Anda di halaman 1dari 9

STANDAR MUTU BAHAN TANAM KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK

BATANG ATAS DAN BATANG BAWAH

Oleh : Yeti Ernaningtyas,S.Si,MP

PBT BBP2TP Medan

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) adalah tanaman tahunan, yang merupakan salah satu komoditi unggulan tanaman perkebunan. Pengembangan perkebunan karet memberikan peranan penting bagi perekonomian nasional yaitu sebagai sumber devisa, bahan baku industri dan berperan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dalam Woelan, 2012 menyatakan rata-rata produktivitas sampai saat ini masih tergolong rendah yaitu 600 700 kg/ha/th (2,37 ton). Rendahnya produktifitas ini selain penerapan teknologi budidaya seperti pemupukan dan pemeliharaan kurang, yang lebih pokok adalah masalah penggunaan bahan tanam. Penggunaan benih unggul bermutu untuk komoditi karet masih 41% (Disbun Sumut, 2012).

Menggunakan bahan tanam karet yang bermutu merupakan kunci sukses menuju agribisnis karet yang menguntungkan secara berkesinambungan. Kesalahan dalam memilih bahan tanam karet akan dirasakan selama umur ekonomis tanaman. Dalam Suhendry I, 2012 menyatakan bahwa penggunaan bibit tidak bermutu akan berakibat :

a. Tanaman yang tidak berkualitas memiliki heterogenitas tinggi, pertumbuhan

lambat dan produktivitas lambat.

b. Pemeliharaan yang optimal tetap tidak memberikan manfaat.

c. Tidak ada sistem eksploitasi yang mampu memberikan hasil tinggi dalam jangka

panjang secara konsisten.

Sehingga penggunaan benih berkualitas yang membawa sifat genetik unggul (klon unggul) mutlak harus dilaksanakan. Bibit bermutu haruslah secara fisik memenuhi ukuran pertumbuhan yang normal, secara fisiologi memiliki daya hidup yang baik, dan secara genetis terdiri dari klon yang asli dan murni.

A. Batang Atas (Entres)

Kebun entres merupakan tempat mengkoleksi material genetik sebagai sumber mata tunas yang akan tumbuh sebagai batang atas tempat lateks diperoleh. Dalam budidaya tanaman karet, bahan tanaman yang lazim digunakan sampai saat ini adalah bahan tanam klonal yang diperbanyak secara okulasi. Hal ini dikarenakan tanaman karet yang berasal dari biji (seedling) memiliki keragaman yang cukup besar. Dibandingkan dengan bibit seedling, penggunaan bahan tanam klonal sangat menguntungkan karena produktivitas tanaman lebih tinggi, masa tanaman belum menghasilkan lebih cepat dan tanaman lebih seragam. Perbedaan produksi tanaman karet asal biji (seedling) dan tanaman karet klonal seperti terlihat pada tabel berikut (Indraty, 2010).

Tabel 1. Perbedaan Produksi Tanaman Karet Asal biji (Seedling) dan Tanaman

Karet Klonal

Tabel 1 diatas menunjukkan adanya perbedaan yang sangat jelas antara produksi tanaman yang berasal dari biji dan tanaman yang berasal dari klon. Pada sadap tahun pertama dan kedua tanaman seedling lebih tinggi dibanding tanaman karet klonal. Namun pada tahun sadap ketiga dan seterusnya produksi tanaman karet klonal jauh lebih tinggi. Ini berarti bahwa tanaman karet yang diperbanyak dengan cara okulasi mampu menaikkan produksi setiap tahun secara nyata.

