Anda di halaman 1dari 13

ETIOLOGI HNP 1.Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra. 2.Spinal stenosis. 3.

Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll. 4.Pembentukan osteophyte. 5.Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus.

PENYEBAB Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP 1. Aliran darah ke discus berkurang 2. Beban berat 3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nucleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang berada di canalis vertebralismenekan radiks

FAKTOR RISIKO Faktor risiko yang tidak dapat dirubah 1. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi 2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita 3. Riawayat cedera punggung atau HNP sebelumnya Faktor risiko yang dapat dirubah 1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir. 2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama. 3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah. 4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan strain pada punggung bawah. 5. Batuk lama dan berulang

Tanda dan gejala : 1.Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas. 2.Nyeri tulang belakang 3.Kelemahan satu atau lebih ekstremitas 3 / 16HNP 4.Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap. Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah (mulai

dari bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian atas).

Dikarenakan mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang mempersarafi kaki

bagian belakang.

1.

Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,

kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).

2.

Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat

barang berat.

3.

Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 S1

(garis antara dua krista iliaka).

4.

Nyeri Spontan

Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat.Sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang.

MANIFESTASI KLINIS -----Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang lesi. Gejala klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar (A beta) terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patela (KPR) dan Achills (APR). Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan fungsi seksual. -----Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk, meregangkan badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan menghilangkan sakit yang diderita.

PATOFISIOLOGI Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi pulposus, kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nukleus purpolus melalui anulus dengan menekan akar akar syaraf spinal. Pada umumnya harniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih mobil ke yang kurang mobil (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis) (Sylvia,1991, hal.249).

Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai S1. arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.

Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil. Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak langsung pada diskus inter vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi nucleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.

PATOFISIOLOGI
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma *jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera. Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal. Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

Patofisiologi Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma *jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera. Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.

Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

Patofisiologi Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dapat disebabkan oleh proses degeneratif dan trauma yang diakibatkan oleh ( jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat benda berat) yang berlangsung dalam waktu yang lama. Diskus intervertebralis merupakan jaringan yang terletak antara kedua tulang vertebra, yang dilingkari oleh anulus fibrosus yang terdiri atas jaringan konsentrik dan fibrikartilago dimana didalamnya terdapat substansi setengah cair. Substansi inilah yang dinamakan dengan Nukleus Pulposus yang mengandung berkas-berkas serat kolagenosa, sel jaringan ikat, dan sel tulang rawan. Bahan ini berfungsi sebagai peredam-kejut (shock absorver) antara korpus vertebra yang berdekatan, dan juga berperan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan kapiler. Diskus intervertebra ini membentuk sekitar seperempat dari panjang keseluruhan kolumna vertebralis. Diskus paling tipis terletak di regio lumbalis. Seiring dengan bertambahnya usia, kandungan air diskus berkurang (dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia) dan diskus menjadi lebih tipis sehingga resiko terjadinya HNP menjadi lebih besar. Selain itu serat-serat menjadi lebih kasar dan mengalami hialinisasi,yang ikut berperan menimbulkan perubahan yang menyebabkan HNP melalui anulus disertai penekanan saraf spinalis. Dalam herniasi diskus intervertebralis, nukleus dari diskus menonjol kedalam anulus (cincin fibrosa sekitar diskus) dengan akibat kompresi saraf. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat beban berat dalam waktu yang lama) kartilago dapat cedera, kapsulnya mendorong kearah medulla spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal. Sebagian besar herniasi diskus (proses bertahap yang ditandai serangan-serangan penekanan akar saraf) terjadi di daerah lumbal di antara ruang lumbal IV ke V (L4 ke L5), atau lumbal kelima (L5 ke S1), hal ini terjadi karena daerah inilah yang paling berat menerima tumpuan berat badan kita pada saat beraktivitas. Arah tersering herniasi bahan Nukleus pulposus adalah posterolateral. Karena akar saraf daerah lumbal miring kebawah sewaktu keluar melalui foramen saraf, herniasi diskus antara L5 dan S1 lebih mempengaruhi saraf S1 daripada L5. (Price, 2005) , ( Brunner& Suddarth , 2001) serta Rasjad, 2003).

