Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan lebih lanjut dapat terjadi gangguan kesadaran.1 Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia. 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, sisanya disebabkan oleh Salmonella paratyphi. Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun.2,3 Sebagian besar dari penderita (80%) yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM berumur di atas lima tahun.4 Di Indonesia demam tifoid masih merupakan penyakit endemik dengan angka kejadian yang masih tinggi. Angka kejadian demam tifoid di Indonesia diperkirakan 350-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun; atau kurang lebih sekitar 600.000 1,5 juta kasus setiap tahunnya. Diantara penyakit yang tergolong penyakit infeksi usus, demam tifoid menduduki urutan kedua setelah gastroenteritis. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM sejak tahun 1992 1996 tercatat 550 kasus demam tifoid yang dirawat dengan angka kematian antara 2,63 5,13%.5 Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C. Jika penyebabnya adalah Salmonella paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya. Untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi.6,7 Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Demam pada pasien demam tifoid disebut step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul indisius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-3 demam turun perlahan, kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak, maka demam akan menetap. Demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya8. Pada saat demam sudah tinggi pada kasus demam

tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat seperti kesadaran berkabut atau delirium, atau penurunan kesadaran.1 Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari, selama dalam masa inkubasi dapat ditemukan gejala prodromal. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental.1 Pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan juga banyak dijumpai meteorismus. Sembelit dapat merupakan gangguan gastrointestinal awal dan kemudian pada minggu kedua timbul diare. Diare hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit lebih jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat meningkat. Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi dengan bradikardia lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Roseola (bercak makulopapular) berwarna merah, ukuran 2-4 mm, dapat timbul pada kulit dada dan abdomen, ekstremitas, dan punggung, timbul pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua, ditemukan pada 40-80% penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang, namun malaise dan letargi menetap sampai 1-2 bulan.2,9,10 Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah baring sempurna seperti pada perawatan demam tifoid di masa lampau. Beberapa penelitian menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas maupun kuantitas ternyata dapat diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas selulose, menghindari makanan yang iritatif sifatnya. Penatalaksanaan demam tifoid adalah secara simtomatik dan kauastif. Secara simtomatik dapat diberikan antipiretik, serta antiemetik jika terdapat gejala-gejala seperti demam dan muntah. Secara kausatif dapat diberikan antibiotik yang sering digunakan antara lain kloramfenikol, tiamfenikol, ko-trimoxazol, ampisilin, amoksisilin, ceftriaxone, dan cefixime.11,12 Prognosis pasien Demam Tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang

adekuat, angka mortalitas <1%.13,14 Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, mortalitas pada penderita yang dirawat 6%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan yang meningkatkan kemungkinan komplikasi dan waktu pemulihan.15,16 Relaps dapat timbul beberapa kali. Risiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik dapat terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi umum. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedangkan 2% yang lain akan menjadi karier kronis.17,18 Berikut akan disajikan laporan kasus tentang demam tifoid pada anak dengan diare akut tanpa dehidrasi.

BAB II LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS Nama Umur Tanggal lahir Jenis Kelamin Berat Badan : L. R. : 1 tahun 2 bulan : 7 Agustus 2011 : Laki-Laki : 8,4 kg

Panjang Badan : 70 cm MRS : 31 Oktober 2012

ANAMNESIS Keluhan utama : Panas sejak 9 hari SMRS + BAB cair 5 kali/hari sejak 2 hari SMRS Penderita mengalami panas sejak 9 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas dialami naik turun. Panas turun jika diberikan obat penurun panas, kemudian panas naik lagi. Panas tidak turun sampai suhu normal, panas paling sering meningkat pada sore hari. Panas tinggi pada perabaan. Panas tidak disertai dengan kejang, menggigil, maupun perdarahan dari hidung dan gusi. Penderita juga mengalami BAB cair sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. BAB cair dialami kurang lebih 5 kali per hari. Volume BAB kurang lebih gelas Aqua. BAB cair berwarna kuning kehijauan, BAB cair disertai ampas, tidak ada darah, tidak ada lendir. Penderita juga sempat mengalami muntah setiap kali penderita makan atau minum, sekarang muntah sudah berkurang. Buang air kecil lancar seperti biasanya.

