Anda di halaman 1dari 22

II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laguna

Laguna adalah bentuk teluk semi tertutup yang merupakan salah satu tipe dari perairan estuaria. Pada perairan laguna terjadi pertemuan serta percampuran antara air tawar dan air laut yang mengakibatkan hubungan bebas antara laut dengan sumber air tawar (Nybakken, 1992). Laguna ditandai oleh fluktuasi yang besar pada salinitas, suhu, dan kecerahan, dibandingkan perairan laut atau tawar, sehingga sangat mempengaruhi biota yang hidup di perairan tersebut (Asadi, 2006). Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) esturia umumnya memiliki keragaman faktor-faktor lingkungan yang lebih besar daripada laut lepas, baik musiman maupun geografik. Hal ini berkaitan dengan perairan laguna atau estuaria yang dangkal dan letaknya dekat dengan aliran sungai dari daratan (Asadi, 2006). Romimohtarto dan Juwana (1999) menyatakan bahwa pengaruh cahaya pada daerah laguna atau estuaria sangat besar, lebih besar daripada di bagian laut lainnya, kecuali air permukaan laut bebas. Faktor ini memberikan pengaruh terhadap tumbuhan-tumbuhan air, termasuk fitoplankton yang ada di perairan laguna atau estuaria. Hal tersebut dikarenakan tumbuhan sangat membutuhkan cahaya

matahari untuk mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa organik dalam proses fotositesis (Asadi, 2006). Faktor utama yang mempengaruhi perairan laguna selain cahaya, adalah salinitas. Salinitas dapat menentukan komposisi utama dan produktivitas biota yang ada di laguna. Siklus pergantian air di laguna sehari-hari sangat dipengaruhi oleh pasang surut yang terjadi (Ketchum, 1992 dalam Siregar et al., 2005). Nybakken (1992) menyatakan bahwa perairan laguna kaya akan unsur hara, karena disebabkan oleh adanya akumulasi bahan organik dan anorganik yang berasal dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai (run off). 2.2 Terminologi Plankton Plankton merupakan istilah umum untuk biota yang hidup terhanyut, melayang atau mengambang dalam air secara bebas di daerah pelagik, kemampuan geraknya sangat terbatas atau

penyaebarannya cenderung lebih banyak diatur oleh pergerakan air, seperti arus, gelombang dan lain sebagainya (Arinardi et al, 1997). Secara garis besar plankton dibedakan atas fitoplankton (plankton tumbuhan) dan zooplankton (plankton hewan).

Fitoplankton terdiri dari algae mikroskopik dan bakteria, dapat berbentuk sel tunggal, koloni atau rangkaian sel. Sebagian besar fitoplankton dapat melakukan proses fotosintesis dan merupakan
9

mangsa bagi zooplankton dan hewan akuatik lainnya. Fitoplankton dilaut umumnya didominasai oleh diatom, dinoflagellata,,

coccolithophore dan criptomonas. Sedangkan zooplankton terdiri dari berbagai jenis hewan mulai dari Fillum Protozoa (hewan bersel tunggal) hingga Fillum Chordata (hewan bertulang belakang). Zooplankton dikelompokan atas berbagai faktor seperti ukuran, habitat, distribusi maupun daur hidupnya. Kelompok zooplankton berdasarkan daur hidupnya dibedakan menjadi holoplankton dan meroploankton (Arinardi, 1997). Tabel 1. Pengelompokan plankton berdasarkan ukuran menurut Dussart (1965) dalam omori dan ikeda (1984) N o 1 2 Kelompok Ultrananoplankt on Nanoplankton Ukuran < 2 m 2 m-20 m Organisme bakteri bebas

fungi,flagellate kecil, diatom kecil 3 Mikroplankton 20 m - 200 m spesies fitoplankton, foraminifera, cilliata, rotifer 4 Mesoplankton 200 m - 2mm cladocera, nauplius copepoda, larva 5 Makroplankton 2 mm 20 mm Pteropoda, copepod dewasa, euphausiida, chaetognata 6 Mikronekton 20 mm 200 chepalopoda, euphausiida, mm sergestida, myctophida 7 Megaloplankton > 200mm scyphozoa, thaliacea * : Kelompok 1-3 merupakan plankton yang diperoleh dengan menggunakan botol sampel, sedangkan kelompok 4-6 menggunakan plankton net.