Hernia Nukleus Pulposus yang menyerang vertebra lumbalis biasanya menyebabkan nyeri punggung bawah yang hebat, mendesak, menetap beberapa jam sampai beberapa minggu, rasa nyeri tersebut

dapat bertambah hebat bila batuk, bersin atau membungkuk, dan biasanya menjalar mulai dari punggung bawah ke bokong sampai tungkai bawah. Parastesia yang hebat mugkin terjadi sesudah gejala nyeri menurun, deformitas berupa hilangnya lordosis lumbal atau skoliosis, mobilitas gerakan tulang belakang berkurang (pada stadium akut gerakan pada bagian lumbal sangat terbatas, kemudian muncul nyeri pada saat ekstensi tulang belakang), nyeri tekan pada daerah herniasi dan bokong (paravertebral), klien juga biasanya berdiri dengan sedikit condong ke satu sisi.

Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus dapat meninbulkan komplikasi antara lain berupa radiklitis (iritasi akar saraf), cedera medulla spinalis, parestese, kelumpuhan pada tungkai bawah.

PENATALAKSANAAN MDI 1.Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik : a.Tidur selama 1 2 mg diatas kasur yang keras b.Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf. 6 / 16HNP c.Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik d.Terapi panas dingin. e.Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset f.Terapi diet untuk mengurangi BB. g. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides h.Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS). 2.Pembedahan 1.Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.

2.Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal. 3. Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina (Barbara C. Long, 1996).

4.Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan herniated nucleus pulposus.

Penatalaksanaan 1. Pembedahan Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik. Macam : a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra. d. Disektomi dengan peleburan. 2. Immobilisasi Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace. 3. Traksi Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban. 4. Meredakan Nyeri Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.

PENGOBATAN

Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat dengan obatobatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik. Dengan cara ini, lebih dari 95 % penderita akan sembuh dan kembali pada aktivitas normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan.

a. Obat

Untuk penderita dengan diskus hernia yang akut yang disebabkan oleh trauma (seperti kecelakaan mobil atau tertimpa benda yang sangat berat) dan segera diikuti dengan nyeri hebat di punggung dan kaki, obat pengurang rasa nyeri dan NSAIDS akan dianjurkan (MIS : fentanyl)

Jika terdapat kaku pada punggung, obat anti kejang, disebut juga pelemas otot, biasanya diberikan. Kadang-kadang, steroid mungkin diberikan dalam bentuk pil atau langsung ke dalam darah lewat intravena. Pada pasien dengan nyeri hebat berikan analgesik disertai zat antispasmodik seperti diazepam. NSAID Nebumeton yang merupakan pro drugs dan efek

sampingnya relatif lebih sakit, terutama efek sampingnya relatif lebih sakit, terutama efek samping terhadap saluran cerna, dengan dosis 1 gram / hari. Pemakaian jangka panjang biasanya terbatas pada NSAIDS, tapi adakalanya narkotika juga digunakan (jika nyeri tidak teratasi oleh NSAIDS). untuk orang yang tidak dapat melakukan terapi fisik karena rasa n yeri, injeksi steroid di belakang pada daerah herniasi dapat sangat membantu mengatasi rasa sakit untuk beberapa bulan. Dan disertai program terapi rutin. Muscle relexant diberikan parenteral dan hampir selalu secara iv. D-tubokurarin klorida Metokurin yodida Galamin trietyodida Suksinilkolin klorida Dekametonium

Derajat relaksasi otot dapat diatur dengan kecepatan infus

Transkuilizer

b. Fisioterapi

Tirah baring (bed rest) 3 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula. Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer. Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri. Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis, indikasi operasi. Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan. Fleksi lumbal Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan. Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari atau lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.

c. Operasi

Operasi lebih mungkin berhasil bila terdapat tanda-tanda obyektif adanya gangguan neurologis. Penderita yang telah didiagnosa HNP. Maka terapi konservatiplah yang harus diselenggarakan. Bilamana kasus HNP masih baru namun nyerinya tidak tertahan atau defisit motoriknya sudah jelas dan mengganggu, maka pertimbangan untuk operasi atau tidak sebaiknya diserahkan kepada dokter ahli bedah saraf. Faktor sosio ekonomi yang ikut menentukan operasi secepatnya atau tidak ialah profesi penderita. Seorang yang tidak dapat beristirahat cukup lama karena persoalan gaji dan cuti sakit, lebih baik menjalani tindakan operatif secepat mungkin daripada terapi konservatif ynag akan memerlukan cuti berkali-kali. Bilamana penderita HNP dioperasi yang akan memerlukan harus dibuat penyelidikan mielografi. Berdasarkan mielogram itu dokter ahli bedah saraf dapat memastikan adanya HNP serta lokasi dan ekstensinya. Diskografi merupakan penyelidikan diskus yang lebih infasif yang dilakukan bilamana mielografi tidak dapat meyakinkan adanya HNP, karena diskrografi adalah pemeriksaan diskus dengan menggunakan kontras, untuk melihat seberapa besar diskus yang keluar dari kanalis vertebralis.

Diskectomy dilakukan untuk memindahkan bagian yang menonjol dengan general anesthesia. Hanya sekitar 2 3 hari tinggal di rumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan pada hari pertama setelah operasi untuk mengurangi resiko pengumpulan darah.

Untuk sembuh total memakan waktu beberapa minggu. Jika lebih dari satu diskus yang harus ditangani jika ada masalah lain selain herniasi diskus. Operasi yang lebih ekstensif mungkin diperlukan. Dan mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh (recovery).

Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur memindahkan fragmen of nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan ray dan chemonucleosis.

Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut chymopapain) ke dalam herniasi diskus untuk melarutkan substansi gelatin yang menonjol. Prosedur ini merupakan salah satu alternatif disectomy pada kasus-kasus tertentu.

Kapan kita boleh melakukan latihan setelah cidera diskus? Biasanya penderita boleh memulai latihan setelah 4 s/d 6 minggu setelah ia diperbolehkan bangun atau turun dari tempat tidur.

d. Larangan

Peregangan yang mendadak pada punggung

Jangan sekali-kali mengangkat benda atau sesuatu dengan tubuh dalam keadaan fleksi atau dalam keadaan membungkuk. Hindari kerja dan aktifitas fisik yang berat untuk mengurangi kambuhnya gejala setelah episode awal.

d. Saran yang harus dikerjakan

Istirahat mutlak di tempat tidur, kasur harus yang padat. Diantara kasur dan tempat tidur harus dipasang papan atau plywood agar kasur jangan melengkung. Sikap berbaring terlentang tidak membantu lordosis lumbal yang lazim, maka bantal sebaiknya ditaruh di bawah pinggang. Orang sakit diperbolehkan untuk tidur miring dengan kedua tungkai sedikit ditekuk pada sendi lutut. Bilamana orang sakit dirawat di rumah sakit, maka sikap tubuh waktu istirahat lebih enak, oleh karena lordosis lumbal tidak mengganggu tidur terlentang jika fleksi lumbal dapat diatur oleh posisi tempat tidur rumah sakit. Istirahat mutlak di tempat tidur berarti bahwa orang sakit tidak boleh bangun untuk mandi dan makan. Namun untuk keperluan buang air kecil dan besar orang sakit diperbolehkan meninggalkan tempat tidur. Oleh karena buang air besar dan kecil di pot sambil berbaring terlentang justru membebani tulang belakang lumbal lebih berat lagi. Analgetika yang non adiktif perlu diberikan untuk menghilangkan nyeri. Selama nyeri belum hilang fisioterapi untuk mencegah atrofi otot dan dekalsifikasi sebaiknya jangan dimulai setelah nyeri sudah hilang latihan gerakan sambil berbaring terlentang atau miring harus diajurkan. Traksi dapat dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang sesuai dapat dilakukan pelvic traction, alat-alat untuk itu sudah automatik. Cara pelvic traction, sederhana kedua tungkai bebas untuk bergerak dan karena itu tidak menjemukan penderita. Maka pelvic traction dapat dilakukan dalam masa yang cukup lama bahkan terus-menerus. Latihan bisa dengan melakukan flexion excersise dan abdominal excersise. Masa istirahat mutlak dapat ditentukan sesuai dengan tercapainya perbaikan. Bila iskhilagia sudah banyak hilang tanpa menggunakan analgetika, maka orang sakit diperbolehkan untuk makan dan mandi seperti biasa. Korset pinggang atau griddle support sebaiknya dipakai untuk masa peralihan ke mobilisasi penuh. Penderita dapat ditolong dengan istirahat dan analegtika antirheumatika serta nasehat untuk jangan sekali-kali mengangkat benda berat, terutama dalam sikap membungkuk. Anjuran untuk segera kembali ke dokter bilamana terasa nyeri radikuler penting artinya. Dengan demikian ia datang kembali dan sakit pinggang yang lebih jelas mengarah ke lesi diskogenik. Penatalaksanaan diberikan:

