Anda di halaman 1dari 44

A. Latar Belakang Manusia selalu ingin tahu apa yang memang tampak konkret dan nyata.

Segala sesua tu yang nampak dan diketahuinya akan menjadi sebuah pengetahuan. Pembuktiaan sec ara inderawi yang menyatakan kebenaran tentang pengetahuan tersebut. Tetapi peng alaman indrawi belumlah cukup untuk menghasilkan suatu pengetahuan. Pengalaman i ndrawi tersebut harus mengalami proses ilmiah yang lebih lanjut atau disebut seb agai proses metodologis. Dalam proses metodologis ini, diperlukan prinsip episte mologi yang dapat mengkaji lebih dalam tentang pengetahuan. Epistemologis mencak up berbagai hal seperti batas pengetahuan, sumber pengetahuan, serta kriteria ke benaran. Pembuktian pengetahuan ini diperlukan untuk keabsahan suatu teori pengetahuan. K ita dapat melihat perkembangan pengetahuan lewat suatu paradigma Thomas Kuhn dan Karl Popper. Thomas Kuhn berfikir bahwa dalam kenyataannya teori utama dalam il mu pengetahuan alam tidak dapat difalsifikasi secara langsung. Ia memahami tenta ng kemajuan di dalam ilmu pengetahuan dengan berpijak pada teori falsifikasi Pop per. Ia merumuskan teori baru yang didasarkan pada penelitian historis bagaimana ilmu pengetahuan mengalami perubahan dan perkembangan dalam sejarahnya. Ilmu pe ngetahuan tidak secara otomatis menyingkirkan suatu teori ketika ada bukti bukti yang berlawanan dengan teori tersebut, melainkan perubahan tersebut terjadi mel alui proses yang bersifat gradual dan kumulatif. Pemikiran Thomas Kuhn tersebut merupakan kritik dari Karl Popper yang menyatakan bahwa suatu teori ilmu pengetahuan yang memadai adalah teori yang bersifat kons isten, koheren serta selalu dapat difalsifikasi. Tidak ada teori ilmiah yang sel alu dapat cocok secara logis dengan bukti bukti yang ada. Dengan kata lain, teor i yang tidak dapat ditolak bukanlah teori ilmu pengetahuan. Dengan melihat perbedaan pemikiran antara Thomas Kuhn dan Karl Popper, kita dapa t melihat perkembangan atau kritik untuk menemukan suatu keabsahan ilmu ilmu bar u. Filsafat ilmu membahas persoalan ilmu pengetahuan dengan berbagai masalahnya, terutama yang berkaitan dengan metodologi atau pembenaran ilmiah. Sehingga, cir i keilmiahan suatu ilmu pengetahuan dengan cara kerja ilmiah menjadi bahan yang dikaji dalam filsafat ilmu. Dalam mengkaji ciri dan cara kerja ilmu pengetahuan itu, harus berlandaskan rasionalitas. Dengan demikian, rasionalitas sebagai medi a untuk filsafat ilmu dan epistemologi dalam menemukan kebenaran ilmiah. B. Tinjauan dua Paradigma Perkembangan Ilmu 1. Paradigma Thomas Kuhn Thomas Kuhn pada tahun 1962 menerbitkan buku yang berjudul: The Structure of Sci entific Revolution menciptakan paradigma yang merupakan dasar utama dalam bidang ilmiah. Kuhn juga mengemukakan bahwa dalam kenyataannya teori utama dalam ilmu pengetahuan alam tidak dapat difalsifikasi secara langsung. Bila prediksi dari t eori yang dihasilkan salah, logika saja tidak cukup untuk menentukan bahwa teori pokok atau asumsi tambahannya salah. Orang masih mempunyai kebebasan untuk memp ertahankan teori utamanya dan menolak asumsi tambahan. Lebih jauh Kuhn berpendap at bahwa tidak ada metode yang obyektif yang dapat menentukan teori yang lebih b enar atau lebih baik. Thomas Kuhn yang telah berjasa dalam pengembangan ilmu pen getahuan normal dan revolusioner, paradigma dan matriks disiplin, serta pengemba ngan dalam analisis sosiologi yang menitikberatkan pada norma dan nilai ilmiah. Logika positivisme menempati posisi sebagai filosofi empiris yang radikal, dan p ara pendirinya percaya bahwa hal ini merupakan awal babak baru dalam penyelidika n filosofi. Tujuan dari seluruh analisis filosofi adalah analisis logika dari il mu yang dinyatakan sebagai positif, atau empiris, yang merupakan label dari logi ka positivisme. Tugas pertama bagi logika positivisme adalah mendefinisikan apa yang menjadi tuntutan dalam penyusunan suatu ilmu pengetahuan. Hasilnya adalah u

ntuk menganalisis bentuk logika dari suatu pernyataan. Pernyataan yang tidak han ya analitis (sebagai contoh: definisi) atau sintetis (pernyataan yang merupakan bukti dari fakta) yang digolongkan sebagai nyata secara kognitif (cognitively si gnificant) atau bermakna. Semua pernyataan lain tidak nyata secara kognitif bila : tidak bermakna, bersifat metafisik, dan tidak ilmiah. Analisis filosofi yang m enggunakan pernyataan seperti itu mungkin sebagai ekspresi sikap emosi, atau sik ap umum mengenai kehidupan, atau nilai moral, tetapi tidak dapat dinyatakan seba gai ilmu pengetahuan. Thomas Kuhn menaruh minat pada prinsip-prinsip kebenaran tunggal yang dianut Pos itivisme. Dalam pandangan Kuhn kebenaran tunggal atau kebenran objektif itu tida k pernah ada. Yang ada adalah kebenaran yang merupakan kesepakatan suatu komunit as akademis yang menjunjungnya secara terus-menerus. Menurut Kuhn, positivisme a dalah suatu paradigma ilmu pengetahuan yang terus bertahan karena didukung dan d ipertahankan oleh kalangan komunitas ilmu yang kuat. Konsep utama Thomas Kuhn adalah paradigma. Menurutnya, paradigma menjadi kerangk a konseptual dalam mempersepsi semesta. Artinya tidak ada observasi peneliti yan g netral. Semuanya dibentuk oleh kerangka konseptual yang kita gunakan. Ilmuwan selalu bekerja di bawah payung paradigma yang akan memuat asumsi dan metodologi sendiri. Dengan begitu, kebenaran ilmu tidaklah satu melainkan plural. Hanya saj a kebenran itu dibuktikan oleh sekelompok kalangan ilmiah. < p class= MsoNormal style= text-align: justify > Revolusi sains merupakan episode perkem bangan nonkomulatif yang didalamnya paradigma yang lama diganti seluruhnya (seba gian oleh paradigma baru yang bertentangan). Revolusi sains dibawa oleh kesadara n yang semakin tumbuh yang sering terbatas pada subdivisi yang sempit dari masya rakat sains, bahwa paradigma yang ada tidak lagi berfungsi secara memadai dalam eksplorasi suatu aspek dari alam. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota seluruh masyarakat sains dan sebaliknya. Revolusi adalah jenis khusus perubahan yang melibatkan jenis tertentu rekonstruksi komitmen-komitmen k elompok (Paradigma dan struktur masyrakat) dan masih banyak karakteristik-karakt eristik secara esensial seperti paradigma sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma dll. Tahap tahap Perkembangan Ilmu ( Progress Sains ). Skema progress sains menurut Khun adalah sebagai berikut : Pra paradigma Pra Science Paradigma Normal Science Anomali Krisis Revolusi Paradigma Baru Ekstra Ordinary Science- R evolusi. Dari sini nampak bahwa paradigma pada saat pertama kali muncul itu sifatnya masi h sangat terbatas, baik dalam cakupan maupun ketepatannya. Paradigma memperoleh statusnya karena lebih berhasil dari pada saingannya dalam memecahkan masalah ya ng mulai diakui oleh kelompok praktisi bahwa masalah-masalah itu rawan. Dalam pe rkemabangan sain, sebuah konsep terbentuk oleh adanya paradigma yang mengakibatk an perubahan konsep, sehingga sains pun terus berubah. Peran paradigma dalam ppe rkembangan sains sangatlah penting, karena paradigma itulah yang menjiwi sebuah konsep. Dapat disimpulkan bahwa revolusi sains adalah symbol yang menjelaskan tent ang efek terkhir dari adanya perbedaan paradigma-paradigma yang dinamis. Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang baru dan berbeda dengan ketik a menggunakan instrumen-instrumen yang sangat dikenal untuk melihat tempat-tempa t yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba dipin dahkan ke daerah lain di mana obyek-obyek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda dan juga berbaur dengan obyek-obyek yang tidak dik enal. Kalaupun ada ilmuwan yang tidak mau menerima paradigma baru sebagai landas an risetnya, dan ia tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar dan sudah tidak mendapat dukungan lagi dari mayoritas masyarakat sains, maka aktivitas-ak tivitas risetnya hanya merupakan tautologi, yang tidak berguna sama sekali.

2. Perkembangan Ilmu secara Piece Meal Engineering Karl Popper Salah satu peristiwa yang mempengaruhi perkembangan intelektual Popper dalam fil safatnya adalah dengan tumbangnya teaori Newton dengan munculnya Teori tentang g aya berat dan kosmologi baru yang gikemukakan oleh Einstein. Dimana Popper terke san dengan ungkapan Einstein yang mengatakan bahwa teorinya tak dapat dipertahan kan kalau gagal dalm tes tertentu, dan ini sangat berlainan sekali dengan sikap kaum Marxis yang dogmatis dan selalu mencari verifikasi terhadap teori-teori kes ayangannya. Dari peristiwa ini Popper menyimpulkan bahwa sikap ilmiah adalah sik ap kritis yang tidak mencari pembenaran-pembenaran melainkan tes yang crucial be rupa pengujian yang dapat menyangkal teori yang diujinya, meskipun tak pernah da pat meneguhkannya. Pemikiran Karl Raimund Popper dalam aliran rasionalisme kritis berangkat dari ke tidaksetujuannya terhadap beberapa gagasan dasar Lingkaran Wina yang beraliran p ositivisme logis. Terutama ia sangat menentang ungkapan yang disebut bermakna (m eaningful) dari yang tidak bermakna (meaningless) berdasarkan kriteria dapat tid aknya dibenarkan secara empiris. Menurutnya, karena empiris merupakan peristiwa yang berkelanjutan, maka ungkapan yang dulunya tergolong meaningless, bisa jadi sangat meaningful nantinya. Artinya, sangat berbahaya apabila suatu ungkapan apa lagi teori dibuat tertutup dengan menyatakannya meaningless, pada perkembangan f enomena termasuk pegalaman atau empiris juga terus berlanjut. Popper juga mengungkapkan adanya tahap-tahap pengembangan pengetahuan ilmiah, ya itu tahap 1, Penemuan masalah, ilmu pengetahuan mulai dari satu masalah yang ber mula dari suatu penyimpangan, dan penyimpangan ini mengakibatkan orang terpaksa mempertanyakan keabsahan perkiraan itu dan ini merupakan masalah pengetahuan. Ta hap 2, Pembuatan Teori, langkah selanjutnya adalah merumuskan suatu Teori sebaga i jawabannya yang merupakan hasil daya cipta pikiran manusia dan sifatnya percob aan atau terkaan. Teori sifatnya lebih abstrak dari masalah. Tahap 3, Perumusan ramalan atau hipotesis, Teori selanjutnya digunakan untuk menurunkan ramalan ata u hipotesis spesifik secara deduktif dan ini ditujukan kepada kenyataan empiris tertentu. Tahap 4, Pengujuan ramalan atau hipotesis, selanjutnya hipotesis diuji melalui pengamatan dan eksperimen tujuannya adalah mengumpulkan keterangan empi ris dan menunjukkan ketidakbenarannya. Tahap 5, Penilaian hasil, tujuan menilai benar tidaknya suatu teori oleh Popper dinamakan pernyataan dasar yang menggamba rkan hasil pengujian. Pernyataan dasar ini memainkan peranan khusus yaitu pernya taan yang bertentangan dengan teori, dan ini semacam petunjuk ketidakbenaran pot ensial dari teori yang ada. Dalam tahap ke 5 ini terdapat dua kemungkinan, perta ma, teori ini diterima sehingga tidak berhasil ditunjukkan ketidakbenarannya dan untuk sementara teori ini dapat dikategorikan sebagai pengetahuan ilmiah sampai pada suatus aat dapat dirobohkan dengan menyusun suatu pengujian yang lebih cer mat. Kemungkinan kedua, adalah teori ini ditolak sehingga terbukti bahwa ketidak benarannya dan konsekuensinya muncul masalah baru dan harus segera dibentuk teor i baru untuk mengatasinya. Tahap 6, Pembuatan Teori Baru, dengan ditolaknya teor i lama maka muncullah masalah baru yang membutuhkan teori baru untuk mengatsinya dan sifat dari teori ini tetap abstrak dan merupakan perkiraan atau dugaan sehi ngga merupakan suatu percobaan yang harus tetap diuji. Dari penjelasan diatas bahwa untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah tentunya man usia tidak akan lepas dari kegiatan percobaan, kesalahan, terkaan dan penolakan yang silih berganti dan menurut Popper teori adalah unsur tetap dalam evolusi ma nusia dan teori pula adalah unsur rasio dan bagian dari pembawaan manusia. 3. Perbandingan Thomas Kuhn dengan Karl Popper Dalam menemukan kebenaran pengetahuan ilmiah antara Kuhn dan Popper, terdapat ke samaan dalam melihat teori ilmu pengetahuan dari konteks sejarah bahwa dalam per kembangannya teori ilmiah menurut Popper didasari pada falsifikas, bukan verifik asi. Kuhn melihat bahwa sejarah ilmu pengetahuan berlandaskan revolusi, baik fal

sifikasi maupun verifikasi memegang peranan, dan yang penting bahwa teori ilmiah tidak selalu dipengaruhi oleh kriteria objektif melainkan juga subjektif, yaitu komitmen baik psikologis maupun sosiologis oleh masyarakat ilmiah tertentu. Yan g mencolok antara konsep Kuhn dan Popper adalah jika Popper beranggapan teori il miah mendapat kemajuan lewat langkah kumulatif evolusionistik, sedangkan Kuhn bers ifat revolusioner . C. Kesimpulan Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditegaskan bahwa kedua filsu f mempunyai visi dan pandangan yang sama untuk menciptakan ilmu-ilmu baru namun perbedaannya terletak pada cara mendapatkan atau mendapatkan ilmu baru. Metode f alsifikasi Popper berorientasi menguji suatu hipotesa dengan membantahnya, sehin gga terbukti bahwa teori tersebut benar. Apabila lolos dalam falsifikasi maka ia akan kembali menjadi hipotesa yang dikokohkan (corroborated) dan masih membuka peluang untuk tetap difalsifikasi. Karl Popper dengan piecemeal engineering bera nggapan bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang secara sedikit demi sedikit. Thomas Kuhn menyatakan, ilmu pengetahuan selalu terbuka pada hal hal yang sewakt u-waktu dapat direvolusi (perubahan besar dalam ilmu pengetahuan. Dengan memusat kan pada revolusi pengetahuan, dikatakan revolusioner jika teori barundapat meng gantikan teori lama secara struktural, sehingga ia mengandaikan bahwa ilmu penge tahuan selalu relatif sifatnya. DAFTAR PUSTAKA Yusuf, Akhyar. Materi Kuliah Filsafat Ilmu Kuliah 5-6: Falsifikasionisme Karl Ra imund Popper sebagai Alternatif Induktivisme Logis Program S1 Filsafat FIB, Univ ersitas Indonesia, 2010 ################################################################################ ########## PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bidang garapan dari filsafat ilmu adalah epistemologi. Secara etimolo gis epistemologi berasal dari bahasa yunani epiteme artinya pengetahuan, dan lo gos artinya teori, epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yan g mempelajari asal mula, sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) penget ahuan. Dalam metafisika pertanyaan pokok adalah apakah ada itu? , sedangkan dalam e pistomologi pertanyaan pokok adalah apa yang dapat saya ketahui? . Jadi persoalan apa saja yang termasuk dalam epistomologi adalah : 1. 2. 3. Bagimana manusia dapat mengetahui sesuatu? Dari mana pengetahuan itu diperoleh? Bagimana validitas pengetahuan itu dapat dinilai?