10

2.3. Tinjauan Umum Zooplankton Plankton yang bersifat hewani sangat beranekaragam dan terdiri dari bermacam-macam larva dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh fillum-fillum hewan. Zooplankton tidak dapat menghasilkan zat-zat organik dari zat anorganik. Oleh karenanya zooplankton harus mendapatkan bahan-bahan organik dari makanannya. Hal ini dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dari tumbuh-tumbuhan. Zooplankton yang bersifat herbivora akan memanfaatkan mereka secara tidak langsung yaitu dengan memakan golongan herbivora atau karnivora yang lain (Hutabarat, 1989). Berdasarkan daur hidup zooplankton dibedakan berdasarkan holoplankton dan meroplankton. Holoplankton (plankton permanen) merupakan plankton yang seluruh daur hidupnya bersifat

planktonik, artinya adalah biota laut yang hidup sebagai plankton dari lahir sampai mati. Jadi jika larva tersebut berasal dari induknya yang planktonik, maka jika larva tersebut bermetamorfosis menjadi hewan muda dan kemudian menjadi dewasa ia tetap hidup sebagai plankton. Holoplankton meliputu plankton udang atau Euphausiid, Cladocera, Ostracoda dan Copepoda. Selain itu terdapat pula
11

kelompok yang berupa ubur-ubur dan sebangsanya, Siphonophora, Ctenophora dan Chaetognata (Romimohtarto, 2004). Meroplankton (temporal plankton) merupakan plankton yang hidupnya sebagai plankton hanya sebagian dari daur hidupnya (terdiri dari larva invertebrata bentik, seperti trokhofor, veliger, nauplius teritip, larva echinodermata). Romimohtarto (2004) menyatakan meroplankton sebenarnya merupakan salah satu fase atau tingkat perkembangan dari daur hidup avertebrata dan ikan. Bentuknya sangat berbeda dari bentuk induk, juga pada tahap plankton mereka berganti bentuk beberapa kali, sebelum menjadi anak hewan dan hewan dewasa. Kebanyakan benthos, dan banyak nekton (ikan) dalam fase larva bentuknya kecil sekali dan tergabung menjadi plankton yang dalam waktu tertentu sebelum menetap didasar atau menjadi organism yang bebas melayang. Selanjutnya Odum (1971)

menjelaskan bahwa meroplankton secara musiman berbeda-beda tergantung kepada kebiasaan bertelur induknya, namun cukup terdapat tumpang tindih untuk memastikan sejumlah meroplankton pada setiap musim. 2.4. Zooplankton dalam rantai makanan Plankton sangat penting bagi organisme di laut. Plankton merupakan salah satu komponen dalam mata rantai makanan di

12

ekosisten perairan. Dasar pertama dari mata rantai tersebut adalah fitoplankton sebagai produktivitas primer di laut karena dapat membentuk zat organik sendiri, selanjutnya diikuti oleh hewan herbivora. Zooplankton menempati tingkatan kedua, tiga dan empat serta penyusun bagian terbesar pada produktivitas sekunder (Bougis, 1976 ; Arinardi, 1977). Zooplankton herbivora mempunyai peranan yang penting dalam proses ini, karena mereka adalah penghubung antara produsen dengan hewan-hewan pada tingkat tropik yang lebih tinggi (Tait, 1981). Suatu penelitian pada jenis-jenis ikan di beberapa tempat di dunia menunjukan banyak ikan pelagik dan hamper semua anak ikan merupakan pemakan plankton. Telah terbukti di beberapa

perairan bahwa ada suatu korelasi positif antara densitas plankton dan densitas populasi ikan pemakan plankton. Sehingga di negaranegara yang perikanannya sudah maju, data plankton dan hidrologi banyak digunakan untuk tujuan penangkapan ikan (Arinardi, 1977). Sebaran plankton herbivora sangat tergantung pada

fitoplankton, dimana terdapat pemusatan fitoplankton diharapkan terjadi kelimpahan zooplankton zat hara pemakannya. mendorong Pada musim

penghujan

banyaknya

melimpahnya

fitoplankton yang merupakan makanan zooplankton herbivora,

13

kelimpahan

herbivora

itu

pula

yang

mendorong

kelimpahan

zooplankton karnivora (Romimohtarto, 1982).

