat yang terbalik : 5 oarang korban

TRIAGE Nyaris tenggelam

3 orang meninggal Hitam

START

1 orang sadar tapi dalam keadaan shock Hijau 1 orang tidak sadar, lemas, kulit dingin, nadi lemah Merah

Bernama Tn. Nizul, laki-laki 42 thn. Primary Survey Pertolongan cepat dan tepat,dapat sadar kembali Pemeriksaan fisik: secondary survey KU: lemah, pucat peningkatan kerja otot V.S : BP: 90/60 mmHg PR: 70x/ mnt RR: 30x/mnt perubahan fisiologis pada kasus tenggelam syok Resusitasi

Kondisi stabil Hari ke2 : keluhan batuk, sesak napas dan suhu badan meningkat, sakit kepala, punggung dada, dan perut akibat aspirasi air laut Pemeriksaan fisik : Keluhan Utama: batuk berdahak sulit bernapas Vital Sign: T: 40 C PR: 102x/ mnt infeksi saluran napas BP: 110/70mmHg Kepala, leher, dan THT tidak terdapat trauma servikal dan tidak terjadi barotaruma telinga.

Dada : jantung N (-) komplikasi paru rhonki cresipitasi dibasis paru kanan dan kiri cairan dalam paru et causa aspirasi air laut Pemeriksaan lab Hb, Ht, LED N (-) anemia Elektrolit N (-) gg. Elektrolit Leukosit memperkuat infeksi et causa aspirasi air laut

Hitung jenis PMN bergeser kekiri infeksi akut RO : paru vaskularmarking vasodilatasi

Pnemonia aspirasi Management Sembuh Pertolongan pertama pre hospital dan hospital

DAFTAR PUSTAKA

1. Samsyu R. Near Drowning. Available from: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062001/pus-2.htm 2. Soeprijoto. Ilmu kedokteran penyelaman dan Hiperbarik Edisi ke 4. Jakarta. 2006. 3. Survey Secondary. 2009. Available from http://doktermedis.blogspot.com/2009/06/survei-sekunder-secondary-survey.html 4. Lukman H B. Triage A Life Saving System. Available from : http://narcissus02.multiply.com/journal/item/2/Triase-A_Life_Saving_System 5. Primary Survey. 2009. Available from http://doktermedis.blogspot.com/2009/06/survei-primer-primary-survey.html

Anda mungkin juga menyukai