Anda di halaman 1dari 3

Terminal Gemuruh suara kendaraan bermotor yang melewati Terminal Bungurasih membuat seorang gadis tak kuat berlama-lama

berada di situ. Ia berjalan cepat menuju tangga penyeberangan. Menaikinya dengan cepat dan turun dengan sedikit berlari. ia sadar, suara bising para pemakai jalan raya ini tak akan berkurang sampai ia masuk ke angkot dan berusaha menikmati perjalanannya menuju rumah tercinta yang berjarak sekitar 5 km. Sesampainya di dekat rel kereta api, ia mencoba mencari angkot yang melewati rumahnya. Ah, itu ada angkot! serunya. Ia pun berlari menerjang suara knalpot-knalpot dan masuk ke dalam angkot tersebut. Huft, masih sepi angkotnya. Alamat nunggu lama nih. Keluhnya. Ia tak habis akal untuk memanfaatkan waktu ngetem ini. Ia pun mengambil novel yang terdapat di dalam tasnya dan mulai membaca. Tambak sawah.. Gedongan.. Wedoro... seru sang kenek. Gadis itu merasa tak terganggu dengan suara kenek yang super keras ditambah dengan suara mesin yang berlalulalang, ia sangat menikmati novelnya. Tiba-tiba sekumpulan orang mulai masuk ke dalam angkot. Sekali lagi, gadis itu tak merasa terganggu dan tetap menikmati novelnya. Mesin dinyalakan, angkot pun berangkat. Gadis itu sadar dan mulai melihat di sekelilingnya. Tapi kali ini ia terkejut setelah tatapannya bertautan dengan tatapan seorang pemuda. Mata yang telah lama ia nanti. Ia tak mampu bergerak, seakan-akan jantungnya tak mau berdegup. Waktu pun terasa berhenti. Begitu pula dengan si pemuda. Menatap tanpa berkedip, menyadari bahwa ia telah menanti lama sepasang mata lembut yang kini ia lihat secara nyata. Sharon? kata si pemuda memutuskan tautan pandangan setelah sekian detik terasa berhenti. Si gadis pun menunduk, Tanto? Kamu Tanto kan? kata si gadis yang mulai menyadari bahwa tak seharusnya ia menatapnya begitu lama. Sesekali gadis itu melihat pemuda itu, memastikan apakah pemuda itu mendengarnya atau tidak. Tanto yang menyadari bahwa tak seharusnya ia mengikuti pandangan itu pun tertunduk. Sharon? syukurlah. Gimana kabarmu? tanya Tanto memulai pembicaraan sambil mengalihkan pandangannya. Sesekali ia melihat Sharon yang sedang mengalihkan pandangannya ke arah lain. Baik To, kamu sendiri? kamu? Untuk apa kamu kembali ke sini? Setelah sekian lama kau meninggalkanku? Setelah sekian tahun kau tak memberiku kabar? Alhamdulillah, Sharon. Gimana sekolahmu? Kamu masih benci matematika? kamu pasti bintang di kelasmu, Sharon. Seperti kau menjadi bintang dalam hatiku. Hahaha, nggak juga. Trigonometri lumayan asyik. Kamu mau ngece? Kamu kan jagonya matematika! kata Sharon. Kau tak hanya jago memainkan angka di papan tulis kapur SD kita Tanto, bahkan kau terlalu jago membuat segalanya terasa nyata. Seperti katamu bahwa matematika adalah suatu kenyataan.

Bisa aja kamu Shar. Aku selalu kalah darimu! Kamu ranking satu, aku mesti dua! kata Tanto sambil tersenyum. Nyatakah ini? Aku bertemu dengan seorang yang membuatku tak mampu jatuh cinta dengan wanita lain? Y a Tuhan.. inikah rencanaMu? Sharon hanya tersenyum. Kamu? Tak seharusnya kembali ke sini. Angkot berjalan dengan damai, tanpa macet, dan melewati SMP Negeri 1 Waru. Inget nggak Shar aku dulu pingin banget masuk SMP ini? tanya Tanto. Inget banget To. Kamu tahu kan betapa aku mendukungmu. Hingga kau memutuskan untuk tidak mengikuti tes sekolah itu. Kau memilih sekolah di swasta. Ya, aku ingat. Tapi aku sudah mendaftar sekolah di Surabaya. Jawab Sharon, sedikit jutek. Kayaknya banyak perubahan dalam dirimu, Sharon? kata Tanto. Apakah kau marah padaku? Demi Tuhan permaisuri hatiku, tak ada niat meninggalkanmu. Oh ya? Biasa aja To. Mungkin ini agak kecapekan. Kamu selama ini ada di mana? tanya Sharon. Aku memang berubah To. Itu semua karena kamu. Kamu mengajariku bagaimana membalas dendam. Ketika waktu memaksaku untuk terus berjalan. Aku di Bandung Shar, maaf waktu itu nggak pamit. Sesal Tanto. Nggak masalah, kamu turun di gang sekolahan kan? Iya, kamu juga di situ? tanya Tanto. Iya, rumahku kan deket dari situ. Nggak inget? bahkan kau tak ingat rumahku di mana. Inget lah, aku inget sering ngambilin belimbingmu yang nggak pernah kamu ambil dari pohonnya. Aku sangat mengingatnya Sharon. Bahkan kenangan itu yang membuatku ingin kembali ke sini. Selain aku ingin kembali ke rumah, aku ingin kembali ke rumah hatiku. Ya, kamu. Wah orang Bandung masih inget sini ya? Haha. sindir Sharon. Kau tahu, pergi tanpa pamit adalah menyakitkan. Inget lah. Eh ya, kamu masih pingin jadi psikiater? Ya, seorang psikiater. Seorang dokter jiwa. Seorang penyembuh yang akan menyembuhkan hatiku. Tempat istirahat hatiku yang telah lama berkelana. Yang sedang merindumu.. Haha, psikiater itu susah tahu! Kamu masih pingin ke Belanda? inget nggak? Dulu kamu selalu pamer pengetahuanmu tentang Eropa. Kau selalu meyakinkanku bahwa gedunggedung beratap lancip itu hanya ada di Eropa. Dan inget nggak? Kamu pingin banget punya kebun bunga tulip.. Iya Shar, aku masih pingin ke sana sampai sekarang. Oh ya aku sekarang kuliah di ITS. Jadi aku bakalan tinggal terus di sini. Aku masih ingat, kamu sangat suka dengan bunga tulip. Itulah yang membuatku ingin memiliki sebuah kebun tulip. Wow, sekarang kamu anak teknik? Teknik apa? kenapa kamu tinggal di sini? Kenapa kamu kembali? Teknik elektro. Hehe. Kamu sendiri sekarang kuliah di mana? tanya Tanto. Aku kuliah di sini Sharon, aku kembali. Dan aku berjanji tak akan meninggalkanmu untuk kedua kalinya.

Gang sekolahan.. seru sang sopir kemudian menunda percakapan antara Sharon dan Tanto. To, ayo turun! ajak Sharon. Tanto dan Sharon pun turun dari angkot. Shar, kapan-kapan aku ke rumahmu ya? Pingin liat tanaman belimbing yang sering aku ambil buahnya. Hehe. Aku nggak hanya ingin ke rumahmu, tapi ke rumah hatiku. Rumah yang selalu membuatku merasa aman jika aku berada di dalamnya. Maukah kau membuka pintu hatimu untuk kedua kalinya? Maukah? Jangan! Jangan ke rumahku! astaga Tanto, tidak seharusnya kau kembali sekarang. Sharon mengambil langkah dan meninggalkan Tanto. Sharon, tunggu! Kamu belum menjelaskan kenapa aku nggak boleh ke rumahmu. Langkah Sharon pun terhenti. Karena nanti malam aku akan berangkat ke Bandung. Aku kuliah di ITB. Maaf Tanto, aku harus segera pulang. Aku harus menyiapkan semuanya. Makasih sudah kembali. kata Sharon kemudian meninggalkan Tanto yang diam terpaku. Kau tahu, melihatmu kembali di sini. Ya, di sini. Adalah suatu kebahagiaan buatku. Aku tahu selama ini kau berada di Bandung. Aku pun berusaha menyusulmu, mencarimu. Dengan aku berkuliah di Bandung, aku dapat mencarimu lebih leluasa. Dan ternyata kau kembali ke sini. kini aku harus mempertanggung jawabkan semuanya. Aku harus tetap berangkat ke Bandung. Terima kasih sudah kembali.. terima kasih.. Langkah Sharon semakin tak terlihat. Tanto hanya terpaku. Sharon.. panggilnya lirih. Sharon, kau mau meninggalkanku? Maaf telah meninggalkanmu terlalu lama. Enam tahun memang bukan waktu yang sebentar.. maaf untuk semua sakit yang harus kamu derita. Aku tahu, pergi tanpa pamit adalah menyakitkan. Maafkan aku.. jika ini adalah pembalasanmu terhadapku, aku terima. Selamat tinggal rumahku, aku harus berlayar kembali. Berlayar yang berarti menanti.

Anda mungkin juga menyukai