Anda di halaman 1dari 48

Presentasi Fiqh Transaksi Keuangan

Muraba Salam hah


Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Istishn a

Sharf

Murabahah
Pengertian Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Dasar Hukum Al Quran QS. al-Nisa [4]: 29 QS. al-Baqarah [2]: 275 QS. al-Maidah [5]: 1 QS. al-Baqarah [2]: 280
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Dasar Hukum Al Hadist
Hadist Nabi Muhammad SAW

Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
Hadist Nabi riwayat Ibnu Majah

Nabi bersabda, Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
Hadist Nabi riwayat Tirmidzi

Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram (HR. Tirmizi dari Amr bin Auf).
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Dasar Hukum
Hadist Nabi riwayat Jamaahi

Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman
Hadist Nabi riwayat Nasai, Abu Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad

Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.
Hadist Nabi riwayat `Abd al-Raziq dari Zaid bin Aslam

Rasulullah saw. ditanya tentang urban (uang muka) dalam jual beli, maka beliau menghalalkannya.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Rukun dan Syarat Murabahah
Rukun Murabahah
Pihak yang berakad : Penjual Pembeli Objek yang diakadkan : Barang yang dijualbelikan Harga Akad / Sighot : Serah (ijab) Terima (qabul)

Syarat Murabahah
Pihak yang berakad : Cakap hukum dan baligh Sukarela (ridho) Objek yang diakadkan : Barang halal dan bermanfaat Dimiliki oleh penjual Penyerahan dari pembeli dapat dilakukan Sesuai spesipikasinya antara diserahkan penjual kepada pembeli Harga, kuantitas dan kualitasnya jelas Akad / Sighot : Pernyataan dan ekspresi saling ridho/rela di antara pihak pihak pelaku akad. yang

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Aplikasi Murabahah dalam Perbankan Syariah
Jual beli murabahah diaplikasikan dalam bentuk pesanan beli antara nasabah dengan bank. Maksudnya adalah misalnya seorang nasabah bersepakat membeli sebuah barang tertentu dari bank syariah. Kemudian bank akan menentukan barang yang dijual dan biaya. Setelah itu bank membeli barang yang dipesan dan dijual kepada nasabah dengan harga yang ditambah dengan keuntungan (harus kesepakatan antara nasabah dan bank).

Dalam transaksi murabahah, bank bertindak sebagai pedagang jasa keuangan yang memberikan fasilitas pembiayaan murabahah. Transaksi murabahah, sekalipun menyangkut jual beli barang tetapi pada hakikatnya adalah transaksi pembiayaan. Hanya dengan diciptakannya hubungan-hubungan hukum dalam satu dokumen perjanjian antara pihak-pihak dalam transaksi murabahah, fungsi bank sebagai lembaga pembiayaan dapat terjaga dan tidak beralih fungsi sebagai pedagang barang.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Murabahah
a) Fatwa DSN NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah:

1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Murabahah
Kedua: Ketentuan Murabahah kepada Nasabah: 1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank.

2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 7. Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka: 1. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. 2. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Murabahah
Ketiga : Jaminan dalam Murabahah: 1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. 2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. Keempat : Hutang dalam Murabahah: 1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.

2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. 3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pemba-yaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan. Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah: 1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. 2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Keenam : Bangkrut dalam Murabahah: Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Murabahah
b) Fatwa DSN NO: 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang muka dalam Murabahah Pertama : Ketentuan Umum Uang Muka: 1. Dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat. 2. Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan. 3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.

4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah.
5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah. Kedua: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Murabahah
c) Fatwa DSN NO: 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah Pertama : Ketentuan Umum:

1. Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qmah) benda yang menjadi obyek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.
2. Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan. 3. Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon; karena itu, diskon adalah hak nasabah.

4. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad.
5. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani. Kedua: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Ketiga Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Murabahah
d) Fatwa DSN NO: 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan pelunasan Murabahah Pertama : Ketentuan Umum

1. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad
2. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS. Kedua : Ketentuan Lain Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Murabahah
e) Fatwa DSN NO: NO: 46/DSN-MUI/II/2005 tentang potongan tagihan Murabahah Pertama : Ketentuan Pemberian Potongan

1. LKS boleh memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam transaksi (akad) murabahah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
2. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan LKS. 3. Pemberian potongan tidak boleh diperjanjikan dalam akad. Kedua : Ketentuan Penutup 1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Murabahah
f) Fatwa DSN NO: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar

Pertama : Ketentuan Penyelesaian


LKS boleh melakukan penyelesaian murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan: a. Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati; b. Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan;

c. Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah
d. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa hutang tetap menjadi hutang nasabah; e. Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa hutangnya, maka LKS dapat membebaskannya. Kedua : Ketentuan Penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Murabahah
g) Fatwa DSN NO: 48/DSN-MUI/II/2005 tentang penjadwalan kembali tagihan Murabahah Pertama : Ketentuan Penyelesaian

LKS boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:
a. Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa; b. Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil; c. Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Kedua : Ketentuan Penutup 1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Murabahah
h) Fatwa DSN NO: 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi akad Murabahah Pertama : Ketentuan Konversi Akad LKS boleh melakukan konversi dengan membuat akad (membuat akad baru) bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, tetapi ia masih prospektif dengan ketentuan: a. Akad murabahah dihentikan dengan cara: i. ii. iii. iv. obyek murabahah dijual oleh nasabah kepada LKS dengan harga pasar; Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan; Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka kelebihan itu dapat dijadikan uang muka untuk akad ijarah atau bagian modal dari mudharabah dan musyarakah; Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa hutang tetap menjadi hutang nasabah yang cara pelunasannya disepakati antara LKS dan nasabah. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik atas barang tersebut diatas dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang Al Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik; Mudharabah dengan merujuk kepada fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh); atau Musyarakah dengan merujuk kepada fatwa DSN no.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.

b. LKS dan nasabah eks-murabahah tersebut dapat membuat akad baru dengan akad: i. ii. iii.

Kedua : Ketentuan Penutup 1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Restrukturisasi Pembiayaan Murabahah
PBI (Peraturan Bank Indonesia) merupakan salah satu instrument regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang merupakan institusi pengendali system yang ada pada dunia perbankan di Indonesia. Salah satu peraturan BI diantaranya mengatur tentang restrukturisasi pembiayan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/18/PBI/2008 : 1. Dalam rangka menghindari risiko kerugian, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya;

2. Salah satu upaya untuk menjaga kualitas pembiayaan, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat melakukan restrukturisasi pembiayaan atas nasabah yang memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar;
3. Dalam melaksanakan restrukturisasi pembiayaan, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah; 4. Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui penjadualan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning) dan penataan kembali (restructuring). 5. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Murabahah (lanjutan)
Restrukturisasi Pembiayaan Murabahah
5. Bank dilarang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan dengan tujuan untuk menghindari: a. Penurunan penggolongan kualitas Pembiayaan;

b. Pembentukan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) yang lebih besar; atau


c. Penghentian pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara akrual. 6. Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan secara tertulis dari nasabah. 7. Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk Pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet yang wajib didukung dengan analisis dan bukti-bukti yang memadai serta terdokumentasi dengan baik. 8. Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu akad Pembiayaan awal. Restrukturisasi Pembiayaan kedua dan ketiga dapat dilakukan paling cepat 6 (enam) bulan setelah Restrukturisasi Pembiayaan sebelumnya.

9. Pembiayaan yang direstrukturisasi lebih dari 3 (tiga) kali digolongkan Macet sampai dengan Pembiayaan lunas.
10. Bank wajib memiliki kebijakan dan Standard Operating Procedure tertulis mengenai Restrukturisasi Pembiayaan. 11. Bank wajib melaporkan Restrukturisasi Pembiayaan kepada Bank Indonesia.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SALAM
Pengertian Salam
Akad salam adalah jual-beli barang yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan dengan imbalan (pembayaran) yang dilakukan saat itu juga.