Tanaman karet hasil okulasi merupakan tanaman klonal yang pertumbuhannya seragam, sifat karakteristiknya lebih mendekati induknya dan variasi antar individu relatif sangat kecil. Dalam perbanyakan okulasi terdapat dua bagian tanaman yang disambung yaitu batang bawah yang dilengkapi dengan akar dan batang atas yang akan diharapkan hasilnya. Batang bawah merupakan tanaman dari biji (seedling). Dimana genetik biji untuk batang bawah sangat menentukan kejaguran dan produksi tanaman karet. Batang bawah diharapkan memiliki perakaran yang kuat dan memiliki daya serap zat hara yang baik. Perbanyakan dengan okulasi memerlukan dukungan kebun entres sebagai sumber mata entres. Kebun entres harus memenuhi kriteria:

1. Umur Maksimal 10 Tahun

Koleksi tanaman entres yang lebih dari 10 tahun dapat menyebabkan penurunan potensi genetik yang mengakibatkan Tingkat juvenilitas rendah, pertumbuhan lingkar batang lambat, kulit tipis, berbunga sebelum waktunya dan daya hasil rendah

2. Pertumbuhan Batang Orthotrop

3. Klon Jelas

Kebun entres yang baik apabila kemurnian satu blok klon mencapai 100%. Material genetik yang dikoleksi terdiri klon-klon yang dianjurkan.Hasil lokakarya pemuliaan tanaman pada tahun 2009 telah menghasilkan rekomendasi klon periode 2010-2014 adalah (Woelan, 2012):

Klon penghasil lateks

: IRR 104; IRR 107; IRR 220; BPM 24; PB

260; dan PB 330.

Klon penghasil lateks-kayu : IRR 5; IRR 39; IRR 42; IRR 112; IRR 118;

IRR 119; IRR 220; dan RRIC 100.

4. Lokasi kebun entres

Lokasi untuk kebun entres mempunyai persyaratan sebagai berikut (Subendi dan Raharjo, 2010):

Lahan tidak tergenang air.

Lahan kebun entres diusahakan pada tempat yang datar (kemiringan 0-10%).

Tanahnya subur, bahan organik tinggi, bebas dari hama dan sumber penyakit.

Dekat dengan sumber mata air untuk memudahkan penyiraman.

Dekat jalan dan emplasmen untuk memudahkan pengontrolan/pengangkutan.

Mutu fisik batang atas juga menyangkut kesegaran kayu okulasi. Kayu okulasi sebagai sumber mata okulasi sebaiknya segera dipakai setelah pemotongan dari tanaman induknya. Mata tunas yang baik adalah yang berasal dari kebun entres yang sehat, umurnya hampir sama dengan umur bibit batang bawah dan jenis mata untuk okulasi coklat (umur batang bawah 7 bulan dan berwarna coklat) adalah mata ketiak daun. Standar mutu mata okulasi atau entres ialah (Siagian, 2010):

Berasal dari kebun entres yang terawat baik sesuai anjuran

Umur kayu okulasi setelah penyerongan kurang dari 3 hari dan jaringan masih segar

Berasal dari klon anjuran komersial dengan kemurnian 100%

Mata tunas yang berasal dari ketiak daun digunakan untuk okulasi coklat (umur batang bawah 7 bulan dan berwarna coklat) dan mata sisik yang berasal dari daun yang rudimenter digunakan untuk okulasi tanaman muda (3-4 bulan).

A. Biji Untuk Batang Bawah

Biji untuk batang bawah berasal dari kebun monoklonal yang memiliki luasan minimal 10 ha dan dari klon anjuran. Hal ini dikarenakan penyerbukan bunga dilakukan oleh serangga sehingga induk betina dapat diketahui dengan pasti sedangkan induk jantan tidak diketahui pasti. Maka luasan sumber benih ditentukan dan dari kebun monoklonal, dengan harapan penyerbukan bunga yang dibantu oleh serangga berasal dari serbuk sari yang sama dengan induk betina. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi biji karet antara lain umur tanaman, jarak tanaman, keadaan penyakit daun/bunga, pemupukan, sifat fertilitas bunga dan pengaruh iklim (Wycherly, 1971). Dalam Napitupulu (1977) menyatakan bahwa makin dewasa pohonnya, produksi buah makin banyak dan kemudian menurun pada tanaman tua. Dikatakan bahwa hasil yang paling banyak terdapat pada umur antara 10 20 tahun. Karena keberhasilan pembuahan secara alami pada tanaman karet sangat rendah yaitu berkisar 0% - 10% ( 4%) (Siagian, 2010). Maka untuk mendapatkan produksi biji yang banyak, kebun sumber benih ditentukan berumur 10 tahun. Selama ini masih belum ada kebun sumber benih khusus untuk menghasilkan biji, maka kebutuhan biji untuk batang bawah diambil dari kebun produksi monoklonal yang berasal dari salah satu klon anjuran.