4. Apa perbedaan antara pengetahuan apriori ( Pengetahuan pra pengalaman) d an pengetahuan a posteriori ( pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat ilmu, 2004). Suhartono (2005) mengatakan dalam epistomologi terdapat beberapa perbedaan menge nai teori pengetahuan, hal ini disebabkan karena setiap ilmu pengetahuan memilik i potensi objek, metode, sistem dan tingkat kebenaran yang berbeda. Jadi bisa di katakan segala perbedaan tersebut terutama berkembang dari perbedaan sudut panda ng dan metode yang bersumber dari empirisme dan rasionalisme. Dengan kata lain e

pistemologi merupakan suatu bidang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat kebenaran, karena semua pengetahuan mempersoalkan kebenaran. Merujuk dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa sejarah penemuan suatu keb enaran tentang pengetahuan dimulai dari Periode filsafat Yunani yang merupakan p eriode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia, karena pada waktu ini ter jadi perubahan pola fikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Perubaha n pola fikir yang kelihatan sangat sederhana tetapi sebenarnya memiliki implikas i tidak sederhana. Alam yang selama ini ditakuti dan dijauhi kemudian didekati b ahkan dieksploitasi. Manusia yang dulunya pasif menjadi aktif sehingga alam digu nakan sebagai objek penelitian atau pengkajian. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat (Tim Dosen Filsafat ilmu, 2004). Sejak zaman ini filsafat terus berkembang, mulai dari masa kejayaan, kemunduran, dan kebangkita nnya kembali. Menurut Tafsir (2004), bahwa filsafat mengalami perkembangan pada abad modern, y ang diawali terlebih dahulu dengan adanya zaman Renaissance, yaitu peralihan aba d pertengahan ke abad modern. Zaman ini terkenal dengan era kelahiran kembali ke bebasan manusia dalam berfikir. Sejak zaman ini kebenaran filsafat dan ilmu peng etahuan didasarkan pada kepercayaan dan kepastian intelektual (sikap ilmiah) yan g kebenarannya dapat dibuktikan berdasarkan metode, perkiraan dan pemikiran yang dapat diuji. Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada abad modern khususny a abad ke-17 adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang ini ad alah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksu d dengan kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, m aka dalam abad ke-17 muncullah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban berbe da, bahkan saling bertentangan. Aliran tersebut adalah aliran rasionalisme dan e mpirisme. Kerjasama antara beberapa aliran dari rasionalisme dan empirisme lahi rlah metode sains dan dari metode inilah lahir pengetahuan sains ( Tafsir, 2004 ). Dalam proses perkembangan keilmuan tersebut, paradigma keilmuan memegang peranan penting, karena fungsi paradigma ilmu adalah memberikan kerangka, mengarahkan, bahkan menguji konsestensi dari proses keilmuan. Dalam paradima ilmu, ilmu telah mengembang seperangkat keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakekat ilmu yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Sejak abad pencerahan sampai era globalisasi ini terdapat empat paradigma ilmu y ang dikembangkan oleh para ilmuan dalam menemukan ilmu pengetahuan yakni: positi visme, postpositivime, critical teori, constuctivism (Muslih, 2004). Pada perkembangan filsafat ilmu dalam memahami beberapa kerangka teori keilmuan dan juga paradigma keilmuan, terdapat beberapa filsuf yang terkenal karena has il pemikiran dan karyanya berpengaruh terhadap perkembangan suatu ilmu, Salah sa tu tokoh filsafat yang terkenal yakni Thomas Kuhn yang mengarang buku The Struc ture of Scientific revolution tahun 1962. Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalaha n fondamental tentang image atau konsep ilmu terutama ilmu sains yang telah diel aborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik . Ciri khas yang membedakan model filsafat ilmu baru ini dengan model yang terdahu lu adalah pendekatan/perhatiannya yang besar terhadap sejarah ilmu dan filsafat sains. Dan peranan sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang terjadi. Bagi Kuhn sejarah ilmu merupakan starting point dan kaca mata utamanya dalam menyoroti permasalahan-per masalahan fundamental dalam epistemologi, yang selama ini masih menjadi teka-tek i. Menurutnya, dalam setiap perkembangan ilmu pengetahuan selalu terdapat dua fa se yaitu; normal science dan revolutionary science. Singkatnya, normal science a dalah teori pengetahuan yang sudah mapan sementara revoutionary science adalah u

paya kritis dalam mempertanyakan ulang teori yang mapan tersebut dikarenakan teo ri tersebut memang problematis. Oleh karena itu kita sebagai pendidik perlu untu k mengetahui sejarah ilmu yang dikenal oleh paradigm Kuhn dalam proses memperole h pengetahuan sains secara benar menurut konsep cabang filsafat dari epistomolog i. Dari latarbelakang maslah di atas, maka terdapat beberapa permasalahan diantaran ya: 1. 2. 3. 4. Siapakah Thomas S. Kuhn? Apakah yang dimaksud paradigma menurut Thomas S. Kuhn? Bagaimanakah latar belakang pemikiran Kuhn tentang perkembangan ilmu? Bagimanakah pandangan Kuhn tentang perkembangan ilmu?

B. Pembahasan Biografi Thomas S. Kuhn Thomas S. Kuhn dilahirkan di Cicinnati, Ohio pada tanggal 18 juli 1922. Kuhn la hir dari pasangan Samuel L, Kuhn seorang Insinyur industri dan Minette Stroock K uhn. Dia mendapat gelar B.S di dalam ilmu fisika dari Harvard University pada ta hun 1943 dan M.S. Pada tahun 1946. Khun belajar sebagai fisikawan namun baru men jadi pengajar setelah mendapatkan Ph.D dari Harvard pada tahun 1949. Tiga tahun nya dalam kebebasan akademik sebagai Harvard Junior Fellow sangat penting dalam perubahan perhatiannya dari ilmu fisika kepada sejarah(dan filsafat) ilmu. Dia k emudian diterima di Harvard sebagai asisten profesor pada pengajaran umum dan se jarah ilmu atas usulan presiden Universitas James Conant (Aprillin, 2010). Setelah meninggalkan Harvard dia belajar di Universtitas Berkeley di California sebagai pengajar di departemen filosofi dan sains. Dia menjadi profesor sejarah ilmu pada 1961. Di berkeley ini dia menuliskan dan menerbitkan bukunya yang terk enal The Structure Of Scientific Revolution pada tahun 1962. Pada tahun 1964 dia menjadi profesor filsafat dan sejarah seni di Princeton pada tahun 1964-1979. K emudian di MIT sebagai professor filsafat. Tetap di sini hingga 1991(Muslih, 200 4). Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum fisikawan itu meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik dengan kanker dari Bronchia l tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di Cambridge Massachusetts. D ia menikah dua kali dan memiliki tiga anak. Kuhn mendapat banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai contohnya dia memegang posisi sebagai Lowel lecturer pa da tahun 1951, Guggeheim fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih banyak pengharg aan lain (Muslih, 2004). Karya Kuhn cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat banyak sambutan dari filsuf ilmu dan ilmuan adalah The Structure of Scientific Revolution,sebua h buku yang terbit pada tahun 1962, dan direkomendasikan sebagai bahan bacaan da lam kursus dan pengajaran berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, ris et dan sejarah serta filsafat sains.

Pengertian Paradigma Pengertian paradigma menurut kamus filsafat dalam Merymaswarita (2009) adalah : 1. Cara memandang sesuatu.

2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenome na dipandang dan dijelaskan. 3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan m enentukan atau mendefinisikan suatu study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dal am praktek ilmiah pada tahap tertentu. 4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan probl em-problem riset. Menurut Chalmers (1983) Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-as umsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sanga t menentukan sifat, cirri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam The structure of Science Revolution , Kuhn (1989) menggunakan paradigma dalam dua peng ertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nila i, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di piha k lain paradigma menunjukan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan tek a-teki yang kongkrit yang jika digunakan sebagai model, pola, atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasala han dan teka-teki normal sains yang masih tersisa. Paradigma menurut Muslih (2004) merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis. Secara singkat pengertian paradigma adalah Keseluruhan kon stelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena), paradigma membantu merumuskan tentang apa yang ha rus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diiku ti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh (Kuhn, 1989). Dari pengertian para ahli diatas penulis dapat menyimpulkan pengertian paradig ma adalah suatu pandang atau kerangka berpikir yang berdasarkan fakta atau gejal a diinterpretasikan untuk dipahami dan membantu merumuskan tentang apa yang haru s di pelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus di iku ti dalam menginterprestasikan jawaban yang diperoleh terhadap suatu fenomena.

Latar Belakang Pemikiran Kuhn Tentang Ilmu dan Perkembangannya Menurut Muslih (2004), yang melatarbelakangi pemikiran Kuhn tentang ilmu dan pe rkembangannya merupakan respon terhadap adanya pandangan Positivisme dan Popper . Positivisme menganggap pengetahuan mengenai fakta objektif merupakan pengetahu an yang sahih, mereka mengklaim bahwa kekacauan kaum idealis dengan berbagai pen dekatan metafisika yang digunakan dalam melihat realitas, karena bahasa yang mer eka pakai secara esensial tanpa makna, dan secara umum mereka berpendapat bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman dan proses verifikasi dan konfirmasi eksperi men dari bahasa ilmiah meruapakn langkah dan proses perkembangan ilmu. Sementar a itu popper berpendapat bahwa proses perkembangan ilmu menurutnya harus berkemu ngkinan mengandung salah dengan proses yang disebut falsifikasi ( proses ekspe rimental untuk membuktikan salah dari suatu ilmu) dan refutasi (penyangkalan teo ri). Kuhn menolak pandangan di atas, Kuhn memandang ilmu dari perspektif sejarah, da lam arti sejarah ilmu. Rekaman sejarah ilmu merupakan titik awal pengembangan il mu karena merupakan rekaman akumulasi konsep untuk melihat bagaimana hubungan an tara pengetahuan dengan mitos dan takhayul yang berkembang. Sejarah ilmu diguna kan untuk mendapatkan dan mengkonstruksi wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilm iah yang sesungguhnya terjadi. Hal-hal baru baru yang ditemukan pada suatu masa menjadi unsur penting bagi pengembangan ilmu di masa berikutnya (Kuhn, 1989).

Perbedaan pendapat Kuhn dengan Popper adalah Kuhn lebih mengekplorasi tema-tema yang lebih besar misalnyanya hakekat ilmu baik dalam prakteknya yangnyata maupun dalam analisis kongkret dan empiris. Jika Popper menggunakan sejarah ilmu untuk mempertahankan pendapatnya, Kuhn justru menggunakan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikannya (Muslih M, 2004), Dari pendapat Kuhn tersebut bisa dikatakan bahwa filsafat ilmu harus berguru kep ada sejarah ilmu, sehingga seorang ilmuan dapat memahami hakikat ilmu dan aktivi tas ilmiah yang sesungguhnya. Thomas Samuel Kuhn mula-mula meniti karirnya sebagai ahli fisika, tetapi kemudia n mendalami sejarah ilmu. Lewat tulisannya, The Structure of Scientific Revoluti ons (1962), ia menjadi seorang penganjur yang gigih yang berusaha meyakinkan bah wa titik pangkal segala penyelidikan adalah berguru pada sejarah ilmu. Sebagai p enulis sejarah dan sosiolog ilmu kuhn mendekati ilmu secara eksternal. Kuhn deng an mendasarkan pada sejarah ilmu, justru berpendapat bahwa terjadinya perubahanperubahan yang berarti tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk memb uktikan salah (falsifikasi) suatu teori atau sistem, melainkan berlangsung melal ui revolusi-revolusi ilmiah (Kuhn, 1983). Kuhn memakai istilah paradigma untuk mengambarkan sistem keyakinan yang mendasar i upaya pemecahan teka-teki di dalam ilmu. Fokus pemikiran Kuhn menyatakan bahwa perkembangan sains berlaku pada apa yang disebut paradigm ilmu. Menurut Kuhn pa radigm ilmu adalah suatu kerangka teoritis, atau suatu cara memandang dan memaha mi alam, yang telah digunakan sebagai sekelompok ilmuan sebagai pandangan dunian ya. Paradigma ilmu berfungsi seabagai lensa yang melaluinya para ilmuan dapat me ngamati dan memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masingdan jawaba n-jawaban ilmiah terhadap masalah masalah tersebut. Dari analisis pendapat Kuhn di atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa Sains lebi h dicirikan oleh paradigma dan revolusi yang menyertainya. Dari rekaman sejarah ilmu bisa diketahui bahwa terjadinya perubahan-perubahan mendalam selama sejarah ilmu tidak didasarkan pada upaya empiris untuk membuktikan suatu teori atau sis tem, tetapi melalui revolusi-revolusi ilmiah, sehingga kemajuan ilmiah pertama-t ama bersifat revolusioner dan bukan kumulatif. Kuhn menamakan sekumpulan ilmuan yang telah memiliki pandangan bersama sebagai s uatu komunitas ilmiah. Suatu komunitas ilmiah memiliki suatu paradigma bersama t entang alam ilmiah, memiliki kesamaan bahasa, nilai-nilai, asumsi-asumsi, tujuan -tujuan, norma-norma dan kepercayaan-kepercayaan (Kuhn 1989). Dari pendapat Kuhn diatas, maka bisa dikatakan bahwa pergeseran paradigma merupa kan suatu istilah untuk menggambarkan terjadinya dimensi kreatif pikiran manusia dalam bingkai filsafat. Pergeseran paradigma merupakan letupan ide yang merangs ang timbulnya letupan ide-ide yang lain, yang terjadi terus-menerus, sambung men yambung, baik pada orang yang sama maupun orang yang berbeda. Reaksi berantai in i akhirnya menjadi kekuatan yang bisa merubah wajah dan tatanan dunia serta pera daban manusia ke arah suatu kemajuan. Dengan demikian paradigma ilmu tidak lebih dari suatu konstruksi segenap komunit as ilmiah, Dalam komunitas tersebut mereka membaca, menafsirkan, mengungkap, dan memahami alam, sehingga menurut Kuhn (1989) paradigmalah yang menentukan jenisjenis eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuawan, tanpa paradigma tertentu par a ilmuawan tidak bisa mengumpulkan fakta-fakta, dengan tiadanya paradigma atau c alon paradigma tertentu, semua fakta yang mungkin sesuai dengan perkembangan ilm u tertentu tampak seakan sama-sama relevan, akibatnya pengumpulan fakta hamper s emuanya merupakan aktivitas acak.

Pandangan Kuhn tentang perkembangan ilmu? Gambaran Kuhn tentang cara ilmu berkembang dapat diringkas dalam suatu skema yan g open-ended, artinya sebuah akhir yang selalu terbuka untuk diperbaiki dan dike mbangkan lebih lanjut. Skema adalah sebagai berikut : Pra paradigma Pra science - paradigma normal science paradigma- anomali- krisis revolusi- ilmu normal baru- krisis baru (Chalmers, 1983). 1. Tahap Pra Paradigma dan Pra Sciense

Yudi (2010) mengatakan bahwa pada tahap ini aktivitas-aktivitas ilmiah dilakuka n secara terpisah dan tidak terorganisir sebab tidak ada persetujuan tentang sub ject matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing, karena tidak adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan t entang suatu teori (fenomena). Dari sejumlah aliran yang bersaing, kebanyakan me reka mendukung satu atau lain varian dalam teori tertentu dan di samping itu ada kombinasi dan modifikasi lain yang masing-masing aliran mendukung teorinya send iri-sendiri (Merymaswarita, 2009). Sehingga sejumlah teori boleh banyak digunaka n pada pelaksanaannya di lapangan dan setiap ahli teori itu merasa wajib memulai dengan yang baru dan membenarkan pendekatannya sendiri, hal semacam ini berlang sung selama kurun waktu tertentu sampai suatu paradigma tunggal diterima oleh se mua aliran yang dianut ilmuan tersebut dan ketika paradigma tunggal diterima, ma ka jalan menuju normal science mulai ditemukan (Yudi, 2010). Contoh pada fase ini adalah adanya persaingan dari ilmuan untuk mempertahankan t eorinya masing-masing dan mendukung teori yang lain. Seperti teori epicurus, teo ri aristoteles, atau teori plato. Satu kelompok menggangap cahaya berasal dari s atu partikel-partikel yang keluar dari benda yang berwujud, bagi ilmuan yang lai n mengatakan cahaya adalah modifikasi dari medium yang menghalang diantara benda itu denganmata, yang ahli lain lagi menerangkan bahwa cahaya sebagai interaksi antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata. Karena dari masing-masing ilmuan t idak ada kesepakatan tentang konsep cahaya itu sendiri maka, paradigma tentang c ahaya tidak bisa disepakati oleh komunitas ilmiah, selama belum adanya kesepakat an maka tidak akan terjadi normal sains (Kuhn, 1989).

2.

Tahap Paradigma Normal Science

Aktivitas yang terpisah-pisah dan tidak terorganisasi yang mengawali pembentukan suatu ilmu akhirnya menjadi tersusun dan terarah pada suatu paradigma tunggal y ang telah dianut oleh suatu masyarakat ilmiah, suatu paradigma yang terdiri asum si-asumsi teoritis yang umum dari hukum-hukum serta teknik-teknik untuk penerapa nnya diterima oleh para anggota komunitas ilmiah, keadaan seperti inilah yang di katakan dalam tahapan paradigma normal sains (Chalmers, 1983). Para ilmuan akan menjelaskan dan mengembangkan paradigma dalam usaha mempertangg ung-jawabkan dan menjabarkan perilaku beberapa aspek yang relevan dengan dunia n yata ini, sebagaimana diungkapkan lewat hasil-hasil eksperimen. Physica karya Ar istoteles, Almagest karya Ptolemaeus, Principia dan Opticks karya Newton, Electr icity karya Franklin, Chemistry karya Lavoisier dan Geology karya Lyell, pencapa ian mereka cukup baru belum pernah ada sebelumnya sehingga dapat menghindarkan k elompok penganut yang kekal dari mempersaingkan cara melakukan kegiatan ilmia (K uhn, 1989). Ilmuan-ilmuan yang risetnya didasarkan atas paradigma bersama terikat pada kaid ah-kaidah dan standar-standar praktek ilmiah yang sama. Contoh konsep yang disep akati pada tahapan normal sains ini adalah pada abad ke-18 paradigma disajikan

tentang Optik karya Newton yang mengajarkan bahwa cahaya adalah partikel yang sa ngat halus yang diterima oleh komunitas ilmiah pada zaman tersebut(Kuhn, 1989). Dari penjelasan di atas bisa dikatakan pada tahap ini tidak terdapat sengketa p endapat mengenai hal-hal fundamental di antara para ilmuan, sehingga paradigma t unggal diterima oleh semuanya. Paradigma tunggal yang telah diterima tersebut di lindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi. Hal ini menjadi ciri yang membedakan antara normal science dan pra science (Chalmers, 1983). Menurut muslih (2004), normal science melibatkan usaha terperinci dan terorganis asi untuk menjabarkan paradigma dengan tujuan memperbaiki keseimbangannya dengan alam (fenomena) dengan memecahkan teka-teki science, baik teka-teki teoritis ma upun teka-teki eksperimental. Teka-teki teoritis meliputi perencanaan dan mengem bangkan asumsi yang sesuai untuk penerapan status hokum Teka-teki eksperimental meliputi perbaikan keakuratan observasi dan pengembangan teknik eksperimen sehin gga mampu menghasilkan pengukuran yang dapat dipercaya. Dalam tahap normal scien ce ini terdapat tiga fokus bagi penelitian sain faktual, yaitu 1. Menentukan fakta yang penting.

2. Menyesuaikan fakta dengan teori. Upaya menyesuaikan fakta dengan teori ini lebih nyata ketergantungannya pada paradigma. Eksistensi paradigma itu menetapk an dan menyusun masalah-masalah yang harus dipecahkan; ( seringkali paradigma it u secara implisit terlibat langsung di dalam desain peralatan yang mampu memecah kan masalah tersebut ). 3. Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa ambiguitasnya yang masih tersisa dan memungkinkan pemecahan masalah yang sebelumnya hanya men arik perhatian saja (Yudi, 2010) 3. Paradigma Anomali

Sains yang normal, yakni kegiatan pemecahan masalah yang baru saja kita teliti, adalah kegiatan yang sangat kumulatif, benar-benar berhasil dalam tujuannya, per luasan secara tetap ruang lingkup dan persisi pengetahuan sains. Sains yang norm al tidak ditujukan kepada kebaruan-kebaruan fakta atau teori dan, jika berhasil tidak menemukan hal-hal tersebut. Jika karakteristik sains ini akan diselaraskan dengan apa yang telah dikatakan, maka riset yang mengikuti suatu paradigma haru s merupakan cara yang sangat efektif untuk mendorong perubahan paradigma (Kuhn, 1989). Jika ilmuan gagal memecahkan teka-teki science tersebut maka kegagalan tersebut merupakan kegagalan ilmu itu sendiri bukan kegagalan paradigma. Teka-teki harus ditandai oleh kepastian akan adanya pemecahannya dari paradigma. Teka-teki yang tidak terpecahkan dipandang sebagai kelainan (anomali) bukan sebagai falsifikasi suatu paradigm (Chalmer, 1983) Jadi bisa disimpulkan bahwa apabila dalam pemecahan teka-teki dan masalah scienc e normal jika dijumpai problem, kelainan, kegagalan (anomali) yang tidak mendas ar, maka keadaan ini tidak akan mendatangkan krisis. Sebaliknya jika sejumlah an omali atau fenomena-fenomena yang tidak dapat dijawab oleh paradigma muncul seca ra terus menerus dan secara mendasar menyerang paradigma, maka ini akan mendatan gkan suatu krisis.

