Anda di halaman 1dari 14

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

DIAGNOSIS CEPAT DEMAM BERDARAH DENGUE


Danny Wiradharma
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRACT To anticipate exrtraordinary cases Dengue Fever, a rapid and accurate diagnostic method is needed. This is important to improve the prognosis of Dengue Fever, and to prevent unnecessary worries besides expenses as well. Today in the market an immunochromatography method exist which show whether the patients fever is due to Dengue infection (primary or secondary) or non Dengue infection, by means of detecting the presence of IgM or IgG anti Dengue antibodies, within a period of 5 minutes. This test has its limitation in accordance to the length of tinme the anti Dnegue antibodies are present in the blood circulation. To overcome this limittation, skills are needed in the physical diagnostic and interpretation of the hematological test. In addition to the relatively high cost of the test for most of the people, tehre is a need for simple, alternative laboratory test, which can be done at the Puskesmas. (J Kedokter Trisakti 1999;(18)2:77-90). Key words : Dengue Fever, Dengue Haemoragic Fever, immunochromatography, IgM,IgG

PENDAHULUAN
Hal ini disebabkan karena pasienterutama ibunya - panik, takut anaknya terkena infeksi demam berdarah. Memang pada waktu itu yang dirawat dan didiagnosis Demam Dengue mungkin merupakan infeksi virus yang ditularkan melalui gigitan artropoda, yang paling penting di dunia 5,14 . Organisasi Kesehatan Sedunia The World Health Organization / WHO memperkirakan insidens 100 juta kasus tiap tahun. Infeksi virus Dengue terutama penting untuk daerah tropis dan subtropis dan penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan masyarakat bagi negara-negara tropis di seluruh dunia 3,9,18 . Hal-hal yang menyebabkan masalah adalah angka kematian yang tinggi, penyebara penyakit yang mudah meluas dan terutama menyerang anak-anak. Sekitar bulan Maret 1998 di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dinyatakan telah timbul kejadian luar biasa berkaitan dengan penuhnya rumah-rumah sakit oleh pasien-pasien yang menderita demam. Para dokter menjadi begitu sibuk menangani kasus-kasus demam tersebut, yang ternyata sebagian bukan demam Dengue sebagai demam berdarah cukup banyak, sampai dikabarkan konon persediaan komponen darah di jajaran Palang Merah Indonesia sangat menipis. Pada bulan Agustus 1998 sebuah perusahaan obat yang terutama memproduksi cairan parenteral memberi sumbangan cairan infus kepada Departemen Kesehatan Republik Indonesia, untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya kembali kejadian luar biasa infeksi demam Dengue yang diperkirakan akan terjadi sekitar musim hujan . Sampai saat ini masih dijumpai kesulitan dalam menentukan diagnosis infeksi virus Dengue, baik pada pasien
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 77

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

rawat jalan maupun pada pasien rawat inap. Tidak jarang pasien dirawat dengan diagnosis kerja Demam Berdarah, hanya atas dasar salah satu kriteria laboratorium saja atau tidak sama sekali. Kadangkadang tanpa manifestasi perdarahan yang nyata, tetapi didapatkan nilai hematokrit yang tinggi dan jumlah trombosit cenderung rendah19. Untuk kasus yang meragukan ini diperlukan pemeriksaan lanboratorium yang dapat Diagnosis yang cepat dan tepat terhadap adanya infeksi virus Dengue, akan melenyapkan kekhawatiran masyarakat. Seperti pada umumnya infeksi virus kita mengenal infeksi primer yang relatif ringan dan infeksi sekunder yang relatif berat. Pada infeksi virus Dengue infeksi sekunderlah yang biasanya mengarah dari Dengue Fever (DF) menjadi DHF yang berat atau DSS. Oleh karena itu kepastian diagnosis yang cepat merupakan informasi yang sangat penting untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang dapat terjadi. Siapapun yang pernah berkecimpung dalam penanggulangan renjatan pada DHF tentu telah mengalami bagaimana sukarnya meramalkan perjalanan penyakit ini. Sebagian penderita dengan renjatan yang berat dan perdarahan yang hebat dapat disembuhkan secara sempurna, hanya dengan tindakan perawatan yang sederhana. Di lain pihak sebagian lain yang masuk rumah sakit dalam keadaan segar bugar, meninggal dunia dalam waktu yang tidak terlalu lama, meskipun kepadanya telah dilakukan perawatan dan pengobatan yang intensif.6 Prognosis penyakit tergantung pada diagnosis pasti sedini mungkin dan pengawasan pasien terhadap tanda-tanda awal yang mungkin menunjukkan akan timbulnya renjatan.10 Berikut ini berturut-turut akan diuraikan mengenai virus penyebab Demam Dengue, nyamuk yang menjadi vektor, gejala klinis dan respons imunologis, serta diagnosis laboratoris.