Konservatif :

Informasi dan edukasi kebiasaan hidup Imobilisasi ditempat tidur dengan penyesuaian posisi tubuh dan aktivitas. Medikamentosa : Metilprednisolon 3x16 mg tappering off, Diklofenak 3x50 mg, Ranitidin 2x1 tab, Tramadol 3x50 mg, Karbamazepin 3x200 mg, Amitriptilin 3x12,5 mg, Lioresal 3x1 tab, Metikobalamin tablet 3x500 mg. Program rehabilitasi: 1. Perawatan, miring kiri-kanan terlentang tiap dua jam. 2. Fisioterapi, aktif ROM dan strengthening exercise anggota gerak atas, TENS paralumbal kiri dan gluteus kiri, massage para lumbal kiri dan gluteus kiri. 3. Korset.

Diskus intervetebralis terdiri dari dua bagian utama (gambar 1) yaitu : 1. Anulus ibrosus, terbagi menjadi 3 lapis : - lapisan terluar terdiri dari lamelafibro kolagen yang berjalan menyilang konsentris mengelilingi nukleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per (coiled spring) lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus daerah transisi 2. Nukleus pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglican (hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis. Nukleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan/beban. Pada diskus yang sehat, bila mendapat tekanan maka nukleus pulposus menyalurkan gaya tekan ke segala arah dengan sama besar (Gambar 2A). Penurunan kadar air nukleus mengurangi fungsinya sebagai bantalan, sehingga bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke anulus secara asimetris akibatnya bisa terjadi cedera atau robekan pada anulus. (Gambar 2B dan C) Sebagian besar HNP terjadi pada L4-5 dan L5-S1 karena : 1. Daerah lumbal, khususnya L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu menyangga berat badan. 2. Mobilitas derah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi. 3. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus.

Diskus lumbalis agak tebal, dan permukaan vertebra di dekatnya adalah datar. Bila terjadi degenerasi, dapat terjadi protrusi diskus atau bahkan prolapsus diskus yang secara langsung membahayakan radiks spinalis dan ganglion. Osteokondrosis yang mempersempit ruang intervertebralis, juga akan mengurangi lumina foramen intervertebralis, sehingga mencentuskan nyeri radikular. Diskus pada daerah lumalis menyebabkan iritasi radiks saraf yang terasa sebagai nyeri dan parestesia pada segmen yang berkaitan. Kerusakan yang lebih berat menyebabkan defisit sensorik dan motorik segmental. Sindrom lesi yang terbatas pada masing-masing radiks lumbalis (lihat gambar 6) : - L3 : Nyeri, kemungkinan parestesia pada dermatom L3, paresis otot kuadriseps femoris, refleks tendon kuadriseps (refleks patela) menurun atau menghilang. - L4 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L4, paresis otot kuadriseps dan tibialis anterior, refleks patela berkurang. - L5 : Nyeri, kemungkinanparestesia atau hipalgesia pada dermatom L5, paresis dan kemungkinan atrofi otot ekstensor halusis longus dan digitorum brevis, tidak ada refleks tibialis posterior. - S1 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom S1, paresis otot peronealis dan triseps surae, hilangnya refleks triseps surae (refleks tendon Achilles). Nyeri skiatik dari iritasi radikular dapat menghilang secara tiba-tiba dan digantikan oleh paresis motorik atau hilangnya sensorik, ini menandakan bahwa serat radikularis tidak dapat berkonduksi lagi. Diindikasikan terapi bedah segera dari radiks yang terlibat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002 2. Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000. 3. Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998. 4. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996. 5. Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996. 6. Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993

Anda mungkin juga menyukai