Anda di halaman 1dari 24

1.

Harga dan Daya Beli

1.1. IHK, NTP dan Inflasi Gambaran dari perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat melalui daya beli masyarakat, dimana salah satu indikatornya dalah dengan mengukur perubahan yang terjadi pada berbagai barang dan jasa. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa jika harga meningkat namun tidak diikuti oleh kenaikan pendapatan, maka akan menyebabkan daya beli menurun. Oleh karena itu, indikator perubahan harga berbagai barang dan jasa menjadi sangat penting dalam upaya penerpan kebijakan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum. Salah satu ukuran yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga adalah dengan menggunakan indeks harga konsumen (IHK). Di Provinsi Kep Riau, pengukuran indeks harga konsumen dilakukan di seluruh Kabupaten Kota. Namun output yang dihasilkan hanya meliputi IHK Kota Batam, IHK Kota Tanjungpinang, serta IHK wilayah perdesaan, suatu turunan dari indeks nilai tukar petani (NTP) yang diperoleh dari gabungan data harga seluruh kabupaten lainnya di wilayah Provinsi Kep Riau. Gambar 1.1. Perbandingan IHK Kota Batam dan Tanjungpinang, serta NTP Prov. Kepri, Januari 2012Maret 2013 (2007=100)
IHK 140.00 135.00 130.00 125.00 120.00 115.00 110.00 105.00 100.00 Jan Feb Mar Apr Mei Jun IHK Batam Jul Agust Sep Okt Nop Des IHK TPI NTP Kepri Jan Feb Mar

Berdasarkan gambar 1.1. dapat diketahui perkembangan IHK selama 15 bulan terakhir di Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan wilayah perdesaan di Provinsi Kep Riau. Terlihat bahwa sejak 2007, IHK Kota Batam hampir mencapai angka 130, di Kota Tanjungpinang telah mencapai lebih dari 135, sementara untuk indeks NTP tertinggi baru mencapai angka 105. Artinya, perubahan harga di Kota Tanjungpinang berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan Kota Batam. Sementara nilai NTP yang lebih besar dari 100 mengindikasikan bahwa petani relatif lebih sejahtera.

Gambar 1.2. Perbandingan Laju Inflasi Kota Batam dan Tanjungpinang, serta Inflasi Perdesaan Prov. Kepri, Januari 2012-Maret 2013 2.50 2.00

1.50
1.00 0.50 0.00 -0.50 -1.00 -1.50 Batam TPI Inflasi Perdesaan

Berdasarkan IHK tersebut dapat diperoleh indikator laju perubahan IHK yang lebih dikenal dengan nama inflasi. Berdasarkan gambar 1.2. tampak bahwa laju inflasi di wilayah Kota Tanjungpinang lebih volatile dibandingkan dengan Kota Batam maupun wilayah lain di Provinsi Kep. Riau. Adanya lonjakan inflasi pada bulan-bulan tertentu mengindikasikan adanya faktor musiman seperti pada bulan agustus 2012, serta Januari 2013. Harga di Kota Tanjungpinang meningkat sangat tinggi ketika lebaran dan tahun baru, sementara di Kota Batam, peningkatan sangat tinggi terjadi pada tahun ajaran baru dan tahun baru. Gambar 1.3. Perbandingan Inflasi Kota Batam dan Tanjungpinang Menurut Kelompok Komoditas Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013

10
8 6 4 2 0
5.08 9.23 5.77

5.27 4.23 3.02 2.46 1.86 0.95 3.27 2.87 2.92 2.65 1.20 0.65 3.18

Batam TPI

Jika ditinjau menurut jenis komoditas yang mengalami perubahan harga, dari gambar 1.3. terlihat bahwa laju inflasi tahunan YoY terbesar di Kota Batam dan Tanjungpinang terjadi pada kelompok bahan makanan. Sementara itu pada kelompok Pendidikan, rekreasi, dan Olahraga serta Transportasi, Komunikasi, dan jasa keuangan, Inflasi di Kota Batam lebih tinggi dibandingkan dengan Kota Tanjungpinang. Maka jelaslah bahwa karakteristik innflasi di kedua kota tersebut sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan makanan. Secara khusus dari gambar 1.4. dapat dilihat bahwa khusus pada komoditas bahan makanan tersebut inflasi di Kota Tanjungpinang meningkat sangat tinggi ketika lebaran dan tahun baru, sementara di kota batam, peningkatan tersebut dominan terjadi pada tahun baru. Gambar 1.4. Perbandingan Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kota Batam dan Tanjungpinang Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013
6.00 4.00 2.00 0.00 Mar Apr Mei Jun -2.00 -4.00 -6.00 Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar

Batam

TPI

Secara lebih khusus, jika kelompok bahan makanan tersebut dibagi menjadi lebih spesifik, ternyata dapat dilihat berdasarkan gambar 1.5. bahwa terdapat beberapa jenis komoditas yang mengalami perubahan harga paling tinggi selama periode Maret 2012-Maret 2013. Pada kelompok bahan makanan, inflasi di Kota Tanjungpinang meningkat sangat tinggi pada komoditas bumbubumbuan, buah-buahan, kacang-kacangan, ikan diawetkan, serta daging dan padi-padian & umbimbian. Sementara di batam, peningkatan sangat tinggi terjadi pada komoditas bumbu-bumbuan, buah-buahan, sayur-sayuran, serta ikan diawetkan. Yang menarik ketika harga komoditas sayursayuran meningkat sangat tinggi di Kota Batam, di Kota Tanjungpinang harganya justru mengalami penurunan cukup besar.

