Anda di halaman 1dari 14

Tugas TimeSeries

Estimasi Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) pada Data IHSG 2008

Disusun Oleh :

Rizki Amalia Puji Santosa 09.6114 28 3SE1

Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta 2012

IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)


1. IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) a. IHSG dengan data level

Dari plot data ihsg diatas terlihat bahwa ihsg tidak stationer. Karena pada grafik tersebut, ihsg memiliki tren, sehingga perlu dilakukan pengujian dengan melakukan Unit Root Test dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller Test.

: : Dengan

(Data tidak stasioner) (Data stasioner) maka tolak jika

Keputusan : Tidak Tolak untuk nilai kritis sebesar 1%, 5%, maupun 10% karena karena

Kesimpulan : Pada Unit Root Test dengan menggunakan metode Augmented Dickey-Fuller Test dengan tingkat keyakinan 99%, 95%, dan 90%. Menunjukkan bahwa data IHSG pada tahun 2008 yang berbentuk data level tidak stationer sehingga harus dilakukan differencing data IHSG. b. IHSG first difference

Dari grafik data ihsg pada differencing pertama diatas terlihat bahwa data ihsg sudah tidak memiliki tren yang berarti data tersebut sudah stationer. Untuk selanjutnya dilakukan pengujian dengan melakukan Unit Root Test dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller Test.

: : Dengan Keputusan : Tolak

(Data tidak stasioner) (Data stasioner) maka tolak jika

untuk nilai kritis sebesar 1%, 5%, maupun 10% karena

Kesimpulan : Pada Unit Root Test dengan menggunakan metode Augmented Dickey-Fuller Test dengan tingkat keyakinan 99%, 95%, dan 90%. Menunjukkan bahwa data IHSG pada difference pertama pada tahun 2008 telah stationer Penentuan nilai d (differencing) telah dilakukan pada bagian sebelumnya, dengan nilai d sebesar 1. Hal ini disebabkan bahwa data awal yang sebelumnya tidak stasioner dapat ditransformasi menjadi stasioner dengan menggunakan proses pembedaan sebesar 1. Sehingga nilai dari d pada model ARIMA IHSG adalah 1, oleh karena itu model ARIMA yang mungkin adalah ARIMA(p,1,q). Untuk menentukan nilai dari p dan q maka kita dapat melihat dari Correlogram.

Rk = 0 Z /2 (1/ n)
Dimana : Z n
/2

= nilai variabel normal standar dengan tingkat keyakinan (1- ) = banyaknya observasi, pada model ini biasanya digunakan n besar, minimal jumlah observasi sebesar 72. Rk = 0 1,96 (1/ 241) = 0,126254698

Dari perhitungan diatas dapat terlihat ada satu koefisien yang signifikan yaitu pada lag 1. Dengan menggunakan taraf signifikansi =5% dan banyaknya observasi (n=241) maka batas intervalnya adalah 0 1,96 / (241) atau 0 0,126. Sehingga koefisien otokorelasi parsial pada lag 1 secara statistik berbeda dari nol atau melebihi confidence limit yaitu rk (lag 1) = 0,167 > 0,126. Sehingga ordo p dan q yang mungkin adalah 1. Kombinasi model ARIMA yang mungkin: ARIMA (1,1,0), ARIMA (1,1,1), ARIMA (0,1,1). Selanjutnya adalah melakukan penentuan model terbaik.

c. Pemilihan Model yang terbaik ARIMA (1,1,0)

ARIMA (0,1,1)

ARIMA (1, 1, 1)

Tinjau ketiga nilai ARIMA(1, 1, 0), ARIMA(0, 1, 1), dan ARIMA (1,1,1) Pertama, meninjau signifikansi model tersebut, H0 = prob (model) > p-value (0,05) H1 = prob (model) < p-value (0,05) Dengan (0,05) Kedua, Kita akan membandingkan nilai ketiga tabel tersebut kita akan membandingkan nilai R2adj , dan nilai SSE, untuk kedua nilai tersebut yang memiliki nilai yang terbesar maka model itulah yang terpilih. maka tolak jika prob (model) < p-value

1. ARIMA (1, 1, 0) R2adj = 0,024183 SSE = 514072,9 Prob(model) = 0,0091 Keputusan : Tolak untuk nilai kritis sebesar 5% karena prob (model) < p-value (0,05)

Kesimpulan : Dengan menggunakan model ARIMA (1, 1, 0) dengan tingkat kepercayaan 95%, Menunjukkan bahwa Autoregressive dengan ordo 1 berpengaruh signifikan terhadap model 2. ARIMA (0, 1, 1) R2adj = 0,021985 SSE = 515360,0 Prob(model) = 0,0175 Keputusan : Tolak Kesimpulan : Dengan menggunakan model ARIMA (0, 1, 1) dengan tingkat kepercayaan 95%, Menunjukkan bahwa Moving Average dengan ordo 1 berpengaruh signifikan terhadap model 3. ARIMA (1, 1, 1) R2adj = 0,020088 SSE = 514061,2 Prob(model AR (1)) = 0,6133 Prob(model MA (1)) = 0,9535 Keputusan : Tidak Tolak (0,05) Kesimpulan : Dengan menggunakan model ARIMA (1, 1, 1) dengan tingkat kepercayaan 95%, Menunjukkan bahwa Autoregressive dan Moving Average dengan ordo 1 tidak berpengaruh signifikan terhadap model untuk nilai kritis sebesar 5% karena prob (model) > p-value untuk nilai kritis sebesar 5% karena prob (model) < p-value (0,05)

Keputusan
Model yang terbaik adalah ARIMA (1, 1, 0) karena model AR(1) signifikan dan memiliki nilai SSE dan R2adj palling besar diantar ketiga model lainnya.