Dasar Hukum Salam


Al Quran

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (QS. Al-Baqarah : 282) Ibnu Al-Abbas berkata, Aku bersaksi bahwa akad salaf (salam) yang ditanggung hingga waktu yang ditentukan telah dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya dan Dia telah mengizinkannya. Kemudian beliau membaca ayat ini. (HR Asy-Syafi'i dalam musnadnya)
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SALAM (lanjutan)
Al Hadist

Ibnu Abbas RA berkata bahwa ketika Nabi SAW baru tiba di Madinah, orang-orang madinah biasa meminjamkan buah kurma satu tahun dan dua tahun. Maka Nabi SAW bersabda,"Siapa yang meminjamkan buah kurma maka harus meminjamkan dengan timbangan yang tertentu dan sampai pada masa yang tertentu. (HR. Bukhari
dan Muslim)

Abdurrahman bin Abza dan Abdullah bin Auf RA keduanya mengatakan,"Kami biasa mendapat ghanimah bersama Rasulullah SAW. Datang orang-orang dari negeri syam. Lalu kami pinjamkan kepada mereka untuk dibayar gandum atau syair atau kismis dan minyak sampai kepada masa yang telah tertentu. Ketika ditanyakan kepada kami,"Apakah mereka itu mempunyai tanaman?. Jawab kedua sahabat ini,"Tidak kami tanyakan kepada mereka tentang itu. (HR Bukhari dan Muslim)
Dalil Ijma Ibnu Al-Munzir menyebutkan bahwa semua orang yang kami kenal sebagai ahli ilmu telah bersepakat bahwa akad salam itu merupakan akad yang dibolehkan.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SALAM (lanjutan)
Rukun Salam
Sighat (ijab Qabul)

Kedua Belah Pihak


Uang dan Barang

Syarat Salam
Syarat Pada Uang
Jelas Nilainya Diserahkan Tunai Syarat Pada Barang

Bukan Ain tapi Spesifikasinya


Barang Jelas Spesifikasinya Barang Tidak Diserahkan Saat Akad
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Jelas Waktu Penyerahannya Dimungkinkan Untuk pada Waktunya Diserahkan

Jelas Tempat Penyerahannya

SALAM (lanjutan)
Perbedaan Salam dengan Ijon Penjual memiliki kebebasan dalam pengadaan barang, dapat dari hasil ladangnya dan bisa pula dengan membeli dari hasil ladang orang lain, sedangkan sistem ijon, penjual hanya dibatasi agar mengadakan buah dari ladangnya sendiri. Pada akad salam, penjual bisa saja mendapatkan hasil panen yang melebihi jumlah pesanan, sebagaimana dimungkinkan pula hasil panen ladangnya tidak mencukupi jumlah pesanan. Akan tetapi itu tidak menjadi masalah yang berarti, sebab ia dapat menutup kekurangannya dengan membeli dari orang lain. Sedangkan pada sistem ijon, maka semua hasil panen ladang penjual menjadi milik pembeli, tanpa peduli sedikit banyaknya hasil panen. Dengan demikian, bila hasil panennya melimpah, maka penjual merugi besar, sebaliknya bila hasil panen kurang bagus, karena suatu hal, maka pembeli merugi besar pula. Pada akad salam, buah yang diperjual-belikan telah ditentukan mutu dan kriterianya, tanpa peduli ladang asalnya. Sehingga bila pada saat jatuh tempo, jika penjual tidak bisa mendatangkan barang dengan mutu dan kriteria yang disepakati maka pembeli berhak untuk membatalkan pesanannya. Adapun pada sistem ijon, pembeli tidak memiliki hak pilih pada saat jatuh tempo, apa yang dihasilkan oleh ladang penjual, maka itulah yang harus ia terima.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SALAM (lanjutan)
Salam Paralel Salam paralel adalah apabila bank bertindak sebagai penjual, kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan.

Syarat Salam Paralel :


Bank masuk kedalam dua akad yang berbeda. Salam parallel hanya boleh dilakukan dengan pihak ketiga.