Gambar 1.5. Perbandingan Inflasi Beberapa Jenis Komoditas Kelompok Bahan Makanan Kota Batam dan Tanjungpinang Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013

Bumbu2an Buah2an Kacang2an Sayur2an Ikan Diawetkan Ikan Segar Daging Padi & Umbi -10 -5 0 5 10 15 20 Batam TPI

Sementara pada kelompok komoditas yang dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan pemerintah seperti sektor transportasi dan pendidikan, laju inflasi selama periode Maret 2012Maret 2013 tampak tidak mengalami gejolak yang cukup berarti. Hal ini dapat terlihat dari gambar 1.6. dimana selama periode tersebut terjadi dua kali peningkatan inflasi komoditas pendidikan di Kota Batam, yaitu pada saat tahun ajaran baru dan pasca lebaran. Sementara di Kota Tanjungpinang, inflasinya cenderung stabil. Pada saat yang sama, inflasi komoditas transportasi di Kota Batam mengalami peningkatan pada akhir tahun dan awal tahun 2012, kemungkinan merupakan dampak dari liburan tahun baru serta imlek. Gambar 1.6. Perbandingan Inflasi Komoditas Pendidikan dan Transportasi Kota Batam dan Tanjungpinang Maret 2012-Maret 2013
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 -0.50 -1.00 -1.50
Pendidikan (TPI) Transportasi (TPI) Pendidikan (Batam) Transportasi (Batam)

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agust Sep

Okt

Nop

Des

Jan

Feb

Mar

Dengan demikian jika dibandingkan, secara umum inflasi dapat dibagi pada kelompok makanan dan bukan makanan. Sebagaimana terlihat pada gambar 1.7. Pada Maret 2010, kelompok makanan di Kota Batam menyumbangkan andil inflasi sebesar 88 persen, sedangkan di Kotan Tanjungpinang andilnya mencapai 135 persen. Pada Maret 2013, kelompok makanan di Kota Batam menyumbangkan andil inflasi sebesar 56 persen, sedangkan di Kota Tanjungpinang andilnya mencapai 102 persen. Maka dapat disimpulkan bahwa peranan inflasi kelompok makanan di kedua kota tersebut pada bulan Maret tahun 2013 cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tiga tahun sebelumnya. Gambar 1.7. Perbandingan Andil Inflasi Kelompok Makanan dan Non Makanan di Kota Batam dan Kota Tanjungpinang

Batam
100% 80% 60% 40% 20% 88.00 0% Maret 2010 Makanan Maret 2013 Non Makanan -20% -40% 55.56 0% 100% 80% 60% 40% 20%

Tanjungpinang

135.71 Maret 2010 Makanan

102.30 Maret 2013 Non Makanan

Sementara untuk perubahan NTP, dapat dibagi menurut jenis sektor pertanian. Dengan menilik kepada wilayahnya yang didominasi oleh lautan, maka tentu jenis sektor pertanian yang paling penting peranannya adalah sektor perikanan. Dari gambar 1.8. terlihat bahwa Laju perubahan NTP Provinsi Kep Riau berfluktuasi mengikuti musim. Khusus pada sektor perikanan, ternyata laju perubahan indeks NTP berfluktuasi musiman, namun cenderung lebih stabil dibandingkan sektor pertanian lainnya. Sektor yang paling volatile adalah sektor tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Secara umum, laju peningkatan NTP terjadi pada pertengahan serta akhir tahun 2012. Sejalan dengan laju perubahan NTP, Inflasi perdesaan di Provinsi Kepulauan Riau terjadi mengikuti pola musiman. Sebagaimana terlihat pada gambar 1.9. Inflasi Perdesaan yang tinggi di Provinsi Kep Riau terjadi pada saat lebaran serta akhir tahun, sementara penurunan biasanya terjadi pada bulan april dan oktober.

Gambar 1.8. Laju Perubahan Indeks NTP Provinsi Kep. Riau Menurut Sektor Pertanian Maret 2012Maret 2013
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 -0.50 -1.00 -1.50 -2.00 umum TP Horti Perkebunan Peternakan Nelayan

Gambar 1.9. Laju Inflasi Perdesaan Provinsi Kep. Riau Menurut Sektor Pertanian Februari 2009Januari 2013
2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 Feb Apr Jun Agust Okt Des Feb Apr Jun Agust Okt Des Feb Apr Jun Agust Okt Des Feb Apr Jun Agust Okt Des

Pada periode Maret 2012-Maret 2013, inflasi Kota Batam serta Tanjungpinang relatif lebih rendah dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya. Jika dibandingkan dengan, kota-kota lain yang terdekat dan nasional, inflasi di Kota Batam memiliki laju inflasi tahunan paling rendah. Sementara di Kota Tanjungpinang, walaupun inflasinya cukup tinggi, namun masih berada di bawah angka nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa laju perubahan harga yang terjadi di kedau kota ini relatif lebih terkendali dibandingkan wilayah lainnya, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.10.