4.

Krisis Revolusi

Sasaran normal science adalah memecahkan teka-teki science dan bukan menghasilka

n penemuan-penemuan baru yang konseptual, yang diikuti dengan munculnya teori-te ori baru. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya akan muncul gejala-gejala b aru yang belum terjawab oleh teori yang ada. Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan anomali antara teori dan fa kta menimbulkan problem yang gawat, serta anomali-anomali tersebut secara fundam ental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian, kepercayaan terhadap para digma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang berujung pada per ubahan paradigma (revolusi) (Kuhn, 1989). Revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang makin parah dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang menjadi r eferensi riset. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu par adigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. J ika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi sains (Aribah M, 2010) Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-kumulatif, dimana paradigma la ma diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang ber-tentangan. Tran sformasi-transformasi paradigma yang berurutan dari paradigma yang satu ke parad igma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa dari sai ns yang telah matang. Jalan revolusi sains menuju sains normal bukanlah jalan be bas hambatan (Yudi, 2010). Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima p aradigma baru dan ini menimbulkan masalah sendiri. Dalam pemilihan paradigma tid ak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangku tan. Untuk menyingkap bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita harus menel iti dampak sifat dan dampak logika juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh ka rena itu permasalahan paradigma sebagai akibat dari revolusi sains, hanya sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat terwujud dengan baik ( Syamsir, 2008) 5. Ilmu normal

Jika anomali yang ada dalam proses perkembangan suatu ilmu telah bisa dipecahkan oleh ilmuan dalam komunitas ilmiah, dalam arti suatu komunitas ilmiah telah bi sa mengatasi dan menyelesaikan krisisnya dan menyusun suatu paradigma baru maka terjadilah revolusi sains (Chalmers, 1983). Sesudah suatu komunitas sains mengalami revolusi dengan perputaran serupa gestal t yang menyertainya, maka kemajuan-kemajuan penyelesaian teka-teki yang ada sela ma ini bisa diselesaikan, sehingga dicapailah kembali pada tahapan normal sains yang baru yang mempunyai keadaan baru sebab gambaran yang dihasilkan dari tekiteki tersebut juga sudah berubah. Dalam tahapan nomal sains baru ini para komuni tas ilmiah menyusun kembali suatu paradigma baru dengan memilih nilai-nilai, nor ma-norma, asumsi-asumsi, bahasa-bahasa, dan cara mengamati dan memahami alam ilm iahnya dengan cara baru, sehingga cara pemecahan persoalan model lama ditinggalk an dan menuju cara pemecahan dan pemahaman yang baru (Muslih, 2004). Yang dimaksud Kuhn ilmu normal adalah kegiatan penelitian yang secara teguh berdas arkan satu atau lebih pencapaian ilmiah (scientific achievements) dimasa lalu, y akni pencapaian-pencapaian yang komunitas atau masyarakat ilmiah bidang tertentu pada suatu masa dinyatakan sebagai pemberi landasan untuk praktek selanjutnya. Kuhn mengatakan bahwa ilmu normal memiliki dua ciri esensial : 1. Pencapaian ilmiah itu cukup baru sehingga mampu menarik para pemraktek ilm u dari berbagai cara lain dalam menjalankan kegiatan ilmiah; maksudnya dihadapka

n pada berbagai alternatif cara menjalankan kegiatan ilmiah, sebagian besar pemr aktek ilmu cenderung memilih untuk mengacu pada pencapaian itu dalam menjalankan kegiatan ilmiah mereka. 2. Pencapaian itu cukup terbuka sehingga masih terdapat berbagai masalah yang memerlukan penyelesaian oleh pemraktek ilmu dengan mengacu pada pencapaian-penc apaian itu (Yudi, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya dua tahap atau periode dalam setiap ilmu, ya kni periode pra-paradigmatik dan periode ilmu normal (normal science). Pada peri ode pra-paradigmatik pengumpulan fakta atau kegiatan penelitian dalam bidang ter tentu berlangsung dengan cara yang hampir dapat dikatakan tanpa mengacu pada per encanaan atau kerangka teoritikal yang diterima umum. Pada tahap pra-paradigmati k ini sejumlah aliran pikiran yang saling bersaing, tetapi tidak ada satupun ali ran yang memperoleh penerimaan secara umum. Dengan terbentuknya paradigma itu, k egiatan ilmiah dalam sebuah disiplin memasuki periode ilmu normal atau sains nor mal (normal science).

C. Kesimpulan Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Paradigma merupakan elemen pr imer dalam progress sains. Seorang ilmuan selalu bekerja dengan paradigma terten tu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma dasar. Melalui sebuah paradigma seorang ilmuan dapat memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam k erangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik terhad ap ilmu tersebut. Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang secara open-ended ( sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan). Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu l ebih cocok dengan situasi sejarah dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya. Menurut Kuhn ilmu h arus berkembang secara revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan empiris klasik sehingga dalam teori Kuhn, faktor sosiologis h istoris serta psikologis ikut berperan, selain itu menurut Kuhn, tidak ada parad igma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan (anomali), sebagai konsek wensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar dari satu parad igma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi tersebut. Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam mengin terpretasikan jawaban yang diperoleh. Secara singkat pradigma dapat diartikan se bagai keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu k omunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena) Paradigma Kuhn telah memberikan kontribusi dalam dinamika ilmu pengetahuan dan p eradapan manusia serta mampu mendobrak citra pencapaian ilmu pengetahuan yang ab solt dan tidak terikat ruang dan waktu.

DAFTAR PUSTAKA Aribah Marleny. 2010. Peran Sejarah Dalam Revolusi Sains.http://filsafat.kompas iana.com/2010/05/27/sekilas-tentang-periodesasi-ilmu-hingga-lahirnya-paradigma-k uhn/, diakses 16 September 2010 Chalmer, A.F. 1983. Apa Itu yang Dinamakan Ilmu?. Terjemahan oleh: Joesoef Isak.

Hasta Mitra,

Jakarta, Indonesia

Kuhn, Thomas S. 1989. Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains. Terjemahan oleh: Tju n Surjaman. Remdja Karya,Bandung, Indonesia Merymaswarita. 2009. Paradigma Kuhn.http://merymaswarita.wordpress.com//paradigm a-khun/, diakses 4 Nopember 2010. Muslih M. 2004. Filsafat Ilmu Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Te ori Ilmu Pengetahuan. Belukar, Yogyakarta, Indonesia. Syamsir Elvira. 2008. Sains Normal dan Revolusi sains. http://id.shvoong.com/hum anities/philosophy/1786497-sains-normal-dan-revolusi-sains/, diakses 25 Septemb er 2010 Suhartono S. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, Indones ia Tafsir,A. 1990. Filsafat Umum. PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Jakarta Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2004. Filsafat Ilmu. Liberty, Yogyakarta, Indonesia Yudi. 2009. Paradigma Ilmu Pengetahuan Menurut Thomas S. Kuhn (http://yherpansi. wordpress.com/2009/11/10/paradigma-kuhn/), diakses 13 September 2010

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bidang garapan dari filsafat ilmu adalah epistemologi. Secara etimolo gis epistemologi berasal dari bahasa yunani epiteme artinya pengetahuan, dan lo gos artinya teori, epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yan g mempelajari asal mula, sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) penget ahuan. Dalam metafisika pertanyaan pokok adalah apakah ada itu? , sedangkan dalam e pistomologi pertanyaan pokok adalah apa yang dapat saya ketahui? . Jadi persoalan apa saja yang termasuk dalam epistomologi adalah : 1. 2. 3. Bagimana manusia dapat mengetahui sesuatu? Dari mana pengetahuan itu diperoleh? Bagimana validitas pengetahuan itu dapat dinilai?

4. Apa perbedaan antara pengetahuan apriori ( Pengetahuan pra pengalaman) d an pengetahuan a posteriori ( pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat ilmu, 2004). Suhartono (2005) mengatakan dalam epistomologi terdapat beberapa perbedaan menge nai teori pengetahuan, hal ini disebabkan karena setiap ilmu pengetahuan memilik i potensi objek, metode, sistem dan tingkat kebenaran yang berbeda. Jadi bisa di katakan segala perbedaan tersebut terutama berkembang dari perbedaan sudut panda ng dan metode yang bersumber dari empirisme dan rasionalisme. Dengan kata lain e pistemologi merupakan suatu bidang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat kebenaran, karena semua pengetahuan mempersoalkan kebenaran. Merujuk dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa sejarah penemuan suatu keb enaran tentang pengetahuan dimulai dari Periode filsafat Yunani yang merupakan p eriode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia, karena pada waktu ini ter

jadi perubahan pola fikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Perubaha n pola fikir yang kelihatan sangat sederhana tetapi sebenarnya memiliki implikas i tidak sederhana. Alam yang selama ini ditakuti dan dijauhi kemudian didekati b ahkan dieksploitasi. Manusia yang dulunya pasif menjadi aktif sehingga alam digu nakan sebagai objek penelitian atau pengkajian. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat (Tim Dosen Filsafat ilmu, 2004). Sejak zaman ini filsafat terus berkembang, mulai dari masa kejayaan, kemunduran, dan kebangkita nnya kembali. Menurut Tafsir (2004), bahwa filsafat mengalami perkembangan pada abad modern, y ang diawali terlebih dahulu dengan adanya zaman Renaissance, yaitu peralihan aba d pertengahan ke abad modern. Zaman ini terkenal dengan era kelahiran kembali ke bebasan manusia dalam berfikir. Sejak zaman ini kebenaran filsafat dan ilmu peng etahuan didasarkan pada kepercayaan dan kepastian intelektual (sikap ilmiah) yan g kebenarannya dapat dibuktikan berdasarkan metode, perkiraan dan pemikiran yang dapat diuji. Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada abad modern khususny a abad ke-17 adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang ini ad alah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksu d dengan kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, m aka dalam abad ke-17 muncullah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban berbe da, bahkan saling bertentangan. Aliran tersebut adalah aliran rasionalisme dan e mpirisme. Kerjasama antara beberapa aliran dari rasionalisme dan empirisme lahi rlah metode sains dan dari metode inilah lahir pengetahuan sains ( Tafsir, 2004 ). Dalam proses perkembangan keilmuan tersebut, paradigma keilmuan memegang peranan penting, karena fungsi paradigma ilmu adalah memberikan kerangka, mengarahkan, bahkan menguji konsestensi dari proses keilmuan. Dalam paradima ilmu, ilmu telah mengembang seperangkat keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakekat ilmu yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Sejak abad pencerahan sampai era globalisasi ini terdapat empat paradigma ilmu y ang dikembangkan oleh para ilmuan dalam menemukan ilmu pengetahuan yakni: positi visme, postpositivime, critical teori, constuctivism (Muslih, 2004). Pada perkembangan filsafat ilmu dalam memahami beberapa kerangka teori keilmuan dan juga paradigma keilmuan, terdapat beberapa filsuf yang terkenal karena has il pemikiran dan karyanya berpengaruh terhadap perkembangan suatu ilmu, Salah sa tu tokoh filsafat yang terkenal yakni Thomas Kuhn yang mengarang buku The Struc ture of Scientific revolution tahun 1962. Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalaha n fondamental tentang image atau konsep ilmu terutama ilmu sains yang telah diel aborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik . Ciri khas yang membedakan model filsafat ilmu baru ini dengan model yang terdahu lu adalah pendekatan/perhatiannya yang besar terhadap sejarah ilmu dan filsafat sains. Dan peranan sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang terjadi. Bagi Kuhn sejarah ilmu merupakan starting point dan kaca mata utamanya dalam menyoroti permasalahan-per masalahan fundamental dalam epistemologi, yang selama ini masih menjadi teka-tek i. Menurutnya, dalam setiap perkembangan ilmu pengetahuan selalu terdapat dua fa se yaitu; normal science dan revolutionary science. Singkatnya, normal science a dalah teori pengetahuan yang sudah mapan sementara revoutionary science adalah u paya kritis dalam mempertanyakan ulang teori yang mapan tersebut dikarenakan teo ri tersebut memang problematis. Oleh karena itu kita sebagai pendidik perlu untu k mengetahui sejarah ilmu yang dikenal oleh paradigm Kuhn dalam proses memperole h pengetahuan sains secara benar menurut konsep cabang filsafat dari epistomolog i.

Dari latarbelakang maslah di atas, maka terdapat beberapa permasalahan diantaran ya: 1. 2. 3. 4. Siapakah Thomas S. Kuhn? Apakah yang dimaksud paradigma menurut Thomas S. Kuhn? Bagaimanakah latar belakang pemikiran Kuhn tentang perkembangan ilmu? Bagimanakah pandangan Kuhn tentang perkembangan ilmu?

B. Pembahasan Biografi Thomas S. Kuhn Thomas S. Kuhn dilahirkan di Cicinnati, Ohio pada tanggal 18 juli 1922. Kuhn la hir dari pasangan Samuel L, Kuhn seorang Insinyur industri dan Minette Stroock K uhn. Dia mendapat gelar B.S di dalam ilmu fisika dari Harvard University pada ta hun 1943 dan M.S. Pada tahun 1946. Khun belajar sebagai fisikawan namun baru men jadi pengajar setelah mendapatkan Ph.D dari Harvard pada tahun 1949. Tiga tahun nya dalam kebebasan akademik sebagai Harvard Junior Fellow sangat penting dalam perubahan perhatiannya dari ilmu fisika kepada sejarah(dan filsafat) ilmu. Dia k emudian diterima di Harvard sebagai asisten profesor pada pengajaran umum dan se jarah ilmu atas usulan presiden Universitas James Conant (Aprillin, 2010). Setelah meninggalkan Harvard dia belajar di Universtitas Berkeley di California sebagai pengajar di departemen filosofi dan sains. Dia menjadi profesor sejarah ilmu pada 1961. Di berkeley ini dia menuliskan dan menerbitkan bukunya yang terk enal The Structure Of Scientific Revolution pada tahun 1962. Pada tahun 1964 dia menjadi profesor filsafat dan sejarah seni di Princeton pada tahun 1964-1979. K emudian di MIT sebagai professor filsafat. Tetap di sini hingga 1991(Muslih, 200 4). Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum fisikawan itu meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik dengan kanker dari Bronchia l tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di Cambridge Massachusetts. D ia menikah dua kali dan memiliki tiga anak. Kuhn mendapat banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai contohnya dia memegang posisi sebagai Lowel lecturer pa da tahun 1951, Guggeheim fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih banyak pengharg aan lain (Muslih, 2004). Karya Kuhn cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat banyak sambutan dari filsuf ilmu dan ilmuan adalah The Structure of Scientific Revolution,sebua h buku yang terbit pada tahun 1962, dan direkomendasikan sebagai bahan bacaan da lam kursus dan pengajaran berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, ris et dan sejarah serta filsafat sains.

Pengertian Paradigma Pengertian paradigma menurut kamus filsafat dalam Merymaswarita (2009) adalah : 1. Cara memandang sesuatu.

2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenome na dipandang dan dijelaskan. 3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan m enentukan atau mendefinisikan suatu study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dal

am praktek ilmiah pada tahap tertentu. 4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan probl em-problem riset. Menurut Chalmers (1983) Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-as umsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sanga t menentukan sifat, cirri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam The structure of Science Revolution , Kuhn (1989) menggunakan paradigma dalam dua peng ertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nila i, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di piha k lain paradigma menunjukan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan tek a-teki yang kongkrit yang jika digunakan sebagai model, pola, atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasala han dan teka-teki normal sains yang masih tersisa. Paradigma menurut Muslih (2004) merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis. Secara singkat pengertian paradigma adalah Keseluruhan kon stelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena), paradigma membantu merumuskan tentang apa yang ha rus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diiku ti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh (Kuhn, 1989). Dari pengertian para ahli diatas penulis dapat menyimpulkan pengertian paradig ma adalah suatu pandang atau kerangka berpikir yang berdasarkan fakta atau gejal a diinterpretasikan untuk dipahami dan membantu merumuskan tentang apa yang haru s di pelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus di iku ti dalam menginterprestasikan jawaban yang diperoleh terhadap suatu fenomena.