Return Saham
1. Return Saham. A.

Dari grafik data return saham diatas terlihat bahwa data return saham tidak memiliki tren yang berarti data tersebut sudah stationer. Untuk selanjutnya dilakukan pengujian dengan melakukan Unit Root Test dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller Test.

: :

(Data tidak stasioner) (Data stasioner)

Dengan Keputusan : Tolak

maka tolak

jika

untuk nilai kritis sebesar 1%, 5%, maupun 10% karena karena

Kesimpulan : Pada Unit Root Test dengan menggunakan metode Augmented Dickey-Fuller Test dengan tingkat keyakinan 99%, 95%, dan 90%. Menunjukkan bahwa data return saham pada level tahun 2008 telah stationer Penentuan nilai d (differencing) telah dilakukan pada bagian sebelumnya, yaitu nilai d sebesar 0 karena data return saham sudah stationer pada level. Oleh karena itu model ARIMA yang mungkin adalah ARIMA(p,0,q). Untuk menentukan nilai dari p dan q maka kita dapat melihat dari Correlogram.

Rk = 0 Z /2 (1/ n) Dimana : Z n
/2

= nilai variabel normal standar dengan tingkat keyakinan (1- ) = banyaknya observasi, pada model ini biasanya digunakan n besar, minimal jumlah observasi sebesar 72. Rk = 0 1,96 (1/ 241) = 0,126254698

Dari perhitungan diatas dapat terlihat ada satu koefisien yang signifikan yaitu pada lag 1. Dengan menggunakan taraf signifikansi =5% dan banyaknya observasi (n=241) maka batas intervalnya adalah 0 1,96 / (241) atau 0 0,126. Sehingga koefisien otokorelasi parsial pada lag 1 secara statistik berbeda dari nol atau melebihi confidence limit yaitu rk (lag 1) = 0,223 > 0,126. Sehingga ordo p dan q yang mungkin adalah 1. Kombinasi model ARIMA yang mungkin: ARIMA (1,0,0), ARIMA (1,0,1), ARIMA (0,0,1). Selanjutnya adalah melakukan penentuan model terbaik. b. Pemilihan Model yang terbaik ARIMA (1, 0, 0)

ARIMA (0, 0, 1)

ARIMA (1, 0, 1)

Tinjau ketiga nilai ARIMA(1, 0, 0), ARIMA(0, 0, 1), dan ARIMA (1,0,1) Pertama, meninjau signifikansi model tersebut, H0 = prob (model) > p-value (0,05) H1 = prob (model) < p-value (0,05) Dengan (0,05) Kedua, Kita akan membandingkan nilai ketiga tabel tersebut kita akan membandingkan nilai R2adj , dan nilai SSE, untuk kedua nilai tersebut yang memiliki nilai yang terbesar maka model itulah yang terpilih. maka tolak jika prob (model) < p-value

1. ARIMA (1, 0, 0) R2adj = 0,047191 SSE = 0,144199 Prob(model) = 0,0004 Keputusan : Tolak untuk nilai kritis sebesar 5% karena prob (model) < p-value (0,05)

Kesimpulan : Dengan menggunakan model ARIMA (1, 0, 0) dengan tingkat kepercayaan 95%, Menunjukkan bahwa Autoregressive dengan ordo 1 berpengaruh signifikan terhadap model 2. ARIMA (0, 0, 1) R2adj = 0,038136 SSE = 515360,0 Prob(model) = 0,0042 Keputusan : Tolak Kesimpulan : Dengan menggunakan model ARIMA (0, 0, 1) dengan tingkat kepercayaan 95%, Menunjukkan bahwa Moving Average dengan ordo 1 berpengaruh signifikan terhadap model 3. ARIMA (1, 0, 1) R2adj = 0,044808 SSE = 0,143952 Prob(model AR (1)) = 0,1839 Prob(model MA (1)) = 0,6504 Keputusan : Tidak Tolak (0,05) Kesimpulan : Dengan menggunakan model ARIMA (1, 0, 1) dengan tingkat kepercayaan 95%, Menunjukkan bahwa Autoregressive dan Moving Average dengan ordo 1 tidak berpengaruh signifikan terhadap model untuk nilai kritis sebesar 5% karena prob (model) > p-value untuk nilai kritis sebesar 5% karena prob (model) < p-value (0,05)

Keputusan
Model yang terbaik adalah ARIMA (1, 0, 0) karena model AR(1) signifikan dan memiliki nilai SSE dan R2adj palling besar diantar ketiga model lainnya.

Anda mungkin juga menyukai