Untuk mendapatkan benih dengan mutu fisiologis yang baik, terlebih dahulu harus ditentukan tempattempat pengambilan benih yang sesuai dengan klon-klon anjuran. Adapun syarat kebun sumber biji untuk batang bawah (Anonim, tanpa tahun):

Terdiri dari klon monoklonal anjuran untuk sumber benih.

Kemurnian klon minimal 95%.

Umur tanaman 10-25 tahun.

Pertumbuhan normal dan sehat.

Penyadapan sesuai norma.

Luas blok minimal 15 Ha.

Topografi relative datar.

Berdasarkan hasil lokakarya pemuliaan tanaman karet pada tahun 2009 menghasilkan rekomendasi klon periode 2010-2014, yaitu biji karet anjuran untuk pembibitan batang bawah antara lain: AVROS 2037, GT1, PB 260 dan RRIC 100, PB 330 dan BPM 24 (Daslin A. dkk, 2009). Setiap jenis biji mempunyai ciri/bentuk atau motif yang dapat dibedakan dari jenis yang lain. Pada Tabel 2 tertera deskripsi beberapa biji anjuran untuk batang bawah.

Tabel 2. Deskripsi Biji dari Beberapa Klon Anjuran untuk Batang Bawah

Deskripsi biji karet anjuran untuk batang bawah perlu diketahui, agar kesalahan dalam pemilihan biji untuk batang bawah tidak terjadi. Kesalahan dalam penggunaan batang bawah dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi karet. Selain itu keseragaman dalam penggunaan batang bawah juga mempengaruhi keserempakan waktu produksi. Penggunaan biji karet yang bermutu baik yang

berasal dari klon anjuran dapat meningkatkan produksi batang atas sampai 20% (Sakhibun dan Husin M., 1990).

Pengadaan benih sebagai sumber batang bawah merupakan tahap awal dari suatu proses pertanaman dan sangat menentukan keberhasilan suatu program penanaman. Biji karet yang dikumpulkan dari pohon pada saat masak fisiologis, dimana biji akan merekah dan jatuh dari pohon. Dengan demikian kebun sumber benih hendaknya mendapat perlakuan sebagai berikut (Siagian, 2010):

Satu bulan sebelum biji jatuh, areal dibawah pohon dibersihkan/disiangi dan dibebaskan dari bijibiji yang lama.

Kemudian pengumpulan biji dilakukan secara serentak setiap dua hari sekali.

Biji yang telah dikumpul diseleksi untuk memisahkan biji yang baik dan jelek agar diperoleh mutu biji yang bernas. Seleksi biji dilakukan secara manual dan visual atau menggunakan alat pental biji karet. Adapun seleksi secara manual biji memiliki ciri-ciri antara lain warna benih mengkilap, permukaan licin, bentuk normal, tidak cacat dan bebas penyakit serta memiliki daya lenting yang tinggi dan nyaring apabila dijatuhkan di lantai. Seleksi secara visual dengan uji kesegaran biji dengan cara membelah biji dan diamati endosperm (daging buah) dan kotiledonnya (keping lembaga). Uji kesegaran ini sebagai pendugaan kecambah. Jika kesegaran biji tinggi, maka daya kecambah juga tinggi. Sebaiknya kesegaran biji tidak kurang dari 70% dan biji karet yang mempunyai kesegaran dibawah 50% tidak dapat diterima untuk benih batang bawah (Siagian N., 2010). Biji yang tergolong baik mempunyai ciri sebagai berikut (Sagala, 2012):

Daging buah (endosperm) menunjukkan warna putih dan masih segar, serta kotiledon masih rapat (kelas I)

Daging buah berwarna putih agak kekuningan, kotiledon terbuka tidak lebih dari 1 mm (kelas II)

Jika daging buah berwarna kuning, kuning kehitaman serta lembek dan berminyak maka biji sudah jelek dan tidak akan mampu tumbuh menjadi kecambah normal (biji afkir masuk kelas III dan IV).

