Anda di halaman 1dari 7

PERANAN PEMERIKSAAN HISTOPOLOGI DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSA LICHEN PLANUS DI RONGGA MULUT Ameta Primasari,Drg.,MDSc.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Masalah kedokteran gigi tidak hanya membahas gigi geligi tetapi meluas ke rongga mulut yang terdiri dari jaringan keras maupun jaringan lunak. Penyakit jaringan lunak pada rongga mulut dewasa ini, menjadi perhatian serius para ahli terutama dengan meningkatnya kasus kematian yang disebabkan kanker yang ada di rongga mulut khususnya pada negara-negara berkembang di Asia (Saranath dkk.,1991). Salah satu penyakit jaringan lunak pada rongga mulut adalah lesi putih yang merupakan lesi jaringan lunak yang relatif sering terjadi dan dapat berubah menjadi lesi ganas khususnya jika keadaan ini persisten di dalam mulut (Holmstrup dkk, 1992). Berubahnya warna normal mukosa mulut menjadi warna putih merupakan tanda adanya suatu kelainan, gangguan atau penyakit. Selama bertahun-tahun leukoplakia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan lesi putih yang ada di rongga mulut (Eggleston, 1970). Pada saat ini klasifikasi lesi putih di rongga mulut telah berkembang dan dibagi menurut penyebabnya seperti herediter, traumatik, infeksi ataupun yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Secara klinis lesi putih dapat dikelompokkan menjadi lesi yang tidak dapat dihapus dan yang dapat dihapus. Pemberian diagnosa leukoplakia telah dimodiftkasi untuk menggambarkan suatu lesi putih ataupun plak pada mukosa rongga mulut yang tidak dapat dihapuskan dan tidak dapat dikategorikan sebagai salah satu lesi putih yang lain (pindborg dkk., 1997). Lesi putih lainnya yang tidak dapat dihapuskan pada rongga mulut adalah lichen planus, diskoid lupus eritematosis ataupun mukositis yang non spesifik. Ketiga penyakit tersebut tidak diketahui dengan jelas penyebabnya ataupun mekanisme patogenesisnya dan ketiganya merupakan diagnosa banding antara satu dengan lainnya (Scully and EI-Kom, 1985). Oleh karena itu pemeriksaan klinis saja belum cukup untuk dapat membedakan ketiga penyakit tersebut. Pengambilan sebahagian jaringan yang sakit (biopsi mukosa) untuk pemeriksaan histologis dapat merupakan pemeriksaan definitif khususnya jika diagnosa akurat dibutuhkan. Lichen planus pada rongga mulut adalah lesi mukokutaneus yang relatif sering terjadi. Axell clan Rundquist (1987) mendapatkan prevalensi 1,9% pada populasi umum di Swedia. Lesi pada rongga mulut dapat disertai dengan lesi pada membrana mukosa yang lain ataupun pada kulit terutama pada pergelangan tangan dan kaki. Lesi pada rongga mulut dapat dijumpai hampir 50% dimulai lebih dahulu dengan adanya lesi pada kulit, tetapi hanya berkisar 5%-10% yang dimulai pada rongga mulut baru kemudian dijumpai lesi pada kulit (Vincent dkk., 1990). Gambaran klinis lichen planus dapat terbagi atas berberapa tipe yaitu, retikular, papular, plak, atropi, hula dan erosif. Dikarena-kan berbagai variasi gambaran klinis dari lichen planus dan penyebabnya yang tidak diketahui, diagnosa definitif sulit ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi harus dilaksanakan untuk mendapatkan diagnosa yang tepat (Eisenberg and Krutchkoff, 1992). Hal ini dipertegas dengan

2003 Digitized by USU digital library

adanya laporan-laporan para peneliti bahwa 0,50/0-2,6% di antara pasien lichen planus rongga mulut berubah menjadi lesi ganas (Silverman dkk., 1985; Holmstrup dkk., 1992). Pada zaman sekarang penggunaan komputer di segala bidang sangat berkembang pesat. Pemeriksaan jaringanpun dapat lebih objektif dengan melakukan analisa-analisa yang dibantu dengan komputer yang mempunyai program-program aplikasi untuk penerapan histometrik. Sebagai contoh, White dan Gohari (1982) telah dapat menguktir volume gel pada epitelium normal. Akibatnya studi analisa histometrik pada lesi rongga mulut mulai berkembang. Dengan kemudahan aplikasi program komputer, analisa histometrik menjadikan ilmu dan teknologi pemeriksaan jaringan lebih maju dan berkembang. I. HUBUNGAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI Lichen planus pada rongga mulut merupakan problem yang sering datang di klinik Oral Medicine. Pada klinik Oral Medicine di Fakulti Pergigian Universiti Malaya (Kuala Lumpur-Malaysia) pasien dengan lichen planus datang rata-rata 2 sampai 6 orang perhari untuk memeriksakan penyakitnya. Zain dkk. (1997) dalam suatu survey nasional tentang epidemiologi penyakit mulut di Malaysia menemukan prevalensi lichen planus sebesar 0,38% dimana etnik India yang paling tinggi prevalensinya sebesar 0,95% daTi semua etnik (Melayu, Cina, India, dan lain-lain). Walaupun lichen planus dapat terjadi pada semua umur, tetapi umumnya terjadi pada umur 42,5 tahun (SD 12,03 tahun). Lesi ini lebih dominan dijumpai pada perempuan dengan perbandingan lelaki dan perempuan adalah 1:1,7 (Primasari,1998). Diagnosa definitif daripada lichen planus harus didapat dari diagnosa klinis didukung dengan pemeriksaan histopatologi. Gambaran klinis dari lichen planus oral yang klasik dapat dengan mudah dikenal yaitu dengan dijumpai lesi putih yang menyebar di mukosa bukal sebelah kanan dan kiri (simetris) berbentuk seperti jala yang rata dengan mukosa sekitarnya (Krutchkoff dan Eisenberg, 1985). Namun demikian gambaran yang klasik (tipe retikular) tidak selalu terlihat pada pasien lichen planus oral (Tabell). Lichen planus oral yang berbentuk seperti plak sering terdapat pada dorsum lidah, sedangkan yang berbentuk seperti bula ataupun papula adalah yang paling jarang terlihat dan tipe ini sering terlihat dengan tipe retikular (termasuk tipe campuran). Tipe atropi adalah berbentuk mukosa yang memerah dikarenakan epiteliumnya mengalami atropi. Tipe erosif adalah bentuk yang telah mengalami ulserasi dengan perluasan yang bervariasi (Batsakis dkk., 1994). Banyak pasien yang tidak mengetahui awal terjadinya lichen planus. Hal ini disebabkan tipe retikular, tipe plak dan tipe papula bebas dari rasa sakit. Tipe atropi, erosif maupun hula adalah tipe yang disertai rasa tidak enak seperti nyeri sampai rasa terbakar terutama sewaktu makan yang pedas ataupun panas (Silverman dkk., 1985).

2003 Digitized by USU digital library

Tabel 1 Distribusi Gambaran Klinis Lichen Planus pada Rongga Mulut Tipe % Retikular Atropi Erosif Plak Campuran Jumlah 40,7 27,9 12,8 8,1 10,5 100,0

Mukosa mulut yang ditutupi oleh epitelium di dalarnnya terdapat melanosit dan keratinosit yang berperan memberikan warna pada kulit ataupun mukosa. Walaupun banyak variasi dari gambaran klinis lichen planus, ciri khas histopatologinya seragam satu sarna lainnya. Secara mikroskopis terlihat adanya hiperke-ratosis, infiltrasi limposit yang padat dan menyolok serta adanya degenerasi pada regio basal membrana epitelium (Pindborg dkk., 1997). Ketebalan hiperkeratosis ataupun para-keratosis dapat beragam. Hal ini terlihat jika dalam keadaan normal mukosa bukal tidak berkeratin maka pada pasien lichen planus, ketebalan lapisan keratinnya menjadi sangat tipis. Sama halnya jika dalam keadaan normal tidak ada stratum granulosum maka pada pasien lichen planus dapat muncul sel granular dalam jumlah yang kecil (WHO, 1978). Kepadatan yang sangat beragam dari infiltrasi limposit menjadi salah satu faktor yang penting. Krutchkoff dan Eisenberg (1985) menetapkan bahwa jika terdapat inflamasi sel heterogen pada lamina propia seperti sejumlah besar adanya sel plasma, eosinofil ataupun netrofil maka diagnosa lichen planus tidak dapat ditegakkan. Demikian juga jika terdapat perluasan infiltrasi sel limposit yang menyebar ke jaringan submukosa yang lebih dalam dan adanya infiltrasi perivaskular. Walaupun demikian ketika Dafiary (1980) meneliti lesi-lesi rongga mulut pada masyarakat desa di India, menemukan 50% terdapat sel plasma di antara kumpulan limposit di lamina propria pada pasien yang didiagnosa klinis mempunyai lichen planus. Penemuaan ini yang dianggap suatu lesi yang menyerupai lichen planus ataupun suatu lichen planus yang atipikal yang mungkin dikarenakan adanya kebiasaan mengunyah pinang maupun tembakau. Civatte bodies kadang-kadang muncul di regio suprabasal pacta epitelium. Demikian juga deposit melanin mungkin dapat terlihat pada lamina proria khususnya pada pasien dengan ras berwarna (India). Deposit-deposit ini dapat juga terlihat pada lesi putih lainnya termasuk leuko-plakia. Keadaan ini tidak mempunyai arti diagnostik ataupun prognostik (Cawson dkk., 1994).

2003 Digitized by USU digital library

Hampir semua kasus lichen planus merupakan lesi jinak (Scully dan EI-Kom, 1985). Gambaran sel-sel atipikal dapat saja terlihat pada lichen planus oral. Pemeriksaan histopatologi pada 73 orang pasien yang mempunyai lesi lichen planus pacta rongga mulut, dijwnpai se.lular atipikal yang ringan dan se.lular atipikal yang berat hanya dijwnpai pacta tipe atropi dan erosif (Tabel 2). MacDonald dan Rennie (1975) berpendapat bahwa perubahan abnonnal yang kecil pacta epiteliwn lichen planus atipikallebih merupakan suatu reaksi aktif daripada suatu keadaan yang preneoplastik. Kontroversi pendapat tentang transfonnasi lichen planus menjadi lesi ganas sampai sekarang masih diperdebatkan. Hal ini dimulai dari Krutchkoff dan Eisenberg (1985) yang mengusulkan dengan kriteria-kriteria histopato-iogi yang tegas dalam menegakkan diagnosa lichen planus oral. Krutchkoff dan Eisenberg (1985) memberikan nama lichenoid displasia jika dijumpai 2 (dua) atau lebih tanda-tanda displasia pada pemeriksaan histopatologi, seperti dijumpai-nya gel pleomorfisma, nukleus hiperkromasi, membesarnya rasio nukleus: sitoplasma atau mitosis abnormal. Sampai saat ini lichenoid displasia belum disepakati sebagai suatu lesi yang ada pada rongga mulut. Barnard dkk.(1993) menemukan 9 orang (3,7%) yang mempunyai lichen planus oral berubah menjadi ganas. Mereka telah mengkonfirmasikan bahwa diagnosa histopatologi terdahulu adalah benar-benar lichen planus. Dalam waktu 10 tahun kemudian lesi-lesi tersebut berkembang menjadi kanker mulut pada lokasi yang sama. Mungkin satu hal yang relatif tidak kontroversi adalah bahwa lichen planus oral dapat menjadi kanker mulut yang dikarenakan adanya faktor genetik dipertegas dengan bahan-bahan karsinogenik (Katz dkk., 1990). Holmstrup (1992) menyatakan bahwa tipe erosif dari lichen planus lebih cenderung dapat berubah menjadi lesi ganas. Tabel 2. Derajat Selular Atipikal Derajat selular atipikal tidak ada selular atipikal retikular atropi erosif plak selular atipikal ringan retikular atropi erosif plak selular atipikal berat retikular atropi erosif plak pada Lichen Planus % 50,8 26,2 14,8 8,2 25,0 50,0 12,5 12,5 0,0 33,3 66,7 0,0

II. ANALISA HISTOMETRIK Biopsi jaringan yang digunakan dalam pemeriksaan histologi dapat lanjutkan dengan analisa histometrik. Jaringan yang pada pemeriksaan histologi dilihat langsung dengan

2003 Digitized by USU digital library

mikroskop, dengan bantuan komputer yang telah mempunyai program aplikasi untuk analisa histometrik maka bayangan yang ditangkap oleh kamera dapat ditampilkan pada monitor (TV) yang merupakan bagian dari sistim analisa jaringan. Analisa histometrik pada rongga mulut lebih banyak dilakukan untuk tujuan-tujuan penelitian. Mattson (1994) menemukan babwa intensitas warna yang ditampilkan pada lesi putih berbeda dengan jaringan yang normal. Shabana dkk.(1987) menemukan bahwa maksimum dia-meter sel epitelium pada lichen planus berbeda bermakna dari lesi putih lainnya. Penelitian yang menarik ini dilanjutkan oleh White dkk. (1994) dan menemukan perbedaan bermakna pada volume sel normal bandingkan dengan sel lichen planus. Analisa histometrik juga telah dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih objektif untuk membedakan antara jaringan normal, lesi putih dan kanker mulut (Kezler dan Cabrini, 1984). Shabana dkk. (1987) menemukan nukleus sel kanker lebih besar dua kali dari normal. Pada penelitiannya yang lain, Shabana dkk. (1989) menunjukkan bahwa pada sel epitelium spinosa yang lebih kecil dari normal percayai sebagai petunjuk adanya lesi premalignan. Pada lichen planus yang mengalami ulserasi, terjadi inflamasi yang non spesifik di mana pemeriksaan histopatologi menjadi lebih sulit untuk interpretasikan. Dengan analisa histometrik dapat dibedakan antara lichen planus dari lesi putih lainnya sehingga dalam penegakan diagnosa dapat menjadi lebih akurat. III. PENUTUP Peranan pemeriksaan histopatologi adalah sangat penting khususnya pada lesi yang tidak dapat didiagnosa hanya melalui evaluasi klinis saja. Diagnosa penyakit perlu ditegakkan untuk dapat memberikan terapi yang sesuai dan tepat. Bisa saja suatu penyakit ditemukan penyebabnya setelah dilakukan pemeriksaan histopatologi atau setelah ditegakkannya diagnosa. Seperti pada lichen planus walaupun tidak diketahui dengan jelas mekanisme terjadinya, sering dihubungkan dengan penyakit sistemik terutama penyakit diabetes melitus dan hipertensi. Tidak jarang pasien yang menggunakan obat-obatan seperti obat anti inflamasi, oral kontrasepsi, kortikosteroid, anti neoplastik, anti tiroid, anti hipertensi, hipoglukemik, dan lain-lain dapat menyebabkan terjadinya lichen planus (Lamey dkk., 1995) Demikian juga stress atau ketidak-seimbangan jiwa dilaporkan mempunyai hubungan dengan munculnya lesi lichen planus (Burkhart dan Burker, 1996). Pasien dengan keadaan umum sehat yang datang ke klinik gigi untuk pemeriksaan rutin ataupun mengeluh sakit gigi mungkin saja dijumpai adanya lesi lichen planus oral. Dalam hal ini walaupun lesi tersebut dapat menjadi kanker mulut kemungkinannya adalah sangat kecil. Oleh karena itu pemeriksaan histopatologi dapat sangat berperan sebagai konfimlasi bahwa lesi tidak mengandung sel-sel premalignan, sehingga pasien tidak cemas ataupun panik akan keadaan mulutnya. Hal ini perlu dijaga sebab umumnya lesi lichen planus dapat tinggal di dalam mulut selama berbulan bahkan bertahun. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan analisa histometrik untuk menegakkan diagnosa pada kasus-kasus yang membutuhkan objektifitas yang tinggi. Hal ini dapat dilakukan pada lest yang secara klinis dan histopatologis sangat sulit membedakannya dengan lesi putih lainnya.