membantu menegakkan diagnosis infeksi virus Dengue dalam waktu singkat. Pada DHF yang terlambat ditegakkan diagnosisnya sering berakibat fatal. Angka kematian kasus DHF pada penderita yang tidak dirawat dan diobati segera mencapai 50%, tetapi angka tersebut menurun sampai 5 % dengan tindakan yang cepat dan tepat, baik dalam diagnosis maupun dalam 9 penatalaksanaannya. Virus Dengue Virus penyebab demam Dengue termasuk arbovirus ( arthropod - borne viruses ) yang merupakan virus kedua yang dikenal menimbulkan penyakit pada manusia. Virus ini merupakan anggota keluarga dari Flaviviridae ( flavi = kuning ) bersama-sama dengan virus demam kuning. Morfologi virion Dengue berupa partikel sferis dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm. Genomnya berupa RNA ( ribonucleic acid ). Protein virus Dengue terdiri dari protein C untuk kapsid dan core, protein M untuk membran, protein E untuk selubung dan protein NS untuk protein non struktural. Saat ini telah diketahui ada 4 tipe virus Dengue10,18 Tipe-tipe virus ini baru diketahui setelah Perang Dunia II oleh Sabin yang berhasil mengisolasinya dari darah pasien pada epidemi di Hawai, yang disebut sebagai tipe 1 (1952 ). Tipe 2 juga diisolasi oleh Sabin ( 1956 ) dari pasien di New Guinea. Tipe 3 dan 4 diperoleh tahun 1960 dari pasien yang mengalami DHF di Filipina pada tahun 195318. Virus Dengue memiliki tiga jenis antigen yang menunjukkan reaksi spesifik terhadap antibodi yang sesuai yaitu (i) antigen yang dijumpai pada semua virus dalam genus Flavivirus dan terdapat di dalam kapsid, (ii) antigen yang khas untuk virus Dengue saja dan terdapat pada semua tipe, 1 sampai 4, di dalam
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 78

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

selubung, (iii) antigen yang spesifik untuk virus Dengue tipe tertentu saja, terdapat di dalam selubung. Vektor Sampai saat ini gigitan nyamuk merupakan satu-satunya cara transmisi atau penyebaran virus Dengue dari satu orang ke orang lain. Pada penyakit yang juga ditularkan oleh artropoda seperti malaria, kadang-kadang penularan terjadi melalui transfusi darah. Pada infeksi Dengue, secara teoritis cara itupun mungkin terjadi. Akan tetapi hal ini belum pernah ditemukan, karena pada tahap awal penyakit periode viremia , hanya berlangsung dalam waktu yang singkat sekali ( 4 - 6 hari )10, pada tahap awal penyakit. Apabila pada masa ini pasien digigit nyamuk vektor demam Dengue, maka virus itu akan terhisap bersama darah. Virus tersebut memerlukan waktu 8 sampai 10 hari untuk berkembang biak dan kemudian terkumpul dalam kelenjar liur nyamuk, sejak saat ini nyamuk itu bersifat infeksius seumur hidupnya. Jika nyamuk itu menggigit orang yang tidak memiliki kekebalan terhadap virus Dengue, inokulasi virus bersama air liur akan menyebabkan penyakit. Transmisi virus Dengue mungkin juga terjadi apabila seekor nyamuk yang sedang menghisap darah pasien Dengue terganggu, dan nyamuk itu segera menggigit orang lain lagi. Dengan cara ini virus yang terdapat dalam sungutnya akan masuk ke tubuh orang kedua tanpa memerlukan masa pengeraman di dalam nyamuk tadi. Nyamuk yang menularkan virus Dengue diketahui adalah nyamuk betina. Hal ini tidak berarti bahwa nyamuk jantan tidak bisa mengandung virus Dengue, tetapi nyamuk jantan tidak pernah menghisap darah manusia. Transmisi virus dapat terjadi secara transovarial, yaitu dari nyamuk betina yang telah menghisap darah pasien Dengue melalui telur, jentik-jentik, pupa ( kepompong )

sampai menjadi nyamuk dewasa. Di Afrika Barat virus Dengue telah diisolasi dari nyamuk jantan ( Aedes taylori dan Aedes furcifer ) dan di Birma virus Dengue tipe 2 diisolasi dari jentik-jentik dan nyamuk dewasa Aedes aegypti (jantan dan betina)10 . Transmisi transovarial ini penting karena proses tersebut memungkinkan virus Dengue terus ada di alam. Nyamuk berperanan bukan saja sebagai vektor, tetapi juga sebagai host ( pejamu ). Transmisi ini pula yang memungkinkan tetap adanya kejadian infeksi Dengue meskipun vektor sudah banyak dibasmi dan perawatan serta pengobatan pasien telah cukup berhasil menekan angka kesakitan. Pejamu lain yang bukan manusia dan nyamuk adalah monyet, dengan ditemukannya antibodi anti Dengue dalam serumnya. Monyet yang diteliti pada awalnya tidak memperlihatkan adanya antibodi. Namun setelah beberapa lama ditaruh dalam sangkar di kawasan hutan, ditemukan serokonversi positif. Virus Dengue tipe 2 juga telah berhasil diisolasi dari monyet yang diteliti 10. Selama penelitian rupanya tidak dijumpai gejala demam Dengue dan DHF atau DSS pada monyet seperti yang dijumpai pada manusia. Ternyata virus Dengue dapat pula berkembang biak dalam tubuh simpanse, kelinci, marmot, tikus dan hamster. Jenis nyamuk yang saat ini menjadi vektor penyebar demam Dengue adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk dewasa ( jantan dan betina ) yang keluar dari kepompong akan mengadakan hubungan seksual dan sperma yang keluar disimpan dalam spermateka nyamuk betina. Sebelum menghasilkan telur yang dibuahi, nyamuk betina memerlukan darah dengan menggigit manusia atau monyet. Diperlukan waktu 2 - 3 hari untuk perkembangan telur. Nyamuk Aedes biasanya berkembang biak di air tergenang yang jernih pada
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 79