Latar Belakang Pemikiran Kuhn Tentang Ilmu dan Perkembangannya Menurut Muslih (2004), yang melatarbelakangi pemikiran Kuhn tentang ilmu dan pe rkembangannya merupakan respon terhadap adanya pandangan Positivisme dan Popper . Positivisme menganggap pengetahuan mengenai fakta objektif merupakan pengetahu an yang sahih, mereka mengklaim bahwa kekacauan kaum idealis dengan berbagai pen dekatan metafisika yang digunakan dalam melihat realitas, karena bahasa yang mer eka pakai secara esensial tanpa makna, dan secara umum mereka berpendapat bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman dan proses verifikasi dan konfirmasi eksperi men dari bahasa ilmiah meruapakn langkah dan proses perkembangan ilmu. Sementar a itu popper berpendapat bahwa proses perkembangan ilmu menurutnya harus berkemu ngkinan mengandung salah dengan proses yang disebut falsifikasi ( proses ekspe rimental untuk membuktikan salah dari suatu ilmu) dan refutasi (penyangkalan teo ri). Kuhn menolak pandangan di atas, Kuhn memandang ilmu dari perspektif sejarah, da lam arti sejarah ilmu. Rekaman sejarah ilmu merupakan titik awal pengembangan il mu karena merupakan rekaman akumulasi konsep untuk melihat bagaimana hubungan an tara pengetahuan dengan mitos dan takhayul yang berkembang. Sejarah ilmu diguna kan untuk mendapatkan dan mengkonstruksi wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilm iah yang sesungguhnya terjadi. Hal-hal baru baru yang ditemukan pada suatu masa menjadi unsur penting bagi pengembangan ilmu di masa berikutnya (Kuhn, 1989). Perbedaan pendapat Kuhn dengan Popper adalah Kuhn lebih mengekplorasi tema-tema yang lebih besar misalnyanya hakekat ilmu baik dalam prakteknya yangnyata maupun dalam analisis kongkret dan empiris. Jika Popper menggunakan sejarah ilmu untuk mempertahankan pendapatnya, Kuhn justru menggunakan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikannya (Muslih M, 2004),

Dari pendapat Kuhn tersebut bisa dikatakan bahwa filsafat ilmu harus berguru kep ada sejarah ilmu, sehingga seorang ilmuan dapat memahami hakikat ilmu dan aktivi tas ilmiah yang sesungguhnya. Thomas Samuel Kuhn mula-mula meniti karirnya sebagai ahli fisika, tetapi kemudia n mendalami sejarah ilmu. Lewat tulisannya, The Structure of Scientific Revoluti ons (1962), ia menjadi seorang penganjur yang gigih yang berusaha meyakinkan bah wa titik pangkal segala penyelidikan adalah berguru pada sejarah ilmu. Sebagai p enulis sejarah dan sosiolog ilmu kuhn mendekati ilmu secara eksternal. Kuhn deng an mendasarkan pada sejarah ilmu, justru berpendapat bahwa terjadinya perubahanperubahan yang berarti tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk memb uktikan salah (falsifikasi) suatu teori atau sistem, melainkan berlangsung melal ui revolusi-revolusi ilmiah (Kuhn, 1983). Kuhn memakai istilah paradigma untuk mengambarkan sistem keyakinan yang mendasar i upaya pemecahan teka-teki di dalam ilmu. Fokus pemikiran Kuhn menyatakan bahwa perkembangan sains berlaku pada apa yang disebut paradigm ilmu. Menurut Kuhn pa radigm ilmu adalah suatu kerangka teoritis, atau suatu cara memandang dan memaha mi alam, yang telah digunakan sebagai sekelompok ilmuan sebagai pandangan dunian ya. Paradigma ilmu berfungsi seabagai lensa yang melaluinya para ilmuan dapat me ngamati dan memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masingdan jawaba n-jawaban ilmiah terhadap masalah masalah tersebut. Dari analisis pendapat Kuhn di atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa Sains lebi h dicirikan oleh paradigma dan revolusi yang menyertainya. Dari rekaman sejarah ilmu bisa diketahui bahwa terjadinya perubahan-perubahan mendalam selama sejarah ilmu tidak didasarkan pada upaya empiris untuk membuktikan suatu teori atau sis tem, tetapi melalui revolusi-revolusi ilmiah, sehingga kemajuan ilmiah pertama-t ama bersifat revolusioner dan bukan kumulatif. Kuhn menamakan sekumpulan ilmuan yang telah memiliki pandangan bersama sebagai s uatu komunitas ilmiah. Suatu komunitas ilmiah memiliki suatu paradigma bersama t entang alam ilmiah, memiliki kesamaan bahasa, nilai-nilai, asumsi-asumsi, tujuan -tujuan, norma-norma dan kepercayaan-kepercayaan (Kuhn 1989). Dari pendapat Kuhn diatas, maka bisa dikatakan bahwa pergeseran paradigma merupa kan suatu istilah untuk menggambarkan terjadinya dimensi kreatif pikiran manusia dalam bingkai filsafat. Pergeseran paradigma merupakan letupan ide yang merangs ang timbulnya letupan ide-ide yang lain, yang terjadi terus-menerus, sambung men yambung, baik pada orang yang sama maupun orang yang berbeda. Reaksi berantai in i akhirnya menjadi kekuatan yang bisa merubah wajah dan tatanan dunia serta pera daban manusia ke arah suatu kemajuan. Dengan demikian paradigma ilmu tidak lebih dari suatu konstruksi segenap komunit as ilmiah, Dalam komunitas tersebut mereka membaca, menafsirkan, mengungkap, dan memahami alam, sehingga menurut Kuhn (1989) paradigmalah yang menentukan jenisjenis eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuawan, tanpa paradigma tertentu par a ilmuawan tidak bisa mengumpulkan fakta-fakta, dengan tiadanya paradigma atau c alon paradigma tertentu, semua fakta yang mungkin sesuai dengan perkembangan ilm u tertentu tampak seakan sama-sama relevan, akibatnya pengumpulan fakta hamper s emuanya merupakan aktivitas acak.

Pandangan Kuhn tentang perkembangan ilmu? Gambaran Kuhn tentang cara ilmu berkembang dapat diringkas dalam suatu skema yan g open-ended, artinya sebuah akhir yang selalu terbuka untuk diperbaiki dan dike mbangkan lebih lanjut. Skema adalah sebagai berikut :

Pra paradigma Pra science - paradigma normal science paradigma- anomali- krisis revolusi- ilmu normal baru- krisis baru (Chalmers, 1983). 1. Tahap Pra Paradigma dan Pra Sciense

Yudi (2010) mengatakan bahwa pada tahap ini aktivitas-aktivitas ilmiah dilakuka n secara terpisah dan tidak terorganisir sebab tidak ada persetujuan tentang sub ject matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing, karena tidak adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan t entang suatu teori (fenomena). Dari sejumlah aliran yang bersaing, kebanyakan me reka mendukung satu atau lain varian dalam teori tertentu dan di samping itu ada kombinasi dan modifikasi lain yang masing-masing aliran mendukung teorinya send iri-sendiri (Merymaswarita, 2009). Sehingga sejumlah teori boleh banyak digunaka n pada pelaksanaannya di lapangan dan setiap ahli teori itu merasa wajib memulai dengan yang baru dan membenarkan pendekatannya sendiri, hal semacam ini berlang sung selama kurun waktu tertentu sampai suatu paradigma tunggal diterima oleh se mua aliran yang dianut ilmuan tersebut dan ketika paradigma tunggal diterima, ma ka jalan menuju normal science mulai ditemukan (Yudi, 2010). Contoh pada fase ini adalah adanya persaingan dari ilmuan untuk mempertahankan t eorinya masing-masing dan mendukung teori yang lain. Seperti teori epicurus, teo ri aristoteles, atau teori plato. Satu kelompok menggangap cahaya berasal dari s atu partikel-partikel yang keluar dari benda yang berwujud, bagi ilmuan yang lai n mengatakan cahaya adalah modifikasi dari medium yang menghalang diantara benda itu denganmata, yang ahli lain lagi menerangkan bahwa cahaya sebagai interaksi antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata. Karena dari masing-masing ilmuan t idak ada kesepakatan tentang konsep cahaya itu sendiri maka, paradigma tentang c ahaya tidak bisa disepakati oleh komunitas ilmiah, selama belum adanya kesepakat an maka tidak akan terjadi normal sains (Kuhn, 1989).

2.

Tahap Paradigma Normal Science

Aktivitas yang terpisah-pisah dan tidak terorganisasi yang mengawali pembentukan suatu ilmu akhirnya menjadi tersusun dan terarah pada suatu paradigma tunggal y ang telah dianut oleh suatu masyarakat ilmiah, suatu paradigma yang terdiri asum si-asumsi teoritis yang umum dari hukum-hukum serta teknik-teknik untuk penerapa nnya diterima oleh para anggota komunitas ilmiah, keadaan seperti inilah yang di katakan dalam tahapan paradigma normal sains (Chalmers, 1983). Para ilmuan akan menjelaskan dan mengembangkan paradigma dalam usaha mempertangg ung-jawabkan dan menjabarkan perilaku beberapa aspek yang relevan dengan dunia n yata ini, sebagaimana diungkapkan lewat hasil-hasil eksperimen. Physica karya Ar istoteles, Almagest karya Ptolemaeus, Principia dan Opticks karya Newton, Electr icity karya Franklin, Chemistry karya Lavoisier dan Geology karya Lyell, pencapa ian mereka cukup baru belum pernah ada sebelumnya sehingga dapat menghindarkan k elompok penganut yang kekal dari mempersaingkan cara melakukan kegiatan ilmia (K uhn, 1989). Ilmuan-ilmuan yang risetnya didasarkan atas paradigma bersama terikat pada kaid ah-kaidah dan standar-standar praktek ilmiah yang sama. Contoh konsep yang disep akati pada tahapan normal sains ini adalah pada abad ke-18 paradigma disajikan tentang Optik karya Newton yang mengajarkan bahwa cahaya adalah partikel yang sa ngat halus yang diterima oleh komunitas ilmiah pada zaman tersebut(Kuhn, 1989). Dari penjelasan di atas bisa dikatakan pada tahap ini tidak terdapat sengketa p endapat mengenai hal-hal fundamental di antara para ilmuan, sehingga paradigma t unggal diterima oleh semuanya. Paradigma tunggal yang telah diterima tersebut di

lindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi. Hal ini menjadi ciri yang membedakan antara normal science dan pra science (Chalmers, 1983). Menurut muslih (2004), normal science melibatkan usaha terperinci dan terorganis asi untuk menjabarkan paradigma dengan tujuan memperbaiki keseimbangannya dengan alam (fenomena) dengan memecahkan teka-teki science, baik teka-teki teoritis ma upun teka-teki eksperimental. Teka-teki teoritis meliputi perencanaan dan mengem bangkan asumsi yang sesuai untuk penerapan status hokum Teka-teki eksperimental meliputi perbaikan keakuratan observasi dan pengembangan teknik eksperimen sehin gga mampu menghasilkan pengukuran yang dapat dipercaya. Dalam tahap normal scien ce ini terdapat tiga fokus bagi penelitian sain faktual, yaitu 1. Menentukan fakta yang penting.

2. Menyesuaikan fakta dengan teori. Upaya menyesuaikan fakta dengan teori ini lebih nyata ketergantungannya pada paradigma. Eksistensi paradigma itu menetapk an dan menyusun masalah-masalah yang harus dipecahkan; ( seringkali paradigma it u secara implisit terlibat langsung di dalam desain peralatan yang mampu memecah kan masalah tersebut ). 3. Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa ambiguitasnya yang masih tersisa dan memungkinkan pemecahan masalah yang sebelumnya hanya men arik perhatian saja (Yudi, 2010) 3. Paradigma Anomali

Sains yang normal, yakni kegiatan pemecahan masalah yang baru saja kita teliti, adalah kegiatan yang sangat kumulatif, benar-benar berhasil dalam tujuannya, per luasan secara tetap ruang lingkup dan persisi pengetahuan sains. Sains yang norm al tidak ditujukan kepada kebaruan-kebaruan fakta atau teori dan, jika berhasil tidak menemukan hal-hal tersebut. Jika karakteristik sains ini akan diselaraskan dengan apa yang telah dikatakan, maka riset yang mengikuti suatu paradigma haru s merupakan cara yang sangat efektif untuk mendorong perubahan paradigma (Kuhn, 1989). Jika ilmuan gagal memecahkan teka-teki science tersebut maka kegagalan tersebut merupakan kegagalan ilmu itu sendiri bukan kegagalan paradigma. Teka-teki harus ditandai oleh kepastian akan adanya pemecahannya dari paradigma. Teka-teki yang tidak terpecahkan dipandang sebagai kelainan (anomali) bukan sebagai falsifikasi suatu paradigm (Chalmer, 1983) Jadi bisa disimpulkan bahwa apabila dalam pemecahan teka-teki dan masalah scienc e normal jika dijumpai problem, kelainan, kegagalan (anomali) yang tidak mendas ar, maka keadaan ini tidak akan mendatangkan krisis. Sebaliknya jika sejumlah an omali atau fenomena-fenomena yang tidak dapat dijawab oleh paradigma muncul seca ra terus menerus dan secara mendasar menyerang paradigma, maka ini akan mendatan gkan suatu krisis.

4.

Krisis Revolusi

Sasaran normal science adalah memecahkan teka-teki science dan bukan menghasilka n penemuan-penemuan baru yang konseptual, yang diikuti dengan munculnya teori-te ori baru. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya akan muncul gejala-gejala b aru yang belum terjawab oleh teori yang ada. Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan anomali antara teori dan fa kta menimbulkan problem yang gawat, serta anomali-anomali tersebut secara fundam ental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian, kepercayaan terhadap para

digma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang berujung pada per ubahan paradigma (revolusi) (Kuhn, 1989). Revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang makin parah dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang menjadi r eferensi riset. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu par adigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. J ika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi sains (Aribah M, 2010) Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-kumulatif, dimana paradigma la ma diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang ber-tentangan. Tran sformasi-transformasi paradigma yang berurutan dari paradigma yang satu ke parad igma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa dari sai ns yang telah matang. Jalan revolusi sains menuju sains normal bukanlah jalan be bas hambatan (Yudi, 2010). Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima p aradigma baru dan ini menimbulkan masalah sendiri. Dalam pemilihan paradigma tid ak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangku tan. Untuk menyingkap bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita harus menel iti dampak sifat dan dampak logika juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh ka rena itu permasalahan paradigma sebagai akibat dari revolusi sains, hanya sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat terwujud dengan baik ( Syamsir, 2008) 5. Ilmu normal

Jika anomali yang ada dalam proses perkembangan suatu ilmu telah bisa dipecahkan oleh ilmuan dalam komunitas ilmiah, dalam arti suatu komunitas ilmiah telah bi sa mengatasi dan menyelesaikan krisisnya dan menyusun suatu paradigma baru maka terjadilah revolusi sains (Chalmers, 1983). Sesudah suatu komunitas sains mengalami revolusi dengan perputaran serupa gestal t yang menyertainya, maka kemajuan-kemajuan penyelesaian teka-teki yang ada sela ma ini bisa diselesaikan, sehingga dicapailah kembali pada tahapan normal sains yang baru yang mempunyai keadaan baru sebab gambaran yang dihasilkan dari tekiteki tersebut juga sudah berubah. Dalam tahapan nomal sains baru ini para komuni tas ilmiah menyusun kembali suatu paradigma baru dengan memilih nilai-nilai, nor ma-norma, asumsi-asumsi, bahasa-bahasa, dan cara mengamati dan memahami alam ilm iahnya dengan cara baru, sehingga cara pemecahan persoalan model lama ditinggalk an dan menuju cara pemecahan dan pemahaman yang baru (Muslih, 2004). Yang dimaksud Kuhn ilmu normal adalah kegiatan penelitian yang secara teguh berdas arkan satu atau lebih pencapaian ilmiah (scientific achievements) dimasa lalu, y akni pencapaian-pencapaian yang komunitas atau masyarakat ilmiah bidang tertentu pada suatu masa dinyatakan sebagai pemberi landasan untuk praktek selanjutnya. Kuhn mengatakan bahwa ilmu normal memiliki dua ciri esensial : 1. Pencapaian ilmiah itu cukup baru sehingga mampu menarik para pemraktek ilm u dari berbagai cara lain dalam menjalankan kegiatan ilmiah; maksudnya dihadapka n pada berbagai alternatif cara menjalankan kegiatan ilmiah, sebagian besar pemr aktek ilmu cenderung memilih untuk mengacu pada pencapaian itu dalam menjalankan kegiatan ilmiah mereka. 2. Pencapaian itu cukup terbuka sehingga masih terdapat berbagai masalah yang memerlukan penyelesaian oleh pemraktek ilmu dengan mengacu pada pencapaian-penc

apaian itu (Yudi, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya dua tahap atau periode dalam setiap ilmu, ya kni periode pra-paradigmatik dan periode ilmu normal (normal science). Pada peri ode pra-paradigmatik pengumpulan fakta atau kegiatan penelitian dalam bidang ter tentu berlangsung dengan cara yang hampir dapat dikatakan tanpa mengacu pada per encanaan atau kerangka teoritikal yang diterima umum. Pada tahap pra-paradigmati k ini sejumlah aliran pikiran yang saling bersaing, tetapi tidak ada satupun ali ran yang memperoleh penerimaan secara umum. Dengan terbentuknya paradigma itu, k egiatan ilmiah dalam sebuah disiplin memasuki periode ilmu normal atau sains nor mal (normal science).

C. Kesimpulan Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Paradigma merupakan elemen pr imer dalam progress sains. Seorang ilmuan selalu bekerja dengan paradigma terten tu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma dasar. Melalui sebuah paradigma seorang ilmuan dapat memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam k erangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik terhad ap ilmu tersebut. Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang secara open-ended ( sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan). Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu l ebih cocok dengan situasi sejarah dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya. Menurut Kuhn ilmu h arus berkembang secara revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan empiris klasik sehingga dalam teori Kuhn, faktor sosiologis h istoris serta psikologis ikut berperan, selain itu menurut Kuhn, tidak ada parad igma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan (anomali), sebagai konsek wensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar dari satu parad igma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi tersebut. Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam mengin terpretasikan jawaban yang diperoleh. Secara singkat pradigma dapat diartikan se bagai keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu k omunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena) Paradigma Kuhn telah memberikan kontribusi dalam dinamika ilmu pengetahuan dan p eradapan manusia serta mampu mendobrak citra pencapaian ilmu pengetahuan yang ab solt dan tidak terikat ruang dan waktu.

DAFTAR PUSTAKA Aribah Marleny. 2010. Peran Sejarah Dalam Revolusi Sains.http://filsafat.kompas iana.com/2010/05/27/sekilas-tentang-periodesasi-ilmu-hingga-lahirnya-paradigma-k uhn/, diakses 16 September 2010 Chalmer, A.F. 1983. Apa Itu yang Dinamakan Ilmu?. Terjemahan oleh: Joesoef Isak. Hasta Mitra, Jakarta, Indonesia Kuhn, Thomas S. 1989. Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains. Terjemahan oleh: Tju n Surjaman. Remdja Karya,Bandung, Indonesia Merymaswarita. 2009. Paradigma Kuhn.http://merymaswarita.wordpress.com//paradigm

a-khun/, diakses 4 Nopember 2010. Muslih M. 2004. Filsafat Ilmu Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Te ori Ilmu Pengetahuan. Belukar, Yogyakarta, Indonesia. Syamsir Elvira. 2008. Sains Normal dan Revolusi sains. http://id.shvoong.com/hum anities/philosophy/1786497-sains-normal-dan-revolusi-sains/, diakses 25 Septemb er 2010 Suhartono S. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, Indones ia Tafsir,A. 1990. Filsafat Umum. PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Jakarta Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2004. Filsafat Ilmu. Liberty, Yogyakarta, Indonesia Yudi. 2009. Paradigma Ilmu Pengetahuan Menurut Thomas S. Kuhn (http://yherpansi. wordpress.com/2009/11/10/paradigma-kuhn/), diakses 13 September 2010

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bidang garapan dari filsafat ilmu adalah epistemologi. Secara etimolo gis epistemologi berasal dari bahasa yunani epiteme artinya pengetahuan, dan lo gos artinya teori, epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yan g mempelajari asal mula, sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) penget ahuan. Dalam metafisika pertanyaan pokok adalah apakah ada itu? , sedangkan dalam e pistomologi pertanyaan pokok adalah apa yang dapat saya ketahui? . Jadi persoalan apa saja yang termasuk dalam epistomologi adalah : 1. 2. 3. Bagimana manusia dapat mengetahui sesuatu? Dari mana pengetahuan itu diperoleh? Bagimana validitas pengetahuan itu dapat dinilai?

