Anda di halaman 1dari 14

Racik Meracik Ilmu

Blog ini sengaja aku buat, untuk mengisi kekosongan waktu, menyalurkan hobby,mengarsipkan Makalah-makalah sekalian bermain-mainlah,,,, semoga bermanfaat @ _ @

Calender Masehi Hijriah

Kerajaan Islam di Sumatera

A.Kerajaan Perlak Perlak adalah sebuah daerah yang terletak di Aceh Timur atau Perlak adalah nama suatu daerah di wilayah Aceh Timur yang banyak ditumbuhi kayu atau Perlak berasal dari kata Peureulak adalah suatu daerah di wilayah Aceh Timur yang banyak ditumbuhi Kayei Peureulak. Sehingga wilayah ini banyak didatangi oleh orang luar untuk membeli kayu tersebut. Mereka menyebut daerah tempat pembelian dengan nama kayu yang dihasilkannya sehingga terkenal dengan nama sebutan negeri Perlak. Sebagai sebuah pelabuhan perniagaan yang maju dan aman pada abad ke-8 M., Perlak menjadi tempat persinggahan kapal-kapal niaga orang-orang Arab dan Persia. Seiring dengan berjalannya waktu di daerah ini terbentuk dan berkembang masyarakat Islam terutama sebagai akibat perkawinan di antara saudagar-saudagar muslim dengan perempuan-perempuan anak negeri. Perkawinan ini menyebabkan lahirnya keturunanketurunan muslim dari percampuran darah antara Arab, Persia dengan putri-putri Perlak. Hal inilah yang kemudian menyebabkan berdirinya Kerajaan Islam Perlak yang pertama pada hari Selasa, 1 Muharram 225 H/840 M., dengan rajanya yang pertama Syed Maulana Abdul Azia Shah (peranakan Arab Quraisy dengan putri Perlak) atau yang terkenal dengan gelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah. Pada saat itu pula ibu kota kerajaan diubah dari Bandar perlak menjadi Bandar Khalifah. Hal ini dilakukan untuk mengenang jasa nahkoda Khalifah yang telah membudayakan Islam pada masyarakat Asia Tenggara yang dimulai dari Perlak. Adapun para sultan yang memimpin Kerajaan Perlak adalah: 1.Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (225-249H/840-864M). 2.Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (249-285H/864-888M). 3.Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (285-300H/888-913M).

Masa pemerintahan ketiga sultan ini disebut sebagai pemerintahan Dinasti Syed Maulana Abdul Azis Shah. Pada masa pemerintahan beliau (aliran Syiah), aliran ahlus Sunnah wal Jamaah mulai berkembang dalam masyarakat dan hal ini sangat tidak disukai aliran Syiah. Pada akhir pemerintahan sultan ketiga terjadi perang saudara antara dua golongan tersebut yang menyebabkan setelah kematian sultan selama dua tahun tidak ada sultan. Pada tahun 302-305H/915-918M., naiklah Syed Maulana Ali Mughayat Shah sebagai sultan. Setelah kurang lebih tiga tahun, pada akhir masa pemerintahannya pergolakan antara dua golongan terjadi lagi. Kemenangan ada dipihak ahlus Sunnah wa Jamaah sehingga sultan yang diangkat untuk memerintah Perlak diambil dari golongannya yaitu dari keturunan Meurah Perlak asli (syahir Nuwi). Adapun urusan sultan yang memerintah adalah sebagai berikut: 1.Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (306-310H/928932M). 2.Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (310334H/932-956M). 3.Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (334-362H/956-983M). Pada akhir pemerintahan sultan yang ketiga ini terjadi lagi peperangan di antara kedua aliran selama empat tahun yang diakhiri dengan perdamaian dengan membagi wilayah kerajaan menjadi dua bagian. Perlak pesisir bagi golongan Syiah dan Perlak pedalaman untuk golongan ahlus Sunnah wal Jamaah. Perlak pesisir mengangkat Alaiddin Syed Maulana Shah yang memerintah dari tahun 365-377H/976-988M., Sebagai sultan. Perlak pedalaman mengangkat Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat yang memerintah (365-402H/986-1023M) sebagai sultan. Pada waktu Sriwijaya menyerang Perlak, sultan Perlak pesisir mangkat sehingga seluruh Perlak di bawah kekuasaan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat dan ia melanjutkan perjuangannya melawan Sriwijaya sampai tahun 395H/1006M. Setelah itu beliau diganti oleh: 1. Sultah Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (402-450H/10231059M). 2. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (450-470H/10591078M). 3. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (470-501H/10781109M). 4. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (501-527H/11091135M). 5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (527-552H/11351160M). 6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (552-565H/11601173M).

7.