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

berbagai tempat. Umumnya nyamuk bertelur pada siang hari dan menghasilkan 60 - 90 butir telur. Dalam keadaan alamiah, seekor nyamuk betina dapat bertelur sebanyak 10 kali. Untuk menjadi matang diperlukan waktu 24 - 72 jam. Telur Aedes umumnya tahan dalam keadaan kering dan dapat hidup selama berbulan-bulan. Jentik-jentik bergerak secara aktif dan memerlukan zat-zat organik. Pada daerah iklim tropis jentikjentik memerlukan waktu 6 - 8 hari untuk berkembang. Kepompong tidak memerlukan makanan, tetapi tetap dapat bergerak. Perubahan besar terjadi di dalam kepompong yang mempersiapkan nyamuk untuk perubahan cara hidup, dari cara hidup akuatik ke cara hidup aerial. Setelah kira-kira 2 hari, kepompong yang ada di permukaan air meluruskan badannya dan terjadi pemecahan memanjang pada kulit di bagian cephalothorax, dan nyamuk dewasa keluar dari sini. Setelah istirahat di permukaan air selama beberapa menit, nyamuk dewasa itu kemudian terbang. Aedes aegypti merupakan nyamuk domestik yang hidup dekat dengan manusia dan tinggal di dalam rumah. Aedes albopictus bersifat semidomestik dan biasanya terdapat di luar rumah di kawasan perumahan, juga di hutan. Kedua jenis nyamuk itu biasanya aktif pada siang hari, tapi juga pada malam hari jika terdapat cahaya, dapat menjadi aktif pula. Jika nyamuk betina tidak terganggu dalam proses menggigit dan menghisap darah, ia akan menghisap darah sampai puas dan tidak akan menggigit lagi sebelum bertelur. Jarak terbang nyamuk tersebut biasanya tidak melebihi 350 meter. Jentik-jentik dan nyamuk dewasa dapat ditemukan sepanjang tahun di semua kota di Indonesia10,18

Klinis Infeksi Dengue selama hampir dua abad digolongkan sebagai flu dengan gejala demam atau pilek atau mencret biasa, yaitu sebagai kelainan yang timbul karena penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Akan tetapi sejak timbulnya wabah demam di Filipina tahun 1953 yang disertai dengan perdarahan dan renjatan serta banyak yang berakhir dengan kematian, pandangan itu berubah. Saat itulah istilah hemorrhagic fever mulai digunakan. Kasus DHF yang pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi serologisnya baru diperoleh tahun 1970. Di Jakarta laporan pertama diberikan oleh Kho dkk tahun 1969 sebagaimana dikutip leh Socanof. Penyakit ini biasanya menyebar dari suatu pusat sumber penularan - umumnya kota besar - dan mengikuti lalu lintas penduduk. Semakin ramai lalu lintas itu, semakin besar kemungkinan penyebaran. Spekrum manifestasi klinis infeksi virus Dengue begitu bervariasi mulai dari infeksi subklinis atau asimtomatik yang hanya dapat diketahui dari adanya antibodi dalam darah; demam Dengue klasik; dan demam Dengue berdarah tanpa atau dengan renjatan10,15,18. Infeksi Dengue dapat menyerang segala usia. Bayi dan anak yang terkena akan mengalami demam disertai timbulnya bercak makulo papular. Pada anak besar dan orang dewasa terdapat sindrom trias berupa demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya bercak makulo papular. Demam berdarah Dengue merupakan demam akut yang ditandai oleh 4 manifestasi klinis yaitu demam tinggi, perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Kriteria diagnosis DHF menurut WHO ( 1975) adalah :

J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2

80

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

demam tinggi yang mendadak dan terus menerus selama 2 - 7 hari. manifestasi perdarahan, baik dengan uji tourniquet positif atau dalam bentuk lain seperti petekia, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis atau melena. hepatomegali. renjatan. Secara laboratoris didapatkan trombositopeni kurang dari 100.000 / l dan hemokonsentrasi di mana hematokrit meningkat lebih dari 20%. Sumarmo (1983) menambahkan dua gejala klinis lain yang perlu diingat untuk memikirkan DHF yaitu gejala-gejala ke arah ensefalopati, dan nyeri perut17. Patofisiologi terjadinya renjatan dan gejala-gejala berat dari DHF terutama karena peranan dari proses imunologi, yang menimbulkan perubahan permeabilitas dinding vaskular dan kelainan trombosit baik kualitatif maupun kuantitatif. Hipotesis mengenai patogenesis terjadinya DHF ada dua. Pertama adalah the secondary heterologous infection hypothesis yaitu DHF dapat terjadi apabila seseorang telah terinfeksi virus Dengue pertama kali, kemudian mendapat infeksi berulang dengan tipe virus Dengue yang berlainan dalam jangka waktu tertentu, antara 6 bulan sampai 5 tahun. Hubungan DHF dengan infeksi heterolog sekunder menimbulkan dugaan proses imunopatologi memegang peranan penting dalam patogenesis Dengue. Hal ini disokong dengan menghilangnya virus Dengue secara cepat dari darah dan jaringan, reaksi anamnestik yang ditandai meningkat cepatnya Ig G anti Dengue pada masa dini penyakit; menurunnya komplemen C3 pada renjatan. Kelemahan pada hipotesis ini diketahui ketika dilaporkan adanya kasus DSS pada anak perempuan usia 3 tahun di Jakarta yang mengalami infeksi primer pada tahun