Gambar

1. Jaring-jaring makanan organisme perairan (sumber : Stewart (2004))

mikroskopik

di

Levinton (1982) menyatakan bahwa apabila pemangsaan fitoplankton lebih besar dari pertumbuhannya maka zooplankton akan memangsa fitoplankton sampai habis, karena fitoplankton mempunyai jangka waktu hidup yang lebih pendek dari

14

zooplankton.

Berkurangnya

fitoplankton

akan

mengakibatkan

ketidakstabilan dari komunitas planktonik di laut sehingga akan menyebabkan naik turunnya populasi zooplankton.

2.5. Distribusi Horisontal dan Vertikal dari Zooplankton Plankton di perairan laut tidak hidup secara menyebar

melainkan hidup secara berkelompok (patchiness) (Arianardi et al., 1996). Pengelompokan plankton dapat terjadi pada jarak kurang dari 20 meter (berskala kecil) atau dapat juga mencapai beberapa kilometer (berskala besar). Pengelompokkan tersebut sebagian besar diakibatkan karena adanya proses fisika dan kimia di perairan pantai. Oleh karena itu distribusi pengelompokkan plankton secara horisontal lebih sering dijumpai di perairan neritik, terutama pada perairan yang dipengaruhi oleh perairan payau (estuaria) daripada perairan oseanik (Asadi, 2006). Distribusi zooplankton secara vertikal biasanya tergantung pada fitoplankton adalah fakta yang umum karena zooplankton adalah organisme holozoik yaitu mendapatkan makanan dengan cara memakan. Dalam hal ini zooplankton herbivora memakan

15

fitoplankton,

sedangkan

zooplankton

karnivora

memakan

zooplankton herbivora. Zooplankton terkumpul pada zona fotik, dimana di zona ini terdapat fitoplankton yang mendapatkan cahaya matahari dan nutrien yang cukup untuk melakukan proses

fotositesis. Sebaran zooplankton secara vertikal dipengaruhi oleh keberadaan fitoplankton dan beberapa faktor fisika dan kimia. Faktor tersebut diantaranya adalah intesitas cahaya matahari, kepekaan terhadap perubahan salinitas, arus, densitas air dan nutrien (Arianardi et al., 1996). 2.5.1. Kelimpahan Zooplankton

Kelimpahan plankton merupakan jumlah individu plankton per satuan luas atau volume (Odum, 1971). Menurut Chapman dan Chapman tergantung banyaknya Kelimpahan (1973) pada kelimpahan reproduksi, matahari pada plankton proses dan suatu pada suatu perairan

fotosintesis, tersedianya perairan

temperatur, unsur hara. banyak

cahaya plankton

sedikit

menggambarkan tingkat kesuburan perairan tersebut. Perairan dikatakan mempunyai kesuburan yang baik, apabila nilai

kelimpahannya rendah dan nilai indeks keragamannya tinggi. Perairan yang dikatakan kurang subur, apabila nilai kelimpahannya tinggi dan nilai indeks keragamannya rendah (Odum, 1971).

16

2.5.2 Indeks Keragaman Keragaman merupakan pembeda di antara anggota-anggota suatu kelompok (Mc. Naughton dan Wolf, 1990). Keragaman jenis merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas organisme biologisnya dan dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keragaman tinggi apabila komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan yang sama atau hampir sama, sebaliknya jika

komunitas disusun dengan sangat sedikit jenis dan hanya sedikit jenis yang dominan maka keragaman jenisnya rendah. Berikut adalah tabel kriteria indeks keragaman: Tabel 2. Kriteria Indeks Keragaman (Stim, 1981 dalam Pirzan et al., 2008) Indeks Keragaman (H) >3 1 < H < 3 <1 Kriteria Stabilitas komunitas biota stabil (prima) Stabilitas (moderat) komunitas biota sedang

Stabilitas komunitas biota tidak stabil (rendah)

2.5.3 Indeks Dominansi Indeks dominansi (D) digunakan untuk mengetahui nilai dari dominasi suatu biota di suatu
17

perairan.