Sultah Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (565-592H/11731200M). 8. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (592-622H/1200-1230M). 9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan berdaulat (622659H/1230-1267M). Sultan mempunyai dua puteri yaitu puteri Ratna Kamala dan puteri Ganggang. Puteri pertama dikawinkan dengan raja Malaka yaitu Sultan Muhammad Shah sedang puteri kedua dikawinkan dengan Raja Samudera Pasai yaitu Al-Malik AlShaleh. 10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Shah Johan Berdaulat (662-692H/12631292M). Beliau merupakan sultan terakhir dari kerajaan perlak. Setelah sultan mangkat Kerajaan Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al Zahir putera Al Malik Al-Saleh. B.Kerajaan Samudera Pasai Salah satu sumber menyebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai berdiri sejak tahun 433H/1024M., pendirinya adalah Meurah Khair yang telah menjadi raja bergelar Maharaja Mahmud Syah. Beliau memerintah sampai tahun 470H/1078M. Setelah itu pemerintahan dipegang oleh: 1.Maharaja Mansur Syah (470-527H/1078-1133M) 2.Maharaja Ghiyasyuddin syah, cucu Meurah Khair(527-550H/1133-1155M) 3.Maharaja Nuruddin atau Meurah Noe atau Tengku Samudra atau Sultan Al-Kamil (550-607H/1155-1210M). Beliau merupakan sultan terakhir dari keturunan Meurah Khair. Setelah kemangkatannya kerajaan menjadi rebutan pembesar-pembesarnya karena tidak memiliki keturunan. Sekitar lima puluh tahunan Samudera Pasai dalam konflik akhirnya tampillah Meurah Silu mengambil kekuasaan dengan mendasarkan bahwa dinastinya telah memerintah Perlak lebih dari dua abad dan kemudian disatukan dengan Samudera Pasai pada masa Sultan Muhammad Al-Zahir (1289-1326M). Sumber lain yaitu berita dari Cina dan catatan Ibnu Battutah pengembara dari Maroko menyebutkan kerajaan ini berdiri pada tahun 1282 M., pendirinya Al-Malik AlSaleh. Pada waktu itu beliau mengirimkan utusan ke Quilon, yang terletak di pantai barat India, dan bertemu duta-duta dari Cina. Di antara nama duta yang dikirim adalah Husien dan sulaiman (nama-nama muslim). Kemudian ketika Marcopolo berkunjung di Sumatera 1346 M., menyatakan bahwa di sana Islam sudah sekitar satu abad disiarkan, kesalehan, kerendahan hati, dan semangat keagamaan raja dan rakyatnya serta madzab yang diikuti yakni madzab Syafii. Selain itu Samudera Pasai juga menjadi pusat studi agama Islam dan tempat berkumpulnya para ulama dari berbagai negeri untuk membicarakan masalah keagamaan dan keduniaan. Lebih lanjut Ibnu Battutah mengatakan Samudera Pasai mempunyai peranan penting dalam mengislamkan Malaka maupun pulau Jawa. Bahkan Sultan Al-Malik al-Zahir adalah

pecinta teologi dan ia senantiasa memerangi orang kafir dan menjadikan mereka memeluk agama Islam. E.Gerini mengatakan bahwa Samudera didirikan pada tahun1270 M.,dan Islam masuk ke sana antara tahun 1270-1275 M. Sumber lain juga menyebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai berdiri pada tahun 1297 M., Raja pertamanya adalah Al-Malik al-Saleh, itu berdasarkan batu nisan yang ditemukan dan bertuliskan bahwa raja pertama wafat pada bulan Ramadhan 696H/1297M. Hal itu juga diketahui dalam Hikayat Raja-raja Pasai (Sejarah Melayu). Basis perekonomian Kerajaan Samudera Pasai lebih kepada pelayaran dan perdagangan. Pengawasan terhadapnya merupakan kekuasaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan dan pajak yang besar. Ditinjau dari segi geografis dan ekonomi pada waktu itu Samudera Pasai merupakan suatu daerah penghubung antara pusat perdagangan yang ada di kepulauan Indonesia, India, Cina dan Arab dan adanya mata uang sebagai alat pembayaran menandakan kerajaan ini marupakan kerajaan yang makmur. Disebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai telah ditaklukan oleh Kerajaan Majapahit sehingga merupakan bagian wilayah Kerajaan Majapahit. Sebelum bala tentara Majapahit meniggalkan Samudera Pasai dan kembali ke Jawa, pembesarpembesar Majapahit telah sepakat mengangkat seorang raja dari bangsawan Pasai yang dapat dipercaya untuk memerintah kerajaan. Adapun yang ditunjuk adalah Ratu NuruIlah atau Malikah NuruIlah binti Sultan Al-Malik Al-Zahir. Tahun mangkat Malikah NuruIlah 1380 M., bertepatan dengan masa pemerintahan Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk. Pada masa itu Majapahit berada dalam puncak kejayaannya berkat pimpinan Mahapatih Gajah Mada. Adapun nama-nama raja yang pernah memerintah di kerajaan Islam Samudera Pasai, yaitu: 1.Sultan Al-Malik Al-Saleh (1297 M) 2.Muhammad Malik Al-Zahir (1297-1326 M) 3.Muhammad Malik Al-Zahir II (1326-1345M) 4.Manshur Malik Al-Zahir (1345-1345M) 5.Ahmad Malik Al-Zahir (1345-1383M) 6.Zainal Abidin Malik Al-Zahir (1383-1405M) 7.Nahrasiyah (1405-?) 8.Abu Zaid Malik Al-Zahir (?-1455M) 9.Mahmud Malik Al-Zahir (1455-1477) 10.Zainal Abidin (1477-1500M) 11.Abdullah Malik Al-Zahir (1501-1513M)

12.Zainal Abidin (1513-1524M). Pada masa sultan terakhir ini tahun 1521 M., Samudera Pasai dikuasai oleh Portugis selama tiga tahun. Tahun 1524 penguasaan atas Samudera Pasai digantikan Kerajaan Aceh Darussalam. C.Kerajaan Malaka Menurut Sejarah Melayu, Parameswara adalah keturunan dari Sang Nila Utama (anak Sang Sapurba dari Palembang yang dikawinkan dengan Sri Beni Putri permaisuri Iskandar Syah ratu Bintan) yang hijrah ke Tumasik dan diangkat sebagai raja dangan gelar tribuwana. Pada masa kekuasaan Parameswara dating serangan dari Majapahit sehingga raja melarikan diri ke Semenanjung Melayu (Trengganu), hidup di sana dan mendirikan Kerajaan Malaka, sekitar tahun 1400 M dan setelah masuk Islam bergelar Megat Iskandar Syah dan wafat pada tahun 1424 M., Penggantinya adalah Sultan Muhammad Syah (1414-1444 M), kemudian Sultan Mahmud (1511 M), pada saat itu Malaka jatuh ke tangan Portugis. Akhirnya beliau mengungsi ke Pahang yang kemudian tinggal di Muara Pulau Bintan. Dari sini beliau terus berusaha melakukan serangan ke Malaka namun selalu gagal. Pada Oktober 1512 serangan terhadap Bintan dilancarkan Portugis dengan dipimpin oleh Albuquerque. Akan tetapi karena pertahanan terlalu kuat Albuquerque mengalami kekalahan. Serangan selanjutnya dilakukan Portugis 1523 dipimpin oleh Henriquez dan tahun 1524 dipimpin oleh De Souza, keduanya mengalami kekalahan. Pada tahun 1525, Bintan berhasil dikuasai Portugis setelah bersekutu dengan Lingga dan Sultan Mahmud mengungsi ke Johor. Meskipun Sultan Mahmud selalu berusaha untuk dapat merebut Malaka kembali dari tangan Portugis, tetapi sampai akhir hayatnya usaha itu tidak pernah berhasil. Atas usaha putranya Kerajaan Melayu berhasil dilanjutkan dengan berpusat di Johor. Sebagai Sultan Johor pertama ia memakai gelar Sultan Alaudin Riayat Syah II (1528-1564M). Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim (1677-1685M) pusat kerajaan dipindahkan ke Bintan, tepatnya pada tahun 1678 M. D.Kerajaan Aceh Darussalam Menjelang akhir abad ke-15 arus penjajahan Barat ke Timur sangat derasnya, terutama penjajahan Barat Kristen terhadap Timur Islam. Nafsu untuk mendapat harta yang banyak dengan cara yang haram telah mendorong orang-orang Eropa berlombalomba ke Dunia Timur terutama sekali setelah Columbus menemukan benua Amerika dan Vasco da Gama menginjakkan kakinya di India. Di antara bangsa Eropa Kristen yang pada waktu itu sangat haus tanah jajahan, yaitu Portugis, di mana setelah mereka dapat merampok Goa di India, mata penjajahannya diincarkan ke Malaka. Sehingga Malaka tahun 1511 jatuh ke Tangan Portugis. Setelah Malaka jatuh ke tangannya, Portugis mengatur rencana tahap demi tahap. Langkah yang diambilnya, yaitu mengirim kakitangan-kakitangannya ke daerah-daerah pesisir utara Sumatera untuk menimbulkan kekacauan dan perpecahan dalam negeri sehingga dapat menimbulkan perang saudara dengan demikian ada pihak-pihak yang meminta

bantuan kepada mereka, hal mana menjadi alasan bagi mereka untuk melakukan intervensi. Tahap kedua mereka langsung melakukan penyerangan dan seterusnya mendudukinya dan tahap berikutnya memaksa raja yang telah menyerah untuk menandatangani kontrak pemberian hak monopoli dagang kepada mereka. Menjelang akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16. Portugis telah dapat memaksakan nafsu penjajahannya kepada raja-raja seperti Kerajaan Islam Jaya, Kerajaan Islam Pidier (pertengahan abad ke-14 M) dan Samudera Pase. Dalam wilayah kerajaan-kerajaan tersebut mereka mendirikan kantor dagang dan menempatkan pasukan. Dalam kondisi seperti itulah muncul seorang tokoh mencoba mempersatukan dari enam kerajaan yang ada yaitu, Perlak, Samudera Pasai, Tamiang, Pidie, Indra Purba dan Indra Jaya. Maka pada 1514, Ali Mughayat Syah dilantik sebagai Sultan (1514-1530M) dengan nama Kerajaan Aceh Darussalam, yang daerah wilayahnya meliputi Aru sampai ke Pancu di pantai utara dan jaya sampai ke barus di pantai Barat dengan ibu kota Banda Aceh Darussalam. Beliau terus menetapkan satu tekad untuk mengusir Portugis dari seluruh daratan pantai Sumatera Utara. Terjadilah beberapa kali pertempuran dengan tentara Portugis (1521, 1526, 1528 dan 1542 M). Dalam pertempuran-pertempuran di berbagai medan dapat dicatat, bahwa armada Portugis benar-benar telah dihancur lumatkan dan banyak perwira tingginya mati konyol seperti Laksamana Jorge de Brito dan Simon de Souza. Setelah selesai membersihkan negara dari anasir penjajahan yang datang dari luar dan pengacau dari dalam, dan setelah meletakkan fondasi yang kuat bagi Kerajaan Aceh Darussalam, dan setelah menciptakan bendera kerajaan yang bernama Alam Zulfiqaar (bendera cap pedang) yang berwarna merah darah dengan pedang putih membelintang di atasnya; maka setelah itu Sultan Ali Mughaiyat Syah berpulang ke rahmatullah pada hari Selasa tanggal 12 Zulhijjah 936H/7 Agustus 1530M. Masa Sultan Ali Mughaiyat Syah, Sultan Alaiddin Riayat Syah II, Sultan Iskandar Muda Darmawangsa Perkasa Alam Syah dan Sultanah Sri Ratu Tajul Alam safiatuddin Johan Berdaulat adalah dikenal sebagai Zaman Gemilang. Setelahnya itu adalah masa suram yang terus menurun. Kerajaan Aceh Darussalam menjadikan Islam sebagai dasar negaranya. Ada 31 raja yang pernah memerintah dan raja terakhir adalah Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah (1870-1904M). Sultan Aceh yang terakhir, setelah berperang selama 29 tahun, baginda ditawan oleh Belanda, dan tidak pernah menyerahkan kedaulatan negaranya. Posted by Youchenky Salahuddin Mayeli at Sunday, May 6, 2012 Sunday, May 06, 2012 Reactions: KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA

1.1 Kerajaan Perlak

KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA

Perlak adalah kerajaan Islam tertua di Indonesia. Perlak adalah sebuah kerajaan dengan masa pemerintahan cukup panjang. Kerajaan yang berdiri pada tahun 840 ini berakhir pada tahun 1292 karena bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai. Sejak berdiri sampai bergabungnya Perlak dengan Samudrar Pasai, terdapat 19 orang raja yang memerintah. Raja yang pertama ialah Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah (225 249 H / 840 964 M). Sultan bernama asli Saiyid Abdul Aziz pada tanggal 1 Muhharam 225 H dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Perlak. Setelah pengangkatan ini, Bandar Perlak diubah menjadi Bandar Khalifah. Kerajaan ini mengalami masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M). Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat terutama dalam bidang pendidikan Islam dan perluasan dakwah Islamiah. Sultan mengawinkan dua putrinya: Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malikul Saleh dari Samudra Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura sekarang). Perkawinan ini dengan parameswara Iskandar Syah yang kemudian bergelar Sultan Muhammad Syah. Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat kemudian digantikan oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (662-692 H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah beliau wafat, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja Muhammad Malikul Dhahir yang adalah Putra Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari. Perlak merupakan kerajaan yang sudah maju. Hal ini terlihat dari adanya mata uang sendiri. Mata uang Perlak yang ditemukan terbuat dari emas (dirham), dari perak (kupang), dan dari tembaga atau kuningan.

1.2 Samudera Pasai


a.Letak Secara geografis: Kerajaan SamuderaPasai terletak di daerah pantai timur Sumatera bagian utara yang berdekatan dengan selat malaka. b.Kehidupan Politik: Perkembangan kehidupan politik pemerintahan di Kesultanan Samudera Pasai berjalan seperti kerajaan pada umumnya. Pemerintah kesultanan dipimpin oleh seorang sultan yang dibantu oleh beberapa orang dewanmenteri. Sultan ini merupakan simbol negara dan diperoleh secara turun temurun dari orang tua (ayah)yang sebelumnya menjadi sultan. Raja-raja yang pernah memerintah di Kesultanan Samudera Pasai yaitu: -Nazimuddin Kamil (1283-1285) -Sultan Malikul Saleh (1285-1297) -Sultan Malikul Thahir (1927-1326) c.Kehidupan Ekonomi: Sebelum menjadi kesultanan, Samudera Pasai merupakan pelabuhan yang ramai dikunjungi pedagang dari dalam dan luar negeri. Namun waktu itu, Samudera Pasai masih berada di bawah kekuasaan Majapahit. Tatkala Majapahit mengalami kemunduran dan pengawasan terhadap Samudera Pasai berkurang, para ulama Samudera Pasai memanfaatkanny adengan mendirikan kesultanan. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh dari pelabuhan dan perdagangan kini benarbenar dimanfaatkan untuk membangun rakyat Samudera Pasai. Pada tahun 1350 Merupakan puncak kebesaran kerajaan Samudera Pasai. d.Kehidupan Soisal: Sistem pemerintahan yang dijalankan di kesultanan Samudera Pasai merupakan sistem Theokrasi, yakni berdasarkan ajaran agama Islam, karena sebagian besar rakyatnya memeluk agama Islam. e.Kehidupan Budaya Kehidupan: budaya penduduk kesultanan Samudera Pasai sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Hal ini terbukti dari peninggalan-peninggalan berupa bekas Keraton, Batu Nisan padakuburan Sultan, Mesjid, serta hasil-hasil Kesusastraan.Selain itu, sistem penanggalan/kalender jelas-jelas menggunakan perhitungan tahun Hijriyah.