1976. Hipotesis kedua yaitu adanya tipe virus Dengue mutan yang memiliki virulensi yang lebih tinggi sehingga pada infeksi primerpun telah menimbulkan gejala yang berat. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan jenis vektornya. Virus yang berkembang dan disebarkan oleh Aedes albopictus ( vektor asli yang banyak dijumpai di luar kawasan perumahan, di hutan ) tidak mengalami mutasi, dan menimbulkan penyakit yang tidak berat. Virus yang disebarkan oleh Aedes aegypti (vektor yang diimport ) mengalami mutasi dan menyebabkan penyakit yang lebih berat. Akan tetapi sampai saat ini belum ditemukan bukti ilmiah mutlak yang menyokong adanya jenis virus mutan yang menimbulkan gejala berat tersebut. Apabila diteliti maka ada dua hal penting yang dapat menjelaskan patogenesis DHF yaitu respons imunologis yang ditandai dengan peningkatan antibodi Ig G dan Ig M terutama pada reaksi sekunder, dan sistem komplemen yang keduanya mempunyai kaitan sangat erat. Komplemen adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan sejumlah protein plasma dan protein membran sel yang berperanan dalam pertahanan tubuh. Komplemen bukanlah antibodi, tetapi dapat dikatakan sebagai pelengkap bagi antibodi dalam melakukan suatu proses pertahanan tubuh. Secara fisiologis ada empat sistem yang berkaitan yaitu aktivasi komplemen, pembentukan kinin, koagulasi dan fibrinolisis. Sistem komplemen, yang terdiri dari sekitar 25 jenis protein, mempunyai paling sedikit tiga fungsi, yaitu menyebabkan lysis-nya sel, bakteri dan virus berselubung; opsonisasi terhadap sel asing, bakteri, virus, jamur untuk mempermudah fagositosis; membentuk fragmen-fragmen peptida yang mengatur proses peradangan dan respons imun4. Ada 2 jalan yang dapat ditempuh untuk terjadinya aktivasi komplemen yaitu the
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 81

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

classic complement pathway yang terutama diawali oleh adanya kompleks antigen - antibodi (kompleks imun); dan the alternative complement pathway yang tidak selalu memerlukan adanya antibodi. Komponen kunci dari sistem komplemen adalah C3 yang berperan pada kedua jalan, yang akhirnya akan menyebabkan lysis- nya membran sel4. Unsur yang paling berperanan yang terbentuk dalam proses aktivasi komplemen adalah C3a dan C5a yang mempunyai aktivitas anaphylatoxin yang menyebabkan kontraksi otot polos dan degranulasi sel mast serta basofil sehingga keluarlah histamin dan substansi vasoaktif lain yang akan menginduksi kebocoran kapiler. Pada DHF dijumpai kompleks imun yang terdiri dari virus Dengue dan antibodi virus Dengue dalam sirkulasi dan menurunnya komponen komplemen, terutama C3 pada fase renjatan17. Di samping itu kelainan trombosit baik kuantitatif maupun kualitatif berkaitan dengan terbentuknya kompleks imun yang menimbulkan trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit sehingga terjadi gangguan koagulasi dan fibrinolisis4. Respons Dengue Imun Pada Infeksi Virus

Interaksi antara virus dan sistem imun tidak hanya rumit dan sangat menarik, tetapi juga kritis dalam menentukan akibat infeksi dan strategi pencegahannya. Virus merupakan jasad renik yang tidak memiliki kriteria untuk disebut sebagai suatu sel, karena tidak mempunyai perangkat biokimiawi yang diperlukan untuk sintesis protein dan karbohidrat. Untuk proliferasinya virus memerlukan sel hidup. Pada banyak jenis virus, respons imun terhadap antigen virus akan menginduksi suatu immunophatic effect yang akan mengenai sel atau organ yang

tidak terinfeksi langsung oleh virus tersebut. Masuknya suatu imunogen - antigen yang dapat merangsang terbentuknya antibodi - untuk pertama kali ke dalam tubuh pejamu, akan menimbulkan respons imun primer yang terdiri dari beberapa fase yaitu lag phase atau fase laten yang berkisar sekitar 1 minggu pada manusia, yaitu sejak masuknya imunogen tersebut sampai terdeteksinya antibodi terkait di dalam sirkulasi. Pada fase ini terjadi aktivasi sel Th dan sel B. Fase berikutnya adalah exponential phase yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel plasma. Setelah itu timbul steady states atau plateau phase di mana level antibodi relatif konstan karena terjadinya proses pengeluaran dan penghancuran yang kira-kira seimbang. Kemudian jumlah antibodi menurun pada declining phase. Pertemuan berikutnya dengan imunogen yang sama akan menimbulkan respons yang secara kualitatif kira-kira sama dengan respons primer, tetapi berbeda sekali secara kuantitatif. Respons imun sekunder atau reaksi anamnestik ini memperlihatkan lag phase yang singkat dan level antibodi yang sangat cepat meningkat dan lebih tinggi konsentrasinya serta lebih lama dapat dideteksi keberadaannya di dalam sirkulasi ( lihat gambar 1 ). Hal ini disebabkan karena sejumlah besar antigen specific memory T and B cells terbentuk selama respons primer dan memberi respons terhadap masuknya kembali imunogen yang sama. Memory B cells dalam hal ini bertindak sebagai principal antigen presenting cell dan dapat menyebabkan sel Th menjadi teraktivasi meskipun jumlah antigen sedikit. Pada proses ini sel B sendiri berada dalam posisi ideal untuk menjadi aktif karena rangsangan yang kuat oleh signal yang timbul dari antigen lewat B cell antigen receptor dan akibat kontak langsung dengan sel Th1,2. Kelas antibodi yang terutama terbentuk pada respons
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 82

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

primer adalah Ig M sedangkan pada respons sekunder adalah Ig G.