4. Apa perbedaan antara pengetahuan apriori ( Pengetahuan pra pengalaman) d an pengetahuan a posteriori ( pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat ilmu, 2004). Suhartono (2005) mengatakan dalam epistomologi terdapat beberapa perbedaan menge nai teori pengetahuan, hal ini disebabkan karena setiap ilmu pengetahuan memilik i potensi objek, metode, sistem dan tingkat kebenaran yang berbeda. Jadi bisa di katakan segala perbedaan tersebut terutama berkembang dari perbedaan sudut panda ng dan metode yang bersumber dari empirisme dan rasionalisme. Dengan kata lain e pistemologi merupakan suatu bidang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat kebenaran, karena semua pengetahuan mempersoalkan kebenaran. Merujuk dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa sejarah penemuan suatu keb enaran tentang pengetahuan dimulai dari Periode filsafat Yunani yang merupakan p eriode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia, karena pada waktu ini ter jadi perubahan pola fikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Perubaha n pola fikir yang kelihatan sangat sederhana tetapi sebenarnya memiliki implikas i tidak sederhana. Alam yang selama ini ditakuti dan dijauhi kemudian didekati b ahkan dieksploitasi. Manusia yang dulunya pasif menjadi aktif sehingga alam digu nakan sebagai objek penelitian atau pengkajian. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat (Tim Dosen Filsafat ilmu, 2004). Sejak zaman ini

filsafat terus berkembang, mulai dari masa kejayaan, kemunduran, dan kebangkita nnya kembali. Menurut Tafsir (2004), bahwa filsafat mengalami perkembangan pada abad modern, y ang diawali terlebih dahulu dengan adanya zaman Renaissance, yaitu peralihan aba d pertengahan ke abad modern. Zaman ini terkenal dengan era kelahiran kembali ke bebasan manusia dalam berfikir. Sejak zaman ini kebenaran filsafat dan ilmu peng etahuan didasarkan pada kepercayaan dan kepastian intelektual (sikap ilmiah) yan g kebenarannya dapat dibuktikan berdasarkan metode, perkiraan dan pemikiran yang dapat diuji. Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada abad modern khususny a abad ke-17 adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang ini ad alah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksu d dengan kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, m aka dalam abad ke-17 muncullah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban berbe da, bahkan saling bertentangan. Aliran tersebut adalah aliran rasionalisme dan e mpirisme. Kerjasama antara beberapa aliran dari rasionalisme dan empirisme lahi rlah metode sains dan dari metode inilah lahir pengetahuan sains ( Tafsir, 2004 ). Dalam proses perkembangan keilmuan tersebut, paradigma keilmuan memegang peranan penting, karena fungsi paradigma ilmu adalah memberikan kerangka, mengarahkan, bahkan menguji konsestensi dari proses keilmuan. Dalam paradima ilmu, ilmu telah mengembang seperangkat keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakekat ilmu yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Sejak abad pencerahan sampai era globalisasi ini terdapat empat paradigma ilmu y ang dikembangkan oleh para ilmuan dalam menemukan ilmu pengetahuan yakni: positi visme, postpositivime, critical teori, constuctivism (Muslih, 2004). Pada perkembangan filsafat ilmu dalam memahami beberapa kerangka teori keilmuan dan juga paradigma keilmuan, terdapat beberapa filsuf yang terkenal karena has il pemikiran dan karyanya berpengaruh terhadap perkembangan suatu ilmu, Salah sa tu tokoh filsafat yang terkenal yakni Thomas Kuhn yang mengarang buku The Struc ture of Scientific revolution tahun 1962. Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalaha n fondamental tentang image atau konsep ilmu terutama ilmu sains yang telah diel aborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik . Ciri khas yang membedakan model filsafat ilmu baru ini dengan model yang terdahu lu adalah pendekatan/perhatiannya yang besar terhadap sejarah ilmu dan filsafat sains. Dan peranan sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang terjadi. Bagi Kuhn sejarah ilmu merupakan starting point dan kaca mata utamanya dalam menyoroti permasalahan-per masalahan fundamental dalam epistemologi, yang selama ini masih menjadi teka-tek i. Menurutnya, dalam setiap perkembangan ilmu pengetahuan selalu terdapat dua fa se yaitu; normal science dan revolutionary science. Singkatnya, normal science a dalah teori pengetahuan yang sudah mapan sementara revoutionary science adalah u paya kritis dalam mempertanyakan ulang teori yang mapan tersebut dikarenakan teo ri tersebut memang problematis. Oleh karena itu kita sebagai pendidik perlu untu k mengetahui sejarah ilmu yang dikenal oleh paradigm Kuhn dalam proses memperole h pengetahuan sains secara benar menurut konsep cabang filsafat dari epistomolog i. Dari latarbelakang maslah di atas, maka terdapat beberapa permasalahan diantaran ya: 1. 2. Siapakah Thomas S. Kuhn? Apakah yang dimaksud paradigma menurut Thomas S. Kuhn?

3. 4.

Bagaimanakah latar belakang pemikiran Kuhn tentang perkembangan ilmu? Bagimanakah pandangan Kuhn tentang perkembangan ilmu?

B. Pembahasan Biografi Thomas S. Kuhn Thomas S. Kuhn dilahirkan di Cicinnati, Ohio pada tanggal 18 juli 1922. Kuhn la hir dari pasangan Samuel L, Kuhn seorang Insinyur industri dan Minette Stroock K uhn. Dia mendapat gelar B.S di dalam ilmu fisika dari Harvard University pada ta hun 1943 dan M.S. Pada tahun 1946. Khun belajar sebagai fisikawan namun baru men jadi pengajar setelah mendapatkan Ph.D dari Harvard pada tahun 1949. Tiga tahun nya dalam kebebasan akademik sebagai Harvard Junior Fellow sangat penting dalam perubahan perhatiannya dari ilmu fisika kepada sejarah(dan filsafat) ilmu. Dia k emudian diterima di Harvard sebagai asisten profesor pada pengajaran umum dan se jarah ilmu atas usulan presiden Universitas James Conant (Aprillin, 2010). Setelah meninggalkan Harvard dia belajar di Universtitas Berkeley di California sebagai pengajar di departemen filosofi dan sains. Dia menjadi profesor sejarah ilmu pada 1961. Di berkeley ini dia menuliskan dan menerbitkan bukunya yang terk enal The Structure Of Scientific Revolution pada tahun 1962. Pada tahun 1964 dia menjadi profesor filsafat dan sejarah seni di Princeton pada tahun 1964-1979. K emudian di MIT sebagai professor filsafat. Tetap di sini hingga 1991(Muslih, 200 4). Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum fisikawan itu meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik dengan kanker dari Bronchia l tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di Cambridge Massachusetts. D ia menikah dua kali dan memiliki tiga anak. Kuhn mendapat banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai contohnya dia memegang posisi sebagai Lowel lecturer pa da tahun 1951, Guggeheim fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih banyak pengharg aan lain (Muslih, 2004). Karya Kuhn cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat banyak sambutan dari filsuf ilmu dan ilmuan adalah The Structure of Scientific Revolution,sebua h buku yang terbit pada tahun 1962, dan direkomendasikan sebagai bahan bacaan da lam kursus dan pengajaran berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, ris et dan sejarah serta filsafat sains.

Pengertian Paradigma Pengertian paradigma menurut kamus filsafat dalam Merymaswarita (2009) adalah : 1. Cara memandang sesuatu.

2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenome na dipandang dan dijelaskan. 3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan m enentukan atau mendefinisikan suatu study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dal am praktek ilmiah pada tahap tertentu. 4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan probl em-problem riset. Menurut Chalmers (1983) Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-as

umsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sanga t menentukan sifat, cirri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam The structure of Science Revolution , Kuhn (1989) menggunakan paradigma dalam dua peng ertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nila i, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di piha k lain paradigma menunjukan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan tek a-teki yang kongkrit yang jika digunakan sebagai model, pola, atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasala han dan teka-teki normal sains yang masih tersisa. Paradigma menurut Muslih (2004) merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis. Secara singkat pengertian paradigma adalah Keseluruhan kon stelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena), paradigma membantu merumuskan tentang apa yang ha rus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diiku ti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh (Kuhn, 1989). Dari pengertian para ahli diatas penulis dapat menyimpulkan pengertian paradig ma adalah suatu pandang atau kerangka berpikir yang berdasarkan fakta atau gejal a diinterpretasikan untuk dipahami dan membantu merumuskan tentang apa yang haru s di pelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus di iku ti dalam menginterprestasikan jawaban yang diperoleh terhadap suatu fenomena.

Latar Belakang Pemikiran Kuhn Tentang Ilmu dan Perkembangannya Menurut Muslih (2004), yang melatarbelakangi pemikiran Kuhn tentang ilmu dan pe rkembangannya merupakan respon terhadap adanya pandangan Positivisme dan Popper . Positivisme menganggap pengetahuan mengenai fakta objektif merupakan pengetahu an yang sahih, mereka mengklaim bahwa kekacauan kaum idealis dengan berbagai pen dekatan metafisika yang digunakan dalam melihat realitas, karena bahasa yang mer eka pakai secara esensial tanpa makna, dan secara umum mereka berpendapat bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman dan proses verifikasi dan konfirmasi eksperi men dari bahasa ilmiah meruapakn langkah dan proses perkembangan ilmu. Sementar a itu popper berpendapat bahwa proses perkembangan ilmu menurutnya harus berkemu ngkinan mengandung salah dengan proses yang disebut falsifikasi ( proses ekspe rimental untuk membuktikan salah dari suatu ilmu) dan refutasi (penyangkalan teo ri). Kuhn menolak pandangan di atas, Kuhn memandang ilmu dari perspektif sejarah, da lam arti sejarah ilmu. Rekaman sejarah ilmu merupakan titik awal pengembangan il mu karena merupakan rekaman akumulasi konsep untuk melihat bagaimana hubungan an tara pengetahuan dengan mitos dan takhayul yang berkembang. Sejarah ilmu diguna kan untuk mendapatkan dan mengkonstruksi wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilm iah yang sesungguhnya terjadi. Hal-hal baru baru yang ditemukan pada suatu masa menjadi unsur penting bagi pengembangan ilmu di masa berikutnya (Kuhn, 1989). Perbedaan pendapat Kuhn dengan Popper adalah Kuhn lebih mengekplorasi tema-tema yang lebih besar misalnyanya hakekat ilmu baik dalam prakteknya yangnyata maupun dalam analisis kongkret dan empiris. Jika Popper menggunakan sejarah ilmu untuk mempertahankan pendapatnya, Kuhn justru menggunakan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikannya (Muslih M, 2004), Dari pendapat Kuhn tersebut bisa dikatakan bahwa filsafat ilmu harus berguru kep ada sejarah ilmu, sehingga seorang ilmuan dapat memahami hakikat ilmu dan aktivi tas ilmiah yang sesungguhnya. Thomas Samuel Kuhn mula-mula meniti karirnya sebagai ahli fisika, tetapi kemudia

n mendalami sejarah ilmu. Lewat tulisannya, The Structure of Scientific Revoluti ons (1962), ia menjadi seorang penganjur yang gigih yang berusaha meyakinkan bah wa titik pangkal segala penyelidikan adalah berguru pada sejarah ilmu. Sebagai p enulis sejarah dan sosiolog ilmu kuhn mendekati ilmu secara eksternal. Kuhn deng an mendasarkan pada sejarah ilmu, justru berpendapat bahwa terjadinya perubahanperubahan yang berarti tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk memb uktikan salah (falsifikasi) suatu teori atau sistem, melainkan berlangsung melal ui revolusi-revolusi ilmiah (Kuhn, 1983). Kuhn memakai istilah paradigma untuk mengambarkan sistem keyakinan yang mendasar i upaya pemecahan teka-teki di dalam ilmu. Fokus pemikiran Kuhn menyatakan bahwa perkembangan sains berlaku pada apa yang disebut paradigm ilmu. Menurut Kuhn pa radigm ilmu adalah suatu kerangka teoritis, atau suatu cara memandang dan memaha mi alam, yang telah digunakan sebagai sekelompok ilmuan sebagai pandangan dunian ya. Paradigma ilmu berfungsi seabagai lensa yang melaluinya para ilmuan dapat me ngamati dan memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masingdan jawaba n-jawaban ilmiah terhadap masalah masalah tersebut. Dari analisis pendapat Kuhn di atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa Sains lebi h dicirikan oleh paradigma dan revolusi yang menyertainya. Dari rekaman sejarah ilmu bisa diketahui bahwa terjadinya perubahan-perubahan mendalam selama sejarah ilmu tidak didasarkan pada upaya empiris untuk membuktikan suatu teori atau sis tem, tetapi melalui revolusi-revolusi ilmiah, sehingga kemajuan ilmiah pertama-t ama bersifat revolusioner dan bukan kumulatif. Kuhn menamakan sekumpulan ilmuan yang telah memiliki pandangan bersama sebagai s uatu komunitas ilmiah. Suatu komunitas ilmiah memiliki suatu paradigma bersama t entang alam ilmiah, memiliki kesamaan bahasa, nilai-nilai, asumsi-asumsi, tujuan -tujuan, norma-norma dan kepercayaan-kepercayaan (Kuhn 1989). Dari pendapat Kuhn diatas, maka bisa dikatakan bahwa pergeseran paradigma merupa kan suatu istilah untuk menggambarkan terjadinya dimensi kreatif pikiran manusia dalam bingkai filsafat. Pergeseran paradigma merupakan letupan ide yang merangs ang timbulnya letupan ide-ide yang lain, yang terjadi terus-menerus, sambung men yambung, baik pada orang yang sama maupun orang yang berbeda. Reaksi berantai in i akhirnya menjadi kekuatan yang bisa merubah wajah dan tatanan dunia serta pera daban manusia ke arah suatu kemajuan. Dengan demikian paradigma ilmu tidak lebih dari suatu konstruksi segenap komunit as ilmiah, Dalam komunitas tersebut mereka membaca, menafsirkan, mengungkap, dan memahami alam, sehingga menurut Kuhn (1989) paradigmalah yang menentukan jenisjenis eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuawan, tanpa paradigma tertentu par a ilmuawan tidak bisa mengumpulkan fakta-fakta, dengan tiadanya paradigma atau c alon paradigma tertentu, semua fakta yang mungkin sesuai dengan perkembangan ilm u tertentu tampak seakan sama-sama relevan, akibatnya pengumpulan fakta hamper s emuanya merupakan aktivitas acak.

Pandangan Kuhn tentang perkembangan ilmu? Gambaran Kuhn tentang cara ilmu berkembang dapat diringkas dalam suatu skema yan g open-ended, artinya sebuah akhir yang selalu terbuka untuk diperbaiki dan dike mbangkan lebih lanjut. Skema adalah sebagai berikut : Pra paradigma Pra science - paradigma normal science paradigma- anomali- krisis revolusi- ilmu normal baru- krisis baru (Chalmers, 1983). 1. Tahap Pra Paradigma dan Pra Sciense

Yudi (2010) mengatakan bahwa pada tahap ini aktivitas-aktivitas ilmiah dilakuka n secara terpisah dan tidak terorganisir sebab tidak ada persetujuan tentang sub ject matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing, karena tidak adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan t entang suatu teori (fenomena). Dari sejumlah aliran yang bersaing, kebanyakan me reka mendukung satu atau lain varian dalam teori tertentu dan di samping itu ada kombinasi dan modifikasi lain yang masing-masing aliran mendukung teorinya send iri-sendiri (Merymaswarita, 2009). Sehingga sejumlah teori boleh banyak digunaka n pada pelaksanaannya di lapangan dan setiap ahli teori itu merasa wajib memulai dengan yang baru dan membenarkan pendekatannya sendiri, hal semacam ini berlang sung selama kurun waktu tertentu sampai suatu paradigma tunggal diterima oleh se mua aliran yang dianut ilmuan tersebut dan ketika paradigma tunggal diterima, ma ka jalan menuju normal science mulai ditemukan (Yudi, 2010). Contoh pada fase ini adalah adanya persaingan dari ilmuan untuk mempertahankan t eorinya masing-masing dan mendukung teori yang lain. Seperti teori epicurus, teo ri aristoteles, atau teori plato. Satu kelompok menggangap cahaya berasal dari s atu partikel-partikel yang keluar dari benda yang berwujud, bagi ilmuan yang lai n mengatakan cahaya adalah modifikasi dari medium yang menghalang diantara benda itu denganmata, yang ahli lain lagi menerangkan bahwa cahaya sebagai interaksi antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata. Karena dari masing-masing ilmuan t idak ada kesepakatan tentang konsep cahaya itu sendiri maka, paradigma tentang c ahaya tidak bisa disepakati oleh komunitas ilmiah, selama belum adanya kesepakat an maka tidak akan terjadi normal sains (Kuhn, 1989).

2.