Tahapan Akad Salam Paralel :

Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah pembeli kepada bank syariah sebagai penjual.
Waad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh pengiriman barang yang disepakati. Mencari produsen yang sanggup menyediakan barang dimaksud (sesuai batas waktu yang disepakati dengan harga yang lebih rendah). Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan. -----------------------------------------------------------------------------.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SALAM (lanjutan)
---------------------------------------------------------------------------------------------- Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian diawal akad dan sisanya sebelum barang diterima (atau sisanya disepakati untuk diangsur).

Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah produsen untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang aka diserahkan pada waktu yang telah ditentukan.
Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli kepada nasabah produsen pada saat pengikatan dilakukan. Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah produsen kepada nasabah pembeli pada waktu yang ditentukan.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SALAM (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Salam
Pertama: Ketentuan tentang Pembayaran: 1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. 2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati. 3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang. Kedua: Ketentuan tentang Barang: 1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang. 2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. 3. Penyerahannya dilakukan kemudian.

4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.


5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. 6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SALAM (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Salam
Ketiga: Ketentuan tentang Salam Paralel: Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat: a. Akad kedua terpisah dari akad pertama, dan b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah. Keempat: Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya: 1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.

2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon). 4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga. 5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan: a. membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya, b. menunggu sampai barang tersedia.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SALAM (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Salam
Ketiga: Ketentuan tentang Salam Paralel: Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat: a. Akad kedua terpisah dari akad pertama, dan b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah. Keempat: Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya: 1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.

2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon). 4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga. 5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan: a. membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya, b. menunggu sampai barang tersedia.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SALAM (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Salam
Kelima: Pembatalan Kontrak: Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak. Keenam: Perselisihan: Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SALAM (lanjutan)
Aplikasi Salam dalam Perbankan
Keterangan: Koperasi petani mangga harum manis memerlukan bantuan dana untuk mensukseskan panen anggotaanggotanya tahun depan terhitung dari sekarang. Untuk itu, koperasi petani tersebut mendatangi bank syariah dan menawarkan skema jual beli salam agar bank syariah tidak rugi dan petanipun dapat panen dengan baik. Maka prosesnya adalah sebagai berikut: (1) Bank syariah membeli 10 ton mangga harum manis dari koperasi petani buah mangga harum manis dengan harga Rp. 50.000,- per kilogram menggunakan akad jual beli salam untuk 1 tahun kedepan. (2). Bank syariah membayar tunai kepada koperasi tersebut sebesar: Rp.50.000,- x 1000 x 10 = Rp. 500.000.000,- . (3). Bank syariah menjual kepada pemborong buah mangga harum manis dengan harga Rp.55.000,- per kilogram menggunakan akad jual beli salam untuk 1 tahun kedepan. --------------------------------------
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SALAM (lanjutan)
Aplikasi Salam dalam Perbankan
------------------------------------------------------------- (4). Pemborong membayar tunai kepada bank syariah sebesar: Rp.55.000,- x 1000 x 10 = Rp.550.000.000,-. (5). Setelah satu tahun berlalu, koperasi petani mengirimkan mangga harum manis dengan jumlah dan kualitas sesuai pesanan kepada bank syariah.

(6). Bank syariah kemudian mengirimkan buah-buah tersebut kepada pemborong. (7). Pemborong menjual mangga harum manis di pasar buah dengan harga Rp.100.000,- per kilogram. (8). Pemborong mendapatkan keuntungan dari penjualan mangga di pasar buah.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

ISTISHNA
Pengertian Istishna
Lafal istishna berasal dari akar kata shanaa sin, dan ta menjadi istisnaa ( )yang sinonimnya , meminta untuk dibuatkan sesuatu ( )diatambah alif, artinya :

defenisi istishna adalah suatu akad beserta seorang produsen untuk mengerjakan sesuatu yang dinyatakan dalam perjanjian ; yakni akad untuk membeli sesuatu yang dibuat oleh seorang produsen dan barang serta pekerjaan dari pihak produsen tersebut.
(Wahbah Zuhaili).