Gambar 1. Respons imun primer dan sekunder. Sumber: Parslow T.G. The Immune respons. In: Stites D.P, Terr A.I., Parslow T.G. Medical Immunology, Prentice Hall Int. 1997. karena proses netralisasi oleh antibodi tersebut. Antibodi yang terbentuk bersifat Pada infeksi Dengue primer ditandai mono spesifik terhadap serotype yang dengan munculnya antibodi Ig M sekitar menyebabkan respons primer. Resistensi hari ke 5 sakit dan meningkat selama 1 setelah infeksi primer umumnya hilang sampai 3 minggu serta bertahan selama setelah 6 bulan dan setelah itu infeksi 60 - 90 hari. Antibodi Ig G muncul pada sekunder oleh serotype yang lain dapat hari ke 14 dan kemudian menurun. terjadi dan menimbulkan penyakit (Lihat Viremia biasanya menurun setelah gambar 2). munculnya antibodi pertama ( Ig M ),

Gambar 2. Respons imun pada infeksi Dengue Sumber: Petunjuk Kerja Pan Bio Dengue Fever Rapid , haL.2.

Infeksi sekunder, menimbulkan pembentukan antibodi Ig M pula, dalam pola yang kira-kira sama seperti pada primer. Antibodi Ig G akan dibentuk dalam waktu yang singkat yaitu hari ke 2 sakit dan dengan kadar yang tinggi sekali dan

biasanya bertahan lama, dan mungkin dapat dideteksi sampai seumur hidup. Jadi pemeriksaan terhadap antibodi Ig M hanya berhasil positif setelah sakit hari ke 5, baik pada infeksi primer maupun sekunder. Sedangkan pemeriksaan
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 83

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

antibodi Ig G pada infeksi primer baru positif setelah hari ke 14, dan pada infeksi sekunder sudah positif pada hari ke 2. Oleh karena itu untuk lebih memastikan apakah infeksi Dengue itu primer atau sekunder - hal ini penting untuk mengantisipasi terjadinya DHF atau DSS , maka kedua kelas antibodi anti Dengue harus diperiksa secara bersamaan dari satu percontoh serum yang sama. Diagnosis Laboratoris Saat ini pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui infeksi virus Dengue dapat dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu isolasi dan identifikasi virus, deteksi antigen, dan tes serologi. Isolasi dan identifikasi virus mempunyai nilai ilmiah tertinggi karena penyebab infeksi dapat dipastikan15. Akan tetapi virus Dengue relatif labil terhadap suhu dan faktor-faktor fisiko kimiawi tertentu, dan masa viraemia sangat singkat sehingga keberhasilan cara ini sangat tergantung kepada kecepatan dan ketepatan pengambilan bahan, juga pengolahan dan pengirimannya. Isolasi dapat dilakukan pada nyamuk, biakan sel atau bayi mencit. Waktu yang diperlukan cukup lama yaitu 7 - 14 hari, sehingga tidak dapat digunakan untuk panduan terapi. Di samping itu biayanya relatif mahal dan hanya dapat dilakukan oleh laboratorium tertentu saja15,16,17. Deteksi antigen adalah mencari bagian tertentu dari virus Dengue yang menimbulkan penyakit baik yang berupa peptida ataupun asam nukleat. Metode yang digunakan bisa immunofluorecence, mmunoperoxydase, atau polymerase chain reaction ( PCR ). Dua metode yang disebut pertama biasanya tidak cukup sensitif untuk mendeteksi jumlah antigen yang sangat sedikit di dalam sirkulasi. Kedua tes ini lebih sering digunakan untuk mendeteksi antigen di jaringan pada penelitian post mortem. Metode PCR lebih sensitif karena dapat

Pada infeksi primer, pemeriksaan hari ke 5 akan memperlihatkan antibodi Ig M positif ( + ) dan antibodi Ig G negatif ( - ). Pada infeksi sekunder, pemeriksaan hari ke 2 akan memperlihatkan antibodi Ig M negatif ( - ) dan antibodi Ig G positif ( + ); sedangkan pemeriksaan hari ke 5 akan memperlihatkan hasil positif dari kedua kelas antibodi tersebut. mendeteksi antigen yang sangat sedikit dalam darah dan dalam waktu yang relatif singkat. Viremia yang terjadi dalam waktu singkat sebelum antibodi terbentuk sudah dapat diketahui14. Metode reverse transcription PCR sangat sensitif dan spesifik sekali dan dapat mendeteksi viremia oleh virus Dengue pada hari kedua demam2,8,20. Akan tetapi karena hanya laboratorium tertentu saja yang dapat melakukan metode diagnosis molekular ini dan juga biayanya amat mahal, sulit untuk dijadikan panduan terapi bagi semua kasus yang menyangkut masyarakat luas. Tes serologi merupakan jenis pemeriksaan yang paling sering dilakukan. Uji serologis yang klasik adalah uji hambatan hemaglutinasi, uji pengikatan komplemen dan uji netralisasi15,16. Uji yang lebih modern adalah enzyme linked immunosorbent assay ( ELISA ), immunoblot dan immunochromatography. Diantara uji klasik, uji netralisasi sebenarnya merupakan uji yang terbaik, akan tetapi tekniknya sulit sehingga jarang dipakai. Uji hambatan hemaglutinasi dan uji pengikatan komplemen lebih mudah dilakukan tetapi lebih tidak spesifik. Hasil yang positif hanya menunjukkan bahwa pasien sedang atau baru saja terinfeksi oleh Flaviviridae dan tidak dapat memastikan apakah penyebabnya virus Dengue, apalagi serotipe tertentu. Hal ini disebabkan oleh adanya reaksi silang antara anggota Flavivridae dan antar tipe virus Dengue15,16. WHO pernah
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 84