Tahap Paradigma Normal Science

Aktivitas yang terpisah-pisah dan tidak terorganisasi yang mengawali pembentukan suatu ilmu akhirnya menjadi tersusun dan terarah pada suatu paradigma tunggal y ang telah dianut oleh suatu masyarakat ilmiah, suatu paradigma yang terdiri asum si-asumsi teoritis yang umum dari hukum-hukum serta teknik-teknik untuk penerapa nnya diterima oleh para anggota komunitas ilmiah, keadaan seperti inilah yang di katakan dalam tahapan paradigma normal sains (Chalmers, 1983). Para ilmuan akan menjelaskan dan mengembangkan paradigma dalam usaha mempertangg ung-jawabkan dan menjabarkan perilaku beberapa aspek yang relevan dengan dunia n yata ini, sebagaimana diungkapkan lewat hasil-hasil eksperimen. Physica karya Ar istoteles, Almagest karya Ptolemaeus, Principia dan Opticks karya Newton, Electr icity karya Franklin, Chemistry karya Lavoisier dan Geology karya Lyell, pencapa ian mereka cukup baru belum pernah ada sebelumnya sehingga dapat menghindarkan k elompok penganut yang kekal dari mempersaingkan cara melakukan kegiatan ilmia (K uhn, 1989). Ilmuan-ilmuan yang risetnya didasarkan atas paradigma bersama terikat pada kaid ah-kaidah dan standar-standar praktek ilmiah yang sama. Contoh konsep yang disep akati pada tahapan normal sains ini adalah pada abad ke-18 paradigma disajikan tentang Optik karya Newton yang mengajarkan bahwa cahaya adalah partikel yang sa ngat halus yang diterima oleh komunitas ilmiah pada zaman tersebut(Kuhn, 1989). Dari penjelasan di atas bisa dikatakan pada tahap ini tidak terdapat sengketa p endapat mengenai hal-hal fundamental di antara para ilmuan, sehingga paradigma t unggal diterima oleh semuanya. Paradigma tunggal yang telah diterima tersebut di lindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi. Hal ini menjadi ciri yang membedakan antara normal science dan pra science (Chalmers, 1983). Menurut muslih (2004), normal science melibatkan usaha terperinci dan terorganis asi untuk menjabarkan paradigma dengan tujuan memperbaiki keseimbangannya dengan

alam (fenomena) dengan memecahkan teka-teki science, baik teka-teki teoritis ma upun teka-teki eksperimental. Teka-teki teoritis meliputi perencanaan dan mengem bangkan asumsi yang sesuai untuk penerapan status hokum Teka-teki eksperimental meliputi perbaikan keakuratan observasi dan pengembangan teknik eksperimen sehin gga mampu menghasilkan pengukuran yang dapat dipercaya. Dalam tahap normal scien ce ini terdapat tiga fokus bagi penelitian sain faktual, yaitu 1. Menentukan fakta yang penting.

2. Menyesuaikan fakta dengan teori. Upaya menyesuaikan fakta dengan teori ini lebih nyata ketergantungannya pada paradigma. Eksistensi paradigma itu menetapk an dan menyusun masalah-masalah yang harus dipecahkan; ( seringkali paradigma it u secara implisit terlibat langsung di dalam desain peralatan yang mampu memecah kan masalah tersebut ). 3. Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa ambiguitasnya yang masih tersisa dan memungkinkan pemecahan masalah yang sebelumnya hanya men arik perhatian saja (Yudi, 2010) 3. Paradigma Anomali

Sains yang normal, yakni kegiatan pemecahan masalah yang baru saja kita teliti, adalah kegiatan yang sangat kumulatif, benar-benar berhasil dalam tujuannya, per luasan secara tetap ruang lingkup dan persisi pengetahuan sains. Sains yang norm al tidak ditujukan kepada kebaruan-kebaruan fakta atau teori dan, jika berhasil tidak menemukan hal-hal tersebut. Jika karakteristik sains ini akan diselaraskan dengan apa yang telah dikatakan, maka riset yang mengikuti suatu paradigma haru s merupakan cara yang sangat efektif untuk mendorong perubahan paradigma (Kuhn, 1989). Jika ilmuan gagal memecahkan teka-teki science tersebut maka kegagalan tersebut merupakan kegagalan ilmu itu sendiri bukan kegagalan paradigma. Teka-teki harus ditandai oleh kepastian akan adanya pemecahannya dari paradigma. Teka-teki yang tidak terpecahkan dipandang sebagai kelainan (anomali) bukan sebagai falsifikasi suatu paradigm (Chalmer, 1983) Jadi bisa disimpulkan bahwa apabila dalam pemecahan teka-teki dan masalah scienc e normal jika dijumpai problem, kelainan, kegagalan (anomali) yang tidak mendas ar, maka keadaan ini tidak akan mendatangkan krisis. Sebaliknya jika sejumlah an omali atau fenomena-fenomena yang tidak dapat dijawab oleh paradigma muncul seca ra terus menerus dan secara mendasar menyerang paradigma, maka ini akan mendatan gkan suatu krisis.

4.

Krisis Revolusi

Sasaran normal science adalah memecahkan teka-teki science dan bukan menghasilka n penemuan-penemuan baru yang konseptual, yang diikuti dengan munculnya teori-te ori baru. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya akan muncul gejala-gejala b aru yang belum terjawab oleh teori yang ada. Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan anomali antara teori dan fa kta menimbulkan problem yang gawat, serta anomali-anomali tersebut secara fundam ental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian, kepercayaan terhadap para digma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang berujung pada per ubahan paradigma (revolusi) (Kuhn, 1989). Revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang makin parah dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang menjadi r eferensi riset. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara

ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu par adigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. J ika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi sains (Aribah M, 2010) Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-kumulatif, dimana paradigma la ma diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang ber-tentangan. Tran sformasi-transformasi paradigma yang berurutan dari paradigma yang satu ke parad igma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa dari sai ns yang telah matang. Jalan revolusi sains menuju sains normal bukanlah jalan be bas hambatan (Yudi, 2010). Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima p aradigma baru dan ini menimbulkan masalah sendiri. Dalam pemilihan paradigma tid ak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangku tan. Untuk menyingkap bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita harus menel iti dampak sifat dan dampak logika juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh ka rena itu permasalahan paradigma sebagai akibat dari revolusi sains, hanya sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat terwujud dengan baik ( Syamsir, 2008) 5. Ilmu normal

Jika anomali yang ada dalam proses perkembangan suatu ilmu telah bisa dipecahkan oleh ilmuan dalam komunitas ilmiah, dalam arti suatu komunitas ilmiah telah bi sa mengatasi dan menyelesaikan krisisnya dan menyusun suatu paradigma baru maka terjadilah revolusi sains (Chalmers, 1983). Sesudah suatu komunitas sains mengalami revolusi dengan perputaran serupa gestal t yang menyertainya, maka kemajuan-kemajuan penyelesaian teka-teki yang ada sela ma ini bisa diselesaikan, sehingga dicapailah kembali pada tahapan normal sains yang baru yang mempunyai keadaan baru sebab gambaran yang dihasilkan dari tekiteki tersebut juga sudah berubah. Dalam tahapan nomal sains baru ini para komuni tas ilmiah menyusun kembali suatu paradigma baru dengan memilih nilai-nilai, nor ma-norma, asumsi-asumsi, bahasa-bahasa, dan cara mengamati dan memahami alam ilm iahnya dengan cara baru, sehingga cara pemecahan persoalan model lama ditinggalk an dan menuju cara pemecahan dan pemahaman yang baru (Muslih, 2004). Yang dimaksud Kuhn ilmu normal adalah kegiatan penelitian yang secara teguh berdas arkan satu atau lebih pencapaian ilmiah (scientific achievements) dimasa lalu, y akni pencapaian-pencapaian yang komunitas atau masyarakat ilmiah bidang tertentu pada suatu masa dinyatakan sebagai pemberi landasan untuk praktek selanjutnya. Kuhn mengatakan bahwa ilmu normal memiliki dua ciri esensial : 1. Pencapaian ilmiah itu cukup baru sehingga mampu menarik para pemraktek ilm u dari berbagai cara lain dalam menjalankan kegiatan ilmiah; maksudnya dihadapka n pada berbagai alternatif cara menjalankan kegiatan ilmiah, sebagian besar pemr aktek ilmu cenderung memilih untuk mengacu pada pencapaian itu dalam menjalankan kegiatan ilmiah mereka. 2. Pencapaian itu cukup terbuka sehingga masih terdapat berbagai masalah yang memerlukan penyelesaian oleh pemraktek ilmu dengan mengacu pada pencapaian-penc apaian itu (Yudi, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya dua tahap atau periode dalam setiap ilmu, ya kni periode pra-paradigmatik dan periode ilmu normal (normal science). Pada peri ode pra-paradigmatik pengumpulan fakta atau kegiatan penelitian dalam bidang ter tentu berlangsung dengan cara yang hampir dapat dikatakan tanpa mengacu pada per

encanaan atau kerangka teoritikal yang diterima umum. Pada tahap pra-paradigmati k ini sejumlah aliran pikiran yang saling bersaing, tetapi tidak ada satupun ali ran yang memperoleh penerimaan secara umum. Dengan terbentuknya paradigma itu, k egiatan ilmiah dalam sebuah disiplin memasuki periode ilmu normal atau sains nor mal (normal science).

C. Kesimpulan Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Paradigma merupakan elemen pr imer dalam progress sains. Seorang ilmuan selalu bekerja dengan paradigma terten tu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma dasar. Melalui sebuah paradigma seorang ilmuan dapat memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam k erangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik terhad ap ilmu tersebut. Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang secara open-ended ( sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan). Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu l ebih cocok dengan situasi sejarah dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya. Menurut Kuhn ilmu h arus berkembang secara revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan empiris klasik sehingga dalam teori Kuhn, faktor sosiologis h istoris serta psikologis ikut berperan, selain itu menurut Kuhn, tidak ada parad igma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan (anomali), sebagai konsek wensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar dari satu parad igma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi tersebut. Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam mengin terpretasikan jawaban yang diperoleh. Secara singkat pradigma dapat diartikan se bagai keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu k omunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena) Paradigma Kuhn telah memberikan kontribusi dalam dinamika ilmu pengetahuan dan p eradapan manusia serta mampu mendobrak citra pencapaian ilmu pengetahuan yang ab solt dan tidak terikat ruang dan waktu.

DAFTAR PUSTAKA Aribah Marleny. 2010. Peran Sejarah Dalam Revolusi Sains.http://filsafat.kompas iana.com/2010/05/27/sekilas-tentang-periodesasi-ilmu-hingga-lahirnya-paradigma-k uhn/, diakses 16 September 2010 Chalmer, A.F. 1983. Apa Itu yang Dinamakan Ilmu?. Terjemahan oleh: Joesoef Isak. Hasta Mitra, Jakarta, Indonesia Kuhn, Thomas S. 1989. Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains. Terjemahan oleh: Tju n Surjaman. Remdja Karya,Bandung, Indonesia Merymaswarita. 2009. Paradigma Kuhn.http://merymaswarita.wordpress.com//paradigm a-khun/, diakses 4 Nopember 2010. Muslih M. 2004. Filsafat Ilmu Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Te ori Ilmu Pengetahuan. Belukar, Yogyakarta, Indonesia. Syamsir Elvira. 2008. Sains Normal dan Revolusi sains. http://id.shvoong.com/hum

anities/philosophy/1786497-sains-normal-dan-revolusi-sains/, diakses 25 Septemb er 2010 Suhartono S. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, Indones ia Tafsir,A. 1990. Filsafat Umum. PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Jakarta Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2004. Filsafat Ilmu. Liberty, Yogyakarta, Indonesia Yudi. 2009. Paradigma Ilmu Pengetahuan Menurut Thomas S. Kuhn (http://yherpansi. wordpress.com/2009/11/10/paradigma-kuhn/), diakses 13 September 2010

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bidang garapan dari filsafat ilmu adalah epistemologi. Secara etimolo gis epistemologi berasal dari bahasa yunani epiteme artinya pengetahuan, dan lo gos artinya teori, epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yan g mempelajari asal mula, sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) penget ahuan. Dalam metafisika pertanyaan pokok adalah apakah ada itu? , sedangkan dalam e pistomologi pertanyaan pokok adalah apa yang dapat saya ketahui? . Jadi persoalan apa saja yang termasuk dalam epistomologi adalah : 1. 2. 3. Bagimana manusia dapat mengetahui sesuatu? Dari mana pengetahuan itu diperoleh? Bagimana validitas pengetahuan itu dapat dinilai?

4. Apa perbedaan antara pengetahuan apriori ( Pengetahuan pra pengalaman) d an pengetahuan a posteriori ( pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat ilmu, 2004). Suhartono (2005) mengatakan dalam epistomologi terdapat beberapa perbedaan menge nai teori pengetahuan, hal ini disebabkan karena setiap ilmu pengetahuan memilik i potensi objek, metode, sistem dan tingkat kebenaran yang berbeda. Jadi bisa di katakan segala perbedaan tersebut terutama berkembang dari perbedaan sudut panda ng dan metode yang bersumber dari empirisme dan rasionalisme. Dengan kata lain e pistemologi merupakan suatu bidang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat kebenaran, karena semua pengetahuan mempersoalkan kebenaran. Merujuk dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa sejarah penemuan suatu keb enaran tentang pengetahuan dimulai dari Periode filsafat Yunani yang merupakan p eriode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia, karena pada waktu ini ter jadi perubahan pola fikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Perubaha n pola fikir yang kelihatan sangat sederhana tetapi sebenarnya memiliki implikas i tidak sederhana. Alam yang selama ini ditakuti dan dijauhi kemudian didekati b ahkan dieksploitasi. Manusia yang dulunya pasif menjadi aktif sehingga alam digu nakan sebagai objek penelitian atau pengkajian. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat (Tim Dosen Filsafat ilmu, 2004). Sejak zaman ini filsafat terus berkembang, mulai dari masa kejayaan, kemunduran, dan kebangkita nnya kembali. Menurut Tafsir (2004), bahwa filsafat mengalami perkembangan pada abad modern, y ang diawali terlebih dahulu dengan adanya zaman Renaissance, yaitu peralihan aba d pertengahan ke abad modern. Zaman ini terkenal dengan era kelahiran kembali ke

bebasan manusia dalam berfikir. Sejak zaman ini kebenaran filsafat dan ilmu peng etahuan didasarkan pada kepercayaan dan kepastian intelektual (sikap ilmiah) yan g kebenarannya dapat dibuktikan berdasarkan metode, perkiraan dan pemikiran yang dapat diuji. Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada abad modern khususny a abad ke-17 adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang ini ad alah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksu d dengan kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, m aka dalam abad ke-17 muncullah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban berbe da, bahkan saling bertentangan. Aliran tersebut adalah aliran rasionalisme dan e mpirisme. Kerjasama antara beberapa aliran dari rasionalisme dan empirisme lahi rlah metode sains dan dari metode inilah lahir pengetahuan sains ( Tafsir, 2004 ). Dalam proses perkembangan keilmuan tersebut, paradigma keilmuan memegang peranan penting, karena fungsi paradigma ilmu adalah memberikan kerangka, mengarahkan, bahkan menguji konsestensi dari proses keilmuan. Dalam paradima ilmu, ilmu telah mengembang seperangkat keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakekat ilmu yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Sejak abad pencerahan sampai era globalisasi ini terdapat empat paradigma ilmu y ang dikembangkan oleh para ilmuan dalam menemukan ilmu pengetahuan yakni: positi visme, postpositivime, critical teori, constuctivism (Muslih, 2004). Pada perkembangan filsafat ilmu dalam memahami beberapa kerangka teori keilmuan dan juga paradigma keilmuan, terdapat beberapa filsuf yang terkenal karena has il pemikiran dan karyanya berpengaruh terhadap perkembangan suatu ilmu, Salah sa tu tokoh filsafat yang terkenal yakni Thomas Kuhn yang mengarang buku The Struc ture of Scientific revolution tahun 1962. Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalaha n fondamental tentang image atau konsep ilmu terutama ilmu sains yang telah diel aborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik . Ciri khas yang membedakan model filsafat ilmu baru ini dengan model yang terdahu lu adalah pendekatan/perhatiannya yang besar terhadap sejarah ilmu dan filsafat sains. Dan peranan sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang terjadi. Bagi Kuhn sejarah ilmu merupakan starting point dan kaca mata utamanya dalam menyoroti permasalahan-per masalahan fundamental dalam epistemologi, yang selama ini masih menjadi teka-tek i. Menurutnya, dalam setiap perkembangan ilmu pengetahuan selalu terdapat dua fa se yaitu; normal science dan revolutionary science. Singkatnya, normal science a dalah teori pengetahuan yang sudah mapan sementara revoutionary science adalah u paya kritis dalam mempertanyakan ulang teori yang mapan tersebut dikarenakan teo ri tersebut memang problematis. Oleh karena itu kita sebagai pendidik perlu untu k mengetahui sejarah ilmu yang dikenal oleh paradigm Kuhn dalam proses memperole h pengetahuan sains secara benar menurut konsep cabang filsafat dari epistomolog i. Dari latarbelakang maslah di atas, maka terdapat beberapa permasalahan diantaran ya: 1. 2. 3. 4. Siapakah Thomas S. Kuhn? Apakah yang dimaksud paradigma menurut Thomas S. Kuhn? Bagaimanakah latar belakang pemikiran Kuhn tentang perkembangan ilmu? Bagimanakah pandangan Kuhn tentang perkembangan ilmu?

B. Pembahasan

Biografi Thomas S. Kuhn Thomas S. Kuhn dilahirkan di Cicinnati, Ohio pada tanggal 18 juli 1922. Kuhn la hir dari pasangan Samuel L, Kuhn seorang Insinyur industri dan Minette Stroock K uhn. Dia mendapat gelar B.S di dalam ilmu fisika dari Harvard University pada ta hun 1943 dan M.S. Pada tahun 1946. Khun belajar sebagai fisikawan namun baru men jadi pengajar setelah mendapatkan Ph.D dari Harvard pada tahun 1949. Tiga tahun nya dalam kebebasan akademik sebagai Harvard Junior Fellow sangat penting dalam perubahan perhatiannya dari ilmu fisika kepada sejarah(dan filsafat) ilmu. Dia k emudian diterima di Harvard sebagai asisten profesor pada pengajaran umum dan se jarah ilmu atas usulan presiden Universitas James Conant (Aprillin, 2010). Setelah meninggalkan Harvard dia belajar di Universtitas Berkeley di California sebagai pengajar di departemen filosofi dan sains. Dia menjadi profesor sejarah ilmu pada 1961. Di berkeley ini dia menuliskan dan menerbitkan bukunya yang terk enal The Structure Of Scientific Revolution pada tahun 1962. Pada tahun 1964 dia menjadi profesor filsafat dan sejarah seni di Princeton pada tahun 1964-1979. K emudian di MIT sebagai professor filsafat. Tetap di sini hingga 1991(Muslih, 200 4). Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum fisikawan itu meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik dengan kanker dari Bronchia l tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di Cambridge Massachusetts. D ia menikah dua kali dan memiliki tiga anak. Kuhn mendapat banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai contohnya dia memegang posisi sebagai Lowel lecturer pa da tahun 1951, Guggeheim fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih banyak pengharg aan lain (Muslih, 2004). Karya Kuhn cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat banyak sambutan dari filsuf ilmu dan ilmuan adalah The Structure of Scientific Revolution,sebua h buku yang terbit pada tahun 1962, dan direkomendasikan sebagai bahan bacaan da lam kursus dan pengajaran berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, ris et dan sejarah serta filsafat sains.

Pengertian Paradigma Pengertian paradigma menurut kamus filsafat dalam Merymaswarita (2009) adalah : 1. Cara memandang sesuatu.

2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenome na dipandang dan dijelaskan. 3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan m enentukan atau mendefinisikan suatu study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dal am praktek ilmiah pada tahap tertentu. 4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan probl em-problem riset. Menurut Chalmers (1983) Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-as umsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sanga t menentukan sifat, cirri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam The structure of Science Revolution , Kuhn (1989) menggunakan paradigma dalam dua peng ertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nila i, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di piha

k lain paradigma menunjukan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan tek a-teki yang kongkrit yang jika digunakan sebagai model, pola, atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasala han dan teka-teki normal sains yang masih tersisa. Paradigma menurut Muslih (2004) merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis. Secara singkat pengertian paradigma adalah Keseluruhan kon stelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena), paradigma membantu merumuskan tentang apa yang ha rus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diiku ti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh (Kuhn, 1989). Dari pengertian para ahli diatas penulis dapat menyimpulkan pengertian paradig ma adalah suatu pandang atau kerangka berpikir yang berdasarkan fakta atau gejal a diinterpretasikan untuk dipahami dan membantu merumuskan tentang apa yang haru s di pelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus di iku ti dalam menginterprestasikan jawaban yang diperoleh terhadap suatu fenomena.

Latar Belakang Pemikiran Kuhn Tentang Ilmu dan Perkembangannya Menurut Muslih (2004), yang melatarbelakangi pemikiran Kuhn tentang ilmu dan pe rkembangannya merupakan respon terhadap adanya pandangan Positivisme dan Popper . Positivisme menganggap pengetahuan mengenai fakta objektif merupakan pengetahu an yang sahih, mereka mengklaim bahwa kekacauan kaum idealis dengan berbagai pen dekatan metafisika yang digunakan dalam melihat realitas, karena bahasa yang mer eka pakai secara esensial tanpa makna, dan secara umum mereka berpendapat bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman dan proses verifikasi dan konfirmasi eksperi men dari bahasa ilmiah meruapakn langkah dan proses perkembangan ilmu. Sementar a itu popper berpendapat bahwa proses perkembangan ilmu menurutnya harus berkemu ngkinan mengandung salah dengan proses yang disebut falsifikasi ( proses ekspe rimental untuk membuktikan salah dari suatu ilmu) dan refutasi (penyangkalan teo ri). Kuhn menolak pandangan di atas, Kuhn memandang ilmu dari perspektif sejarah, da lam arti sejarah ilmu. Rekaman sejarah ilmu merupakan titik awal pengembangan il mu karena merupakan rekaman akumulasi konsep untuk melihat bagaimana hubungan an tara pengetahuan dengan mitos dan takhayul yang berkembang. Sejarah ilmu diguna kan untuk mendapatkan dan mengkonstruksi wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilm iah yang sesungguhnya terjadi. Hal-hal baru baru yang ditemukan pada suatu masa menjadi unsur penting bagi pengembangan ilmu di masa berikutnya (Kuhn, 1989). Perbedaan pendapat Kuhn dengan Popper adalah Kuhn lebih mengekplorasi tema-tema yang lebih besar misalnyanya hakekat ilmu baik dalam prakteknya yangnyata maupun dalam analisis kongkret dan empiris. Jika Popper menggunakan sejarah ilmu untuk mempertahankan pendapatnya, Kuhn justru menggunakan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikannya (Muslih M, 2004), Dari pendapat Kuhn tersebut bisa dikatakan bahwa filsafat ilmu harus berguru kep ada sejarah ilmu, sehingga seorang ilmuan dapat memahami hakikat ilmu dan aktivi tas ilmiah yang sesungguhnya. Thomas Samuel Kuhn mula-mula meniti karirnya sebagai ahli fisika, tetapi kemudia n mendalami sejarah ilmu. Lewat tulisannya, The Structure of Scientific Revoluti ons (1962), ia menjadi seorang penganjur yang gigih yang berusaha meyakinkan bah wa titik pangkal segala penyelidikan adalah berguru pada sejarah ilmu. Sebagai p enulis sejarah dan sosiolog ilmu kuhn mendekati ilmu secara eksternal. Kuhn deng an mendasarkan pada sejarah ilmu, justru berpendapat bahwa terjadinya perubahanperubahan yang berarti tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk memb

uktikan salah (falsifikasi) suatu teori atau sistem, melainkan berlangsung melal ui revolusi-revolusi ilmiah (Kuhn, 1983). Kuhn memakai istilah paradigma untuk mengambarkan sistem keyakinan yang mendasar i upaya pemecahan teka-teki di dalam ilmu. Fokus pemikiran Kuhn menyatakan bahwa perkembangan sains berlaku pada apa yang disebut paradigm ilmu. Menurut Kuhn pa radigm ilmu adalah suatu kerangka teoritis, atau suatu cara memandang dan memaha mi alam, yang telah digunakan sebagai sekelompok ilmuan sebagai pandangan dunian ya. Paradigma ilmu berfungsi seabagai lensa yang melaluinya para ilmuan dapat me ngamati dan memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masingdan jawaba n-jawaban ilmiah terhadap masalah masalah tersebut. Dari analisis pendapat Kuhn di atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa Sains lebi h dicirikan oleh paradigma dan revolusi yang menyertainya. Dari rekaman sejarah ilmu bisa diketahui bahwa terjadinya perubahan-perubahan mendalam selama sejarah ilmu tidak didasarkan pada upaya empiris untuk membuktikan suatu teori atau sis tem, tetapi melalui revolusi-revolusi ilmiah, sehingga kemajuan ilmiah pertama-t ama bersifat revolusioner dan bukan kumulatif. Kuhn menamakan sekumpulan ilmuan yang telah memiliki pandangan bersama sebagai s uatu komunitas ilmiah. Suatu komunitas ilmiah memiliki suatu paradigma bersama t entang alam ilmiah, memiliki kesamaan bahasa, nilai-nilai, asumsi-asumsi, tujuan -tujuan, norma-norma dan kepercayaan-kepercayaan (Kuhn 1989). Dari pendapat Kuhn diatas, maka bisa dikatakan bahwa pergeseran paradigma merupa kan suatu istilah untuk menggambarkan terjadinya dimensi kreatif pikiran manusia dalam bingkai filsafat. Pergeseran paradigma merupakan letupan ide yang merangs ang timbulnya letupan ide-ide yang lain, yang terjadi terus-menerus, sambung men yambung, baik pada orang yang sama maupun orang yang berbeda. Reaksi berantai in i akhirnya menjadi kekuatan yang bisa merubah wajah dan tatanan dunia serta pera daban manusia ke arah suatu kemajuan. Dengan demikian paradigma ilmu tidak lebih dari suatu konstruksi segenap komunit as ilmiah, Dalam komunitas tersebut mereka membaca, menafsirkan, mengungkap, dan memahami alam, sehingga menurut Kuhn (1989) paradigmalah yang menentukan jenisjenis eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuawan, tanpa paradigma tertentu par a ilmuawan tidak bisa mengumpulkan fakta-fakta, dengan tiadanya paradigma atau c alon paradigma tertentu, semua fakta yang mungkin sesuai dengan perkembangan ilm u tertentu tampak seakan sama-sama relevan, akibatnya pengumpulan fakta hamper s emuanya merupakan aktivitas acak.

Pandangan Kuhn tentang perkembangan ilmu? Gambaran Kuhn tentang cara ilmu berkembang dapat diringkas dalam suatu skema yan g open-ended, artinya sebuah akhir yang selalu terbuka untuk diperbaiki dan dike mbangkan lebih lanjut. Skema adalah sebagai berikut : Pra paradigma Pra science - paradigma normal science paradigma- anomali- krisis revolusi- ilmu normal baru- krisis baru (Chalmers, 1983). 1. Tahap Pra Paradigma dan Pra Sciense

Yudi (2010) mengatakan bahwa pada tahap ini aktivitas-aktivitas ilmiah dilakuka n secara terpisah dan tidak terorganisir sebab tidak ada persetujuan tentang sub ject matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing, karena tidak adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan t entang suatu teori (fenomena). Dari sejumlah aliran yang bersaing, kebanyakan me reka mendukung satu atau lain varian dalam teori tertentu dan di samping itu ada

kombinasi dan modifikasi lain yang masing-masing aliran mendukung teorinya send iri-sendiri (Merymaswarita, 2009). Sehingga sejumlah teori boleh banyak digunaka n pada pelaksanaannya di lapangan dan setiap ahli teori itu merasa wajib memulai dengan yang baru dan membenarkan pendekatannya sendiri, hal semacam ini berlang sung selama kurun waktu tertentu sampai suatu paradigma tunggal diterima oleh se mua aliran yang dianut ilmuan tersebut dan ketika paradigma tunggal diterima, ma ka jalan menuju normal science mulai ditemukan (Yudi, 2010). Contoh pada fase ini adalah adanya persaingan dari ilmuan untuk mempertahankan t eorinya masing-masing dan mendukung teori yang lain. Seperti teori epicurus, teo ri aristoteles, atau teori plato. Satu kelompok menggangap cahaya berasal dari s atu partikel-partikel yang keluar dari benda yang berwujud, bagi ilmuan yang lai n mengatakan cahaya adalah modifikasi dari medium yang menghalang diantara benda itu denganmata, yang ahli lain lagi menerangkan bahwa cahaya sebagai interaksi antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata. Karena dari masing-masing ilmuan t idak ada kesepakatan tentang konsep cahaya itu sendiri maka, paradigma tentang c ahaya tidak bisa disepakati oleh komunitas ilmiah, selama belum adanya kesepakat an maka tidak akan terjadi normal sains (Kuhn, 1989).

2.

Tahap Paradigma Normal Science

Aktivitas yang terpisah-pisah dan tidak terorganisasi yang mengawali pembentukan suatu ilmu akhirnya menjadi tersusun dan terarah pada suatu paradigma tunggal y ang telah dianut oleh suatu masyarakat ilmiah, suatu paradigma yang terdiri asum si-asumsi teoritis yang umum dari hukum-hukum serta teknik-teknik untuk penerapa nnya diterima oleh para anggota komunitas ilmiah, keadaan seperti inilah yang di katakan dalam tahapan paradigma normal sains (Chalmers, 1983). Para ilmuan akan menjelaskan dan mengembangkan paradigma dalam usaha mempertangg ung-jawabkan dan menjabarkan perilaku beberapa aspek yang relevan dengan dunia n yata ini, sebagaimana diungkapkan lewat hasil-hasil eksperimen. Physica karya Ar istoteles, Almagest karya Ptolemaeus, Principia dan Opticks karya Newton, Electr icity karya Franklin, Chemistry karya Lavoisier dan Geology karya Lyell, pencapa ian mereka cukup baru belum pernah ada sebelumnya sehingga dapat menghindarkan k elompok penganut yang kekal dari mempersaingkan cara melakukan kegiatan ilmia (K uhn, 1989). Ilmuan-ilmuan yang risetnya didasarkan atas paradigma bersama terikat pada kaid ah-kaidah dan standar-standar praktek ilmiah yang sama. Contoh konsep yang disep akati pada tahapan normal sains ini adalah pada abad ke-18 paradigma disajikan tentang Optik karya Newton yang mengajarkan bahwa cahaya adalah partikel yang sa ngat halus yang diterima oleh komunitas ilmiah pada zaman tersebut(Kuhn, 1989). Dari penjelasan di atas bisa dikatakan pada tahap ini tidak terdapat sengketa p endapat mengenai hal-hal fundamental di antara para ilmuan, sehingga paradigma t unggal diterima oleh semuanya. Paradigma tunggal yang telah diterima tersebut di lindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi. Hal ini menjadi ciri yang membedakan antara normal science dan pra science (Chalmers, 1983). Menurut muslih (2004), normal science melibatkan usaha terperinci dan terorganis asi untuk menjabarkan paradigma dengan tujuan memperbaiki keseimbangannya dengan alam (fenomena) dengan memecahkan teka-teki science, baik teka-teki teoritis ma upun teka-teki eksperimental. Teka-teki teoritis meliputi perencanaan dan mengem bangkan asumsi yang sesuai untuk penerapan status hokum Teka-teki eksperimental meliputi perbaikan keakuratan observasi dan pengembangan teknik eksperimen sehin gga mampu menghasilkan pengukuran yang dapat dipercaya. Dalam tahap normal scien ce ini terdapat tiga fokus bagi penelitian sain faktual, yaitu

1.

Menentukan fakta yang penting.

2. Menyesuaikan fakta dengan teori. Upaya menyesuaikan fakta dengan teori ini lebih nyata ketergantungannya pada paradigma. Eksistensi paradigma itu menetapk an dan menyusun masalah-masalah yang harus dipecahkan; ( seringkali paradigma it u secara implisit terlibat langsung di dalam desain peralatan yang mampu memecah kan masalah tersebut ). 3. Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa ambiguitasnya yang masih tersisa dan memungkinkan pemecahan masalah yang sebelumnya hanya men arik perhatian saja (Yudi, 2010) 3. Paradigma Anomali

Sains yang normal, yakni kegiatan pemecahan masalah yang baru saja kita teliti, adalah kegiatan yang sangat kumulatif, benar-benar berhasil dalam tujuannya, per luasan secara tetap ruang lingkup dan persisi pengetahuan sains. Sains yang norm al tidak ditujukan kepada kebaruan-kebaruan fakta atau teori dan, jika berhasil tidak menemukan hal-hal tersebut. Jika karakteristik sains ini akan diselaraskan dengan apa yang telah dikatakan, maka riset yang mengikuti suatu paradigma haru s merupakan cara yang sangat efektif untuk mendorong perubahan paradigma (Kuhn, 1989). Jika ilmuan gagal memecahkan teka-teki science tersebut maka kegagalan tersebut merupakan kegagalan ilmu itu sendiri bukan kegagalan paradigma. Teka-teki harus ditandai oleh kepastian akan adanya pemecahannya dari paradigma. Teka-teki yang tidak terpecahkan dipandang sebagai kelainan (anomali) bukan sebagai falsifikasi suatu paradigm (Chalmer, 1983) Jadi bisa disimpulkan bahwa apabila dalam pemecahan teka-teki dan masalah scienc e normal jika dijumpai problem, kelainan, kegagalan (anomali) yang tidak mendas ar, maka keadaan ini tidak akan mendatangkan krisis. Sebaliknya jika sejumlah an omali atau fenomena-fenomena yang tidak dapat dijawab oleh paradigma muncul seca ra terus menerus dan secara mendasar menyerang paradigma, maka ini akan mendatan gkan suatu krisis.

4.

Krisis Revolusi

Sasaran normal science adalah memecahkan teka-teki science dan bukan menghasilka n penemuan-penemuan baru yang konseptual, yang diikuti dengan munculnya teori-te ori baru. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya akan muncul gejala-gejala b aru yang belum terjawab oleh teori yang ada. Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan anomali antara teori dan fa kta menimbulkan problem yang gawat, serta anomali-anomali tersebut secara fundam ental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian, kepercayaan terhadap para digma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang berujung pada per ubahan paradigma (revolusi) (Kuhn, 1989). Revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang makin parah dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang menjadi r eferensi riset. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu par adigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. J ika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi sains (Aribah M, 2010) Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-kumulatif, dimana paradigma la ma diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang ber-tentangan. Tran

sformasi-transformasi paradigma yang berurutan dari paradigma yang satu ke parad igma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa dari sai ns yang telah matang. Jalan revolusi sains menuju sains normal bukanlah jalan be bas hambatan (Yudi, 2010). Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima p aradigma baru dan ini menimbulkan masalah sendiri. Dalam pemilihan paradigma tid ak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangku tan. Untuk menyingkap bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita harus menel iti dampak sifat dan dampak logika juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh ka rena itu permasalahan paradigma sebagai akibat dari revolusi sains, hanya sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat terwujud dengan baik ( Syamsir, 2008) 5. Ilmu normal

Jika anomali yang ada dalam proses perkembangan suatu ilmu telah bisa dipecahkan oleh ilmuan dalam komunitas ilmiah, dalam arti suatu komunitas ilmiah telah bi sa mengatasi dan menyelesaikan krisisnya dan menyusun suatu paradigma baru maka terjadilah revolusi sains (Chalmers, 1983). Sesudah suatu komunitas sains mengalami revolusi dengan perputaran serupa gestal t yang menyertainya, maka kemajuan-kemajuan penyelesaian teka-teki yang ada sela ma ini bisa diselesaikan, sehingga dicapailah kembali pada tahapan normal sains yang baru yang mempunyai keadaan baru sebab gambaran yang dihasilkan dari tekiteki tersebut juga sudah berubah. Dalam tahapan nomal sains baru ini para komuni tas ilmiah menyusun kembali suatu paradigma baru dengan memilih nilai-nilai, nor ma-norma, asumsi-asumsi, bahasa-bahasa, dan cara mengamati dan memahami alam ilm iahnya dengan cara baru, sehingga cara pemecahan persoalan model lama ditinggalk an dan menuju cara pemecahan dan pemahaman yang baru (Muslih, 2004). Yang dimaksud Kuhn ilmu normal adalah kegiatan penelitian yang secara teguh berdas arkan satu atau lebih pencapaian ilmiah (scientific achievements) dimasa lalu, y akni pencapaian-pencapaian yang komunitas atau masyarakat ilmiah bidang tertentu pada suatu masa dinyatakan sebagai pemberi landasan untuk praktek selanjutnya. Kuhn mengatakan bahwa ilmu normal memiliki dua ciri esensial : 1. Pencapaian ilmiah itu cukup baru sehingga mampu menarik para pemraktek ilm u dari berbagai cara lain dalam menjalankan kegiatan ilmiah; maksudnya dihadapka n pada berbagai alternatif cara menjalankan kegiatan ilmiah, sebagian besar pemr aktek ilmu cenderung memilih untuk mengacu pada pencapaian itu dalam menjalankan kegiatan ilmiah mereka. 2. Pencapaian itu cukup terbuka sehingga masih terdapat berbagai masalah yang memerlukan penyelesaian oleh pemraktek ilmu dengan mengacu pada pencapaian-penc apaian itu (Yudi, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya dua tahap atau periode dalam setiap ilmu, ya kni periode pra-paradigmatik dan periode ilmu normal (normal science). Pada peri ode pra-paradigmatik pengumpulan fakta atau kegiatan penelitian dalam bidang ter tentu berlangsung dengan cara yang hampir dapat dikatakan tanpa mengacu pada per encanaan atau kerangka teoritikal yang diterima umum. Pada tahap pra-paradigmati k ini sejumlah aliran pikiran yang saling bersaing, tetapi tidak ada satupun ali ran yang memperoleh penerimaan secara umum. Dengan terbentuknya paradigma itu, k egiatan ilmiah dalam sebuah disiplin memasuki periode ilmu normal atau sains nor mal (normal science).