2003 Digitized by USU digital library

Pengambilan jaringan untuk pemeriksaan histopatologi dapat menjadi rekord medis yang juga berguna untuk melihat perkembangan lesi suatu penyakit. DAFTAR PUSTAKA Axell T and Rundquist L. Oral Lichen Planus: A demographic study. Community Dent Oral Epidemiol. 1987.15:52-6. Barnard NA, Scully C, Everson JW, Cunningham SJ. Porter SR. Oral cancer development in patients with oral lichen planus. J Oral Pathol Med. 1993. 22 (9):421-4. Batsakis HG, Cleary KR, Cho K. Lichen planus and lichenoid lesions of the oral cavity. Ann Otol Rhinol Laryngol.1994.103:495-7. Bukhart NW and Burker ill. Assessing the characteristic of patients with oral lichen planus. JADA. 1996. 127:648-60. Cawson AR, Binne WH, Eveson JW. Color atlas oral diseases. 2nd ed. Mosby-Wollfe. 1994:12.16-12.22. Daftary DK, Bhonsle RB, Murti RB. An oral lichen planus-like lesion in Indian beteltobacco chewers. Scand J Dent Res. 1980. 88 :244-9. Eggleston DJ. Lichen planus or leukoplakia. Oral Surg. 1970. 20:849-54. Eisenberg E and Krutchkoff DJ. Lichenoid lesion of oral mucosa. Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1992.73:699-704. Holmstrup P. The controversy of premalignant potential of oral lichen planus is over. Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1992.73:704-6. Katz RW, Brahim JS, Travis WO. Oral squamous cell carcinoma arising in a patient with long standing lichen planus. Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1990. 70:282-5. Keszler A and Cabrini RL. Histometric study of leukoplakia lichen planus and carcinoma in situ of oral mucosa. J Oral Pathol. 1984. 12:330-5. Kurtchkoff DJ and Eisenberg E. Lichenoid dysplasia a distinct histopathologic entity. Oral Surg Oral Med Oral Patho.l. 1985.30:308-15 Lamey PJ, McCartan BE, MacDonald DG, Mackie RM. Basal cell cytoplamic autoantibodies in oral lichenoid reactions. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 1995. 79:44-49. Mattsson U, Heyden G, Chondrowski A. Computer analysis in oral lichenoid reactions. Acta Odontol Scand. 1994. 52:86-92 MacDonald DG and Rennie JS. Oral epithelial atypia in denture induced hyperplasia. lichen planus and squamous cell papilloma. Int. J Oral Surg. 1975.4:40-5. Pindborg JJ, Reichart P A, Smith CJ, van der Waal I. Hispathological typing of cancer and precancer of the oral mucosa. 2nd ed, Springer- Verlag 1997; 17-31, Primasari A. A restrospective clinicopathological and histometric stuqy qf lichen planus and lichenoid lesions of the oral cavity. Thesis. University Malaya. 1998. 43-60. Saranath D, Chang SE, Bheite L T, Panchall RG. High frequency mutation in condons 12 and 61 of H-ras oncogene in chewing tobacco related human oral carcinoma in India. Br J Cancer. 1991.63:573. Scully C and EI-Kom M. Lichen planus: Review and update pathogenesis. J Oral Pathol. 1985. 14:431-58. Shabana AHM, El.-Labban NG, Lee KW. Morphometric analysis of basal cell layer in oral premalignant white lesions and squamous cell carcinoma. J Clin Pathol. 1987.40:454-8. Shabana ARM, EI-Labban NG, Lee KW. Morphometric analysis of suprabasal cells in oral white lesions. J Clin Pathol.. 1989.42:264-70.

2003 Digitized by USU digital library

Silverman S, Gorsky M, Lozada-Nur F. A pros-pective follow up study of 570 patients with oral lichen planus: persistence, remission and malignant association. Oral Surg Oral. Med Oral. Pathol 1985.60:30-4. Vincent SD, Fotos PG, Baker KA, William TP. Oral lichen planus: The clinical historical and therapeutic features of 100 cases. Oral. Surg Oral Med Oral Pathol.1990. 70: 165-71. White FH and Gohari K. Cellular and nuclear volumetric alterations during differentiation of normal hamster cheek pouch epithelium. Arch Dermatol Res. 1982.273:307-18. White FH, Jin Y, Yang L. Quantitative cellular and nuclear volumetric alterations in epithelium from lichen planus lesions of human buccal mucosa. J Oral. Pathol Med. 1994.23:205-8. WHO Collaborating Centre for Oral precancerous Lesions. Definition of leukoplakia and related lesions: An aid to studies on oral precancer. Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1978.96:518-39. Zain RB, Ikeda N, Razak lA, Axell T, Majid lA, Gupta PC, Yaacob M: A national epidemiological ,vurvey of oral mucosal lesions in Malaysia. Community Dent Oral Epidemiol 1997.25:377-83.

2003 Digitized by USU digital library

Anda mungkin juga menyukai