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

menggunakan uji hambatan hemaglutinasi sebagai standar untuk mengklasifikasikan respons antibodi menjadi respons primer ( infeksi primer ), respons sekunder (infeksi sekunder ) dan bukan Dengue. Untuk itu diperlukan pengambilan bahan paling sedikit dua kali yaitu serum fase akut dan serum fase

konvalesens ( menjelang pasien pulang ) dengan jarak minimal 7 hari. Oleh karena itu tes ini agak sulit untuk digunakan serbagai panduan pemberian terapi pada kasus-kasus yang meragukan. Berikut ini adalah bagan interpretasi menurut WHO dengan menggunakan uji hambatan hemaglutinasi.

Interval Serum I-II 7 hari Apapun < 7 hari Apapun 7 hari < 7 hari Hanya

Kenaikan titer

Titer serum II 1 : 1280 1 : 1560 1 : 1280 1 : 2560 1 : 1280 1 : 1280 1 : 1280

Kesimpulan

4x 4x 4x Tak ada Takada Tak ada 1 serum

Infeksi primer Infeksi sekunder Infeksi primer, atau sekunder Mungkin infeksi sekunder Bukan dengue Tak ada kesimpulan Tak ada kesimpulan

Interpretasi menurut standar WHO ( 1986 )

Untuk diagnosis cepat pada fase akut sehingga dapat dijadikan panduan terapi telah dikembangkan metode ELISA, immunoblot dan immuno3,7,12,13 chromatography . Metode ELISA biasanya menggunakan plat yang dilapisi antibodi poliklonal yang umumnya diperoleh dengan menyuntik virus Dengue pada mencit dan diambil serumnya. Antibodi ini akan menangkap

antigen Dengue baik dalam bentuk kompleks dengan antibodi ( Ig M atau Ig G ) atau sendiri, tanpa ikatan apa-apa. Ig M atau Ig G yang tertangkap akan dideteksi dengan anti human Ig M dari serum kelinci yang telah dilabel dengan enzim. Keberadaan enzim tersebut akan diperlihatkan dengan menggunakan sistem substrat-kromogen.

Gambar 3 . Skema reaksi ELISA untuk deteksi kompleks Ig M - anti Dengue Sumber : Soebandrio A. Perkembangan Pemeriksaan Serologi untuk Konfirmasi Infeksi Dengue Bagian Mikrobiologi FKUI. Mikrobiologi Klinik Indonesia, hal. 82, 1988.
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 85

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

Untuk mendeteksi adanya Ig M anti Dengue yang bebas ( bukan dalam bentuk kompleks antigen-antibodi ), dibuat dengan sedikit modifikasi. Plat ELISA dilapisi antigen virus Dengue. Serum pasien yang diperiksa, apabila mengandung Ig M atau Ig G, akan

berikatan dengan antigen tersebut. Ig M atau Ig G yang terikat tadi akan dideteksi dengan menggunakan anti human Ig M / Ig G dari serum kelinci yang telah dilabel dengan enzim, yang kemudian diperlihatkan dengan sistem substrat kromogen.

Gambar 4. Skema reaksi ELISA untuk deteksi Ig M anti Dengue Sumber: Soebandrio A. Perkembangan Pemeriksaan Serologi untuk Konfirmasi Infeksi Dengue di Bagian Mikrobiologi FKUI. Mikrobiologi Klinik Indonesia, hal.83.,1988. Immunoblot, merupakan pengembangan dari ELISA agar lebih praktis, di mana plat ELISA diganti dengan kertas nitroselulose yang telah di blot dengan antigen virus. Di pasaran telah tersedia Dengue Blot Ig G dan Dengue Blot Ig M. Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan dengan Dengue Blot antara 3 jam sampai semalaman, dengan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi dibandingkan dengan uji hambatan hemaglutinasi3,12. Belakangan ini telah makin dikembangkan lagi metode diagnostik serologis dari infeksi Dengue, terutama dalam hal kecepatan dan kepraktisannya; yaitu dengan metode immunochromatography terhadap Ig G dan Ig M anti Dengue7,13 Serum pasien yang tersangka terinfeksi virus Dengue, yang mungkin mengandung Ig M atau Ig G anti Dengue, akan diikat secara spesifik oleh anti human Ig M atau Ig G yang dalam hal ini berperan sebagai fase padat pada membran nitroselulose. Antibodi Ig M atau Ig G dari serum akan bereaksi pula dengan suatu kompleks yang terdiri dari antigen Dengue dan gold labelled anti Dengue monoclonal antibody; yang kemudian akan memberi tanda perubahan warna.

J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2

86

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

Gambar 5. Skema reaksi immunochromatography Sumber: Petunjuk Kerja Pan Bio Dengue Fever Rapid, hal.4. Penelitian terhadap tes ini, dibandingkan dengan uji hambatam hemaglutinasi dan ELISA menunjukkan sensitivitas tinggi ( 99%) untuk diagnosis infeksi Dengue, juga dalam membedakan infeksi primer dan infeksi sekunder. Spesifisitas
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 87

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

terhadap infeksi non flavivirus mencapai 96%7,13. Pemeriksaan metode ini dapat dilakukan sekaligus dalam satu kit reagens dan hanya memerlukan waktu sekitar 5 menit untuk mendapatkan hasil ada atau tidaknya antibodi Ig M dan Ig G anti Dengue. Pembahasan Diagnosis cepat terhadap ada atau tidaknya infeksi Dengue pada pasien yang menderita demam sangat penting karena menentukan prognosis penyakit. Penatalaksanaan suatu penyakit infeksi dimulai dengan diagnosis fisik dan hampir selalu dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang laboratorium. Pada infeksi Dengue pemeriksaan laboratorium selalu dilakukan. Dari sekian banyak tes laboratorium yang telah dikembangkan sejak sekitar tahun lima puluhan, baru pada sekitar tahun delapan puluhan ditemukan pemeriksaan yang lebih spesifik sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi bidang imunologi. Uji hambatan hemaglutinasi yang tidak spesifik dan tidak dapat memastikan diagnosis dalam stadium akut, diganti dengan uji yang berdasarkan atas reaksi langsung antigen-antibodi yang lebih spesifik, mulai dari metode ELISA lalu immunoblot dan terakhir immunochromatography. Di samping itu pengetahuan yang lebih lengkap mengenai respons imun terhadap virus Dengue memberikan sumbangan yang sangat penting dalam menyusun strategi pemeriksaan antibodi anti Dengue untuk mendapatkan ketepatan diagnosis, apakah infeksi primer, infeksi sekunder atau bukan Dengue. Dengan telah dipasarkannya metode immunochromatography terhadap infeksi Dengue yang cepat dan dapat sekaligus memeriksa antibodi Ig M dan Ig G maka kepastian diagnosis dapat ditegakkan pada stadium akut. Hal ini akan memudahkan antisipasi terhadap

terjadinya DHF sesuai dengan respons imun yang timbul terhadap virus Dengue. Sesuai pula dengan pola respons imun yang terjadi maka harus diperhatikan betul bahwa pemeriksaan akan lebih banyak artinya apabila dilakukan segera setelah hari ke 5 sakit. Pemeriksaan yang terlalu dini karena kekhawatiran yang berlebihan - dari para ibu - , akan memberikan hasil yang kurang informatif. Hal lain yang harus dipikirkan adalah biaya yang relatif masih agak mahal. Meskipun demikian apabila dibandingkan dengan metode immunoblot atau ELISA masih lebih murah. Apalagi bila dibandingkan dengan metode PCR, yang sangat tidak ekonomis. Akan tetapi metode immunochromatography tersebut masih memiliki kelemahan lain. Pertama, karena antibodi Ig M dapat bertahan selama 2 -3 bulan sedangkan antibodi Ig G dapat bertahan lebih lama lagi, maka pasien yang menderita demam bukan Dengue dalam waktu 2-3 bulan setelah mendapat infeksi Dengue, mungkin menunjukkan antibodi Ig M dan Ig G yang positif. Hal ini dapat menimbulkan keraguan. Untuk mengatasinya kita harus kembali kepada gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yang lain, terutama pemeriksaan hematologi. Patokan klinis WHO yaitu demam, manifestasi perdarahan, hepatomegali perlu ditambah dengan gejala-gejala ke arah ensefalitis, dan nyeri perut. Pemeriksaan trombosit yang hasilnya kurang dari 100.000 / l , kenaikan hematokrit lebih dari 20% (WHO), di samping leukositosis ringan atau leukopenia dengan limfositosis relatif, dan adanya limfosit plasma biru dalam gambaran darah tepi perlu dicurigai adanya infeksi Dengue17,19, juga adanya peningkatan SGOT dan SGPT. Kelemahan kedua, hasil positif palsu mungkin terjadi karena adanya reaksi dengan virus lain, meskipun hal ini jarang terjadi sesuai dengan spesifisitas yang tinggi sampai 96%7,13.
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 88

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

Dalam mengantisipasi kemungkinan kejadian luar biasa sekitar musim hujan dan dengan keadaan krisis moneter yang menimpa negara kita saat ini, nampaknya pemeriksaan immunochromatography masih dirasakan mahal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Di Puskesmas-puskesmas saat ini umumnya belum tersedia alat pemusing yang cepat untuk pemeriksaan mikrohematokrit yang merupakan pemeriksaan penting pada DHF. Upaya yang dapat dilakukan adalah melatih pemeriksaan yang dapat dilakukan di sarana pelayanan kesehatan seperti itu, yaitu pemeriksaan limfosit plasma biru - untuk memperkirakan infeksi Dengue; dan pemeriksaan hemoglobin cara Sahli - untuk memperkirakan nilai hematokrit, sesuai dengan yang dianjurkan oleh Soedarmo19 KESIMPULAN DAN SARAN Perkembangan pesat dalam bidang imunologi memberikan sumbangan yang besar sekali dalam mempelajari respons imun tubuh terhadap masuknya virus Dengue. Hal ini akan lebih memperjelas pengetahuan mengenai patogenesis DHF dengan segala efek buruknya. Di samping itu pengetahuan ini dapat dimanfaatkan untuk menyusun strategi penegakkan diagnosis yang tepat dan cepat, dan penatalaksanaan kelainan yang timbul, serta pembuatan vaksin yang sampai saat ini masih dalam tahap penelitian. Penegakkan diagnosis yang cepat dan tepat - sensitif dan spesifik - , akan memperbaiki prognosis karena penatalaksanaannya dapat dilakukan secara lebih dini dan lebih intensif, sehingga angka kematian bisa ditekan. Akan tetapi sesuai dengan pola respons imun terhadap virus Dengue, waktu pengambilan bahan pemeriksaan harus tepat - setelah 5 hari sakit - , jangan terlalu tergesa-gesa sehingga hasilnya meragukan; di samping itu apabila pengambilan bahan terjadi 2 - 3 bulan