Nafsu makan berkurang, penderita masih mau minum. Penderita sudah sempat berobat ke tempat praktek dokter, tapi tidak mengalami perbaikan. Anamnesis antenatal : Pemeriksaan antenatal selama kehamilan teratur di puskesmas sebanyak 5 kali. Ibu diimunisasi tetanus toksoid sebanyak 1 kali. Riwayat penyakit sewaktu hamil disangkal. Pasien lahir secara spontan letak belakang kepala, ditolong oleh bidan, berat badan lahir 3800 gram.

Penyakit yang pernah dialami : Sebelum ini, penderita pernah mengalami batuk/pilek. Riwayat penyakit lain disangkal.

Kepandaian/kemajuan bayi: Pertama kali membalik tengkurap duduk merangkak berdiri berjalan tertawa berceloteh memanggil mama memanggil papa 3 3 5 7 8 9 2 3 9 8 bulan bulan bulan bulan bulan bulan bulan bulan bulan bulan

Anamnesis makanan terperinci sejak bayi sampai sekarang: ASI PASI Bubur susu : lahir 1 bulan : lahir 14 bulan : 3 bulan 6 bulan

Bubur saring : (-) Bubur halus : 8 bulan - sekarang

Nasi lembek : 1 tahun - sekarang

Riwayat imunisasi: BCG Polio DPT Campak Hepatitis : 1 kali : 3 kali : 3 kali : 1 kali : 3 kali

Riwayat Keluarga Ayah pasien berumur 28 tahun, pekerjaan petani dengan pendidikan terakhir SMA. Ibu berumur 22 tahun pekerjaan ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir SMA. Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.

Silsilah Keluarga

Keadaan sosial, ekonomi, kebiasaan, dan lingkungan Penderita tinggal di rumah beratap seng, dinding tripleks, lantai semen, jumlah kamar 2 buah, dihuni oleh 6 orang, 4 orang dewasa dan 2 orang anak. WC/KM terdapat di dalam rumah. Sumber air minum dari PAM. Sumber listrik dari PLN. Penanganan sampah dengan cara dibuang dan dibakar.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Gizi Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu badan : Tampak sakit : Compos Mentis : Baik : 90/60 mmHg : 100 x/menit, regular, teraba kuat. : 28 x/menit : 36,7 C

Kulit Warna Efloresensi Pigmentasi Jaringan parut Lapisan lemak Turgor Tonus Oedema Kepala Bentuk Rambut Ubun-ubun besar Mata Exophtalmus/Enophtalmus Tekanan bola mata Konjungtiva Sklera Refleks kornea Pupil Lensa Gerakan : -/: Normal pada perabaan : Anemis -/: Ikterik -/: Normal : Bulat, isokor, RC +/+, diameter 3mm/3mm : Jernih : Normal : datar : Mesocephal : Hitam, tidak mudah dicabut : Sawo matang : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Cukup : Kembali cepat : Eutoni : Tidak ada

Telinga : Sekret -/Hidung : Sekret -/Mulut Bibir Lidah Gigi Selaput mulut Gusi Bau pernapasan Tenggorokan Tonsil : T1-T1 hiperemis (-) Faring : Hiperemis (+) : Sianosis (-) : Beslag (+) : Caries (-) : Basah : Perdarahan (-) : Foetor (-)

Leher Trakea Kelenjar Kaku kuduk Lain-lain : Letak di tengah : Pembesaran (-) : (-) : (-)

Tanda-Tanda Dehidrasi UUB datar Mata cowong (+) Air mata (+) 9

Mukosa mulut basah Turgor kulit kembali cepat BAK (+)

Thorax Bentuk Rachitic rosary Ruang interkostal Precordial bulging Xiphosternum Harrisons groove Pernapasan paradoksal Retraksi : (-) : Simetris : (-) : Normal : (-) : Normal : (-) : (-)

Paru-paru: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Detik jantung Iktus cordis Batas kiri : 100 x/menit : Tidak tampak : Linea midklavikularis sinistra 10 : Simetris kiri = kanan, retraksi (-) : Stem fremitus kiri = kanan : Sonor kiri = kanan : Pernapasan bronkovesikular, rhonki -/- , wheezing -/-

Batas kanan Batas atas Bunyi jantung apex Bunyi jantung aorta

: Linea parasternalis dekstra : ICS II-III : M I > M2 : A1 > A2

Bunyi jantung pulmo : P1 < P2 Bising Abdomen Bentuk Lain-lain Hepar Lien Genitalia Kelenjar Anggota gerak Tulang-belulang Otot-otot Refleks-refleks : Datar, lemas, bising usus (+) meningkat : Nyeri tekan suprapubik (-), nyeri tekan epigastrium (+) : tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Laki-laki normal : Tidak ada pembesaran : Akral hangat, CRT 2 detik : Deformitas (-) : Eutrofi : Refleks fisiologis + + , Refleks patologis - + + - : (-)

Hasil laboratorium (15-6-2012): Hematokrit Hb Leukosit : 35,2 % : 11,5 g/dl : 8200/mm3

11

Eritrosit Trombosit Natrium Kalium Chlorida Malaria Anti-Salmonella typhi IgM (TUBEX)

: 4.720 x 103/mm3 : 535.000/ mm3 : 142 mEq/L : 4,0 mEq/L : 104 mEq/L : (-) : +6

RESUME MASUK Pasien laki-laki, umur 1 2/12 tahun, BB: 8,4 kg, TB: 70 cm, MRS 31 Oktober 2012, jam 20.15 WITA. Keluhan : Panas sejak 9 hari SMRS + BAB cair 5 kali/hari sejak 2 hari SMRS Keadaan Umum: Tampak sakit; Kesadaran: Compos Mentis TD: 90/60 mmhg Nadi : 100 x/menit RR : 28 x/menit SB: 36,7 Kepala : Conj. An.-/-, Skl. Ikt. -/-, PCH (-), beslag (+), pupil bulat isokor, RC+/+. UUB datar, mata cowong (+), air mata (+) mukosa mulut basah Toraks Cor Pulmo Abdomen : Simetris, retraksi (-) : Tidak ada kelainan : Suara pernapasan bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/: Datar, lemas BU (+) meningkat, nyeri tekan suprapubik (-) : Tidak teraba membesar

Hepar/Lien

Ekstremitas : Akral hangat, normal, CRT 2 detik Diagnosis sementara : Demam Tifoid + Diare Akut Tanpa Dehidrasi

Anjuran pemeriksaan : DL, DDR, Na, K, Cl, TUBEX.

12

FL, UL Perawatan dan pengobatan: Thiamicin Forte 4x1 cth Paracetamol 3 x 100 mg pulv Zinkid 1 x 20 mg Oralit 100 200 cc / BAB cair / muntah

FOLLOW UP 01-11-2012 (Perawatan hari 1) Keluhan: BAB cair 3x, ampas (+), warna kuning hijau, muntah (-) BAK (+), demam (-) TD: 110/60 mmHg N: 110x/menit R: 28x/menit S: 37,3 C KU: Tampak sakit Kes: Compos mentis

Kepala : Conj an -/-, Scl ikt -/-, PCH (-), Beslag (+) , UUB datar, mata cowong (-), air mata (+) mukosa mulut basah Thorax Cor : Simetris, retraksi (-) : Tidak ada kelainan

Pulmo : Sp. bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Datar, lemas, BU (+) meningkat, nyeri tekan suprapubik (-) : Tidak teraba membesar; turgor kembali cepat

Hepar / Lien

Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 Diagnosis Terapi : Demam tifoid + diare akut tanpa dehidrasi :

Thiamicin Forte 4x1 cth Paracetamol 3 x 100 mg pulv

13

Zinkid 1 x 20 mg Oralit 100 200 cc / BAB cair / muntah Pro : UL

Hasil FL 01/11/2012 Konsistensi Warna Darah Leukosit Eritrosit Telur cacing Bakteri Jamur : lembek : coklat : :+ ::: ++++ :-

2-11-2012 (Perawatan hari 2) Keluhan: BAB cair 4 kali, ampas (+) warna kuning, muntah (-) BAK (+) TD: 90/60 mmHg N: 114x/menit R: 32x/menit S: 36,5 C KU: Tampak sakit Kes: Compos mentis

Kepala : Conj an -/-, Scl ikt -/-, PCH (-), Beslag (-), UUB datar, mata cowong (-), air mata (+) mukosa mulut basah Thorax Cor : Simetris, retraksi (-) : Tidak ada kelainan

Pulmo : Sp. bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Datar, lemas, BU (+) normal, nyeri tekan suprapubik (-) 14

Hepar / Lien

: Tidak teraba membesar, turgor kembali cepat

Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 Diagnosis Terapi : Demam tifoid + Diare Akut Tanpa Dehidrasi :

Thiamicin Forte 4x1 cth Paracetamol 3 x 100 mg pulv Zinkid 1 x 20 mg Oralit 100 200 cc / BAB cair / muntah Pro : UL

Urinalisis: - Warna - Kekeruhan - Epitel - Eritrosit - Leukosit - Berat jenis - pH - Protein - Nitrit - Keton : Kuning muda : Jernih : 3 4/lpk : 0 1/lpb : 4 6/lpb : 1.015 :5 : Negatif : Negatif : Positif

3-11-2012 (Perawatan hari 3) Keluhan: demam (-), muntah (-), BAB cair 1x, ampas >>>, Intake baik TD: 90/60mmHg N: 114x/menit R: 32x/menit S: 36,9 C KU: Tampak sakit Kes: Compos mentis

Kepala : Conj an -/-, Scl ikt -/-, PCH (-), Beslag (-),UUB datar, mata cowong (-), air mata (+) mukosa mulut basah 15

Thorax Cor

: Simetris, retraksi (-) : Tidak ada kelainan

Pulmo : Sp. bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Datar, lemas, BU (+) normal, nyeri tekan suprapubik (-) : Tidak teraba membesar

Hepar/Lien

Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 Diagnosis Terapi : Demam tifoid + Diare Akut Tanpa Dehidrasi :

Thiamicin Forte 4x1 cth Paracetamol 3 x 100 mg pulv Zinkid 1 x 20 mg Oralit 100 200 cc / BAB cair / muntah

4-11-2012 (Perawatan hari 4) Keluhan: demam (-), muntah (-), Intake baik TD: 90/60mmHg N: 114x/menit R: 32x/menit S: 36,9 C KU: Tampak sakit Kes: Compos mentis

Kepala : Conj an -/-, Scl ikt -/-, PCH (-), Beslag (-),UUB datar, mata cowong (-), air mata (+) mukosa mulut basah Thorax Cor : Simetris, retraksi (-) : Tidak ada kelainan

Pulmo : Sp. bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Datar, lemas, BU (+) normal, nyeri tekan suprapubik (-) : Tidak teraba membesar

Hepar/Lien

16

Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 Diagnosis Terapi : Demam tifoid + Diare Akut Tanpa Dehidrasi :

Thiamicin Forte 4x1 cth Paracetamol 3 x 100 mg pulv Zinkid 1 x 20 mg Oralit 100 200 cc / BAB cair / muntah

05-11-2012 (Perawatan hari 5) Keluhan: demam (-), muntah (-), BAB cair (-) Intake baik TD: 90/60 mmHg N: 100x/menit R: 36x/menit S: 36.8 C KU: Tampak sakit Kes: Compos mentis

Kepala : Conj an -/-, Scl ikt -/-, PCH (-), Beslag (-),UUB datar, mata cowong (-), air mata (+) mukosa mulut basah Thorax Cor : Simetris, retraksi (-) : Tidak ada kelainan

Pulmo : Sp. bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Datar, lemas, BU (+) normal, nyeri tekan suprapubik (-) : Tidak teraba membesar

Hepar/Lien

Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 Diagnosis Terapi : Demam tifoid + Post Diare :

Thiamicin Forte 4x1 cth Paracetamol 3 x 100 mg pulv 17

Zinkid 1 x 20 mg Elkana Cl syr 3 x 1 cth Pro : Rawat Jalan

18

BAB III DISKUSI

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan lebih lanjut dapat terjadi gangguan kesadaran. Pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan asimptomatis. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi, namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran. Pada kasus khas terdapat demam remitten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga. Pada pasien ini, diagnosa demam tifoid dengan diare akut tanpa dehidrasi, ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien demam sejak 9 hari yang lalu. Demamnya bersifat remitten. Demam menjelang sore hari dan demam turun pagi harinya sehingga pasien dapat bersekolah pada pagi harinya (aktivitas pasien tidak terganggu). Demam disertai dengan gangguan pencernaan berupa mual dan muntah. Pasien sering jajan makanan dan minumam di luar rumah, yang tidak jelas kebersihannya. Hal ini sesuai dengan gejala-gejala klinis demam tifoid dimana terdapat demam dan gejala saluran pencernaan. Pasien juga mengeluh mengalami BAB cair sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. BAB cair dialami kurang lebih 5 kali per hari sehingga pasien didiagnosis dengan diare akut. Pada pasien ini pemerikasaan fisiknya ditemukan tanda-tanda vital dalam batas normal, keadaan umum yang sedang, tanpa gangguan kesadaran. Pada lidah pasien ditemukan kotor pada tengahnya dan hiperemis pada pinggirnya, tremor (+). Hal ini sesuai dengan pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada demam tifoid. Pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi, sehingga pasien juga didiagnosis dengan diare akut tanpa dehidrasi. Pemeriksaan penunjang pada pasien ini antara lain uji serologis anti Salmonella Typhi IgM (TUBEX). Pemeriksaan TUBEX dipilih karena tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif sederhana dan cepat. Pemeriksaan ini didasarkan pada ikatan 19

antibodi IgM spesifik Salmonella typhi pada LPS antigen Salmonella typhi. Hasil positif tes Tubex menunjukkan adanya infeksi Salmonella walaupun tidak dapat menunjukkan Salmonella grup D mana yang menjadi faktor kausatifnya. Infeksi Salmonella serotipe lainnya seperti Salmonella paratyphi A memberikan hasil yang negatif. Oleh sebab itu, tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu singkat.10,18 Pada pemeriksaan pertama saat pasien masuk didapati hasil TUBEX 2 atau diinterpretasikan sebagai negatif, sedangkan 2 hari kemudian setelah pemeriksaan TUBEX kembali didapati hasilnya 4 atau

