Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 PENDAHULUAN

1.

LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006). Pasien skizofrenia seringkali memerlukan rawat inap di rumah sakit dengan berbagai alasan. Perawatan kembali pasien dengan skizofrenia lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien gangguan mental berat lainnya. Medikasi dapat mengurangi gejala 70% sampai 85% pada seseorang yang pertama kali didiagnosis sebagai skizofrenia namun 60% pasien akan mengalami perawatan ulang (Linden, 2005). Kasus skizofrenia jumlahnya tidak mempunyai angka-angka yang pasti. Angka prevalensi di dunia menunjukkan 1% dari seluruh penduduk dunia, perbandingan yang sama antara penderita laki laki dan wanita, pada laki-laki mulai umur 18-25 tahun sedang wanita biasanya mulai umur 26-45 tahun, dan jarang muncul pada masa anak-anak, bila muncul pada masa anak-anak biasanya mengenai 4-10 anak diantara 10.000 anak. Mengacu pada data WHO, prevalensi penderita skizofrenia sekitar 0,2% hingga 2%. Sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul tiap tahun sekitar 0,01%. Kondisi yang ada lebih dari 80% penderita skizofrenia di Indonesia tidak diobati dan tidak tertangani dengan optimal baik oleh keluarga maupun tim medis yang ada. Pasien pasien yang

Universitas Sumatera Utara

menderita skizofrenia dibiarkan berada di jalan jalan, bahkan ada pula yang dipasung oleh keluarga. Dengan kondisi seperti ini memungkinkan terjadi peningkatan jumlah penderita skizofrenia dari waktu ke waktu (Sasanto, 2009) . Kronisitas gangguan skizofrenia merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam penatalaksanaan, meskipun pengobatan farmakologik merupakan pilihan utama dalam penatalaksanaan. Hampir semua pasien skizofrenia kronis mengalami kekambuhan berulang kali sehingga mengakibatkan defisit ketrampilan personal dan vokasional. Kekambuhan dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan minum obat, gejala yang umum terhadap pengobatan peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres, kerentanan individu terhadap stres, ekspresi emosi keluarga yang tinggi, dan dukungan keluarga (Fleischacker, 2003). Interaksi di dalam keluarga sangat mempengaruhi tingkat kekambuhan pada pasien skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophrenogenic mother digunakan untuk mendeskripsikan tentang sifat ibu yang dingin, menolak, dan sikap dominan yang dapat menyebabkan skizofrenia pada anaknya. Di samping itu, istilah double bind communication digunakan untuk menggambarkan gaya komunikasi yang menghasilkan pesan-pesan saling bertentangan yang pada akhirnya

mengakibatkan perkembangan skizofrenia. Dukungan keluarga sangatlah penting dalam hal memberikan kontribusi bukan pada onset skizofrenia tetapi pada kekambuhan yang terjadi setelah gejala-gejala awalnya terobservasi. Adanya expressed emotion dari keluarga seperti sikap bermusuhan, kritik, dan keterlibatan yang terlalu dalam yang diberikan kepada anggota keluarga yang mempunyai

Universitas Sumatera Utara

gangguan psikologis sering kali dapat menunjukkan kontribusi terhadap kekambuhan yang terjadi pada orang tersebut (Durand, 2007). Prevalensi skizofrenia yang menjalani pengobatan dibutuhkan penanganan yang biasanya melibatkan terapi obat-obatan antipsikotik yang biasanya diadministrasikan bersama penanganan psikososial dengan tujuan mengurangi frekuensi kekambuhan dan memperbaiki defisit keterampilan dan kepatuhan terhadap aturan pemakaian obat. Ketidakpatuhan minum obat menunjukkan bahwa sebagian besar penderita skizofrenia berhenti memakai obat dari waktu ke waktu. Sejumlah faktor tampaknya berhubungan dengan ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan, termasuk hubungan dokter atau tim medis lainnya dengan pasien yang negatif, ongkos pengobatan, efek samping obat yang dirasakan oleh pasien, lamanya pengobatan, dan dukungan sosial yang buruk dari keluarga terdekat pasien skizofrenia. Menurut Umbricht dan Kane (1996) tidak mengejutkan bila efek-efek samping negatif obat juga merupakan faktor penting bagi penolakan pasien. Antipsikotik dapat menghasilkan sejumlah gejala fisik yang tidak dikehendaki, seperti grogginess (pusing), pandangan kabur, dan mulut kering (Durand, 2007). Pada survey awal yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan pada tanggal 14 Maret 16 Maret 2011 data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2010, terdapat pasien gangguan jiwa yang di rawat inap berjumlah 1.949 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1.758 orang (90,20%). Pada tahun 2010 terdapat pasien gangguan jiwa yang dirawat jalan berjumlah 15.720 orang,

Universitas Sumatera Utara

dari jumlah tersebut penderita skizofrenia adalah sebanyak 12.021 orang (76,46%) yang mayoritasnya adalah pasien yang mengalami kekambuhan (relapse). Data di atas menunjukkan tingginya angka penderita pasien skizofrenia (Medical Record RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara, 2010). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Faktor faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat pada pasien skizofrenia yang mengalami relaps di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan.

2. PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka pertanyaan yang timbul adalah : Faktor faktor apakah yang dapat mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat pada pasien skizofrenia yang mengalami relaps di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan ?

3. TUJUAN PENELITIAN 3.1. Tujuan Umum Untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat pada pasien skizofrenia yang mengalami relaps di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

Universitas Sumatera Utara

3.2. Tujuan khusus 3.2.1. Untuk mengetahui gambaran faktor penyakit yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat pada pasien skizofrenia yang mengalami relaps. 3.2.2. Untuk mengetahui gambaran faktor regimen terapi yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat pada pasien skizofrenia yang mengalami relaps. 3.2.3. Untuk mengetahui gambaran faktor interaksi pasien dengan profesional kesehatan yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat pada pasien skizofrenia yang mengalami relaps.

4. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan praktek keperawatan, pendidikan keperawatan, dan bagi penelitian keperawatan 4.1.Bagi praktek keperawatan Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan kontribusi bagi peningkatan praktek keperawatan khususnya pengembangan ilmu

keperawatan jiwa terhadap penatalaksanaan pasien skizofrenia dan mengidentifikasi tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

ketidakpatuhan minum obat pasien skizofrenia yang mengalami relaps.

Universitas Sumatera Utara

4.2.Manfaat bagi pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi mahasiswa keperawatan sehingga dapat menjadi perawat yang mampu berkomunikasi dan mengedukasi pasien agar patuh dalam minum obat dan melibatkan keluarga untuk intervensi dalam kepatuhan minum obat. 4.3.Manfaat bagi penelitian keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sebagai data tambahan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan faktor faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat pada pasien gangguan jiwa yang mengalami relaps.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai