Anda di halaman 1dari 21

Hikmah

Akibat Berbicara dan Beramal tanpa Ilmu

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang-nya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati semuanya itu akan di tanya (QS AlIsra: 36). Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : Barang siapa berbicara tentang al Quran dengan akal nya atau tidak dengan ilmu, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka (Hadist seperti ini ada dari 2 jalan, yaitu Ibnu Abas dan Jundub. Lihat Tafsir Quran yang diberi mukaddimah oleh Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth hal. 6, Tafsir Ibnu Katsir dalam Mukaddimah hal. 13, Jami As-Shahih Sunan Tirmidzi jilid 5 hal.183 no. 2950 dan Tuhfatul Ahwadzi jilid 8 hal. 277). Barang siapa mengamalkan sesuatu amal yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalnya itu tertolak. (Shahih Muslim, Syarah Arbain An-Nawawi hal. 21 Pembatalan Kemung-karan dan Bidah). Dari salamah bin Akwa berkata , Aku telah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang mengatakan atas (nama)ku apa-apa yang tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di Neraka. (HR Al-Bukhari I/35 dan lainya). Cukup bohong seseorang manakala dia membicarakan setiap apa yang dia dengar. (HR. Muslim dalam muqaddimah shahihnya). Nasihat Salafus Shalih Abu Darda berkata: Kamu tidak akan menjadi orang yang bertaqwa sehingga kamu berilmu, dan kamu tidak menjadi orang yang berilmu secara baik sehingga kamu mau beramal. (Adab dalam majelis-Muhammad Abdullah Al-Khatib). Beliau juga berkata : Orang-orang yang menganggap pergi dan pulang menuntut ilmu bukan termasuk jihad, berarti akal dan pikiranya telah berkurang. Imam Hasan Al Basri mengatakan: Tafsir Surat-Baqarah ayat 201; Ya Tuhan, berikanlah kami kebaikan di dunia(ilmu dan ibadah) dan kebaikan di akhirat (Surga). Imam Syafii berkata: Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hen-daklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan duanya maka hendaklah dengan ilmu. (Al-Majmu, Imam An-Nawawi). Imam Malik berkata: Ilmu itu tidak diambil dari empat golongan, tetapi diambil dari selainya. Tidak diambil dari orang bodoh, orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya, yang mengajak berbuat bidah dan pendusta sekalipun tidak sampai tertuduh mendustakan hadist-hadist Rasulullah n, juga tidak diambil dari orang yang dihormati, orang saleh, dan ahli ibadah yang mereka itu tidak memahami permasalahanya. Imam Muhammad Ibnu Sirin berkata: Sesungguhnya ilmu itu dien, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil dienmu.

Halaman : 1

Hikmah
Para ulama salaf memahami betul bahwa sebab-sebab terjadinya penyimpangan dikalangan orang-orang yang sesat pada asalnya karena kekeliruan tashawur (pandangan /wawasan) mereka tentang batasan ilmu (Lihat Al-Ilmu Ushulu wa Mashadiruhu wa Manahijuhu Muhammad bin Abdullah Al-Khuran, cet. I 1412 H, Dar Al-Wathan lin Nasyr, Riyadh, hal. 7). Orang-Orang salaf berkata : Waspadalah terhadap cobaan orang berilmu yang buruk (ibadahnya) dan ahli ibadah yang bodoh. (Al-walawal bara hal. 230) Imam Asy-Syafii memberi nasihat kepada murid-muridnya: Siapa yang mengambil fiqih dari kitab saja, maka ia menghilangkan banyak hukum. (Tadzkiratus sami wal mutakallim, Al-Kannani, hal.87, Efisiensi Waktu Konsep Islam. Jasmin M. Badr Al-Muthawi, hal 44). Abdullah bin Al-Mutamir berkata: Jika engkau ingin mengerti kesalahan gurumu, maka duduklah engkau untuk belajar kepada orang lain. (riwayat Ad-Darimi dalam Sunannya I/153) Riwayat Ibnu Wahab yang diterima dari Sofyan mengatakan: Tidak akan tegak ilmu itu kecuali dengan perbuatan, juga ilmu dan perbuatan tidak akan ada artinya kecuali dengan niat yang baik. Juga ilmu, perbuatan dan niat yang baik tidak akan ada artinya kecuali bila sesuai dengan sunnah-sunnah. (Syeikh Abu Ishaq As -Syatibi, Menuju jalan Lurus). Ibrahim Al-Hamadhi berkata: Tidaklah dikatakan seorang itu berilmu, sekalipun orang itu banyak ilmunya. Adapun yang dikatakan Allah ortang itu berilmu adalah orang-orang yang mengikuti ilmu dan mengamalkanya, dan menetap dalam perkara As-Sunah, sekalipun jumlah ilmu-ilmu dari orang-orang tersebut hanya sedikit (Syeikh Abu Ishaq As Syatibi, Menuju jalan Lurus). Keutamaan pencari ilmu dan yang mengatakan seseorang itu ahli ilmu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Barang siapa yang mencari satu jalan menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga. (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad). Allah SWT berfirman: Tidak sepatutunya bagi orang-orang mukmin itu pergi semaunya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memeperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali. (At-Taubah: 122) Imam Muslim mengatakan kepada Imam Bukhari: Demi Allah tidak ada di dunia ini yang lebih pandai tentang ilmu hadist dari engkau. (Tarikh Bukhari, dalam Mukadimah Fathul Bari) Imam Syafii berkomentar tentang Imam Ahmad: Saya pergi dari kota Baghdad dan tidak saya tinggalkan di sana orang yang paling alim dalam bidang fiqih, yang paling wara dalam agamanya dan paling berilmu selain Imam Ahmad. (Thobaqatus SyafiI, As-Subki / Efisiensi Waktu Konsep Islam, Jasim m. Badr Al-Muthawi, hal.91) Orang yang menuntut ilmu bukan kepada ahlinya Dari Abdullah bin Ash ia berkata, aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Halaman : 2

Hikmah
Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu di kalangan umat manu-sia setelah dianugerahkan kepada mereka, tetapi Allah mencabut ilmu tersebut di kalangan umat manusia dengan dimatikannya para ulama, sehingga ketika tidak tersisa orang alimpun, maka manusia menjadikan orang-orang bodoh menjadi pimpinan. Mereka dimintai fatwanya, lalu orang-orang bodoh tersebut berfatwa tanpa ilmu. Dalam riwayat lain: dengan rayu/akal. Maka sungguh perbuatan tersebut adalah sesat dan menyesatkan. (HR. Al-Bukhari I/34). Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saatnya (kebinasaannya). (Shahih Bukhari bab Ilmu). Sesungguhnya termasuk tanda-tanda kiamat adalah dicarinya ilmu dari orang rendahan. (lihatkitab Silsilah Hadist Shahih no. 695). Ya Allah aku mohon perlindung-anMu agar aku dijauhkan dari lmu yang tidak berguna (ilmu yang tidak aku amalkan, tidak aku ajarkan dan tidak pula merubah akhlakku), dan dari hati yang tidak khusyu, dari nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak terkabulkan. ( HR. Ahmad, Ibnu Hiban dan Al-Hakim) Ya Allah berikanlah kepadaku manfaat dari ilmu yang Engkau anugerahklan kepadaku , dan berilah aku ilmu yang bermanfaat bagiku dan tambahkanlah kepadaku ilmu (Jami Ash-Shahih, Imam Tirmidzi no. 3599 Juz V hal. 54) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang bermanfaat dan amal yang diterima (Hisnul Muslim, hal. 44 no. 73). Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedangkan kamu mengeta-huinya. (Al-Baqarah: 42). Wahai orang-orang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (Al-Baqarah: 208). Diantara buku dalam masalah ilmu: Tigapuluh satu nasihat untuk anda para penuntu ilmu-Faihan bin Sulaiman Al-Gharbi Muslim memilih ilmu Abu Bakar Al-Jazairi Hilyatuthalibililmi-Bakr bin Abdullah Abu Zaid Wallahu alam bish-shawab (Unang D. Mintaredja) -----------------------------------------------------------------------------------------

Pentingnya Membaca Al-Qur'an


Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Rasulullah n. Al-Qur'an adalah sumber hukum yang pertama bagi kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan membaca Al-Quran serta kemuliaan para pembacanya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharap perniagaan yang tidak akan merugi." (Faathir : 29). Al-Qur'an adalah ilmu yang paling mulia , karena itulah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya bagi orang lain, mendapatkan kemuliaan dan kebaikan dari pada belajar ilmu yang lainya. Dari Utsman bin Affan radhiyallah 'anhu , beliau berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Halaman : 3

Hikmah
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR. AlBukhari). Para ahli Al-Qur'an adalah orang yang paling berhak untuk menjadi imam shalat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "(Yang) mengimami suatu kaum adalah yang paling qari bagi kitab Allah, maka jika mereka sama dalam bacaan maka yang paling 'alim bagi sunnah (hadits), maka jika mereka dalam As-Sunnah juga sama maka yang paling dulu hijrah, maka jika mereka juga sama dalam hijrah maka yang lebih tua usianya." (HR. Muslim) Diriwayatkan juga oleh Imam Al-Bukhari, bahwa yang duduk di majlis Khalifah Umar Shallallahu 'alaihi wa sallam di mana beliau bermusyawarah dalam memutuskan berbagai persoalan adalah para ahli Qur'an baik dari kalangan tua maupun muda. Keutamaan membaca Al-Qur'an di malam hari Suatu hal yang sangat dianjurkan adalah membaca Al-Qur'an pada malam hari. Lebih utama lagi kalau membacanya pada waktu shalat. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , artinya: "Diantara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus (yang telah masuk Islam), mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu malam hari, sedang mereka juga bersujud (Shalat)." (Ali Imran: 113) Ibnu Katsir dalam tafsirnya ketika menerangkan ayat ini menyebutkan bahwa ayat ini turun kepada beberapa ahli kitab yang telah masuk Islam, seperti Abdullah bin Salam, Asad bin Ubaid, Tsa'labah bin Syu'bah dan yang lainya. Mereka selalu bangun tengah malam dan melaksanakan shalat tahajjud serta memperbanyak memba-ca Al-Qur'an di dalam shalat mereka. Allah memuji mereka dengan menyebut-kan bahwa mereka adalah orang-orang yang shaleh, seperti diterangkan pada ayat berikutnya. Beberapa Peringatan bagi Ummat Islam tentang Al-Qur'an a.. Jangan riya' dalam membaca Al-Qur'an Karena membaca Al-Qur'an merupa-kan suatu ibadah, maka wajiblah ikhlas tanpa dicampuri niat apapun. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , artinya: "Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menuaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (Al-Bayyinah: 5). Kalau timbul sifat riya' saat kita membaca Al-Qur'an tersebut, kita harus cepat-cepat membuangnya, dan mengembalikan niat kita, yaitu hanya karena Allah. Karena kalau sifat riya' itu cepat-cepat disingkirkan maka ia tidak mempengaruhi pada ibadah membaca AlQur'an tersebut. (lihat Tafsir Al 'Alam juz 1, hadits yang pertama). Kalau orang membaca Al-Qur'an bukan karena Allah tapi ingin dipuji orang misalnya, maka ibadahnya tersebut akan sia-sia. Diriwayatkan dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah n bersabda, artinya: "Dan seseorang yang belajar ilmu dan mengajarkannya dan membaca Al-Qur'an maka di bawalah ia (dihadapkan kepada Allah), lalu (Allah) mengenalkan-nya (mengingatkannya) nikmat-nikmatnya, iapun mengenalnya (mengingatnya) Allah berfirman: Apa yang kamu amalkan padanya (nikmat)? Ia menjawab: Saya menuntut ilmu serta mengajarkannya dan
Halaman : 4

Hikmah
membaca Al-Qur'an padaMu (karena Mu). Allah berfirman : Kamu bohong, tetapi kamu belajar agar dikatakan orang "alim", dan kamu mem-baca Al-Qur'an agar dikatakan "Qari', maka sudah dikatakan (sudah kamu dapatkan), kemudian dia diperintahkan (agar dibawa ke Neraka) maka diseretlah dia sehingga dijerumuskan ke Neraka Jahannam." (HR. Muslim) Semoga kita terpelihara dari riya'. b.. Jangan di jadikan Al-Qur'an sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dunia. Misalnya untuk mendapatkan harta, agar menjadi pemimpin di masyarakat, untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi, agar orang-orang selalu meman-dangnya dan yang sejenisnya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , artinya: "Dan barang siapa yang menghen-daki keuntungan di dunia, kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya kebaha-gianpun di akhirat. (AsSyura: 20). "Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki " (Al Israa' : 18) c.. Jangan mencari makan dari Al-Qur'an Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bacalah Al-Qur'an dan janganlah kamu (mencari) makan dengannya dan janganlah renggang darinya (tidak membacanya) dan janganlah berlebih-lebihan padanya." (HR. Ahmad, Shahih). Imam Al-Bukhari dalam kitab shahih-nya memberi judul satu bab dalam kitab Fadhailul Qur'an, "Bab orang yang riya dengan membaca Al-Qur'an dan makan denganNya", Maksud makan dengan-Nya, seperti yang dijelaskan Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari. Diriwayatkan dari Imran bin Hushain radhiyallah 'anhu bahwasanya dia sedang melewati seseorang yang sedang membaca Al-Qur'an di hadapan suatu kaum . Setelah selesai membaca iapun minta imbalan. Maka Imran bin Hushain berkata: Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa membaca Al-Qur'an hendaklah ia meminta kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala. Maka sesungguhnya akan datang suatu kaum yang membaca Al- Qur'an lalu ia meminta-minta kepada manusia dengannya (Al-Qur'an) (HR. Ahmad dan At Tirmizi dan ia mengatakan: hadits hasan) Adapun mengambil honor dari mengajarkan Al-Qur'an para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Para ulama seperti 'Atha, Malik dan Syafi'i serta yang lainya memperbolehkannya. Namun ada juga yang membolehkannya kalau tanpa syarat. Az Zuhri, Abu Hanifah dan Imam Ahmad tidak mem-perbolehkan hal tersebut.Wallahu A'lam. d.. Jangan meninggalkan Al-Qur'an. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , artinya: "Dan berkata Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan". (AlFurqan: 30). Sebagian orang mengira bahwa meninggalkan Al-Qur'an adalah hanya tidak membacanya saja, padahal yang dimaksud di sini adalah sangat umum. Seperti yang dijelaskan Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang ayat ini. Dia menjelaskan bahwa yang dimaksud meninggalkan Al-Qur'an adalah sebagai berikut;
Halaman : 5

Hikmah
1.. Apabila Al-Qur'an di bacakan, lalu yang hadir menimbulkan suara gaduh dan hiruk pikuk serta tidak mendengarkannya. 2.. Tidak beriman denganNya serta mendustakanNya 3.. Tidak memikirkanNya dan memahamiNya 4.. Tidak mengamalkanNya, tidak menjunjung perintahNya serta tidak menjauhi laranganNya. 5.. Berpaling dariNya kepada yang lainnya seperti sya'ir nyanyian dan yang sejenisnya. Semua ini termasuk meninggalkan Al-Qur'an serta tidak memperdulikan-nya. Semoga kita tidak termasuk orang yang meninggalkan Al-Qur'an. Amin. e.. Jangan ghuluw terhadap Al-Qur'an Maksud ghuluw di sini adalah berlebih-lebihan dalam membacaNya. Diceritakan dalam hadits yang shahih dari Abdullah bin Umar radhiyallah 'anhu beliau ditanya oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Apakah benar bahwa ia puasa dahr (terus-menerus) dan selalu membaca Al-Qur'an di malam hari. Ia pun menjawab: "Benar wahai Rasulullah!" Kemudian Rasulullah memerintah padanya agar puasa seperti puasa Nabi Daud alaihis salam , dan membaca Al-Qur'an khatam dalam sebulan. Ia pun menajwab: Saya sanggup lebih dari itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: bacalah pada setiap 20 hari (khatam). Iapun menjawab saya sanggup lebih dari itu. Rasulullah berasabda : Bacalah pada setiap 10 hari. Iapun menjawab: Saya sanggup lebih dari itu, lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bacalah pada setiap 7 hari (sekali khatam), dan jangan kamu tambah atas yang demikian itu." (HR. Muslim) Diriwayatkan dari Abdu Rahman bin Syibl radhiyallah 'anhu dalam hadits yang disebutkan diatas: "Dan janganlah kamu ghuluw padanya. (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi). Wallahu 'a'lam bishshawab. (Muham-mad Iqbal) Rujukan: 1.. Tafsir Ibnu Katsir jilid 3 hal. 306 2.. Shahih Bukhari dan Shahih Muslim (Muhktasar). 3.. Fathu Al Bari jilid 10 kitab fadhailil Qur'an, Al Hafiz IbnuHajar 4.. At-Tibyan Fi Adab Hamalatil Qur'an, An Nawawi Tahqiq Abdul Qadir Al Arna'uth. 5.. Fadhail Al-Qur'an, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, Tahqiq Dr. Fahd bin Abdur Rahman Al Rumi. ----------------------------------------------------------------------------------

Pintu-Pintu Kebaikan
Dari Abu Dzar radhiyallah 'anhu, bahwasanya orang-orang dari sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang menemui beliau. Mereka berkata: Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memiliki banyak pahala, mereka shalat seperti kami; mereka puasa seperti kami; dan mereka bersedekah dengan harta mereka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu bagi kalian untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah sedekah. Perintah kepada kebaikan

Halaman : 6

Hikmah
adalah sedekah, melarang dari kemungkaran adalah sedekah. Dan dalam jima kamu pun ada sedekahnya. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah jika seseorang melampiaskan syahwatnya kepada isterinya bisa mendapat pahala? Rasul berkata: Bagaimana menurutmu jika disalurkan kepada yang haram, apakah dia berdosa? Begitu pula jika dia disalurkan pada yang halal dia akan mendapat pahala. (HR. Muslim) Dari hadits di atas dapat kita petik banyak faedah di antaranya: 1. Semangat para sahabat dalam amalan kebaikan Para sahabat adalah generasi yang merasakan hidup pada zaman Rasu-lullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka dididik langsung oleh guru yang paling mulia, mereka langsung mendengar perintah dan larangan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Mereka hadir di kala wahyu diturunkan, mereka-lah yang lebih paham tentang isi kandungan AlQuran dan Hadits serta penerapannya. Sahabat Rasulullah terkenal memiliki semangat berapi-api untuk beramal shaleh. Begitu perintah syariat turun, mereka bersegera mengerjakannya. Kita ambil contoh kecil: Abu Thalhah, beliau tanpa berpikir panjang lagi menginfakkan kebun yang sangat disukainya (bernama buhaira)begitu mendengar Firman Allah:

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagain harta yang kamu cintai. (Ali Imran : 92) Begitu pula para wanita shahabiyah, mereka tidak segan-segan menjadikan kain gorden rumah mereka sebagai jilbab untuk menutupi tubuh mereka begitu mendengar perintah untuk berhijab. Yang menarik pula kisah Handhalah bin Amir yang rela melepas-kan diri dari pelukan isterinya untuk menyambut panggilan jihad pada perang Uhud, sampai-sampai tidak sempat mandi junub. Ketika dia ditemukan, dia telah mati syahid dengan tubuh basah karena dimandikan oleh malaikat, kemudian dia terkenal dengan sebutan Ghasilul Malaikah. Di sana masih sangat banyak kisah-kisah menarik dari perilaku para sahabat yang menunjukkan besarnya keinginan mereka untuk beramal shaleh. Hadits diatas mengisahkan orang-orang miskin dari kalangan sahabat yang datang menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengadukan ihwal keadaan mereka yang tidak bisa beramal seperti orang-orang kaya yang senantiasa menginfakkan harta mereka di jalan Allah. Orang-orang miskin tadi merasa sedih jikalau tidak bisa memperoleh pahala seperti orang-orang kaya. Bahkan diantara sahabat ada yang menangis berlinang air mata karena tidak memilki harta yang akan dipakai untuk berjuang di jalan Allah. Allah ceritakan dalam Al-Quran:

Dan tiada (dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka ken-daraan (untuk jihad fi sabilillah), lalu kamu berkata: Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu, lalu mereka kembali dengan bercucuran air mata karena sedih. Lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (At-Taubah : 92).
Halaman : 7

Hikmah
Sahabat tadi (faqir-miskin) mengadu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan karena harta si kaya telah menyilaukan mata mereka. Tapi, mereka cemburu dengan sedekah yang senantiasa diinfakkan oleh orang kaya. Sikap seperti ini tidaklah tercela, karena Rasul telah bersabda, artinya: Tidak boleh hasad kecuali kepada dua hal (yaitu): Seseorang yang Allah anugerahkan harta, kemudian ia menginfakkannya setiap pagi dan sore. Dan seseorang yang Allah anugerahkan (ilmu) Al-Quran, kemudian ia mengamal-kanya setiap pagi dan sore. (HR. AlBukahari Muslim) Maksud hasad disini adalah ghib-thah (cemburu), yaitu keinginan seseorang untuk dapat menyamai orang lain, namun tanpa mengharapkan lenyapnya kenikmatan orang lain. Berbeda dengan hasad, yaitu keinginan agar kenikmatan atau kehormatan orang lain lenyap, apakah dengan tujuan agar perpindahan menjadi miliknya atau hanya lenyap begitu saja. Hasad seperti ini sangat tercela, dapat mencelakakan orang yang dihasad dan juga dapat membinasakan pelaku hasad tersebut. Marilah kita renungkan keadaan para tauladan kita (sahabat Rasululllah) dalam menempuh jalan menuju Allah. Mereka merasa rugi bila terluput dari mereka satu saja dari perintah Rasulullah n, sehingga membuat mereka senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah berfirman, artinya: Dan untuk yang demikian itu (Surga dan kenimatannya) hendaklah orang berlomba-lomba. (Al- Muthaffifin: 26) Oleh karena itu, keutamaan sahabat Rasulullah di sisi Allah sangat besar, tiada bandingnya denga kita. Bahkan bila kita menginfakkan emas sebesar gunung uhud, tidak akan sampai ke derajat mereka tiada pula setengahnya. Maka, merekalah yang harus kita jadikan contoh dalam mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. 2. Pintu kebaikan tidak terhitung banyaknya

Para sahabat datang mengadu kepada Rasulullah karena menurut sangkaan mereka sadaqah itu hanyalah dalam bentuk harta benda saja. Sehingga merka merasa tidak sanggup untuk bersedekah disebabkan kehidupan mereka yang tidak mencukupi. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian menjelaskan bahwa pintu kebaikan itu beraneka ragam. Dalam Shahih Ibnu Hibban disebutkan: Seseungguhnya pintu kebaikan itu sangat banyak. Dalam Shahih Muslim, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Setiap perbuatan maruf (keba-ikan)adalah sedekah.


Halaman : 8

Hikmah
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam merinci beberapa di antaranya: 1.. Zikir tasbih, takbir, tahmid, tahlil adalah shadaqah. 2.. Beramar maruf dan nahi mungkar Ini mencakup segala muamalah dengan sesama muslim dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya: Setiap sendi manusia dapat melaksanakan sedekah setiap hari di mana matahari mulai terbit. Diantaranya: kamu berlaku adil diantara dua orang adalah sedekah; menolong seeorang dalam hal tetangganya, kau mengangkatnya atau mengangkatkan barangnya ke atas kendaraaan adalah sedekah; kata-kata yang baik adalah sedekah; Setiap langkah menuju shalat adalah sedekah; dan menyingkirkan rintangan di jalan adalah sedekah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 3.. Bahkan diantara jenis sadaqah yang disebutkan adalah jimanya seorang dengan isterinya. Semua amalan yang telah dirinci tadi adalah amalan kebaikan, karena telah ada dalil yang shahih yang menunjukannya. Oleh Karena itu, agar kelak amalan tersebut berharga di sisi Allah dan menjadi perbekalan kita di akhirat, hendaklah perbuatan itu disertai dengan niat ikhlas semata-mata mengaharap ridha dari Allah. Nabi bersabda; Sesungguhnya, tiada harta yang kamu infakkan untuk mengharap wajah Allah, keculai Allah pasti akan membalasnya. Sampai-sampai sesuap makanan yang kamu berikan kepada isterimu (akan diberi ganjaran). (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Imam Nawawi berkata ketika mensyarah hadits pertama tadi (dari Abu Dzar) Dalam hadits ini terdapat bukti bahwa segala amalan mubah (yang diperbolehkan) bisa menjadi suatu bentuk ketaatan bila disertai dengan niat tulus ikhlas. Maka, jima pun bisa disebut ibadah bila diniatkan untuk menunaikan hak isteri dan mempergaulinya dengan maruf seperti perintah Allah, atau mengharap anak yang shaleh atau untuk menjaga kehormatan diri sehingga tercegah dari melihat atau berpikir yang diharamkan; atau maksud-maksud lain yang terpuji. (Syarh Muslim Juz 3/44) Kesimpulan: Begitu banyak pintu kebajikan yang telah dibukakan oleh syariat. Marilah kita berlomba meraih janji Allah seprti yang telah dicontohkan oleh sahabat sebagai tauladan kita. Apapun status sosial kita tidak jadi masalah, karena Allah tidaklah membebankan pada hamba-Nya kecuali sekedar yang dapat dipikul oleh mereka (Muhammad Yassir) Maraji: 1.Qawaid wa Fawaid syarah Arbain Nawawiah, Nazhim Muhammad Sulthon. 2.Jamiul Ulum wal Hakim, Ibnu Rajab Al-Hambali.

Halaman : 9

Hikmah

Muhammad S.A.W dan Etika Bisnis


Oleh : Muhammad Syafi'i Antonio, MSc Pendahuluan Nabi Muhammad S.A.W. adalah sebuah pribadi yang lengkap dan sempurna (Insan Al-Kaamil) yang tak habis-habisnya digali dan dianalisa baik oleh umat Islam maupun kalangan cendikiawan di luar Islam. Buku mengenai sosok Nabi Muhammad SAW yang biasa dikenal dengan "sirah Muhammad" sudah banyak ditulis orang baik oleh ulama terdahulu maupun oleh cendikiawan kontemporer. Tak heran jika hampir seluruh aspek kehidupan Nabi dapat dikatakan sudah pernah diungkapkan mulai dari peran Nabi sebagai negarawan, panglima perang, penyantum yatim piatu, hingga perannya sebagai pemimpin umat dan penyebar agama. Sungguhpun demikian di lain sisi sangat disayangkan bahwa sosok Muhammad SAW sebagai seorang pedagang dan entrepreneur masih terabaikan. Ini tentu saja hal yang patut disesalkan, mengingat demikian luasnya peran Rasul dalam bidang ini dan luasnya Khazanah Muamalah Islam yang masih terpendam.

Akar Permasalahan Keawaman sebagian cendikiawan tentang Economic Doctrines of Muhammad dan khazanah muamalah Islam telah membahas kepada suatu anggapan bahwa Islam dengan etika bisnisnya adalah sebagai faktor penghambat dalam pembangunan ekonomi dan aktifitas bisnis modern (an obstacle to modern business activities and economic growth). Hampir dapat dipastikan kesimpulan yang agak tergesa-gesa ini timbul sebagai akibat dari salah pandang terhadap Islam sebagai agama yang hanya disibukkan dengan masalah-masalah ritual bukan sebagai suatu sistem yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan termasuk di dalamnya pembangunan ekonomi dan aktifitas bisnis. Demikan juga akar permasalahan dan penyebab utama dari masalah tersebut adalah adanya semacam intellectual dualism among moslem scholars atau Izdiwajiyyatul Ilmiyyah Lada Ulama al Muslimin. Yaitu adanya dikotomi atau dualisme intelektual antara Bankir dan Kyai, Ekonom dan Ustadz serta Teknokrat bisnis dan Ulama. Kesenjangan ini sedemikian rupa telah menempatkan para Bankir terlalu sibuk dengan dunia finansial uang notabene hampir seluruh ilmunya diperoleh dari barat dengan ramuan finansial yahudinya serta pada waktu yang sama hampir tidak pernah memperlajari khazanah fiqih Muamalah yang mungkin dapat dijadikan salah satu referensi atau sumber pengembangan produk dan service-nya. Di sisi lain kita mendapatkan para Ustadz dan para Da'i sudah telalu disibukkan dengan masalah Ibadah mahdhah dan ritual Umat sehingga tidak sempat lagi untuk memikirkan dan mencari rumusan bagaimana membawa khazanah Muamalah dan etika

Halaman : 10

Hikmah
bisnis Islam seperti yang pernah dicontohkan Rasul bisa hidup dan mewarnai aktivitas dunia bisnis modern. Atau dengan kata lain bagaimana membawa dan menerjemahkan kitab-kitab kuning yang sarat dengan economic doctrines & ethic tidak hanya menghiasi perpustakaan pondok-pondok pesantren tetapi bisa menjiwai operating manual perusahaan yang berada di pusat bisnis metropolitan. Seperti halnya Zen Budism telah mewarnai perusahaan-perusahaan raksasa Jepang, paham Konfusianisme yang telah mempu memicu kinerja dunia usaha di Singapura atau strategy perang bisnis Suntzu yang banyak memberikan inspirasi kepada para manager korporasi multi nasional. Jikalau menyadari hal ini sungguh kita ini merupakan murid-murid yang durhaka. Durhaka karena telah menteledorkan Khazanah Muamalah dan tika bisnis Muhammad SAW dan tidak mengembangkannya. Kedurhakaan kita ini sedemikian rupa sangatlah jauh bila dibandingakan keshalehan dan dedikasi murid-murid Adam Smith seperti David Richardo, Maltus, John Stuart Mills, Maynard Keynes, Paul Samuelson, Milton Friedman dan lain-lain yang dengan ikhlas telah mengembangkan peninggalan-warisan teori-teori Ekonomi The Wealth of Nation sehingga menjelma menjadi suatu disiplin Ilmu Ekonomi seperti yang kita saksikan saat ini.

Karier Bisnis Kembali kepada pribadi muhammad SAW sebagai seorang Businessman kita akan mendapatkan bahwa sejak usia 12 tahun beliau sudah diajak pamannya mengikuti ekspedisi perdagangan ke Syria. Demikian juga sebagai seorang yatim piatu yang tumbuh besar bersama pamannya telah menimpa beliau untuk tumbuh sebagai seorang wirausahawan yang mendiri. Maka ketika usaha pamannya mengalami penurunan dan kala itu Muhammad SAW sudah mulai dewasa dengan bermodalkan pengalaman dan tempaan lapangan beliau sudah dapat berdiri sendiri dengan melakukan perdagangan di kota Mekkah dan sekitarnya. Adalah suatu ciri yang telah melekat pada diri Muhammad SAW untuk melakukan perdagangan dengan penuh dedikasi dan keuletan. Demikian juga kecerdasan (fathonah), kejujuran (shidiq), dan kesetiaan memenuhi terms dan conditions (amanah) telah menjadikan Muhammad SAW sebagai seorang businessman yang bonafide dan terpercaya. Sifat-sifat itulah yang kemudian menjadikan beliau digelari sebagai Mr Trustee atau Al Amin. Dengan kriteria-kriteria itulah maka berbagai pinjaman komersial (commercial loans) tersedia di kota Mekkah dan sekitarnya yang membuka peluang kemitraan antara Muhammad SAW dan para pemilik modal (funds provider). Salah satu di antara pemilik modal tersebut adalah seorang business women dan konglomerat bernama Khadijah Binti Khuwailid yang menawarkan suatu kemitraan berdasarkan prinsip al Mudharabah atau profit sharing. Dimana Khadijah memberikan dan dan pembiayaan sementara Muhammad SAW mengkontribusikan administrative skill, marketing intution, dan entrepreneurship-nya dengan catatan berbagi hasil dari net profit yang dihasilkan kelak.

Halaman : 11

Hikmah
Kecakapan Muhammad SAW berwirausaha telah mendatangkan keuntungan bagi Khadijah dan mitra-mitra usahanya yang tersebar diseantero Jazirah Arabia. Dua puluh tahun lamanya Muhammad SAW berkiprah dan malang melintang ke dunia bisnis dan perdagangan sehingga beliau dikenal sebagai seorang entrepreuner yang tangguh di Yaman, Syria, Bashra, Yordania dan kota-kota lainnya di Jazirah Arabia yang merupakan Pacific Rim-nya bisnis bersama India dan China pada waktu itu.

Etika Bisnis Sungguhpun demikian seluruh sepak terjang bisnis Muhammmad SAW sehingga mengantarkan beliau menjadi seorang businessman yang tangguh dan dipercaya banyak pemilik modal tidaklah dilakukan secara opportunist dan tanpa etika. Tetapi justru sarat dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip bisnis yang luhur. Di samping itu adalah kelebihan Muhammad SAW untuk mempraktekkan dan memberikan contoh penerapan etika bisnis di dunia usaha yang riel dan berwawasan global (pada jamannya) jauh sebelum Ia mengajarkan prinsip dan etika bisnis kepada umatnya setelah menjadi Rasul kelak. Diriwayatkan oleh Abdurazak dalam Sirah Ibn Hisham bahwa Muhammad SAW pernah bersabda : "para pengusah yang jujur (dan menjunjung tinggi etika bisnis) kelak akan bersama para nabi, syuhada dan shalihin di syurga". Dapat dimengerti betapa besarnya pahala yang dijanjikan oleh Allah SWT untuk para pengusaha yang jujur. Karena memang hanya dengan jujurnya para pengusaha dan bersihnya para birokrat dunia usaha akan maju dan berkembang dengan baik. Sebaliknya seandainya kedua aktor utama dunia usaha ini dalam hubungannya banyak diwarnai dengan kolusi, korupsi dan manipulasi atau kesalahan prosedur yang disengaja maka itulah pertanda dari tidak sehatnya dunia usaha. Dimana pada gilirannya nanti akan mengakibatkan tidak transparannya dunia usaha, ekonomi biaya tinggi, kebocoran uang negara dalam jumlah yang sangat besar serta terpusatnya asset nasional hanya pada segelintir pengusaha atau pejabat. Dalam surat Al A'raf (7): 96 ditegaskan "jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri (penguasa, rakyat dan pengusahanya) beriman dan bertaqwa pastilah kami (Allah) akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami itu (dengan tidak mengindahkan norma dan etika) maka kami siksa mereka atas perbuatannya". Demikian juga Allah SWT menyerukan dalam surah Hud (11) : 85 "Hai kaumku cukupkanlah takaran dan timbangan dengan Qisth (sepenuh dan seakurat mungkin) janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu berbuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan". Terminologi Qisth dalam ukuran mengingatkan kepada presisi yang sangat akurat tak ubahnya seperti standar internasional ISO baik untuk gugus mutu, manajemen dan pemasaran. "Janganlah kamu merugikan menusia terhadap hak-hak mereka" juga suatu peringatan yang keras agar tidak terjadi monopoli dan oligopoli serta praktek kartel yang tidak terkontrol atas barang-barang dan kebutuhan tertentu
Halaman : 12

Hikmah
yang tanpa keberadaan barang tersebut -bahan makanan pokok misalnya- masyarakat akan terdholimi. Demikian juga "janganlah kamu berbuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan" adalah pesan moral yang tajam kepada para pengusaha dan penguasa parena kejahatan mana lagi yang lebih besar dari seorang penguasa yang memanfaatkan kekuasaannya untuk berkolusi dan memenangkan tender bagi pengusaha yang tidak qualified. Kerusakan bumi mana lagi yang lebih besar dibanding dengankan dengan pembuangan limbah industri ke sungai dan rusaknya lapisan Ozon oleh para pengusaha yang tidak perduli AMDAL dan Ecolabelling. Statement-statement di atas -demikian juga puluhan ayat dan hadist lain senadatelah ditegaskan Nabi Muhammad SAW 15 abad jauh sebelum Max Weber membahas tentang peran etika keagamaan dan dunia bisnis pada tahun 1938 melalui bukunya: The Protestant Ethics and Spirit of Capitalism.

Entrepreneurship Muhammad SAW sebagai pelaku bisnis dan juga seorang Rasul tak hentinya menghimbau umatnya untuk melakukan entrepreneurship dalam rangka mencari rezeki Allah yang halal. Dalam surah Al Jum'ah: 10 ditegaskan "Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung". Dalam ayat ini terdapat kata kunci yaitu bertebaranlah dan carilah yang bukan saja menyeru untuk bekerja atau berusaha tetapi untuk mempergunakan seluruh potensi dan kemampuan bisnis yang ada sehingga menjadi entrepreneur yang berhasil. Demikian juga ayat di atas memberi pesan agar senantiasa menjaga keseimbangan antara mencari rezeki, melakukan usaha dan mengingat Allah melalui sholat. Senada dengan dorongan untuk melukan menjadi entrepreneur Muhammad SAW menganjurkan perkembangan research & development, inovasi produk baru dan penguasaan appropriate technology. Diriwayatkan dalam hadist bahwa suatu ketika Muhammad SAW pernah bersabda "barang siapa (melakukan inovasi sehingga) menemukan sesuatu yang baru lagi baik maka baginya pahala penemuan tersebut dan pahala orang yang mengambil manfaat dari padanya". Demikian juga Islam menyeru untuk melakukan eksplorasi dari apa saja yang ada di langit dan bumi untuk kepentingan manusia "Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari pada-NYA. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasan Allah) bagi kaum yang berfikir (Q.S Al Jatsiyyah (45) : 13). Sedemikian luas kesempatan untuk melakukan eksplorasi ini sehingga para ulama-ulama di antaranya Imam Syafi'i dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah-merumuskan bahwa hukum dasar dalam bidang muamalah adalah boleh atau tidak ada larangan hingga datangnya dalil yang melarang hal tertentu. Sebaliknya hukum dasar dalam hal Ibadah adalah bebas dari kewajiban sehingga datang dalil yang memerintahkan untuk melakukan kewajiban tertentu. Dengan kata lain kita
Halaman : 13