Biji karet tergolong rekalsitran maka biji yang telah dipilih dan diseksi harus segera disemaikan dan paling lama 6 hari dari biji jatuh (Siagian dan Suhenry, 2006). Untuk biji yang telah jatuh lebih dari tiga hari, disarankan dilakukan perendaman satu sampai dua malam dalam air mengalir sebelum disimpan untuk meningkatkan kadar air. Jika biji tidak langsung dikemas, maka penyimpanan dilakukan dengan cara ditebar di lantai di area terlindung dari sinar matahari langsung, lama penyimpanan dapat mencapai 4-5 hari dengan daya tumbuh 60%. Untuk pengiriman jarak jauh, pengawetan dillakukan dengan cara mengemas biji didalam kantong plastik berlubang ditambah serbuk gergaji yang lembab.

Daftar Pustaka

Anonim, tanpa tahun. Pengelolaan biji karet untuk bibit. Balai Penelitian Sembawa.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr315093.pdf. akses 12 nopember 2011

Daslin A. dkk, 2009. Bahan Tanam Klon Karet Unggul. Balai Penelitian Sungei Putih Pusat Penelitian Karet.

Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara. Kebijakan Pembinaan Penangkar Benih Tanaman Perkebunan. Makalah yang disampaikan dalam Kegiatan Pembinaan dan Inventarisasi Penangkar Benih Tanaman Perkebunan Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara. 28 29 Juni 2012.

Indraty, Indyah S. 2010. Mutu Entres untuk Tanaman Karet. Dalam Media perkebunan edisi 85 hal 5658. Jakarta Pusat.

Napitupulu, L.A. 1977. Masalah Pengadaan Biji Karet dan Pengawasan Mutu. Balai Penelitian Perkebunan Medan. Ex.7709.

Sagala, Aidi D. 2012. Teknik Pengelolaan Benih Tanaman Karet. Makalah yang disampaikan pada Pelatihan Pembinaan dan Inventarisasi Penangkar Benih Tanaman Perkebunan Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara pada Tanggal 28-29 juni 2012.

Sagala, Aidi D. Dan Sayurandi. 2010. Teknik Identifikasi dan Pengenalan Klon Unggul 2010-2014. Makalah yang disampaikan pada Magang Petugas Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan pada tanggal 30 Nopember 1 Desember 2010. Pusat Penelitian Karet Sungei Putih.

Sakhibun dan Husin, M. 1990. Hevea Seed: Its Characteristics, Collection and Germination. Planterse Bulletin. 202. P.3-8

Siagian, Nurhawaty. 2010. Sifat dan Penanganan Biji Karet. Makalah yang Disampaikan pada Magang Petugas Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan pada Tanggal 30 Nopember 1 Desember 2010. Pusat Penelitian Karet Sungei Putih.

Siagian, N dan Suhenry, I., 2006. Teknologi Terkini Pengadaan Bahan Tanam Karet Unggul. Balai Penelitian Sungei Putih Pusat Penelitian Karet.

Subendi, Ahmad dan Raharjo, Budi, 2010. Petunjuk Teknis Pembibitan Tanaman Karet (Materi Pelatihan Agribisnis bagi KMPH) BPTP Sumatera Selatan. www.merang-redd.org/.../2-reports.html. akses 8 agustus 2011.

Suhenry I, 2012. Standar Mutu Bahan Tanam (benih) Karet Unggul. Slide yang disampaikan pada magang pengawas benih tanaman perkebunan pada tanggal 13-15 Pebruari 2012. Balai Penelitian Sungai Putih.

Woelan, Sekar. 2012. Identifikasi Klon Unggul Baru Penghasil Lateks dan Lateks-Kayu. Makalah yang disampaikan pada magang petugas pengawas benih tanaman BBP2TP Medan pada tanggal 13-15 Pebruari 2012 . Pusat Penelitian Karet Sei Putih.

Wycherly, P.R. 1971. Hevea Seed. The Planter, 47 (544, 545 & 546), 1-2

Anda mungkin juga menyukai