Artinya,

indeks ini

memberikan gambaran terhadap biota yang dominan di stasiun pengamatan, dan umumnya masih menyangkut dengan indeks kelimpahan. Jika indeks kelimpahan tinggi, berarti indeks

dominasinya juga tinggi (Romimohtarto dan Juwana 1999). Indeks Dominansi juga dapat mengetahui pengaruh kualitas lingkungan terhadap mengenai komunitas jenis zooplankton yang dan memperoleh informasi suatu

zooplankton

mendominasi

pada

komunitas pada tiap habitat (Ludwig and Reynold, 1988). Pengaruh zooplankton kualitas lingkungan terhadap tergantung kelimpahan pada jenis

selalu

berbeda-beda

zooplanktonnya, karena tiap jenis zooplankton memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya. Untuk

menginterpretasikan nilai indeks dominansi, Odum (1971) membagi kriteria indeks dominansi menjadi dua kriteria yang terdiri dari: 1. D = 0, berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi atau struktur komunitas dalam keadaan stabil 2. D = 1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainya atau struktur komunitas dalam keadaan labil. 2.5.4 Indeks Kemerataan Indeks kemerataan adalah perbandingan antara nilai indeks keragaman dan keragaman maksimum yang dinyatakan sebagai
18

keseragaman populasi. Indeks ini menunjukan pola sebaran biota, yaitu merata atau tidak. Indeks kemerataan disimbolkan dengan huruf E, dimana nilai indeks kemerataan berkisar antara 0-1. Nilai E = 0 berarti kemerataan antar spesies rendah, sehingga distribusi antar spesiesnya tidak seragam. E = 1, menyatakan bahwa distribusi antar spesies relatif seragam (Odum, 1971).

2.6. Faktor Fisika dan Kimia Air Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran zooplankton di perairan yaitu sinar matahari, arus, oksigen terlarut, suhu, salinitas, pH, kandungan zat hara (Odum, 1971), upwelling, kedalaman perairan, kegiatan grazing dan adanya percampuran dua massa air (Davis, 1955 ;Wickstead, 1965). 2.6.1. Temperatur Temperatur atau suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme (Nybakken, 1988). Koesoebiono (1980) menyatakan bahwa suhu air laut pada umumnya dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya, seperti iklim dan cuaca di daerah perairan tersebut.
19

Suhu dapat berperan (meskipun bukan satu-satunya faktor) dalam penentuan suksesi jenis disuatu perairan (Raymont, 1963). Suhu air laut terutama di lapisan permukaan sangat tergantung pada jumlah panas yang diterima dari matahari. Suhu menurun secara teratur sesuai dengan pertambahan kedalaman (Hutagalung, 1988). Levinton (1982) menyatakan bahwa semua organisme laut kecuali mamalia bersifat poikilothermik yaitu tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Selama hidupnya suhu tubuh organisme perairan sangat tergantung pada suhu air laut tempat hidupnya. Oleh karena itu adanya perubaha suhu air laut akan membawa akibat yang kurang menguntungkan bagi organisme perairan (Hutagalung, 1988). Suhu air laut merupakan kontrol utama dari distribusi dan aktivitas dari organisme laut. Suhu air laut di daerah tropis umumnya berkisar antara 20 C 30 C (Hardy, 1970 ; Tait, 1981 ; Nontji, 1987). Zooplankton yang dapat mentolerir kisaran suhu yang sangat luas disebut eurythermal dan yang mentolerir kisaran suhu sempit disebut stenothermal (Odum, 1971). Pada umumnya kisaran suhu yang dapat ditolerir oleh organisme laut sangat kecil (Kinne, 1963). 2.6.2. Salinitas
20

Odum mempengaruhi

(1971)

menyatakan

bahwa

salinitas baik

akan secara

penyebaran

organisme

perairan

horisontal maupun vertikal, dengan demikian akan berpengaruh terhadap susunan plankton, selain itu variasi salinitas di daerah estuari (pada teluk dan muara) sangat bervariasi menurut

musimnya. Organisme yang hidup di lautan terbuka biasanya stenohaline, yaitu memiliki batas toleransi terhadap yang kecil untuk perubahan salinitas. Sedangkan organisme pada perairan air payau biasanya euryhaline, artinya memiliki toleraansi yang tinggi terhadap perubahan salinitas. Toleransi organisme perairan laut terhadap salinitas

tergantung pada tingkatan umur, tingkat dalam siklus hidup dan jenis kelamin (Kinne, 1963). Variasi salinitas air laut dapat mempengaruhi organisme laut melalui perubahan dalam berat jenis air laut dan lewat perubahan dalam tekanan osmotik (Koesoebiono, 1981). Arinardi dan Adnan (1980) menyatakan ada hubungan antara banyaknya plankton dan salinitas. Pada perairan yang letaknya dekat dengan pantai memiliki salinitas lebih rendah sehingga banyaknya plankton lebih tinggi daripada perairan yang letaknya jauh dari pantai yang bersalinitas tinggi. Kisaran salinitas di