1.3 Kesultanan Malaka


a.Letak Letak kerajaan Malaka: diperkirakan berada di pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka. b.Kehidupan Politik: Raja-raja/Sultan yang pernah memerintah di Kesultanan Malaka adalah sebagai berikut: -Sultan IskandarSyah (1396-1414 M) -Sultan Muhammad IskandarSyah (1414-1424 M) -Sultan MudzafatSyah (1424-1458 M) -Sultan MansyurSyah (1458-1477 M) -Sultan AlaudinSyah (1477-1488 M) -Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M) Namun, sistem birokrasi dan feodalisme Sultan, pembesar, dan golongan bangsawan berakibat pada melemahnya Malaka dibidang politik dan pertahanan. Mereka menjadi lupa akan pertahanan negara. Dengan

demikian, ketika bangsa Portugis datang ke Malaka dan berambisi manaklukan kekuatan-kekuatan Islam, Malaka tidak memiliki persiapan untuk menghadapinya. Dengan mudah kesultanan Malaka dapat ditaklukan bangsa Portugis pada tahun 1511 M. c.Kehidupan Ekonomi: Pada bidang ekonomi, Sultan dan Pejabat Tinggi keultanan ikut terlibat, seperti terlibat dalam kegiatan dagang, kemudian kekayaan yang diperoleh dari perdagangan tersebut digunakan untuk membangun istana, membangun Mesjid-mesjid yang indah, memelihara gundik, hidup mewah, serta membangun dan memelihara pelabuhan. Berlakunya pajak bea-cukai yang dikenakan pada setiap barang dan dibedakan atas asal barang. Kesultanan Malaka memiliki Undang-undang laut yang berisi pengaturan perdagangan dan pelayaran di kesultanan tersebut. d.Kehidupan Sosial: Kehidupan sosial kesultanan Malaka dipengaruhi oleh faktor letak, keadaanalam dan lingkungan wilayahnya. Agar komunikasi berjalan dengan lancar maka bahasa melayu digunakan di Kesultanan Malaka sebagai bahasa pengantar. e.Kehidupan Budaya: Berkembangnya seni sastra melayu yang menceritakan tentang tokoh pahlawan kerajaan, seperti Hikayat Hang Tuah.

1.4 Kesultanan Aceh


a.Letak Kesultanan Aceh: terletak di daerah pulau Sumatera, tepatnya di bagian utara pulau Sumatera. b.Kehidupan Politik: Kejatuhan Malaka (1511 M) pada Portugis membuat Sultannya menyingkir ke Johordan mendirikan Kesultanan baru di sana. Para pembesar Aceh membangun daerahnya sebagai sebuah kesultanan yang bercorak Islam. Raja-raja/Sultan yang pernah memerintah di Kesultanan Aceh adalah sebagaiberikut: -Sultan Ali MughayatSyah (1514-1528 M) -Sultan Slahuddin (1528-1537 M) -Sultan AlaudinRiayatSyah -Kahar (1537-1568 M) -Sultan IskandarMuda (1607-1636 M) -Sultan IskandarThani (1636-1641 M) -TajulAlamSafiatudinSyah (1641-1675 M) -Sultan Ibrahim (1883-1870 M)3 Diposkan oleh fadillah luffi di 02.48 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Tidak ada komentar: 1. Latar belakang munculnya kerajaan Islam di ujung Pulau Sumatera karena ujung Pulausumatera / Sumatera Utara adalah tempat strategis jalur perdagangan Internasional 2. Kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Sumatera a. Kerajaan Perlak berdiri tahun 870 M Raja pertama Sayyid Abdul Azis( S Allaidi Syah) Tahun 1292 bergabung dengan Samudra Pasai Peninggalan uang dirham,perak kupang,tembaga kuningan

b. Kerajaan Samudra Pasai berdiri tahun 1285 Letak di pantai timur Sumatra Utara Pendiri Nazimuddin raja pertama Marah Silu Gelar Sultan Malik Al-Saleh dan mundur tahun 1349 c. Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke 15 Letak di Pulau sumatra bagian Utara Raja pertama Ali Mughayat Syah Jaya jaman Sultan Iskandar Muda Mundur jaman Iskandar Thani 1641 M

http://anikmuslimah.blogspot.com/2012/11/kerajaan-kerajaan-islam-di-indonesia.html Kerajaan Islam di Sumatera- Kerajaan Islam di Sumatera meliputi kerajaan samudra pasai, kerajaan malaka dan kerajaan aceh. Berikut uraian kerajaan Islam yang ada di Sumatera. 1. Kerajaan Samudera Pasai Pedagang Persia, Gujarat, dan Arab pada awal abad ke-12 membawa ajaran Islam aliran Syiah ke pantai Timur Sumatera, terutama di negera Perlak dan Pasai. Saat itu aliran Syiah berkembang di Persia dan Hindustan apalagi Dinasti Fatimiah sebagai penganut Islam aliran Syiah sedang berkuasa di Mesir. Mereka berdagang dan menetap di muara Sungai Perlak dan muara Sungai Pasai mendirikan sebuah kesultanan. Dinasti Fatimiah runtuh tahun 1268 dan digantikan Dinasti Mamluk yang beraliran Syafii, mereka menumpas orang-orang Syiah di Mesir, begitu pula di pantai Timur Sumatera. Utusan Mamluk yang bernama Syekh Ismail mengangkat Marah Silu menjadi sultan di Pasai, dengan gelar Sultan Malikul Saleh. Marah Silu yang semula menganut aliran Syiah berubah menjadi aliran Syafii. Sultan Malikul Saleh digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Malikul Zahir, sedangkan putra keduanya yang bernama Sultan Malikul Mansur memisahkan diri dan kembali menganut aliran Syiah. Saat Majapahit melakukan perluasan imperium ke seluruh Nusantara, Pasai berada di bawah kekuasaan Majapahit. Berikut ini adalah urutan para raja yang memerintah di Samudera Pasai, yakni:

(a) Sultan Malik as Saleh (Malikul Saleh). (b) Sultan Malikul Zahir, meninggal tahun 1326. (c) Sultan Muhammad, wafat tahun 1354. (d) Sultan Ahmad Malikul Zahir atau Al Malik Jamaluddin, meninggal tahun 1383. (e) Sultan Zainal Abidin, meninggal tahun 1405. (f) Sultanah Bahiah (puteri Zainal Abidin), sultan ini meninggal pada tahun 1428. Adanya Samudera Pasai ini diperkuat oleh catatan Ibnu Batutah, sejarawan dari Maroko. Kronik dari orang-orang Cina pun membuktikan hal ini. Menurut Ibnu Batutah, Samudera Pasai merupakan pusat studi Islam. Ia berkunjung ke kerajaan ini pada tahun 1345-1346. Ibnu Batutah menyebutnya sebagai Sumutrah, ejaannya untuk nama Samudera, yang kemudian menjadi Sumatera. Ketika singgah di pelabuhan Pasai, Batutah dijemput oleh laksamana muda dari Pasai bernama Bohruz. Lalu laksmana tersebut memberitakan kedatangan Batutah kepada Raja. Ia diundang ke Istana dan bertemu dengan Sultan Muhammad, cucu Malik as-Saleh. Batutah singgah sebentar di Samudera Pasai dari Delhi, India, untuk melanjutkan pelayarannya ke Cina. Sultan Pasai ini diberitakan melakukan hubungan dengan Sultan Mahmud di Delhi dan Kesultanan Usmani Ottoman. Diberitakan pula, bahwa terdapat pegawai yang berasal dari Isfahan (Kerajaan Safawi) yang mengabdi di istana Pasai. Oleh karena itu, karya sastra dari Persia begitu populer di Samudera Pasai ini. Untuk selanjutnya, bentuk sastra Persia ini berpengaruh terhadap bentuk kesusastraan Melayu kemudian hari. Berdasarkan catatan Batutah, Islam telah ada di Samudera Pasai sejak seabad yang lalu, jadi sekitar abad ke-12 M. Raja dan rakyat Samudera Pasai mengikuti Mazhab Syafei. Setelah setahun di Pasai, Batutah segera melanjutkan pelayarannya ke Cina, dan kembali ke Samudera Pasai lagi pada tahun 1347. Bukti lain dari keberadaan Pasai adalah ditemukannya mata uang dirham sebagai alat-tukar dagang. Pada mata uang ini tertulis nama para sultan yang memerintah Kerajaan. Nama-nama sultan (memerintah dari abad ke-14 hingga 15) yang tercetak pada mata uang tersebut di antaranya: Sultan Alauddin, Mansur Malik Zahir, Abu Zaid Malik Zahir, Muhammad Malik Zahir, Ahmad Malik Zahir, dan Abdullah Malik Zahir. Pada abad ke-16, bangsa Portugis memasuki perairan Selat Malaka dan berhasil menguasai Samudera Pasai pada 1521 hingga tahun 1541. Selanjutnya wilayah Samudera Pasai menjadi kekuasaan Kerajaan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam. Waktu itu yang menjadi raja di Aceh adalah Sultan Ali Mughayat. 2. Kerajaan Malaka Sesungguhnya, Kerajaan Malaka ini tidak termasuk wilayah Indonesia, melainkan Malaysia. Namun, karena kerajaaan ini memegang peranan penting dalam kehidupan politik dan kebudayaan Islam di sekitar perairan Nusantara, maka Kerajaan Malaka ini perlu dibahas dalam

bab ini. Kerajaan Malaka (orang Malaysia menyebutnya Melaka) terletak di jalur pelayaran dan perdagangan antara Asia Barat dengan Asia Timur. Sebelum menjadi kerajaan yang merdeka, Malaka termasuk wilayah Majapahit. Pendiri Malaka adalah Pangeran Parameswara, berasal dari Sriwijaya (Palembang). Ketika di Sriwijaya terjadi perebutan kekuasaan pada abad ke-14 M, Parameswara melarikan diri ke Pulau Singapura. Dari Singapura, ia menyingkir lagi ke Malaka karena mendapat serangan dari Majapahit. Di Malaka ia membangun pemukiman baru yang dibantu oleh orang-orang Palembang. Bahkan Parameswara bekerja sama dengan kaum bajak laut (perompak). Ia memaksa kapal-kapal dagang yang melewati Selat Malaka untuk singgah di pelabuhan Malaka guna mendapatkan surat jalan. Untuk melindungi kekuasaannya dari raja-raja Siam di Thailand dan Majapahit dari Jawa, ia menjalin hubungan dengan Kaisar Ming dari Cina. Kaisar Ming inilah yang mengirimkan balatentara di bawah pimpinan Laksamana Cheng-Ho pada tahun 1409 dan 1414. Dengan demikian, Parameswara berhasil mengembangkan Malaka dengan cepat. Kemudian, Malaka pun mengambil alih peranan Sriwijaya dalam hal perdagangan di sekitar Selat Malaka. Selat Malaka pada waktu itu merupakan Jalur Sutera (Silk Road) perdagangan yang dilalui oleh para pedagang dari Arab, Persia, India, Cina, Filipina, dan Indonesia. Parameswara mulai resmi memerintah Malaka pada tahun 1400. Menurut catatan Tome Pires, Parameswara memeluk Islam setelah menikah denan puteri raja Samudera Pasai pada usia 72 tahun. Setelah itu, Parameswara bergelar Muhammad Iskandar Syah. Namun, menurut Sejarah Melayu, pengislaman Malaka berlangsung setelah Sri Maharaja, raja pengganti Parameswara, berkenalan dengan Sayid Abdul Aziz dari Jedah, Arab. Setelah masuk Islam, Sri Maharaja bergelar Sultan Muhammad Syah. Sebagian sejarawan bahkan beranggapan bahwa ia merupakan raja Malaka yang pertama muslim. Pendapat lain menyatakan, Malaka diislamkan oleh Samudera Pasai. Sri Maharaja memerintah dari tahun 1414 hingga 1444. Ia lalu digantikan oleh Sri Parameswara Dewa Syah, dikenal juga dengan nama Ibrahim Abu Said. Parameswara Dewa Syah hanya memerintah satu tahun, hingga 1445. Yang kemudian menjadi raja adalah Sultan Muzaffar Syah atau Kasim. Pada masanya Malaka mencapai masa keemasannya. Ketika itu, wilayah Malaka melingkupi Pahang, Trengganu, Pattani (sekarang termasuk wilayah Thailand), serta Kampar dan Indragiri di Sumatera. Sultan ini memerintah hingga tahun 1459. Ia digantikan oleh Sultan Mansur Syah, dikenal juga sebagai Abdullah. Mansur Syah memerintah Malaka sampai tahun 1477. Jabatan sultan diserahkan kepada Sultan Alauddin Riayat Syah yang memerintah hingga 1488. Masa kejayaan Malaka langsung sirna sejak pasukan Portugis menyerang Malaka pada tahun 1511. Portugis yang dipimpin langsung oleh Alfonso de Albuquerque, dengan mudah mengalahkan pertahanan Malaka. Portugis segera membangun benteng pertahanan. Salah satu benteng peninggalan Portugis yang masih tersisa hingga kini adalah Benteng Alfamosa. Seabad kemudian, Portugis hengkang dari Malaka karena serangan pasukan VOC dari Belanda. Orang Belanda pun tak lama berkuasa atas Malaka karena kemudian Inggris mengambil alih kekuasaan atas Malaka.

3. Kerajaan Aceh Kerajaan Aceh didirikan Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1530 setelah melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pidie. Tahun 1564 Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Alaudin al-Kahar (1537-1568). Sultan Alaudin al-Kahar menyerang kerajaan Johor dan berhasil menangkap Sultan Johor, namun kerajaan Johor tetap berdiri dan menentang Aceh. Pada masa kerajaan Aceh dipimpin oleh Alaudin Riayat Syah datang pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman untuk meminta ijin berdagang di Aceh. Penggantinya adalah Sultan Ali Riayat dengan panggilan Sultan Muda, ia berkuasa dari tahun 1604-1607. Pada masa inilah, Portugis melakukan penyerangan karena ingin melakukan monopoli perdagangan di Aceh, tapi usaha ini tidak berhasil. Setelah Sultan Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Muda dari tahun 1607-1636, kerajaan Aceh mengalami kejayaan dalam perdagangan. Banyak terjadi penaklukan di wilayah yang berdekatan dengan Aceh seperti Deli (1612), Bintan (1614), Kampar, Pariaman, Minangkabau, Perak, Pahang dan Kedah (16151619). Gejala kemunduran Kerajaan Aceh muncul saat Sultan Iskandar Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (Sultan Iskandar Sani) yang memerintah tahun 1637-1642. Iskandar Sani adalah menantu Iskandar Muda. Tak seperti mertuanya, ia lebih mementingkan pembangunan dalam negeri daripada ekspansi luar negeri. Dalam masa pemerintahannnya yang singkat, empat tahun, Aceh berada dalam keadaan damai dan sejahtera, hukum syariat Islam ditegakkan, dan hubungan dengan kerajaan-kerajaan bawahan dilakukan tanpa tekanan politik ataupun militer. Pada masa Iskandar Sani ini, ilmu pengetahuan tentang Islam juga berkembang pesat. Kemajuan ini didukung oleh kehadiran Nuruddin ar-Raniri, seorang pemimpin tarekat dari Gujarat, India. Nuruddin menjalin hubungan yang erat dengan Sultan Iskandar Sani. Maka dari itu, ia kemudian diangkat menjadi mufti (penasehat) Sultan. Pada masa ini terjadi pertikaian antara golongan bangsawan (Teuku) dengan golongan agama (Teungku). Seusai Iskandar Sani, yang memerintah Aceh berikutnya adalah empat orang sultanah (sultan perempuan) berturut-turut. Sultanah yang pertama adalah Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675), janda Iskandar Sani. Kemudian berturut-turut adalah Sri Ratu Naqiyatuddin Nurul Alam, Inayat Syah, dan Kamalat Syah. Pada masa Sultanah Kamalat Syah ini turun fatwa dari Mekah yang melarang Aceh dipimpin oleh kaum wanita. Pada 1699 pemerintahan Aceh pun dipegang oleh kaum pria kembali. Ketika Sultanah Safiatuddin Tajul Alam berkuasa, di Aceh tengah berkembang Tarekat Syattariah yang dibawa oleh Abdur Rauf Singkel. Sekembalinya dari Mekah tahun 1662, ia menjalin hubungan dengan Sultanah, dan kemudian menjadi mufti Kerajaan Aceh. Abdur Rauf Singkel dikenal sebagai penulis. Ia menulis buku tafsir Al-Quran dalam bahasa Melayu, berjudul Tarjuman al-Mustafid (Terjemahan Pemberi Faedah), buku tafsir pertama berbahasa Melayu yang ditulis di Indonesia. Pada tahun 1816, sultan Aceh yang bernama Saiful Alam bertikai dengan Jawharul Alam Aminuddin. Kesempatan ini dipergunakan oleh Gubernur Jenderal asal Inggris, Thomas Stanford Raffles yang ingin menguasai Aceh yang belum pernah ditundukkan oleh Belanda. Ketika itu pemerintahan Hindia Belanda yang menguasai Indonesia tengah digantikan oleh pemerintahan Inggris. Pada tanggal 22 April 1818, Raffles yang ketika itu berkedudukan di Bengkulu, mengadakan perjanjian

dagang dengan Aminuddin. Berkat bantuan pasukan Inggris akhirnya Aminuddin menjadi sultan Aceh pada tahun 1816, menggantikan Sultan Saiful Alam. Pada tahun 1824, pihak Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian di London, Inggris. Traktat London ini berisikan bahwa Inggris dan Belanda tak boleh mengadakan praktik kolonialisme di Aceh. Namun, pada 1871, berdasarkan keputusan Traktat Sumatera, Belanda kemudian berhak memperluas wilayah jajahannya ke Aceh. Dua tahun kemudian, tahun 1873, Belanda menyerbu Kerajaan Aceh. Alasan Belanda adalah karena Aceh selalu melindungi para pembajak laut. Sejak saat itu, Aceh terus terlibat peperangan dengan Belanda. Lahirlah pahlawan-pahlawan tangguh dari Aceh, pria-wanita, di antaranya Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Panglima Polim. Perang Aceh ini baru berhenti pada tahun 1912 setelah Belanda mengetahui taktik perang orangorang Aceh. Runtuhlah Kerajaan Aceh, yang dikenal sebagai Serambi Mekah, yang telah berdiri selama tiga abad lebih. Kemenangan Belanda ini berkat bantuan Dr. Snouck Horgronje, yang sebelumnya menyamar sebagai seorang muslim di Aceh. Pada tahun 1945 Aceh menjadi bagian dari Republik Indonesia. http://budisma.web.id/materi/sma/sejarah-kelas-xi/kerajaan-islam-di-sumatera/

Anda mungkin juga menyukai