istishna adalah suatu permintaan untuk mengerjakan sesuatu yang tertentu menurut cara tertentu yang materinya ( bahannya ) dari pihak penbuat ( tukang ). (Ali Fikri)

Dari defenisi-defenisi yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa akad istishna adalah akad antara dua pihak dimana pihak pertama (orang yang memesan/ konsumen) meminta kepada pihak kedua (orang yang membuat/ produsen) untuk dibuatkan suatu barang, seperti sepatu, yang bahannya dari pihak kedua (orang yang membuat/ produsen). Pihak pertama disebut mustashni , sedangkan pihak kedua, yaitu penjual disebut shani , dan sesuatu yang menjadi objek akad disebut mushnu atau barang yang dipesan (dibuat). Apabila bahan yang dibuat berasal dari mustashni bukan dari shani maka akadnya bukan istihna melainkan ijarah.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

ISTISHNA (lanjutan)
Dasar Hukum Istishna
Sesungguhnya ummatku tidak akan bersepakat untuk kesesatan, apabila kamu melihat ada perselisihan, maka ikutilah kelompok yang banyak. ( HR. Ibnu Majah )
Mazhab Hanafi Menyetujui Istishna atas dasar Istihsan karena alasan-alasan berikut ini. 1. Masyarakat telah mempraktekkan bai al-Istishna secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan bai al-istishna sebagai kasus ijma atau konsensus umum. 2. Di dalam Syariah di mungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas berdasarkan ijma ulama 3. Keberadaan bai al-istishna di dasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang seringkali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar sehingga mereka cenderung untuk melakukan kontrak agar orang lain membuatkan barang untuk mereka. 4. Bai al-istishna sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

ISTISHNA (lanjutan)
Rukun Istishna
Rukun istishna menurut Hanafiyah adalah ijab dan qabul. Akan tetapi menurut jumhur ulama, rukun istishna ada tiga yaitu sebagai berikut: a) Aqid yaitu shani (orang yang membuat/ produsen) atau penjual dan mustashni (orang yang memesan/ konsumen), atau pembeli. b) maqud alaih , yaitu amal (pekerjaan), barang yang dipesan, dan harga atau alat pembayaran c) shighat atau ijab dan qabul.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Syarat Istishna
a) Menjelaskan tentang jenis barang yang dibuat, macam, kadar, dan sifatnya karena barang tersebut adalah barang yang dijual (objek akad). b) Barang tersebut harus berupa barang yang berlaku muamalat diantara manusia, seperti bejana, sepatu, dan lain-lain. c) Tidak ada ketentuan mengenai tempo penyerahan barang yang dipesan. Apabila waktunya ditentukan, menurut Imam Abu Hanifah, akan berubah menjadi salam dan berlakulah syarat-syarat salam, seperti penyerahan alat pembayaran (harga) dimajelis akad. Sedangkan menurut Imam Abu Yusuf dan Muhammad, syarat ini tidak diperlakukan.

ISTISHNA (lanjutan)
Istishna Paralel
Istishna pararel dapat di lakukan dengan syarat: (a) akad kedua antara bank dan subkontraktor terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir dan (b) akad kedua di lakukan setelah akad pertama sah. Konsekuensi perbankan syariah melalukan istishna paralel, diantaranya : 1. Bank Islam sebagai pembuat kontrak pertama tetap merupakan satusatunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksaaan kewajibannya. 2. Penerima subkontrak pembuatan pada istishna pararel bertanggung jawab terhadap Bank Islam sebagai pemesan. 3. Bank sebagai shani atau pihak yang siap untuk membuat atau mengadakan barang, bertanggung jawab kepada nasabah atas pelaksanaan subkontraktor dan jaminan yang timbul darinya.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

ISTISHNA (lanjutan)
Perbedaan Salam dengan Istishna
1. Cara pembayaran dalam salam harus di lakukan pada saat akad berlangsung, sedangkan dalam istisna dapat di lakukan pada saat akad berlangsung, bisa di angsur atau bisa di kemudian hari. 2. Salam mengikat para pihak yang mengadakan akad sejak semula, sedangkan istisna menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak di tinggalkan begitu saja oleh konsumen yang tidak bertanggungjawab.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

ISTISHNA (lanjutan)
Aplikasi Istishna dalam Perbankan Syariah
Dalam perbankan syariah prinsip pokok (standar) minimal dalam pembiayaan istisna ada beberapa hal yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut : 1. Istishna adalah sistem jual beli yang dikecualikan, pada harga yang disetujui, ketika pembeli menempatkan order untuk diproduksi, dirakit, atau dibangun, atau melakukan sesuatu yang harus diserahkan pada masa yang akan adatang.