diinterpretasikan sebagai adanya infeksi Salmonella yang aktif, hal ini dapat disebabkan oleh karena IgM antisalmonella baru akan terbentuk pada hari ke 5-6 sehingga hasil pemeriksaan pertama negatif sedangkan pada hasil pemeriksaan TUBEX yang kedua 3 hari setelah pemeriksaan pertama positif karena IgM antisalmonella telah terbentuk pada saat pemeriksaan. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk mengeliminasi malaria dari diagnosis banding yang ada. Pada pemeriksaan darah lengkap pada saat masuk tidak ditemukan adanya temuan bermakna. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan elektrolit darah karena berdasarkan anamnesis didapatkan adanya muntah-muntah sejak 2 hari yang lalu. Hasil pemeriksaan elektrolit ini tidak ada kelainan. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah secara simptomatik dan kausatif. Penatalaksanaan penderita dengan demam tifoid, terutama pada pasien ini dengan perawatan bed rest, pemberian diet yang lunak yang mudah dicerna dengan kalori dan protein yang cukup dan rendah serat. Penatalaksanaan simptomatik yaitu dengan parasetamol sebagai antipiretik untuk menghilangkan demam jika perlu. Pemberian zinc pada pasien ini bertujuan untuk membantu perbaikan serta melindungi sel-sel epitel usus. Penatalaksanaan kausatif dengan pemberian antibiotik yaitu thiamicin forte (tiamfenikol) oral. Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol karena susunan kimianya hampir sama dan hanya berbeda pada gugusan R-nya, dan komplikasi gangguan hematologi pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dilaporkan dibandingkan dengan kloramfenikol.1,2 Selain itu, penderita demam tifoid juga dianjurkan untuk tidak makan-makanan yang mengandung selulosa dan bersifat iritatif.

20

Prognosis pasien Demam Tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, mortalitas pada penderita yang dirawat 6%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan yang meningkatkan kemungkinan komplikasi dan waktu pemulihan.18 Pada pasien ini prognosisnya baik karena tidak adanya komplikasi dari demam tifoid dan adanya penanganan yang baik serta tepat.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi dan penyakit tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia: h.367-75. 2. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak, ed 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008: h.46-62. 3. Pusponegoro HD, dkk. Standar pelayanan medis kesehatan anak, ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004: h.91-4. 4. Hassan R, dkk. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2, ed 11. Jakarta : Percetakan Infomedika, 2005: h.592-600. 5. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI, 2002:367-75. 6. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43. 7. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics, 18th ed. Philadelphia, 2007: p.1186-1190. 8. Partini P. Tritanu dan Asti Proborini. Demam Tifoid. Pediatrics Update. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003: h.37-43. 9. Hartoyo E, Yunanto A, Budiarti L. UJi sensitivitas salmonella typhi terhadap berbagai antibiotik di bagian anak RSUD Ulin Banjarmasin. Sari Pediatri. September 2006;8(2):118-121. 10. Concise Reviews of Pediatrics Infectious Diseases. Management of Typhoid Fever in Children. February 2002: p.157-159. 11. Tumbelaka AR. Tata laksana terkini demam tifoid pada anak. Simposium Infeksi Pediatri Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur. Malang : IDAI Jawa Timur, 2005, hal.37-50. 12. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatrics diagnosis & treatment., 18th ed. USA, 2007: p.279, 1184-5. 13. Hadinegoro SRS, Tumbelaka AR, Satari HI. Pengobatan Cefixime pada Demam Tifoid Anak. Sari Pediatri. 2001;2(4):182-7.

22

14. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB. Pedoman imunisasi di Indonesia, ed 2. Jakarta : Badan Penerbit Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005: h.173-4. 15. Retnosari S, Tumbelaka AR. Pendekatan diagnostik serologik dan pelacak antigen salmonella typhi. Sari Pediatri. 2000;2(2):90-5. 16. World Health Organization. Backgroud Document: The Diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever. Geneva: WHO, 2003. Available from: http://www.who.int/vaccines-documents/ (Updated 2003, cited : 2009 August 5th). 17. Zulkarnain I. Patogenesis demam tifoid. Jakarta : Pusat informasi & penerbitan bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000: h.3-5. 18. Brusch JL, Garvey T. Penyakit tipus fever. Available from : http://www.medscape.com/files/public/blank.htm (updated 2008 December 3rd, cited : 2009 July 28th).

23

Anda mungkin juga menyukai