Gambar 1.10. Perbandingan Inflasi Kota Batam dan Tanjungpinang Serta Beberapa Kota Terdekat Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013
6.50 5.50 4.50 3.50 2.50 1.50 0.50 -0.50 Nasional 5.36 5.56 3.02 5.08 6.06 6.49 4.41

Namun demikian, jika ditinjau menurut laju inflasi bulanan terlihat bahwa Kota Tanjungpinang memiliki tingkat volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya (Gambar 1.11.). Hal ini mengindikasikan bahwa Kota Tanjungpinang relatif lebih rentan terhadap perubahan situasi ekonomi yang terjadi. Gambar 1.11. Perbandingan Laju Inflasi di Provinsi Kep. Riau, Provinsi Riau Serta Nasional Maret 2012-Maret 2013
2.50 2.00 1.50 PKU 1.00 0.50 0.00 Mar Apr Mei Jun -0.50 -1.00 -1.50 Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Dumai Batam TPI Nasional

Gambar 1.12. Perbandingan NTP Provinsi di Indonesia Bulan Maret 2012-Maret 2013
130 Mar '12 Mar '13

120

110

100

Jateng

NTB

NTT

Sulteng

Sultra

Sumbar

Lampung

Maluku

Jatim

Kalbar

Sumut

Banten

Sulut

DIY

Sulbar

Aceh

Jabar

Kalsel

Sumsel

Kalteng

Kaltim

Malut

Kepri

Sulsel

Babel

Berbeda dengan inflasi, perubahan NTP Provinsi Kep Riau yang diamati pada dua titik, Maret 2012 dan Maret 2013 tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti. Dari Gambar 1.12. dapat diketahui bahwa meskipun tidak sebesar wilayah sentra pertanian lain seperti Lampung, DIY, dan Sumsel, namun posisi petani di Provinsi Kep Riau relatif lebih sejahtera dibandingkan dengan tetangganya yang berada di Provinsi Jambi, Bangka Belitung, dan NTB.

1.2. Penyebab inflasi di Provinsi Kep Riau. Secara umum terdapat beberapa penyebab spesifik yang menjadi pemicu terjadinya inflasi di Provinsi Kep Riau. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika dan Dollar Singapura menjadi pemicu kenaikan harga pada komoditas import (imported inflation).Di lain pihak terdapat adanya peningkatan harga pada beberapa komoditas internasional. Namun salah satu faktor yang paling penting dan berpengaruh adalah ketergantungan terhadap wilayah lainnya, kondisi geografis serta iklim. Sebagian besar pasokan bahan makanan untuk Kepulauan Riau masih berasal dari luar wilayah, baik berasal dari domestik seperti dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Jawa; juga berasal dari luar negeri, terutama dari Singapura, Malaysia, Thailand dan China. Kondisi geografis Kepulauan Riau yang 95% wilayahnya merupakan laut, sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya gelombang laut. Ketika gelombang laut mengalami peningkatan, maka pasokan kebutuhan masyarakat ke Kepulauan Riau mengalami gangguan. Dari Gambar 1.13 terlihat bahwa

Gorontalo

Bengkulu

Papbar

Papua

Jambi

Riau

Bali

90

selama tahun 2007-2012 peningkatan maupun penurunan laju Inflasi di Kota Batam terjadi beberapa lag setelah terjadinya peningkatan pada kecepatan angin, yang berpotensi mengganggu kegiatan pelayaran antar pulau. Gambar 1.13. Laju Inflasi dan Kecepatan Angin di Kota Batam Tahun 2007-2012
25 2.50 2.00 Wind Velocity (Knot) 20 1.50 1.00 15 0.50 10 0.00 -0.50 5 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59 Wind Velocity (Knot) Inflasi (%) -1.00 INflasi (Persen)

Sementara jika memperhatikan indikator makroekonomi regional, ternyata perubahan suku bunga kredit serta deposito yang terjadi selama tahun 2009 sampai 2012 tidak terlihat memberikan dampak terhadap inflasi di Kota Batam (Gambar 1.14). Gambar 1.14. Perbandingan Suku Bunga Kredit dan Inflasi di Kota Batam Tahun Per Triwulan Tahun 2009-2012
14.00 12.00 10.00 0.40 8.00 0.20 6.00 4.00 0.00 -0.20 1.00 0.80 0.60

Suku Bunga Kredit (tertimbang)

Suku Bunga Dep 3 bln (tertimbang)

Laju Inflasi (m-t-m)*

Kota Batam dan Tanjungpinang sangat penting bagi dalam pengamatan inflasi mengingat fasilitas yang tersedia bagi pemantauan harga-harga relatif lebih lengkap dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Kepri. Sekitar 66 persen fasilitas toko modern di Provinsi Kep Riau terdapat di Kedua kota Ini (Gambar 1.15). Gambar 1.15. Perbandingan Jumlah Toko Modern di Provinsi Kep. Riau Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011
BATAM 28% 38% 4% BINTAN KARIMUN ANAMBAS LINGGA 3% 1% TANJUNG PINANG 16% 10% NATUNA

Dengan demikian, salah satu kebijakan yang dapat ditempuh untuk mengantisipasi lonjakan inflasi adalah dengan menyusun suatu sistem distribusi yang komprehensif, dimana konektifitas antara Provinsi Kepulauan Riau serta wilayah lainnya perlu mempertimbangkan pengaruh cuaca. Hal ini dpat dilakukan misalnya dengan menyediakan sarana perhubungan yang lebih baik untuk menghubungkan jalur distribusi barang dan jasa antara pulau. Selain itu kebijakan yang tidak kalah penting adalah dengan membangun pergudangan di Kota Batam yang dapat menampung berbagai komoditas rawan inflasi.

2. Kependudukan 2.1. Masalah Kependudukan Sebagai wilayah kepulauan, permasalahan kependudukan di wilayah Provinsi Kep Riau memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Pertama, laju pertumbuhan penduduk Provinsi Kep. Riau merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia. Selama tahun 2000-2010, laju pertumbuhan penduduk mencapai 4,99 persen. Khusus di Kota Batam laju pertumbuhan penduduk bahkan mencapai 7,64 persen. Yang kedua, terdapat pergeseran rasio jenis kelamin dari 98,85 pada tahun 2000 menjadi 105,23 pada tahun 2010, jika hal ini semakin melebar maka dikhawatirkan dapat membawa dampak sosial. Gambar 2.1. Perbandingan Proporsi Jumlah Penduduk Provinsi Kep. Riau Tahun 2010 dan Proyeksinya Tahun 2020 Menurut Kabupaten/Kota
TANJUNG PINANG 11% KARIMUN 13% BINTAN 9% NATUNA 4% TANJUNG PINANG 9% BINTAN 7% KARIMUN 10% NATUNA 4%

BATAM 56% KEP ANAMBAS 2% LINGGA 5%

BATAM 64% LINGGA 4% KEP ANAMBA S 2%

Masalah ketiga terkait dengan persebaran penduduk sangat tidak merata, pada tahun 2010 lebih dari 56 persen penduduk tinggal di Kota Batam, sementara masih banyak pulau-pulau terutama di daerah perbatasan yang tidak berpenghuni (Gambar 2.1). Hal ini menimbulkan adanya penumpukan permasalahan di Kota Batam, sementara wilayah lainnya yang tidak berpenghuni menjadi rawan dari segi keamanan dan politik. Apa lagi mengingat posisi Provinsi Kep Riau segaia wilayah perbatasan. Namun demikian, upaya pemekaran wilayah serta masuknya investasi ke berbagai daerah di Provinsi Kepulauan Riau cukup berhasil dalam meningkatkan persebaran penduduk. Masalah keempat terkait dengan perbandingan jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan sangat timpang, jumlah penduduk wilayah perkotaan mencapai mencapai 82 persen, sementara di

wilayah perdesaan hanya 18 persen saja. Namun tidak hanya itu saja, Pada tahun 2010, lebih dari 69 persen penduduk kepri merupakan mereka yang melakukan migrasi seumur hidup, sementara 18 persen diantaranya merupakan penduduk yang melakukan migrasi risen. Cukup banyak pendatang yang berasal dari TKI yang telah habis izin tinggalnya dan tidak kembali ke daerah asal. Sebagian besar TKI tersebut memiliki pendidikan yang rendah sehingga dikhawatirkan tidak dapat tertampung dalam dunia kerja. Sampai dengan tahun 2010, upaya pengendalian penduduk di Kota Batam dilakukan dengan membatasi jumlah penduduk tanpa pekerjaan yang datang di berbagai pintu masuk. Saat ini kebijakan tersebut telah dicabut, namun arah kebijakan dirubah kepada program KB. Selain itu dilakukan upaya pemulangan TKI terlantar di Kota Batam dan Tanjungpinang untuk mengurangi beban daerah 2.2. Struktur Kependudukan Sebagai konsekuensi dari berbagai permasalahan kependudukan diatas, struktur penduduk Provinsi Kep Riau didominasi oleh penduduk usia dewasa. Jumlah penduduk Provinsi Kep Riau terbesar berada usia 25-29 tahun. Tingginya penduduk pada usia tersebut diimbangi oleh jumlah penduduk balita serta anak-anak. Pada 10 tahun mendatang, struktur ini diperkirakan akan menjadi suatu permasalahn tersendiri, dimana penduduk usia 20-29 tahun menurun, sementara jumlah penduduk usia 30-45 tahun meningkat. Padahal karakteristik Kota Batam yang bergantung pada sektor industri sangat memerlukan tenaga-tenaga muda sebagaimana pada gambar 2.2. Gambar 2.2. Perbandingan Piramida Penduduk Provinsi Kep. Riau Tahun 2010 dan Proyeksinya Tahun 2020