21

permukaan air laut adalah 31 37 0/00, sedangkan salinitas yang baik untuk pertumbuhan plankton berkisar antara 25 35 (Hardy, 1970).
0

/00

Tabel 3. Tipe perairan berdasarkan kisaran salinitas (Sumber : Koesoebiono, 1989) Tipe perairan Tawar Payau oligohaline Payau mesohaline Payau polihaline Laut oligohaline Laut mesohaline Laut polihaline Laut hipersaline Salinitas 0 - 0,5 0,5 - 3,0 3,0 - 10,0 10,0 - 17,0 17,0 - 30,0 30,0 - 34,0 34,0 - 38,0 > 38

2.6.3. Cahaya

22

Bagi

zooplankton

cahaya

mempunyai

pengaruh

tidak

langsung, dimana sumber energi berasal dari cahaya matahari yang kemudian digunakan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis. Seperti diketahui fitoplankton akan menjadi sumber makanan bagi zooplankton diperairan. Banyaknya cahaya matahari yang

menembus permukaan perairan dan menerangi lapisan permukaan setiap hari memegang peranan penting dalam menentukan

pertumbuhan fitoplankton. (Romimohtarto, 2004) Selain menjadi faktor yang mempengaruhi keberadaan

zooplankton, cahaya juga merupakan perangsang utama penyebab migrasi secara vertikal zooplankton (Nybakken, 1988). Keruhnya suatu perairan yang diakibatkan karena terdapatnya partikelpartikel yang melayang akan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya ke dalam perairan. Kekeruhan air sebagai akibat partikelpartikel tanah seringkali merupakan faktor pembatas utama bagi perkembangan jasad nabati di perairan. Sebaliknya jika kekeruhan ini disebabkan karena banyaknya air jasad-jasad merupakan hidup, indeks maka bagi

pengukuran

terhadap

kecerahan

produktivitasnya (Odum, 1971). Selain untuk fotosintesa, cahaya berkaitan pula dengan tingkah laku zooplankton. Ruaya siangmalam telah banyak diketahui terjadi pada zooplankton yakni

23

berada pada lapisan bawah pada siang hari dan berada pada lapisan atas pada malam hari. 2.6.4. Arus

Arus adalah air yang berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dalam lingkungan perairan. Arus sangat berpengaruh terhadap pergerakan dan distribusi zooplankton pada suatu perairan. Adanya perpindahan massa air ini akan mempengaruhi sebaran dari plankton (Raymont, 1963). Odum (1971) menyatakan bahwa zooplankton adalah organisme yang hidup bebas dalam air dan pergerakannya tergantung pada arus air. Perbedaan antara arus di lapisan dasar dengan di permukaan menyebabkan penyebaran zooplankton yang tidak merata di suatu perairan (Wickstead, 1965). Arus di perairan akan membantu perpindahan massa air termasuk didalamnya jasad renik yang tidak mempunyai kemampuan untuk berenang. Arus akan menyebabkan massa air di lapisan permukaan terbawa mengalir, dimana di laut terbuka arah dan kekuatan arus di lapangan permukaan sangat dipengaruhi oleh angin (Nontji, 1993). Untuk daerah muara sungai penyebab terjadinya arus adalah besarnya masukan air dari sungai dan pasang surut di daerah tersebut, sehingga kecepatan dan arah arus senantiasa berubah-ubah (Perkins, 1974). Hal ini diperkuat
24

oleh

Davis

(1955)

yang

menyatakan

bahwa

arus

dapat

menyebabkan perpindahan plankton. 2.6.5. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut adalah konsentrasi gas yang terlarut dalam air yang berasal dari hasil proses fotosintesis oleh fitoplankton atau oleh tumbuhan air dan difusi udara (APHA, 1995). Lebih lanjut Welch (1980) menjelaskan bahwa kelarutan oksigen di perairan sungai dipengaruhi oleh adanya aliran air masuk, air hujan dan hasil dari fotosintesis fitoplankton dan tunbuhan air lainnya. Masuknya air tawar adan air laut secara teratur ke daerah laguna yang merupakan perairan dangkal serta terjadinya proses pengadukan oleh angin mempengaruhi ketersediaan oksigen dalam kolom air yang dibutuhkan oleh organisme perairan. Kelarutan oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, maka jumlah oksigen terlarut dalam air akan bervariasi sesuai dengan variasi parameter tersebut (Nybakken, 1992). Ditinjau dari segi ekosistem, kadar oksigen terlarut menentukan kecepatan metabolisme dan respirasi sehingga sangat penting bagi

kelangsungan dan pertumbuhan organisme air (Sachlan, 1988). 2.6.6. TSS (Total Suspended Solid)

25

Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 m. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Bahan-bahan tersuspensi dalam perairan alami tidak bersifat toksik, namun jika berlebihan akan menghambat penetrasi cahaya

matahari ke kolom perairan dan akhirnya akan berpengaruh terhadap fotosintesis perairan. Kondisi ini akan mengurangi

pasokan oksigen terlarut dalam badan air (Effendi, 2003). Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan

kecerahan air. Kekeruhan Segara Anakan di bagian barat, terutama di muara Sungai Citanduy sangat tinggi. Hal ini disebabkan partikel lumpur dan sampah yang terbawa massa air Sungai Citanduy, akan terdistribusi ke perairan laguna dan pada saat air laut pasang terdorong ke arah timur sampai dengan perairan sebelah timur Motean (Saputra, 2003). Menurut Siregar et al. (2005) kandungan TSS di Segara Anakan sebesar 436 - 1029 mg/L dengan rata-rata sebesar 739 mg/L. Nilai TSS yang tinggi akan menyebabkan respirasi organisme terganggu dan akan menurunkan nilai guna

26

suatu perairan. Kisaran TSS bagi kehidupan organisme akuatik dalam perairan adalah 150-200 mg/L (BSN, 2006). 2.6.7. Derajat Keasaman (pH) Menurut Saeni (1987) pH di suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Derajat

keasaman (pH) di daerah estuari menunjukan variable yang lebih besar daripada di laut terbuka. Dalam keadaan yang tidak terpolusi pH di muara berkisar antara 6,8 9,2. Di lapisan permukaan pH lebih besar daripada di dasar perairan. Pada saat pasang dan musim panas pH akan mencapai nilai maksimum (Perkins, 1974). Arinardi (1978) mengatakan bahwa pada perairan estuari variasi pH tidak terlalu besar, hal ini disebabkan karena air laut merupakan penyanggah (buffer) yang baik terhadap keadaan asam atau basa yang disebabkan datangnya air tawar dari sungai. Batas pH yang masih mampu ditolerir oleh organisme perairan adalah 4 11 (Mintardjo, 1985). Tait (1972) menyatakan bahwa pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan biota dalam suatu perairan. Lebih lanjut dinyatakan pH optimum untuk pertumbuhan zooplankton adalah berkisar antara 5,6 9,4. Selanjutnya dijelaskan bahwa derajat keasaman air berpengaruh terhadap pertumbuhan

27

hewan maupun tumbuhan di perairan dan digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan perairan sebagai lingkungan hidup biota. 2.6.8. Nutrien

Zat-zat anorganik utama yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang biak plankton adalah nitrogen dalam bentuk nitrat dan fosfor dalam bentuk fosfat. Zat hara teutama nitrat dan fosfat di perairan berasal dari aliran perairan dan berasal dari darat melalui sungai.

Tabel 4. Kriteria kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfat (Sumber : Joshimura, 1969 dalam Nugroho, 1995) Kesuburan perairan Rendah Cukup Baik Sangat baik Sangat baik sekali Kandungan fosfat (mg/L) 00000 0,020 0,0210 0,050 0,0510 0,100 0,1010 0,200 > 0,200

28

Zat hara lain mungkin diperlukan bagi pertumbuhan plankton namun dalam jumlah yang sangat kecil karena pengaruhnya terhadap kepadatan fitoplankton tidak sebesar nitrat dan fosfat (Nybakken, 1988). Zooplankton tidak dapat memproduksi zat organik dari zat anorganik sehingga harus mendapatkan tambahan bahan organik dari makanannya yaitu dengan cara memakan fitoplankton (Hutabarat, 1989). Karena fitoplankton akan

dimanfaatkan oleh zooplankton sebagai makanannya maka secara tidak langsung nutrien akan mempengaruhi keberadaan

zooplankton.

29

Anda mungkin juga menyukai