Hikmah
tidak wajib melaksanakan Shalat kecuali setelah datangnya perintah Shalat demikian juga kita tidak diperkenankan untuk melaksanakan bentuk-bentuk lain dari shalat karena itu termasuk Bid'ah. Sebaliknya dalam dunia Muamalah kita mendapatkan kesempatan yang sebebas-bebasnya untuk bertransaksi atau membuat inovasi produk selama belum ada larangan yang tegas akan hal atau transaksi yang dilakukan. Dengan demikian tampak jelas sekali batapa luasnya kesempatan untuk berinovasi dan melakukan business engineering dalam ajaran Muhammad SAW selama "tidak merubah yang halal menjadi haram atau memutarbalikan yang haram menjadi halal". Seperti ditegaskan Qoidah Al Fiqhiyyah : Al Muslimuuna 'inda Syuruuthihim illa syarthan Ahalla Haraaman au Harrama Halaalan. Lebih dari itu ajaran Muhammad SAW memberikan proteksi dan jaminan kepada setiap umatnya yang melakukan inovasi dan eksplorasi produk baru. Pernah disabdakan Rasululloh SAW dalam sabdanya bahwa "barang siapa berijtihad (optimalisasi kemampuan) dan benar maka baginya dua pahala dan apabila ijtihadnya salah maka ia tetap mendapat satu pahala". Sunggguh luar biasa ... itulah yang harus kita katakan untuk hadist di atas. Perusahaan manakah yang tetap akan memberikan reward dan bonus manakala karyawannya melakukan kesalahan ? Strategi bisnis Rasulullaoh SAW ternyata memang unik. Ia memberikan kesempatan kepada umatnya untuk terus mencoba dan mencoba karena bisa jadi untuk kali yang pertama karyawan yang bersangkutan masih try and error. Bisa jadi jika karyawan tersebut langsung dihukum sudah barang tentu ia akan putus asa. Tetapi lain halnya jika yang bersangkutan dirangkul, dibimbing dan tetap diberikan kesempatan untuk berinovasi mungkin ia akan berhasil pada kali yang kedua dan ketiga. Melihat hal tersebut, sekali lagi kita harus mengatakan bahwa Muhammad SAW ribuan tahun telah mendahului Joseph Schumpeter manakala ia berkata dalam bukunya Theory of Economic Development bahwa: economic growth is determined by the dynamic function of entrepreneurship, and this dynamic function is inovation.

Suri Tauladan Alangkah benarnya bila Michael Hart menempatkan Muhammad SAW sebagai tokoh nomor wahid ditinjau dari sisi pengaruh yang ditinggalkannya. Penilaian penulis The Hundred ini secara tidak langsung meminta kita untuk terus mengkaji dimensi-dimensi kehidupannya secara lebih mendalam termasuk diantaranya kiprah dan suri tauladan beliau di dunia bisnis dan entrepreneurship. Karena memang tanpa mengurangi respek terhadap para tokoh yang lain- beliau telah berperang berpuluh-puluh kali lipat lebih banyak dari Suntzu, memberikan wejangan moral dan etika lebih banyak dan terkodifikasi lebih sistematis dalam bentuk musnad-musnad hadits dibandingkan Konghuchu, lebih piawai dalam melakukan negoisasi dan manajemen dari Tao serta diatas itu semua Ia melampaui para penganjur etika bisnis dan pemikir moral wiraswasta yang lain dengan terjun
Halaman : 14

Hikmah
langsung ke dunia bisnis riel lebih dari 20 tahun lamanya. Demikian pula telah mendapatkan kepercayaan off shore loan dari konglomerat Jazirah Arabia dan pengusaha multi nasional pada waktu itu. Maha benar Allah ketika mengatakan "Sungguh padanya terdapat uswah hasanah atau suri tauladan yang mulia" dengan semua dimensi dan interpretasinya.

ILMU YANG BERMANFAAT


-KH. Abdullah GymnastiarMahaagung Alloh Azza wa Jalla, yang dengan ilmu-Nya yang Mahaluas telah membuat jagat raya beserta seluruh isinya tercipta. Betapa Dia menciptakan segala yang dikehendaki-Nya itu cukup dengan berfirman, "Kun Fayakuun !". Sungguh, tak akan pernah ada satu makhluk pun di bumi ataupun di langit yang mampu menandingi-Nya karena laa haula walaa quwwata illaa billaahil 'aliyyil 'azhiim. Ah, manusia dan segenap makhluk lainnya, memang makhluk yang teramat lemah, kecuali diberi kekuatan oleh Dzat yang Maha Perkasa ! Alloh berfirman, "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmah) Alloh. Sesungguhnya Alloh Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." [QS Lukman [31] : 27) Jadi, kalaupun di dunia ini ada orang yang memiliki ilmu yang tinggi karena Alloh telah mengaruniainya kecerdasan yang tinggi pula, demi Alloh, tak lebih dari setetes air di samudera yang luas. Mengapa seseorang mesti ujub, riya' dan takabur karena ilmu yang cuma setetes? Padahal mestinya semakin tinggi ilmu seseorang itu haruslah semakin membuatnya takut kepada Alloh. Seseorang menjadi ujub, riya' dan takabur karena merasa ilmunya tinggi, apalagi bila digunakan untuk membuat kerusakan dan kemudharatan di muka bumi, tiada lain karena ilmu yang dimilikinya itu tidak mengandung hikmah dan manfaat. Oleh karena itu, Rasulullah SAW pernah memohon dalam doanya, "Allaahumma inni a'uudzubika min 'ilmin laa yanfa'u". 'Ya, Alloh, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.' Sahabat, setiap manusia memiliki kesadaran akan keberadaannya di dunia ini tentulah menginginkan untuk selalu menuntut dan menambah ilmunya. Ilmu Alloh yang tersebar di jagat raya ini sungguh teramat luas. Bahkan usia kita pun tak akan cukup untuk mempelajarinya. Seseorang tentulah berharap dapat menggunakan sisa umur yang singkat ini untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat. Karenanya, Rasulullah SAW mengajarkan doa tersebut supaya kita terhindar dari memperoleh ilmu

Halaman : 15

Hikmah
yang tidak memberikan kemanfaatan bagi diri kita. Seperti apakah ilmu yang bermanfaat itu ? Beberapa riwayat berikut ini Insya Alloh dapat menjelaskannya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Alloh SWT memberi wahyu kepada Nabi Dawud a.s. Firman-Nya, "Wahai, Dawud. Pelajarilah olehmu ilmu yang bermanfaat." "Ya, Rabbi. apakah ilmu yang bermanfaat itu ? " tanya Nabi Dawud. "Ialah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui keluhuran, keagungan, kebesaran, dan kesempurnaan kekuasaan-Ku atas segala sesuatu. Inilah yang mendekatkan engkau kepada-Ku." Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ar Rabi-i', Rasulullah SAW bersabda, "Tuntutlah ilmu. Sesungguhnya, menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Alloh Azza wa Jalla, sedangkan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya didunia dan akhirat." Ternyata ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang menyebabkan kita semakin dapat mengenal Alloh. Seseorang menuntut ilmu apapun, sekiranya ilmu yang dituntutnya itu dapat membuatnya semakin kagum akan demonstrasi kebesaran Dzat Maha Pencipta, menjadikannya semakin takut dan taat kepada-Nya, maka itu berarti ia telah dikaruniai ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang bisa menjadi jalan taat kepada Alloh akan membuat seseorang mampu bersikap tawadhu dan rendah hati di hadapan orang lain. Ibarat padi yang semakin berisi semakin merunduk, maka semakin bertambah ilmunya, semakin membuat hatinya bersih dari penyakit yang tercela. Ia akan senantiasa berusaha memelihara diri dari sifat ujub, riya', sum'ah (ingin populer), takabur, serta memandang remeh orang lain. Bahkan dengan ilmunya pula ia akan menjadi jalan bagi sebesar-besar kemaslahatan dan kemanfaatan bagi orang-orang dan lingkungan di sekitarnya. Keberadaannya seperti cahaya lentera penerang dalam kegelapan, menjadi penunjuk jalan bagi orang yang tersesat langkah. Orang-orang di sekelilingnya akan merasa tenang dan tenteram atas kehadirannya. Oleh karena itu, tidak bisa tidak orang pun akan sangat menghargai dan memuliakannya. Betapa tidak! Karena, Alloh sendiri telah berjanji melalui firman-Nya, " ....Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Alloh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." [QS Al Mujaadilah [58] : 11) Kemudian, hal yang harus diperhatikan adalah bahwa resep menuntut
Halaman : 16