Komposisi kependudukan membawa dampak terhadap angka ketergantungan (Dependency Ratio). Pada tahun 2010, Dependency Ratio penduduk Provinsi Kep Riau sebesar 45,7 persen artinya terdapat 45 orang tanggungan untuk setiap 100 orang penduduk usia produktif. Namun demikian, tanggungan penduduk usia muda lebih besar dibandingkan dengan usia tua. Jika dikaitkan dengan Bonus Demografi, maka saat ini Provinsi Kep Riau sedang mengalaminya, dan baru akan berulang kembali pada 20-30 tahun mendatang, karena pada 10 tahun mendatang angak dependency ratio diperikrakan akan meningkat menjadi 50,88 persen. Tabel 2.1. Perbandingan Proporsi Dependency Ratio Provinsi Kep. Riau Tahun 2010 dan Proyeksinya Tahun 2020 Kelompok Umur (1) 0-14 15-64 65+ Dependency Ratio *) Angka Proyeksi Sumber: BPS Provinsi Kep Riau 2010 (2) 492.668 1.152.463 34.032 45,70 2020* (3) 748.971 1.604.623 67.416 50,88

2.3. Implikasi terhadap pendidikan dan lapangan kerja Perubahan yang terjadi pada struktur dan komposisi kependudukan, serta berbagai masalah yang mengikutinya membawa beberapa konsekuensi kebijakan yang harus ditempuh. Pertama Pemerintah daerah perlu meningkatkan kapasitas sekolah yang ada, mengingat jumlah penduduk muda cukup banyak dan masih terus meningkat dengan cepat. Pemerintah daerah juga perlu mulai mempersiapkan fasilitas sosial dan kesehatan bagi penduduk dewasa, yang pada 20-30 tahun mendatang akan bergerak menjadi penduduk tua. Angka ketergantungan yang diperkirakan terus meningkat membawa impilkasi bagi perlunya meningkatkan pendapatan penduduk, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor industri

3. Ekonomi 3.1. Struktur ekonomi Berbicara mengenai perekonomian Provinsi Kep Riau, tidak dapat terlepas dari perekonomian Kota Batam dan Tanjungpinang. Peranan kedua wilayah tersebut dalam perekonomian Provinsi Kep Riau sangat vital, dimana Kota Batam merupakan penyumbang terbesar pembentukan PDRB Provinsi Kep Riau, sementara Kota Tanjungpinang berada di posisi kedua. Secara bersama-sama, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang menyumbangkan lebih dari 77 persen PDRB Provinsi Kep Riau Tahun 2011. Gambar 3.1. Distribusi PDRB Provinsi Kep Riau Menurut Kabupaten Kota
ANAMBAS 4% KARIMUN BINTAN 6% 6%

NATUNA 6%

TANJUNGPINANG 8%

LINGGA 1% BATAM 69%

Perekonomian Provinsi Kepri didominasi oleh sektor industri pengolahan serta perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini cukup wajar mengingat secara geografis Provinsi Kepri dapat dikatakan tidak memiliki potensi pertanian, namun berada pada lokasi yang sangat strategis di jalur perdagangan internasional. Peranan sektor industri pengolahan meningkat dari 47 persen pada tahun 2004, menjadi 50 persen pada tahun 2012. Sejalan dengan share PDRB menurut Kabupaten Kota, Peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi Kep Riau didominasi oleh industri yang berada di Kota Batam (Gambar 3.3).

Gambar 3.2. Struktur Perekonomian Provinsi Kep. Riau Tahun 2004 dan 2012

2004
Keuangan, Persewaan dan Jasa Pengangkutan 5% dan Komunikasi 4% Perdagangan, Hotel dan restoran 22% Industri Pengolahan 47% Bangunan 4% Listrik, gas dan Air 0% Jasa 2% Pertanian 6% Pertambangan & penggalian 10%

2012
Keuangan, Persewaan Pengangkuta dan Jasa 5% n dan Komunikasi 5% Perdagangan, Hotel dan restoran 24% Industri Pengolahan 50% Jasa 2% Pertanian 4% Pertambanga n& penggalian 5%

Bangunan 5% Listrik, gas dan Air 0%

Gambar 3.3. Struktur Perekonomian Kota Batam Tahun 2001-2011 (Persen)

3.2. Pembentuk Pertumbuhan ekonomi, Peluang dan Tantangan Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau masih didorong oleh dua sektor utama, yaitu Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Pada triwulan IV2012 sektor konsumsi masih menjadi pendorong utama pertumbuhan perekonomian Kepulauan Riau. Namun demikian pertumbuhan investasi serta kinerja ekspor melambat akibat terpengaruh krisis global. Pada sisi sektoral, peningkatan pertumbuhan perekonomian dimotori oleh peningkatan pada Sektor Industri Pengolahan; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; serta Sektor Bangunan. Berdasarkan kontribusinya, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) masih menjadi penopang utama pertumbuhan perekonomian Kepulauan Riau. Gambar 3.4. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepri Menurut Sektor Tahun 2011-2012
Jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel dan restoran Bangunan Listrik, gas dan Air Industri Pengolahan Pertambangan & penggalian Pertanian

2012 2011 0 5 10 15

Dari sisi industri kapal (shipyard), masih belum membaiknya kondisi perekonomian global, memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri kapal (shipyard). Peningkatan aktivitas usaha pada Subsektor Perdagangan diperkirakan terkait dengan peningkatan aktivitas masyarakat yang terkonfirmasi melalui peningkatan konsumsi masyarakat, terutama untuk komoditas non makanan. Selain itu, peningkatan kunjungan wisatawan yang terkait dengan penyelenggaraan aktivitas rapat dan pameran (MICE), menjadi faktor pendorong peningkatan sektor ini.

Tabel 3.1. PDRB Provinsi Kepri per Triwulan Menurut Sektor Tahun 2011-2012
2010 Tw1 (2) 441.823 525.933 5.141.518 51.267 467.230 Tw2 (3) 448.431 533.320 5.139.084 53.809 478.441 2.349.449 452.922 476.994 233.201 Tw3 (4) 452.716 538.038 5.216.338 54.816 487.432 2.370.772 456.009 479.304 235.060 Tw4 (5) 456.743 526.062 2011 Tw1 (6) 458.431 527.355 Tw2 (7) 467.910 530.359 Tw3 (8) 472.057 537.782 Tw4 (9) 472.463 544.886 2012 Tw1 (10) 471.147 551.798 Tw2 (11) 479.412 567.534 Tw3 (12) 486.565 578.217 Tw4 (13) 487.620 587.714

Sektor Ekonomi (1) Pertanian Pertambangan & penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan Air Bangunan

5.386.930 5.369.613 5.622.724 57.923 497.924 59.283 507.284 61.500 526.624

5.576.097 5.671.119 63.006 539.984 64.430 550.552

5.751.080 5.907.549 65.837 563.127 65.873 588.130

5.991.028 6.160.098 66.509 597.014 67.500 621.638

Perdagangan, Hotel dan restoran2.287.111 Pengangkutan dan Komunikasi 447.459 Keuangan, Persewaan dan Jasa 472.076 Jasa PDRB adh Konstan Pertumbuhan 229.686

2.445.370 2.449.967 2.488.793 472.937 492.651 241.581 484.364 500.990 244.818 495.111 507.842 249.459

2.547.704 2.628.573 510.009 516.960 255.964 521.439 524.633 259.739

2.673.460 2.761.802 528.060 539.847 264.186 540.423 551.262 271.318

2.855.101 2.959.343 550.130 562.205 275.118 561.388 574.513 281.137

10.064.103 10.165.650 10.290.486 10.578.120 10.602.105 10.950.322 11.019.564 11.237.836 11.408.541 11.733.303 11.961.888 12.300.951 9.24% 7.43% 6.16% 6,27% 5,35% 7,77% 7,10% 6,34% 7,61% 7,15% 8,55% 9,46%

Sumber: BI Batam Pertumbuhan ekonomi triwulanan Provinsi Kep Riau pada periode 2010-2012 tumbuh rata-rata 7,29 persen Pertumbuhan paling rendah terjadi pada triwulan 1 -2011, sementara yang tertinggi terjadi pada triwulan 4-2012, dengan tren yang cenderung meningkat Tetap tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian Provinsi Kep Riau tidak terlalu terpengaruh dengan adanya dampak lanjutan krisis global akibat isu Fiscal Cliff di Amerika Serikat serta menurunnya pertumbuhan ekonomi Cina dan Jepang

Gambar 3.5. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepri Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008-2011
ANAMBAS TANJUNGPINANG BATAM LINGGA NATUNA BINTAN KARIMUN 2.00 4.00 6.00 8.00 2011 2009

Secara umum jika ditinjau menurut wilayah, perekonomian Kota Batam, Tanjungpinang, Bintan, dan Karimun pasca perberlakuan KEK mengalami akselerasi dibandingkan sebelum KEK. Pemberlakuan MP3EI bagi Kota Batam, Kabupaten Bintan, dan Karimun diperkirakan akan memicu pertumbuhan pada sektor industri pengolahan, khususnya di bidang Shipyard. Hal ini seiring dengan rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Sauh dengan rencana potensi penerimaan transhipping cargo dari jalur Selat Malaka sebesar 4 juta TEUs (Twenty Feet Equivalent Units) pada awal operasinya. Saat ini jumlah shipyard di Batam tercatat sebanyak 76 perusahaan. Kebanyakan dari industri itu memiliki pelabuhan sendiri dengan status Pelabuhan Khusus (Pelsus) untuk memasukkan barang-barang kebutuhan perusahaan.