2. Komoditas harus diketahui secara spesifik sampai tidak ada keraguan mengenai spesifikasinya. Termasuk jenis, kualitas, dan kuantitas. 3. Harga barang yang akan diproduksi harus sudah dipatok dalam angka absolut dan tidak kabur. Harga yang disepakati dapat dibayar secara tangguh ataupun dicicil sesuai kesepakatan kedua belah pihak. 4. Penyediaan kebutuhan material yang dibutuhkan unutk memproduksi komoditas menjadi tanggung jawab pembeli. 5. Kecuali disepakati bersama, masing- masing pihak dapat membatalkan kontrak sepihak jika penjual belum menanggung ongkos apapun, langsung maupuun tidak langsung. -------------------------------------------------------------------------------
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

ISTISHNA (lanjutan)
--------------------------------------------------------------------------------------------- 6. Jika barang yang diproduksikan sesuai dengan baranag yang disepakati, pembeli tidak dapat menolak unutk menerima barang tersebut, kecuali jika jelas- jelas ada cacat pada barang tersebut. Namun, perjanjian dapat mengatur bahwa jika penyerahan tidak dilakukan dalam jangka waktu yang disepakati, maka pembeli dapat menolak unutk menerima barang. 7. Bank ( pembeli istishna ) dapat melakukan kontrak istishna paralel tanpa adanya syarat atau kaitan dengan kontrak istishna pertama. Dalam istishna pertama bank menjadi pembeli, dan pada istishna kedua bank menjadi penjual. Tiap kontrak tersebut harus indipenden dari yang lain 8. Dalam transaksi istishna, sebelum mendapat penguasaan dari barang tersebut pembeli tidak boleh menjual atau mengalihkan kepemilikan barang kepada orang lain.

9. Jika penjual gagal untuk menyerahkan barang dalam periode yang telah ditentukan, harga komoditas dapat diturunkan sejumlah tertentu per hari sesuai dengan perjanjian. -----------------------------------------------------------------------------
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

ISTISHNA (lanjutan)
--------------------------------------------------------------------------------------------- 10. Perjanjian istishna dapat menyertakan denda yang dihitung dalam persen dalam perhari/ tahun sesuai kesepakatan yang hanya oleh digunakan utuk dan sosial. Bank juga dapat mengadu kepada pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi (solatium ), atas kebijaksaan pengadilan yang harus ditetapkan berdasarkan biaya langsung dan biaya tidak langsung yang timbul, selain biaya kesempatan (opportunity costs), juga jaminan dapat dijual oleh bank tanpa intervensi dari pengadilan. 11. Jika terjadi kegagalan oleh klien (sanai), bank juga daoat megadu kepada pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi kerusakan, atas kebijaksanaan pengadilan, yang harus ditetpkan berdasarkan biaya langsung dan biaya tak langsung, selain biaya kesempatan (opportunity costs).

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

ISTISHNA (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Istishna
Pertama: Ketentuan tentang Pembayaran: 1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. 2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan. 3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

Kedua: Ketentuan tentang Barang:


1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang. 2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. 3. Penyerahannya dilakukan kemudian. 4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. 5. Pembeli (mustashni') tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. 6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. 7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

ISTISHNA (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Istishna
Ketiga: Ketentuan Lain: 1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat. 2. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna'. 3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SHARF
Pengertian Sharf
Al-sharf secara etimologi artinya Al-Ziyadah (penambahan), Al-Adl (seimbang), penghindaran, pemalingan penukaran, atau transaksi jual beli. Kadang-kadang Al-Sharf dipahami berasal dari kata Sharafa yang artinya membayar dengan penambahan. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Atau sharf (money changing) adalah menjual nilai sesuatu dengan nilai sesuatu yang lain, meliputi emas dengan emas,, perak dengan perak, dan emas dengan perak. Dalam kamus istilah fiqh disebutkan bahwa Ba'i Sharf adalah menjual mata uang dengan mata uang (emas dengan emas).