Hikmah
ilmu yang bisa mendatangkan kemanfaatan adalah niat yang ikhlas semata-mata berharap keridhaan dari Alloh Azza wa Jalla. Dalam Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al Ghazali menulis sebagai berikut : "Wahai, hamba Alloh yang rajin menuntut ilmu. Jika kalian menuntut ilmu, hendaknya dengan niat yang ikhlas karena Alloh semata-mata. Di samping itu, juga dengan niat karena melaksanakan kewajiban karena menuntut ilmu wajib hukumnya, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki maupun perempuan" [HR Ibnu Abdul barr] Janganlah sekali-kali engkau menuntut ilmu dengan maksud untuk bermegah-megahan, sombong, berbantah-bantahan, menandingi dan mengalahkan orang lain (lawan bicara), atau supaya orang mengagumimu. Jangan pula engkau menuntut ilmu untuk dijadikan sarana mengumpulkan harta benda kekayaan duniawi. Yang demikian itu berarti merusak agama dan mudah membinasakan dirimu sendiri. Nabi SAW mencegah hal seperti itu dengan sabdanya. "Barangsiapa menuntut ilmu yang biasanya ditujukan untuk mencari keridhaan Alloh, tiba-tiba ia tidak mempelajarinya, kecuali hanya untuk mendapatkan harta benda keduniaan, maka ia tidak akan memperoleh bau harumnya surga pada hari kiamat. " [HR Abu Dawud] Dalam Hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, 'Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu, maka baginya neraka...neraka." [HR Tirmidzi & Ibnu Majah] "Seorang 'alim apabila menghendaki dengan ilmunya keridhaan Alloh, maka dia akan ditakuti oleh segalanya. Akan tetapi, jika dia bermaksud untuk menumpuk harta, maka dia akan takut dari segala sesuatu." demikian sabda Nabi SAW dalam riwayat lain. [HR. Ad Dailami] Nah, Sahabat, kita memang harus menggunakan waktu yang sangat singkat di dunia ini untuk menuntut ilmu yang bermanfaat bagi agama maupun bagi kemaslahatan diri dan sesama. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bisa menambah ketakwaan dan ma'rifat kepada Alloh. Ilmu yang bisa menambah kemampuan kita untuk melihat cacat dan cela diri sendiri. Ilmu yang dapat mengurangi kegilaan kita kepada materi keduniaan, tetapi sebaliknya dapat menambah cinta kita kepada kampung akhirat. Juga, ilmu yang dapat membuka mata terhadap hal-hal yang merusak amal-amal kita. Hendaknya kita takut terhadap ilmu yang tidak bermanfaat karena
Halaman : 17

Hikmah
tidak hanya akan membawa kemudharatan di dunia, tetapi juga di akhirat kelak. -------------------------------------------------------------------------------

NASIHAT UNTUK PEMIMPIM


Definisi Nasihat Nasihat secara etimologi berasal dari kata nashaha yang berarti khalasa yaitu murni. Adapun nasihat menurut Abu Amr bin Salah adalah menghendaki suatu kebaikan untuk orang lain dengan cara ikhlas baik berupa tindakan atau kehendak Pentingnya Nasihat Dalam pandangan Islam, nasihat adalah pilar agama yang sangat penting dan penyanggah kebenaran yang paling fundamental sehingga Rasulullah menegaskan dalam haditsnya: Dari Tamim Ad Dary bahwasannya Nabi bersabda:Agama adalah Nasihat. kami bertanya: Untuk siapa? Beliau bersabda: Untuk Allah, KitabNya, Rasul-Nya dan para pemimpin kaum muslimin serta seluruh Umat Islam. (H.R Muslim dan An-Nasai ) Nasihat kepada pemimpin Nasihat terhadap pemimpin adalah permasalahan yang jarang mendapat penjelasan secara baik sesuai dengan asas hukum Al-Quran dan Sunnah Rasul. Sebagian orang terkadang kurang proporsional dan tidak terpuji dalam mengoreksi kekurangan sikap para pemimpin bahkan melanggar kaidah-kaidah dasar islam dalam menegakkan prinsip amar maruf nahi munkar terdapar para pemimpin, di antara mereka menempuh cara demo, membuat makar politik sehingga tidak jarang menimbulkan kekacauan dan keresahan dan sebagian yang lainnya menempuh cara terorisme. Menasihati pemimpin termasuk per-kara yang paling diridhai Allah sebagai-mana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : Sesungguhnya Allah rela terhadap tiga perkara dan benci terhadap tiga perkara; Dia rela apabila kalian menyembah-Nya, perpegang teguh terhadap tali Allah dan meNasihati para pemimpin. Dan Allah benci terha-dap pembicaraan sia-sia, menghambur-hamburkan harta dan banyak pertanya. Subtansi Nasihat kepada Pemimpin Nasihat terhadap para pemimpin berarti membantu mereka dalam menegakkan kebenaran, mentaati mereka dalam kebenaran, mengingatkan mereka dengan cara lembut dan sopan terhadap hak-hak rakyat dan tidak melakukan pemberontakan. Imam Nawawi berkata bahwa mena-sihati para pemimpin berarti menolong mereka untuk menjalankan kebenaran, mentaati mereka dalam kebaikan, mengingatkan mereka dengan lemah lembut terhadap kesalahan yang mereka berbuat, memperingatkan kelalaian mereka terhadap hak-hak kaum muslimin, tidak melakukan pemberontakan dan membantu untuk menciptakan stabilitas negara.

Halaman : 18

Hikmah
Imam Al Khattaby berkata bahwa termasuk nasihat terhadap pemimpin adalah shalat berjamaah di belakang mereka, jihad bersama mereka, membayar zakat kepada mereka, tidak keluar dari mentaati mereka tatkala terjadi penyelewengan dan kedhaliman, tidak memuji secara dusta dan selalu mendoakan kebaikan untuk mereka. Dan nasihat yang paling penting adalah mendatangi mereka dalam rangka untuk menyampaikan kekurangan dan kebutuhan umat serta menjelaskan kelemahan para pejabat khususnya hal-hal yang berdampak negatif bagi umat. Mengingatkan agar takut kepada Allah dan hari akherat, mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan melarang tentang kemungkaran serta mendorong mereka agar hidup seder-hana dan wara. Macam-macam pemimpin Para pemimpin kuam muslimin terbagi menjdi dua: a. Pemimpin fajir atau jahat Pemimpin yang fajir atau jahat yaitu pemimpin yang hanya berambisi terhadap kekuasaan belaka, perbuatan mereka tidak pernah sepi dari penganiayaan dan kedhaliman dan tidak segan-segan melibas siapa saja yang mencoba untuk menggoyang kekuasaannya meskipun dia melanggar syariat. Tidak adil dalam memberikan hak-hak umat serta boros terhadap harta negara. Faktor penyebab rusaknya para pemimpin 1.. Lemahnya pengamalan prinsip agama. 2.. Senang mengikuti hawa nafsu dan kesenangan dunia belaka. 3.. Sikap kolusi dan nepotisme yang berlebihan. 4.. Teman dan penasihat kepercayaan yang tidak baik atau menjadikan orang-orang kafir sebagai pembantu kepercayaan. 5.. Menyerahkan kekuasaan dan jabatan kepada orang-orang yang tidak berjiwa patriot dan ihklas. 6.. Diktator dalam mengendalikan kekuasaan. 7.. Tekanan internasional terhadap para pemimpin Islam. 8.. Terpengaruh dengan sistim negara-negara kafir dan meninggalkan sistim Islam. b. Pemimpin yang adil lagi bijaksana Pemimpin yang adil lagi bijaksana artinya selalu mendahulukan kebenaran dan kepentingan umum, sungguh-sungguh dalam menerapkan syariat Islam dan sangat adil lagi bijaksana dalam memberikan hak-hak umat serta hidup sederhana dan tidak berlebihan dalam membelanjakan harta negara. Cara Menasihati Pemimpin Islam memiliki etika tersendiri dalam menasihati para pemimpin bahkan mempunyai kaidah-kaidah dasar yang tidak boleh dilecehkan sebab pemimpin tidak sama dengan rakyat. Apabila menasihati kaum muslimin secara umum perlu memakai kaedah dan etika, maka menasihati para pemimpin lebih perlu memperhatikan kaedah dan etikanya.

Halaman : 19

Hikmah
Dari Hisyam Ibnu Hakam meriwayat-kan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang ingin menasihati pemimpin, maka jangan dilakukan secara terangterangan. Akan tetapi nasihatilah dia di tempat yang sepi, jika menerima nasihat itu, maka sangat baik dan bila tidak menerimanya, maka kamu telah menyampaikan kewajiban Nasihat kepadanya. (H.R Imam Ahmad). Sangat tidak bijaksana mengoreksi kekeliruan para pemimpin lewat mimbar atau tempattempat umum sehingga menimbulkan banyak fitnah. Seharusnya menasihati para pemimpin dengan cara lemah lembut dan di tempat yang rahasia sebagaimana yang dilakukan oleh Usamah bin Zaid tatkala menasihati Utsman bin Affan bukan dengan cara mencaci-maki mereka di tempat umum atau mimbar. Imam Ibnu Hajar berkata bahwa Usamah telah menasihati Ustman bin Affan dengan cara yang sangat bijak-sana dan beretika tanpa menimbulkan fitnah dan keresahan. Imam Syafii berkata bahwa barang-siapa yang menasihati temannya dengan rahasia, maka dia telah mena-sihati dan menghiasainya dan barang-siapa yang menasihatinya dengan terang-terangan, maka dia telah mempermalukan dan merusaknya. Imam Al Fudhail bin Iyadh berkata: Orang mukmin menasihati dengan cara rahasia dan orang jahat menasihati dengan cara melecehkan dan memaki-maki. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: Menasihati para pemimpin dengan cara terangterangan lewat mimbar-mimbar atau tempat-tempat umum bukan cara atau manhaj salaf, sebab demikian itu akan mengakibatkan keresahan dan menjatuhkan martabat para pemimpin, akan tetapi manhaj salaf dalam menasihati pemimpin adalah dengan mendatanginya, mengirim surat atau menyuruh salah seorang ulama yang dikenal untuk menyampaikan Nasihat tersebut. Bersabar terhadap pemimpin yang zhalim Barangsiapa yang tidak memiliki kemampuan untuk menasihati pemimpin yang zhalim, maka sebaiknya berdiam diri dan bersabar. sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : Barangsiapa yang mendapatkan dari pemimpin sesuatu yang tidak menyenangkan, maka hendaklah bersabar, sesungguhnya barangsiapa yang keluar dari pemimpin, maka meninggal dalam keadaan jahiliyah. (HR. Al-Bukhari) Abdullah Ibnu Abbas berkata: Pemimpin adalah ujian bagi kalian, apabila mereka bersikap adil, maka dia mendapat pahala dan kamu harus bersyukur dan apabila dia zhalim, maka dia mendapatkan siksa dan kamu harus bersabar. Imam Nawawi berkata: Barangsiapa yang mendiamkan kemungkaran seorang pemimpin tidak berdosa kecuali dia menunjukkan sikap rela, setuju atau mengikuti kemungkaran tersebut. Bekal bagi orang yang mensehati pemimpin
Halaman : 20

Hikmah
1. Ikhlas dalam memberi nasihat. Nabi Muhammad bersabda kepada Abdullah bin Amr: Wahai Abdullah bin Amr jika kamu berperang dengan sabar dan ikhlas, maka Allah akan membang-kitkan kamu, sebagai orang yang sabar dan ikhlas dan jika kamu berperang karena riya, maka Allah akan membangkitkan kamu sebagai orang riya dan ingin dipuji. (HR. Abu Daud) Imam Ibnu Nahhas berkata: Orang yang menasihati pemimpin atau kepala negara hendaknya mendahulukan sikap ikhlas untuk mencari ridha Allah. Barangsiapa yang mendekati pemimpin untuk mencari pengaruh atau jabatan atau pujian maka dia telah berbuat kesalahan yang besar dan melakukan perbutan sia-sia. 2. Menjauhi segala macam ambisi pribadi. Seorang yang menasihati pemimpin sebaiknya menaggalkan segala ambisi dan keinginan pribadi untuk mendapat-kan sesuatu dari pemimpin atau penguasa. Para ulama salaf telah banyak memberi contoh dan suri tauladan, seperti Sufyan Atsaury, beliau sering menolak pemberian para penguasa khawatir bila pemberian tersebut menghalanginya untuk mengingkari kemungkaran. 3. Mendahulukan sikap kejujuran dan keberanian Seorang yang ingin menasihati pemimpin atau penguasa hendaknya bersikap jujur dan pemberani sebagai-mana sabda Nabi: Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenar-an kepada pemimpin yang dhalim. (HR Abu Daud). 4. Berdoa kepada Allah dengan doa-doa matsur Dari Ibnu Abbas bahwa beliau berka-ta: Jika kamu mendatangi penguasa yang kejam, maka berdoalah: Allah Maha Besar, Allah Maha Tinggi seru semua makhluq-Nya, Allah Maha Tinggi dari semua yang saya takutkan dan khawatirkan. Saya berlindung kepada Allah yang tiada Tuhan yang haq selain-Nya, Dialah yang menahan langit yang tujuh sehingga tidak jatuh ke bumi dengan izin-Nya dari kejahatan hamba-Mu dan para pengikutnya, bala tentaranya dan para pendukungnya baik dari jin atau manusia. Ya Allah jadilah Engkau pedampingku dari kejahatan mereka, Maha Tinggi kekuasaan Allah dan Maha Agung serta Maha Berkah Nama-Nya tiada Tuhan selain Engkau dibaca tiga kali- (H.R Ibnu Abu Syaibah) Demikian sekilas penjelasan tentang kaedah dan etika dalam fikih Nasihat khususnya Nasihat kepada para pemimpin kaum muslimin. (Zaenal Abidin). Rujukan: Haqiqatul Amr bil Maruf wa nahi anil Mungkar, Dr. Hamd bin Nasir Al Ammar. Fikih Nasihat, Fariq Qasim.

Halaman : 21

Anda mungkin juga menyukai