3.3. Ketenagakerjaan Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau yang cukup tinggi berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja yang tercermin dari penurunan tingkat pengangguran. Peningkatan jumlah angkatan kerja yang bekerja tersebut dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk yang bekerja di sektor wiraswasta. Struktur tenaga kerja di Provinsi Kepulauan Riau relatif tetap, dimana Sektor Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi menjadi sektor yang dominan dalam struktur tenaga kerja di Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan data BPS Kepulauan Riau, jumlah angkatan kerja sampai dengan Agustus 2012 mencapai 871.365 orang, sementara jumlah penduduk yang bekerja adalah sebesar 824.567 orang. Sedangkan jumlah penduduk yang tidak bekerja/pengangguran terbuka tercatat sebanyak 46.798 orang sehingga secara prosentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat sebesar 5,37%. Penurunan TPT tersebut juga menunjukkan daya serap dunia usaha terhadap tenaga kerja

mengalami peningkatan. Tingkat partisipasi kerja penduduk Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan Agustus 2012 tercatat 66,25%. Menurut data BPS Provinsi Kepulauan Riau, tenaga kerja sektor industri di Kepulauan Riau mengalami peningkatan menjadi 194.223 orang. Pada saat yang sama Sektor Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi mengalami penurunan dari 248.001 orang pada Februari 2012 menjadi 226.134 orang pada Agustus 2012. Sementara itu, struktur tenaga kerja menurut status pekerjaan utama relatif tidak terjadi perubahan yang besar. Buruh/Karyawan/Pegawai masih menjadi pangsa terbesar dalam angkatan kerja di Kepulauan Riau pada Agustus 2012 yang tercatat 539.041 orang atau sebesar 65,40%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan Februari 2012 yang tercatat sebesar 527.347 orang. Sementara itu status pekerjaan utama terbesar kedua adalah berusaha sendiri sebanyak 150.872 orang dengan pangsa 18,30% turun dibandingkan dengan semester sebelumnya. Dengan karakteristik tersebut, tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Kep Riau salah satunya akan ditentukan oleh tingkat upah yang diterima oleh para pekerja industri pengolahan. Pertumbuhan UMK di Kota Batam sebagai sentra industri terbesar pada periode 2010-2013 tercatat rata-rata sebesar 19,21 persen. Secara rata-rata, angka ini telah memenuhi 99,46 persen dari kebutuhan hidup layak (KHL), dan relatif selalu lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi tahunan Kota Batam Tabel 3.2. Perkembangan KHL dan UMK Kota Batam 2010-2013
Tahun (1) KHL (2) 1.275.829 1.280.960 1.302.992 1.835.652 UMK (3) 1.110.000 1.180.000 1.402.000 2.040.000 Rasio UMK thd KHL (%) (4) 87,00 92,12 107,60 111,13 99,46 Pertumbuhan UMK (%) (5) 6,22 6,31 18,81 45,51 19,21

2010 2011
2012 2013 2010-2013

Rata-rata

Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kota Batam

4. Pembangunan Manusia Berbagai pergeseran dalam kebijaksanaan pembangunan menyebabkan pengukuran terhadap berbagai hasil pembangunan yang ada harus disesuaikan. Kebutuhan untuk melihat fenomena dan masalah dalam perspektif waktu dan tempat kadang menuntut adanya ukuran baku. Upaya untuk mengangkat manusia sebagai tujuan utama pembangunan, sebenarnya telah muncul dengan munculnya konsep basic need development. Paradigma ini mengukur keberhasilan pembangunan dengan menggunakan Indeks Mutu Hidup/Physical Quality of Life Index (IMH/PQLI), yang menggunakan tiga parameter yaitu angka kematian bayi, angka harapan hidup umur satu tahun dan tingkat melek huruf. Grafik 4.1. Perbandingan Angka Harapan Hidup Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 20022011
72.00 71.00 70.00 Kep Riau 69.00 68.00 67.00 66.00 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Riau Nasional

Dari sudut pandang pembangunan kualitas kesehatan masyarakat, selama sepuluh tahun terakhir Angka Harapan Hidup Provinsi Kep Riau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,13 tahun, setiap tahunnya. Dibandingkan dengan tetangga terdekat seperti Provinsi Riau, Angka Harapan Hidup Provinsi Kep Riau masih tertinggal cukup jauh, namun pencapaiannya berada diatas angka nasional. Tabel 4.1. Pencapaian Angka Partisipasi Sekolah Prov. Kep. Riau Tahun 2010 (Persen)
Realisasi Tahun 2011 Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup 113,8 8,35 2012 150 19 2013 125 18 Rencana (RPJM)