Dasar Hukum Sharf


Al Quran
Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orangorang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah ayat 275)
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SHARF (lanjutan)
Al Hadist

Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, garam dengan garam sama-sama dari tangan ke tangan, siapa yang menambahkan atau minta ditambahkan sungguh ia telah berbuat riba, pengambil dan pemberi sama. (HR
Ahmad dan Bukhari)

Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barang siapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba. Penerima atau pemberi sama-sama bersalah. (HR Muslim) janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama-sama bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian atas sebagian lainnya, janganlah kamu menjual uang kertas dengan uang kertas kecuali sama-sama bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian dengan sebagian lainnya dan janganlah kamu menjual barang yang tidak ada di tempat dengan yang sudah ada di tempat. (HR Bukhari
dan Muslim dari Abi Said)

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SHARF (lanjutan)
Dalil Ijma Ulama sepakat bahwa akad Sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu, yaitu: a. Pertukaran tersebut harus dilaksanakan secara tunai (spot) artinya masing-masing pihak harus menerima atau menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan. b. Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersial, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa. c. Harus dihindari jual beli bersyarat, misalnya A setuju membeli barang dari B haru ini dengan syarat B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu dimasa yang akan datang.

d. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
e. Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau jual beli tanpa hak kepemilikan.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SHARF (lanjutan)
Sharf Yang Boleh dan Yang Terlarang
Prinsip utama dalam melakukan perjanjian (akad) sharf adalah pertukaran mata uang secara spot, tunai dan tidak untuk spekulasi. Jenis transaksi valuta asing dalam perbankan ini terbagi dalam empat kelompok. Pertama, transaksi spot dimana penyelesaian paling lambat dua hari. Kedua, transaksi forward dengan harga waktu mendatang lebih dari dua hari. Ketiga, transaksi swap dimana kontrak pembelian dan penjualan dengan harga tertentu yang dikombinasikan. Jenis transaksi terakhir adalah option, dimana merupakan kontrak untuk memperoleh hak untuk membeli atau menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit pada harga dan jangka waktu tertentu. Dari keempat jenis transaksi tersebut, sharf hanya memperbolehkan transaksi spot saja karena transaksi tunai. Sedangkan untuk ketiga transaksi lainnya tidak dibenarkan dalam sharf, karena menggunakan harga yang diperjanjikan muwaadah) dan penyerahan dilakukan di kemudian hari.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SHARF (lanjutan)
Fatwa DSN-MUI tentang Sharf
PrinsipPertama: Ketentuan Umum Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)


2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan) 3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh). 4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai. Kedua: Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing 1. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari ( ) dan merupakan transaksi internasional. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SHARF (lanjutan)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------- 2. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). 3. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). 4. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

SHARF (lanjutan)
Dampak Sharf Bagi Perekonomian Negara
Menimbulkan ketidakstabilan nilai tukar mata uang.

Terjadinya ketidakseimbangan arus moneter dan inflasi secara tajam.


Ambruknya perusahaan yang tergantung pada bahan impor. Suku bunga pinjaman perbankan menjadi tinggi.

Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Selesai

Sedikit ilmu lebih baik dari banyak ibadah. Cukup bagi seorang pengetahuan fiqihnya jika dia mampu beribadah kepada Allah (dengan baik) dan cukup bodoh bila seorang merasa bangga (ujub) dengan pendapatnya sendiri. (HR. Ath-Thabrani)
Presentasi : Fiqh Transaksi Keuangan STAI AL IHYA Kuningan Prodi Perbankan Syariah Smt VI

Anda mungkin juga menyukai