setelah infeksi primer, untuk demam yang bukan disebabkan oleh virus Dengue, diperlukan keterampilan pemeriksaan klinis dan penafsiran pemeriksaan hematologi untuk menegakkan diagnosis yang pasti. Biaya yang relatif masih cukup mahal bagi sebagian besar masyarakat Indonesia untuk diagnosis cepat dengan immunochromatography, mengharuskan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang ada di perifer untuk lebih meningkatkan keterampilan klinis dalam menegakkan diagnosis DHF, dan mempersiapkan pemeriksaan laboratorium sederhana yang dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana.

DAFTAR PUSTAKA
1. Brown, J.L., et al. 1996 Rapid diagnosis and determination of duration of viraemia in dengue fever using a reverse transcriptase polymerase chain reaction. Trans R. Soc Trop Med Hyg, 90 ( 2 ) : 140 - 3. 2. Chow, V.T. 1997 Molecular diagnosis and epidemiology of Dengue virus infection. Ann Acad Med Singapore 1997; 26 ( 6 ) : 820 - 6.(2) 3. Fang, R., Sinniah, M., Kuen, L.S., 1992 Use of dengue blot in dengue diagnosis : the Malaysian experience. Malays J Pathol , 14 : 2, 117 - 20. 4. Frank, M.M., 1977 Complement and Kinin. In : Stites DP, Terr AI, Parslow TG, eds. Medical Immunology. Connecticut USA : Prentice Hall International Inc, 169 - 81. 5. Jensenius, M, Gundersen, S.G., Vene, S., Bruu, Al. 1997 Dengue fever imported to Norway. Serologically comfirmated cases 1991- 96. Tidsskr Nor Laegeforen , 117 : 29, 4230 - 3 6. Kasim, Y.A., 1982 Penanggulangan Demam Berdarah Dengue Berat di ICU Anak FKUI / RSCM Dalam : Demam Berdarah ed. Alatas H dkk , 79 - 92.
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 89

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Diagnososis cepat demam berdarah dengue

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

7. Lam, S.K., Devine, P.l.. 1998 Evaluation of capture ELISA and rapid immunochromatographic test for the detemination of Ig M and Ig G antibodies produced during dengue infection. Clin. Diagn. Virol, 10 ( 1 ) : 75 - 81. 8. Liu HS, Lin YL, Chen CC. Comparison of various methods of detection of different forms of dengue virus type 2 RNA in cultured cells. Acta Virol; 41 ( 6 ) : 317 - 24. 9. Monath, T.P., 1984 Viral Febrile Illness. In : Hunters Tropical Medicine 6 th ed. Saunders , 143 - 149 10. Pang, T., Hassan, H., Ramalingam, S. 1988 Demam Denggi dan Demam Denggi Berdarah, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia. 11. Parslow, T.G. 1997 The Immune Response. In : Stites DP, Terr AI, Parslow TG, eds. Medical Immunology. Connecticut USA : Prentice Hall International Inc, : 63 73. 12. Sang, C.T., Cuzzubbo, A.J., Devine, P.L. 1998 Evaluation of a cemmercial capture enzyme linked immunosorbent assay for detection of immunoglobulin M and G antibodies produced during dengue infection. Clinical Diagnostic Laboratory Immunology, 5 ( 1 ) : 7 - 10 13. Sang, C.T., Hoon, L.S., Cuzzubbo, A.J., Devine, P.L. 1998 Clinical evaluation of a rapid immunochromatographic test for the diagnosis of dengue virus infection. Clinical Diagnostic Laboratory Immunology, 5 ( 3 ) : 407 - 9. 14. Settah,S.G., Vernazza, P.L., Morant, R, Schulze, D. 1995 Imported Dengue fever in Switzerland - serological evidence for a hitherto unexpectedly high prevalence. Switweiz Med Wochenschr , 125 : 36, 1673 - 8. 15. Syahrurachman, A. 1988 Pemeriksaan laboratorium untuk Demam Berdarah Dengue.

Mikrobiologi Klinik Indonesia , 3 : 3, 76 - 80. 16. Soebandrio, A. 1988 Perkembangan Pemeriksaan Serologi untuk Konfirmasi infeksi Dengue di Bagian Mikrobiologi FKUI. Mikrobiologi Klinik Indonesia , 3 : 3, 81 - 83. 17. Soedarmo, Sumarmo Sunaryo Poorwo. 1983 Demam Berdarah dengue. Tesis Doktor, Jakarta FKUI. 18. Tatang, K.S., Susanto, I., Wulur, H., Ruspandji, T. 1992 Problematik diagnosis demam berdarah Dengue. Cermin Dunia Kedokteran , 81 : 44 -9. 19. Soedarmo, S.S.P. 1988 Demam Berdarah pada Anak UI - Press, 1988. 20. Vaughn, D.W., et al. 1997 Dengue in the early febrile phase : viremia and antibody response. J Infect Dis; 176 ( 2 ) : 322 - 30.

J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2

90

w
w

w
w

Anda mungkin juga menyukai