Sementara untuk peningkatan kualitas pendidikan, selama sepuluh tahun terakhir Angka Melek Huruf Provinsi Kep Riau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,17 persen per tahun. Dibandingkan dengan tetangga terdekat seperti Provinsi Riau, Angka Melek Huruf Provinsi Kep Riau masih tertinggal, namun pencapaiannya berada jauh diatas angka nasional. Angka buta huruf tertinggi terdapat di Kab. Lingga dan Kab. Kep. Anambas, masing-masing 17,54 persen dan 12,58 persen. Dan yang paling rendah terdapat di Kota Batam dan kota Tanjung Pinang masing-masing 3,63 persen dan 4,59 persen. Grafik 4.2. Perbandingan Angka Melek Huruf Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional 2002-2011
100.00 98.00 96.00 Kep Riau 94.00 92.00 90.00 88.00 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Riau Nasional

Selama sepuluh tahun terakhir, Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Kep Riau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,35 tahun, setiap tahunnya. Dibandingkan dengan tetangga terdekat seperti Provinsi Riau, Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Kep Riau yang awalnya tertinggal kini berhasil meninggalkan Provinsi Riau dan nasional. Hal ini didukung oleh pencapaian angka partisipasi sekolah yang cukup baik (Tabel 4.2. dan 4.3.). Tabel 4.2. Pencapaian Angka Partisipasi Sekolah Prov. Kep. Riau Tahun 2010 (Persen) Kelompok Umur 7-12 L 94,57 Kota P 94,80 T 94,68 L 93,39 Desa P 94,09 T 93,73 84,23 52,60 L 94,33 88,55 55,86 K+D P 94,66 89,16 53,52 T 94,49 88,85 54,69

13-15 90,22 90,26 90,24 83,11 85,45 16-18 56,83 53,67 55,23 52,33 52,90 Sumber: BPS Prov Kep Riau, Sensus Penduduk 2010

Grafik 4.3. Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011
10.00 9.50 9.00 8.50 8.00 7.50 7.00 6.50 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Kep Riau Riau Nasional

Tabel 4.3. Pencapaian Indikator Pendidikan Prov. Kep. Riau Tahun 2011 (Persen)
Realisasi 2011 Rencana (RPJM) 2012 2013

Tahun PENDIDIKAN Angka Partisipasi Sekolah (APS) SD/MI SMP/MTs SMA/MA/SMK Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI SMP/MTs SMA/MA/SMK

99,03 103,35 67,47

97,9 99,1 63

98 99,3 63,2

103,25 98,75 72,20

103,8 96,3 64

104 96,7 66

Sumber: Musrenbang Prov. Kep Riau Tahun 2012 Selanjutnya dari sisi daya beli masyarakat, selama sepuluh tahun terakhir, Purchasing Power Parity Provinsi Kep Riau mengalami peningkatan rata-rata sebesar Rp 6.018,-, per tahunnya. Dibandingkan dengan tetangga terdekat seperti Provinsi Riau, Purchasing Power Parity Provinsi Kep Riau sedikit tertinggal, namun pencapaiannya berada diatas angka nasional

Grafik 4.4. Perbandingan Purchasing Power Parity Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011
660.00 650.00 640.00 630.00 Kep Riau 620.00 610.00 600.00 590.00 580.00 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Riau Nasional

Selama sepuluh tahun terakhir, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kep Riau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,05 poin, per tahunnya. Dibandingkan dengan tetangga terdekat seperti Provinsi Riau, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kep Riau sedikit tertinggal, namun pencapaiannya berada jauh diatas angka nasional. Grafik 4.5. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011
78.00 76.00 74.00 72.00 70.00 68.00 66.00 64.00 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Kep Riau Riau Nasional

Dari sisi percepatan pencapaian, Selama delapan tahun terakhir, Shortfall Reduction Pencapaian Indeks Pembangunan Provinsi Kep Riau menunjukkan adanya fluktuasi. Namun demikian secara umum perkembangan IPM Provinsi Kep Riau bergerak lebih cepat dibandingkan Provinsi Riau dan Nasional.

Grafik 4.6. Perbandingan Shortfall Reduction Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 Kep Riau Riau Nasional

Jika dari sisi kualitas hidup dasar, Provinsi Kep Riau telah menikmati pencapaian yang sangat baik, maka dalam hal kualitas aspirasi masyrakat yang diwujudkan dalam indeks demokrasi, pencapaian Provinsi Kep Riau sampai dengan tahun 2010 dapat dikatakan masih belum menggembirakan. Diukur melalui aspek kebebasan sipil, indeks demokrasi Provinsi Kep Riau berada pada peringkat 19 dari 33 provinsi. Sementara dari aspek hak-hak politik, indeks demokrasi Provinsi Kep riau malah hanya berada pada posisi 27 dari 33 provinsi. Yang sedikit cukup baik adalah dari keberdaan lembaga demokrasi, Provinsi Kepulauan Riau berada pada posisi 12 dari 33 provinsi. Dengan demikian secara keseluruhan Provinsi Kep Riau berada pada posisi 24 dari 33 Provinsi. Untuk itu diperlukan pembenahan dalam meningkatkan kualitas demokrasi di provinsi Kep Riau, salah satunya adalah dengan memebrikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk dapat berekspresi dan menyuarakan aspirasinya. Selain itu diperlukan penguatan dan edukasi hakhak politik masyarakat, agar dapat dihasilkan wakil-wakil rakyat yang lebih berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai