Anda di halaman 1dari 4

.

Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor. 2.2.1. Tahap Penyesuaian Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari. Universitas Sumatera Utarab. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari. c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003). 2.2.2. Tahap Penyembuhan Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari. 2.2.3. Tahap Lanjutan Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah : a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia. b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia. c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia. Universitas Sumatera Utarad. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI. e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat. Tabel 2.1. Tata Laksana Rumah Sakit pada Penderita Gizi Buruk No. Fase Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7 1 Hipoglikemia 2 Hipotermia 3 Dehidrasi

4 Elektrolit 5 Infeksi 6 MulaiPemberian Makanan 7 Tumbuh kejar/peningkatan pemberian makanan 8 Mikronutrien Tanpa Fe 9 Stimulasi 10 Tindak lanjut 1. Sumber : Dirjen Bina Kesmas, 2000.

dengan Fe

PENATALAKSANAAN Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit : 1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan) 1.1. Penanganan hipoglikemi 1.2. Penanganan hipotermi 1.3. Penanganan dehidrasi 1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit 1.5. Pengobatan infeksi 1.6. Pemberian makanan 1.7. Fasilitasi tumbuh kejar 1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro 1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental 1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh 2. Pengobatan penyakit penyerta 1. Defisiensi vitamin A Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis : * umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali * umur 6 12 bulan : 100.000 SI/kali * umur 0 5 bulan : 50.000 SI/kali Bila ada ulkus dimata diberikan : Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali 2. Dermatosis Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida. Tatalaksana : 1. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1% selama 10 menit 2. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor) 3. usahakan agar daerah perineum tetap kering 4. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral 3. Parasit/cacing

Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain. 4. Diare melanjut Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari. 5. Tuberkulosis Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB. 3. Tindakan kegawatan 1. Syok (renjatan) Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi. Pedoman pemberian cairan : Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama. Evaluasi setelah 1 jam : Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti). Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti) 2. Anemia berat Transfusi darah diperlukan bila : Hb < 4 g/dl Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung Transfusi darah : Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam. Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan jumlah yang sama. Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai. Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

Penilaian status gizi secara Antropometri Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan,

statistik vital dan faktor ekologi. 2.5.1. Penilaian secara langsung 1) Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U) Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang Universitas Sumatera Utaramendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status) b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam. c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002). Menghitung indeks massa tubuh (BMI, Body Mass Index), yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter). Indeks massa tubuh antara 20-50 dianggap normal untuk pria dan wanita. Mengukur ketebalan lipatan kulit. Lipatan kulit di lengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dengan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal adalah sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita. Status gizi juga bisa diperoleh dengan mengukur lingkar lengan atas untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (Lean Body Mass, massa tubuh yang tidak berlemak). 2.5.2 Penilaian Secara Tidak Langsung 1. survei konsumsi makanan, 2. statistik vital dan 3. faktor ekologi

Anda mungkin juga menyukai