C. Kesimpulan Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Paradigma merupakan elemen pr imer dalam progress sains. Seorang ilmuan selalu bekerja dengan paradigma terten tu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma dasar. Melalui sebuah paradigma seorang ilmuan dapat memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam k erangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik terhad ap ilmu tersebut. Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang secara open-ended ( sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan). Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu l ebih cocok dengan situasi sejarah dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya. Menurut Kuhn ilmu h arus berkembang secara revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan empiris klasik sehingga dalam teori Kuhn, faktor sosiologis h istoris serta psikologis ikut berperan, selain itu menurut Kuhn, tidak ada parad igma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan (anomali), sebagai konsek wensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar dari satu parad igma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi tersebut. Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam mengin terpretasikan jawaban yang diperoleh. Secara singkat pradigma dapat diartikan se bagai keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu k omunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena) Paradigma Kuhn telah memberikan kontribusi dalam dinamika ilmu pengetahuan dan p eradapan manusia serta mampu mendobrak citra pencapaian ilmu pengetahuan yang ab solt dan tidak terikat ruang dan waktu.

DAFTAR PUSTAKA Aribah Marleny. 2010. Peran Sejarah Dalam Revolusi Sains.http://filsafat.kompas iana.com/2010/05/27/sekilas-tentang-periodesasi-ilmu-hingga-lahirnya-paradigma-k uhn/, diakses 16 September 2010 Chalmer, A.F. 1983. Apa Itu yang Dinamakan Ilmu?. Terjemahan oleh: Joesoef Isak. Hasta Mitra, Jakarta, Indonesia Kuhn, Thomas S. 1989. Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains. Terjemahan oleh: Tju n Surjaman. Remdja Karya,Bandung, Indonesia Merymaswarita. 2009. Paradigma Kuhn.http://merymaswarita.wordpress.com//paradigm a-khun/, diakses 4 Nopember 2010. Muslih M. 2004. Filsafat Ilmu Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Te ori Ilmu Pengetahuan. Belukar, Yogyakarta, Indonesia. Syamsir Elvira. 2008. Sains Normal dan Revolusi sains. http://id.shvoong.com/hum anities/philosophy/1786497-sains-normal-dan-revolusi-sains/, diakses 25 Septemb er 2010 Suhartono S. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, Indones ia

Tafsir,A. 1990. Filsafat Umum. PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Jakarta Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2004. Filsafat Ilmu. Liberty, Yogyakarta, Indonesia Yudi. 2009. Paradigma Ilmu Pengetahuan Menurut Thomas S. Kuhn (http://yherpansi. wordpress.com/2009/11/10/paradigma-kuhn/), diakses 13 September 2010 ################################################################################ ###### PENDAHULUAN Manusia selalu ingin tahu apa yang memang tampak konkret dan nyata. Segala sesua tu yang nampak dan diketahuinya akan menjadi sebuah pengetahuan. Pembuktiaan sec ara inderawi yang menyatakan kebenaran tentang pengetahuan tersebut. Tetapi peng alaman indrawi belumlah cukup untuk menghasilkan suatu pengetahuan. Pengalaman i ndrawi tersebut harus mengalami proses ilmiah yang lebih lanjut atau disebut seb agai proses metodologis. Dalam proses metodologis ini, diperlukan prinsip episte mologi yang dapat mengkaji lebih dalam tentang pengetahuan. Epistemologis mencak up berbagai hal seperti batas pengetahuan, sumber pengetahuan, serta kriteria ke benaran. Pembuktian pengetahuan ini diperlukan untuk keabsahan suatu teori pengetahuan. K ita dapat melihat perkembangan pengetahuan lewat suatu paradigma Thomas Kuhn dan Karl Popper. Thomas Kuhn berfikir bahwa dalam kenyataannya teori utama dalam il mu pengetahuan alam tidak dapat difalsifikasi secara langsung. Ia memahami tenta ng kemajuan di dalam ilmu pengetahuan dengan berpijak pada teori falsifikasi Pop per. Ia merumuskan teori baru yang didasarkan pada penelitian historis bagaimana ilmu pengetahuan mengalami perubahan dan perkembangan dalam sejarahnya. Ilmu pe ngetahuan tidak secara otomatis menyingkirkan suatu teori ketika ada bukti bukti yang berlawanan dengan teori tersebut, melainkan perubahan tersebut terjadi mel alui proses yang bersifat gradual dan kumulatif. Pemikiran Thomas Kuhn tersebut merupakan kritik dari Karl Popper yang menyatakan bahwa suatu teori ilmu pengetahuan yang memadai adalah teori yang bersifat kons isten, koheren serta selalu dapat difalsifikasi. Tidak ada teori ilmiah yang sel alu dapat cocok secara logis dengan bukti bukti yang ada. Dengan kata lain, teor i yang tidak dapat ditolak bukanlah teori ilmu pengetahuan. Dengan melihat perbedaan pemikiran antara Thomas Kuhn dan Karl Popper, kita dapa t melihat perkembangan atau kritik untuk menemukan suatu keabsahan ilmu ilmu bar u. Filsafat ilmu membahas persoalan ilmu pengetahuan dengan berbagai masalahnya, terutama yang berkaitan dengan metodologi atau pembenaran ilmiah. Sehingga, cir i keilmiahan suatu ilmu pengetahuan dengan cara kerja ilmiah menjadi bahan yang dikaji dalam filsafat ilmu. Dalam mengkaji ciri dan cara kerja ilmu pengetahuan itu, harus berlandaskan rasionalitas. Dengan demikian, rasionalitas sebagai medi a untuk filsafat ilmu dan epistemologi dalam menemukan kebenaran ilmiah. Rumusan Masalah Bagaimana paradigma Thomas Khun terhadap science, serta dimana letak perbedaan t erhadap pandangan Popper? Tujuan Mengetahui paradigma Thomas Khun terhadap science, letak perbedaan terhadap pand angan Popper PEMBAHASAN

Pengertian Paradigma Definisi paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis y ang umum yang merupakan suatu sumber nilai. Konsekuensinya hal itu merupakan sua tu sumber hukum-hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga s angat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Istilah ilmiah tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manu sia serta ilmu pengetahuan lain, misalnya politik, hukum, ekonomi dan budaya ser ta bidang-bidang lainnya. Dalam masalah yang popular ini istilah paradigm berkemba ng menjadi suatu terminology yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, k erangka pikir, orientasi dasar, sumber asas arah dan tujuan dari suatu perkemban gan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu. Paradigma bisa di defenisikan oleh suatu pencapaian ilmiah sebagai contoh atas s ampel dimana sejumlah kesulitan ilmiah diatur dan dipecahkan dengan menggunakan berbagai teknik konseptual dan empiris. Pencapaian ini terwujud secara khas dala m suatu karya ilmiah yang penting, seperti: optika karya besar Newton terhadap k odrat cahaya dan warna Siapa Thomas Khun? Thomas Samuel Kuhn (18 Juli 1922 17 Juni 1996) lahir di Cincinnati, Ohio. Ia ad alah seorang Fisikawan Amerika dan filsuf yang menulis secara ekstensif tentang sejarah ilmu pengetahuan dan mengembangkan gagasan beberapa penting dalam sosi ologi dan filsafat ilmu. Thomas Kuhn Thomas Kuhn memperoleh gelar BS dalam fisik a di Universitas Harvard tahun 1943. Kemudian ia menyelesaikan MS dan Ph.D. Juru san Fisika pada tahun 1946 dan 1949. Sebagaimana ia menyatakan dalam beberapa ha laman pertama dari kata pendahuluan untuk edisi kedua dari The Structure of Scie ntific Revolutions, tiga tahun mendapat bebas akademik sebagai Junior Fellow Har vard membuat dia untuk beralih dari fisika ke dalam sejarah (dan filsafat) ilmu pengetahuan. Sejak tahun 1948 sampai 1956 atas saran presiden universitas James Conant, Dia kemudian mengajar kursus dalam sejarah ilmu di Harvard. Kemudian se telah meninggalkan Harvard, Kuhn mengajar di University of California, Berkeley , di departemen filsafat dan departemen sejarah, sebagai Profesor Sejarah Ilmu P engetahuan di 1961. Di Berkeley, ia menulis dan menerbitkan (1962) karyanya pali ng dikenal dan paling berpengaruh: The Structure of Scientific Revolutions . Pad a tahun 1964, ia bergabung Princeton University sebagai Profesor Taylor M. Pyne Filsafat dan Sejarah Ilmu Pengetahuan. Pada tahun 1979, ia bergabung dengan Mass achusetts Institute of Technology (MIT) sebagai Laurance Rockefeller S. Profesor Filsafat, yang tersisa di sana sampai 1991. Kuhn diwawancarai dan direkam fisik awan Denmark Niels Bohr hari sebelum kematian Bohr. Pada tahun 1994, Kuhn didiag nosa menderita kanker dari tabung bronkial , di mana ia meninggal pada tahun 199 6. Paradigma Dalam Pemikiran Thomas Khun Paradigma adalah istilah sebuah pandangan ilmiah dalam pemikiran filsuf ilmu Tho mas Kuhn. Dia mendefinisikan Paradigma sebagai Praktek yang mendefinisikan disipl in ilmiah pada beberapa poin dalam waktu. Paradigma dalam pemikiran Thomas Kuhn a dalah sesuatu yang berdasar budaya dan deskrit. Seorang ilmuan pengobatan Cina, dengan ilmu yang mendalam mengenai pengobatan timur, akan memiliki pandangan pem ikiran yang berbeda daripada pemikiran seorang peneliti dari barat. Fungsi dari Paradigma menyediakan puzzle bagi para ilmuan. Paradigma sekaligus menyediakan a lat untuk solusinya. Ilmu digambarkan oleh Thomas Kuhn sebagai sebuah kegiatan m enyelesaikan puzzle. Thomas Kuhn pertamakali menggunakannya dalam sains, menunjukkan bahwa penelitian ilmiah tidak menuju ke kebenaran. Penelitian ilmiah sangat tergantung pada dogm a dan terikat pada teori yang lama. Dalam pemikiran Kuhn paradigma secara tidak langsung mempengaruhi proses ilmiah dalam empat cara dasar, yaitu:

Apa yang harus dipelajari dan diteliti Pertanyaan yang harus ditanyakan Struktur sebenarnya dan sifat dasar dari pertanyaan itu Bagaimana hasil dari riset apapun diinterpretasikan. Kuhn mempercayai bahwa ilmu pengetahuan memiliki periode pengumpulan data dalam sebuah paradigma. Revolusi kemudian terjadi setelah sebuah paradigma menjadi dew asa. Paradigma mampu mengatasi anomali. Beberapa anomali masih dapat diatasi dal am sebuah paradigma. Namun demikian ketika banyak anomali anomali yang menggangg u yang mengancam matrik disiplin maka paradigma tidak bisa dipertahankan lagi. K etika sebuah paradigma tidak bisa dipertahankan maka para ilmuan bisa berpindah ke paradigma baru. Ketika berada pada periode pengumpulan data maka ilmu pengetahuan mengalami apa yang dikatakan perkembangan ilmu biasa. Dalam perkembangan ilmu biasa sebuah ilm u pengetahuan mengalami perkembangan. Ketika Paradigma mengalami pergeseran maka itu disebut masa revolusioner. Ilmu dalam tahap biasa bisa dikatakan sebagai pe ngumpulan yang semakin banyak dari solusi Puzzle. Sedangkan pada tahap revolusi ilmiah terdapat revisi dari kepercayaan ilmiah atau praktek. Thomas Kuhn menaruh minat pada prinsip-prinsip kebenaran tunggal yang dianut Pos itivisme. Dalam pandangan Kuhn kebenaran tunggal atau kebenran objektif itu tida k pernah ada. Yang ada adalah kebenaran yang merupakan kesepakatan suatu komunit as akademis yang menjunjungnya secara terus-menerus. Menurut Kuhn, positivisme a dalah suatu paradigma ilmu pengetahuan yang terus bertahan karena didukung dan d ipertahankan oleh kalangan komunitas ilmu yang kuat. Konsep utama Thomas Kuhn adalah paradigma. Menurutnya, paradigma menjadi kerangk a konseptual dalam mempersepsi semesta. Artinya tidak ada observasi peneliti yan g netral. Semuanya dibentuk oleh kerangka konseptual yang kita gunakan. Ilmuwan selalu bekerja di bawah payung paradigma yang akan memuat asumsi dan metodologi sendiri. Dengan begitu, kebenaran ilmu tidaklah satu melainkan plural. Hanya saj a kebenran itu dibuktikan oleh sekelompok kalangan ilmiah. Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Karl Popper dan Khun Tentang Science

Karl Popper berpendapat bahwa kita tidak dapat membuktikan bahwa suatu teori ilm u pengetahuan itu benar hanya dengan menambahkan bukti bukti empiris yang baru. Sebaliknya, jika suatu bukti telah berhasil menunjukan kesalahan suatu teori, ha l itu sudahlah cukup menunjukan bahwa teori tersebut tidak tepat. Kemudian, ia m enunjukan bahwa suatu teori ilmiah tidak dapat selalu cocok dengan bukti bukti y ang ada. Bahkan, jika suatu teori mau dianggap sebagai teori ilmiah, teori terse but justru haruslah dapat difalsifikasi. Tentu saja, didalam prakteknya, suatu t eori tidak otomatis dinilai tidak memadai, hanya karena ada satu bukti yang berl awanan dengant teori tersebut. Mungkin saja, bukti bukti yang diajukan untuk mem falsifikasi suatu teori itulah yang justru tidak tepat. Popper berpendapat bahwa suatu teori ilmu pengetahuan yang memadai adalah teori yang bersifat konsisten, koheren serta selalu dapat difalsifikasi. Tidak ada teo ri ilmiah yang selalu dapat cocok secara logis dengan bukti bukti yang ada. Deng an kata lain, teori yang tidak dapat ditolak bukanlah teori ilmu pengetahuan. Sedangkan Thomas Khun, ia memahami tentang kemajuan di dalam ilmu pengetahuan de ngan berpijak pada teori falsifikasi Popper. Ia merumuskan teori baru yang didas arkan pada penelitian historis bagaimana ilmu pengetahuan mengalami perubahan da n perkembangan dalam sejarahnya. Ia menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan tidak se cara otomatis menyingkirkan suatu teori ketika ada bukti bukti yang berlawanan d engan teori tersebut, melainkan perubahan tersebut terjadi melalui proses yang b ersifat gradual dan kumulatif.

Diketahui bahwa seluruh cara berpikir seorang ilmuwan pun selalu sudah dipengaru hi oleh paradigma tertentu, serta membutuhkan argumentasi yang sangat kuat dan s ignifikan untuk mengubah paradigma tersebut. Menurut Khun, suatu paradigma tidak selalu terbuka pada proses falsifikasi secara langsung. Dan karena suatu paradi gma mempengaruhi proses penafsiran atas suatu bukti, maka bukti bukti yang ada s eringkali menyesuaikan dengan paradigma. Dibutuhkan lompatan yang penuh keberani an, jika seorang ilmuwan hendak mengganti paradigma yang telah dipakai sebelumny a. Dapat disimpulkan dari Kuhn bahwa dengan ilmu pengetahuan dan proses perkembanga nnya, ilmu pengetahuan merupakan proses rutin pengumpulan data serta informasi, proses perluasan pengetahuan manusia yang ditandai dengan adanya pemikiran pemik iran baru, dimana semua informasi yang telah didapat diperiksa kembali dan dilet akkan dalam suatu perpektif yang baru. Seperti yang dikatakan Popper sebelumnya bahwa proses perkembangan dan perubahan didalam paradigma ilmu pengetahuan berjalan lambat dan sangat bertahap. Dengan perkembangan di dalam pemikiran Kuhn, kita dapat melihat hal yang sebaliknya, ya kni kemajuan di dalam ilmu pengetahuan adalah sebuah proses yang tak menentu dan tak teratur dengan perubahan tiba tiba. Dari beberapa uraian diatas bisa diambil kesimpulan bahwa kedua Filsuf mempunya visi dan pandangan yang sama untuk menciptakan ilmu ilmu baru namun perbedaannya terletak pada cara mendapatkan atau menciptakan ilmu ilmu baru tersebut. Jika k ita setuju dengan pendapat Popper tentang proses falsifikasi, mungkin tidak akan banyak ditemukan perkembangan dan kemajuan di dalam ilmu pengetahuan. Suatu eks perimen ilmiah tidak pernah sepenuhnya benar, tetapi juga tidak pernah sepenuhny a ambigu, sehingga harus digantikan saat itu juga. Popper berpendapat bahwa suat u data yang berlawan dengan teori yang ada dapat secara otomatis menyingkirkan t eori yang ada tersebut. Namun dalam prakteknya, hal tersebut tidak terjadi. Jika ditemukan suatu data yang berlawanan dengan teori yang ada, ilmuwan biasanya ak an mencari penjelasan terlebih dahulu tentang hal tersebut, seperti melihat kemu ngkinan bahwa eksperimen yang dilakukannya mungkin tidak tepat. PENUTUP Kesimpulan Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditegaskan bahwa kedua filsu f mempunyai visi dan pandangan yang sama untuk menciptakan ilmu-ilmu baru namun perbedaannya terletak pada cara mendapatkan atau mendapatkan ilmu baru. Metode f alsifikasi Popper berorientasi menguji suatu hipotesa dengan membantahnya, sehin gga terbukti bahwa teori tersebut benar. Apabila lolos dalam falsifikasi maka ia akan kembali menjadi hipotesa yang dikokohkan (corroborated) dan masih membuka peluang untuk tetap difalsifikasi. Karl Popper dengan piecemeal engineering bera nggapan bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang secara sedikit demi sedikit. Thomas Kuhn menyatakan, ilmu pengetahuan selalu terbuka pada hal hal yang sewakt u-waktu dapat direvolusi (perubahan besar dalam ilmu pengetahuan. Dengan memusat kan pada revolusi pengetahuan, dikatakan revolusioner jika teori barundapat meng gantikan teori lama secara struktural, sehingga ia mengandaikan bahwa ilmu penge tahuan selalu relatif sifatnya DAFTAR PUSTAKA Soetriono dan Hanafie, Rita. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Kebung Konrad. 2011. Filsafat IlmuPengetahuan. Jakarta: Prestasi Pustaka Pub lisher.

Yusuf, Akhyar. 2010. Materi Kuliah Filsafat Ilmu Kuliah 5-6: Falsifikasionis me Karl Raimund Popper sebagai Alternatif Induktivisme Logis Program S1 Filsafat FIB, Universitas Indonesia. http://plato.stanford.edu/entries/thomas-kuhn/ http://www.experiment-resources.com/what-is-a-paradigm.html

Anda mungkin juga menyukai