Anda di halaman 1dari 16

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Sampah menjadi permasalahan besar terutama di kota-kota besar di Indonesia. Menurut data yang dikeluarkan Asisten Deputi Urusan Limbah Domestik, Deputi V Menteri Lingkungan Hidup, pada tahun 1995 hingga tahun 2020 mendatang, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkat lima kali lipat. Setiap penduduk Indonesia menghasilkan sampah rata-rata 0,8 kilogram per kapita per hari, sedangkan pada tahun 2000 produksi sampah per kapita meningkat menjadi 1 kilogram per hari, dan pada tahun 2020 mendatang diperkirakan mencapai 2,1 kilogram per kapita per hari (Ivan dan Ifa, 2007). Dengan perkiraan nilai di atas, sampah semakin menjadi perhatian utama masyarakat dan pemerintah karena dampak negatif yang ditimbulkan cukup luas terutama bagi sektor kesehatan dan lingkungan. Sampah merupakan limbah yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, juga dapat berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan keamanan. Apabila sampah tidak diolah dengan baik, maka akan timbul berbagai macam faktor penyakit seperti serangga dan binatang pengerat (tikus), yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Selain masalah kesehatan, sampah yang tidak diolah dapat menyebabkan terjadinya banjir di berbagai daerah dan kota. Banjir dapat terjadi akibat penumpukan sampah yang diindikasi adanya penyumbatan saluran, parit, gorong-gorong serta sungai. Biogas merupakan salah satu energi yang terbarukan sehingga sangat mungkin untuk diversifikasi energi. Penggunaan biogas dapat mengatasi permasalahan sampah kota. Hal ini mengingat mayoritas sampah kota berasal dari bahan organik yang dapat digunakan untuk bahan baku biogas seperti sampah-sampah sayuran. Upaya mengolah sampah perkotaan menjadi produk yang bermanfaat seperti biogas telah lama dilakukan. Selain dapat digunakan sebagai produk diversifikasi, biogas juga dapat mengatasi permasalahan sampah. Pengubahan sampah menjadi biogas juga
Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

dapat dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTB), meskipun aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari masih sulit diterapkan. Untuk mewujudkan dan merealisasikan pengkonversian sampah kota menjadi biogas, maka diperlukan penelitian guna memproduksi biogas yang berbahan baku sampah. Data sampah yang digunakan sebagai model dalam penelitian ini diperoleh dari TPA di sekitar Pasar Pandansari, Balikpapan. Kalimantan Timur, produksi sampah organik di tempat ini mencapai 17 ton per hari. Berikut adalah grafik komposis sampah di pasar tersebut.

12% 2% 7%

19%

Sayur mudah busuk Buah asam 7% 8%

Buah manis
Serat Umbi-umbian Kayu-kayuan Lain-lain

45%

Gambar 1. Komposisi Sampah di TPA di sekitar Pasar Pandansari, Balikpapan. Kalimantan Timur Melihat data pada grafik di atas, fraksi sampah organik menyumbang komposisi yang cukup besar pada sampah di TPA tersebut. Melihat keadaan demikian maka Pemda Balikpapan mengingnkan adanya pemanfaatan sampah organik Pasar Pandansari menjadi bahan baku biogas oleh karena itu pada penelitian ini mengambil kelompok sayuran mudah busuk sebagai bahan baku utama karena sampah organik ini banyak ditemui di TPA sekitar Pasar Pandansari, Balikpapan, Kalimantan Timur di samping sampah kelompok serat dan buah manis.
Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

Beberapa pembangkit biogas yang dibangun di Pulau Jawa hanya membutuhkan sekitar 8 ton sampah per hari. Potensi sebesar itu dihasilkan dari komoditi pasar yang sering ditemukan pada TPA di sekitar Pasar Pandansari. Selain dari sumber komoditi pasar, jumlah sampah juga disumbang dari sisa aktivitas makan dan minum penghuni pasar dalam hal ini pedagang, pembeli, buruh angkut dan pengelola pasar. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam mengatasi permasalahan sampah dan juga dapat menghasilkan energi alternatif yang ramah lingkungan.

Tujuan Penelitian Tujuan penelit ian ini adalah untuk mengkaji potens fraksi sampah pasar kelompok sayuran busuk sebagai bahan baku biogas serta mepelajari pengaruh variasi komposisi bahan baku terhadap hasil biogas.

Tinjauan Pustaka 1. Biogas Biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam, dan daun-daun hasil sortiran sayur) difermentasi atau mengalami proses metanisasi (Hambali et al. 2007). Menurut Wahyuni (2009) biogas merupakan campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik. Menurut Widodo et al (2006), teknologi biogas di Indonesia telah berkembang sejak lama namun aplikasi penggunaannya sebagai sumber energi alternatif belum berkembang secara luas. Beberapa kendalanya yaitu kekurangan technical expertise, reaktor biogas tidak berfungsi akibat bocor atau kesalahan konstruksi, desain tidak user friendly, penanganan masih secara manual, dan biaya konstruksi yang mahal.

Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

2. Komposisi Biogas Teknologi biogas menghasilkan gas yang sebagian besar mengandung gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta beberapa kandungan gas lain yang jumlahnya kecil diantaranya hidrogen sulfida (H2S) dan ammonia (NH3), hidrogen (H2), dan nitrogen (N2). Pambudi (2008) menyebutkan bahwa energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Kandungan metana yang tinggi mempunyai energi (nilai kalor) yang besar, sedangkan kandungan metana yang rendah mempunyai energi (nilai kalor) yang rendah. Pembentukan gas metan biasanya terjadi pada hari ke 10-14 sebesar 54 % dan karbondioksida (CO2) sebesar 27 %. Selanjutnya biogas dapat dimanfaatkan untuk menyalakan kompor (Wahyuni 2009). Penjelasan mengenai komposisi biogas ditunjukkan oleh tabel berikut: Tabel 1. Komposisi biogas Komponen Metana (CH4) Karbon dioksida (CO2) Karbon monoksida (CO) Nitrogen (N2) Hidrogen (H2) Hidrogen Sulfida (H2S) Oksigen (O2) Sumber: Karellas et.al 2010 Pemanfatan gas metan sebagai sumber energi berperan positif dalam upaya mengatasi masalah global (efek rumah kaca) yang berakibat pada perubahan iklim global. Kesetaraan energi dan pemanfaatannya yang dihasilkan oleh teknologi biogas dalam 1 m3 digambarkan oleh tabel berikut: Jumlah 55-75 % 25-45 % 0- 0,3 % 1-5 % 0-3% 0,1-0,5 % Sedikit

Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

Tabel 2. Kesetaraan biogas dengan energi lain Sumber Energi Elpiji Minyak tanah Minyak solar Bensin Gas kota Kayu bakar Sumber: Wahyuni (2009) Tabel 3. Aplikasi energi biogas Aplikasi Penerangan 1 m3 biogas setara dengan 60-100 watt lampu bohlam Kapasitas 0,46 kg 0,62 liter 0,52 liter 0,80 liter 1,50 m3 3,50 kg

selama 6 jam Memasak dapat memasak 3 jenis masakan untuk keluarga (5-6 orang) Pengganti bahan bakar tenaga 0,7 kg minyak tanah dapat menjalankan satu motor tenaga kuda selama 2 jam Pembangkit tenaga listrik Dapat menghasilkan 1,25 kWh listrik Sumber: Kristifrson dan Bakalders 1991 dalam Hambali (2007) Peningkatan kualitas biogas dapat dilakukan dengan beberapa parameter yaitu menghilangkan hidrogen sulfur, kandungan air, dan karbon dioksida. Hidrogen sulfur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi. Apabila gas ini dibakar, maka akan membentuk senyawa baru bersama oksigen yaitu sulfur dioksida (SO2) atau sulfur trioksida (SO3) dan pada saat yang sama akan membentuk sulfur acid (H 2SO3) yaitu senyawa yang lebih korosif. Konsentrasi hidrogen sulfur yang masih ditoleransi yaitu 5 ppm. Penghilangan karbondioksida bertujuan untuk meningkatkan kualitas
Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

biogas sehingga gas tersebut dapat juga digunakan untuk bahan bakar kendaraan, sedangkan kandungan air berpotensi pada menurunnya titik penyalaan biogas serta dapat menimbulkan korosif (Switenia, dkk 2008). 3. Bahan Baku Biogas Pada umumnya semua bahan organik yang mudah membusuk seperti sampah organik yang memiliki rasio C/N sebesar 8-20, kotoran hewan, serta kotoran manusia dapat dijadikan biogas. Kotoran unggas maupun hewan ternak dipilih karena ketersediaannya yang melimpah, memiliki keseimbangan nutrisi, mudah dicerna, dan relatif dapat diproses secara biologi. Hardyanti (2007) menyebutkan bahwa biogas dengan zat penyusun yang berbeda (variasi bahan baku) akan menghasilkan nilai kalor yang berbeda pula, tergantung pada mutu substrat. Potensi biogas berbagai jenis bahan diperlihatkan oleh Tabel 4. Tabel 4. Produksi biogas dan waktu tinggal dari berbagai bahan Produksi Biogas (L/kg TS) 940 450-530 350-500 250-350 380 300-450 190-220 380 Kadar Metana (%) 53 55-57 50 58 56 57-70 68 56 Waktu Tinggal (hari) 15 20 20 30 20 20 20 25

Bahan

Pisang (buah daun) Rumput Jagung (batang secara keseluruhan) Jerami (dicacah) Tanaman rawa Kotoran ayam Kotoran sapi Sampah (fraksi organik)

Sumber: Arati (2009). Modifikasi.*)TS= total solids/ bahan kering


Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

Bahan baku biogas yang berasal dari sampah buah-buahan dan sayur-sayuran menurut Alvarez dan Liden (2007) didominasi oleh kadar air yang tinggi. Penjelasan mengenai karakteristik dan komposisi kandungan dari sampah tersebut selengkapnya disajikan dalam tabel berikut. Tabel 5. Karakteristik sampah buah dan sayuran Karakteristik Kadar air (%) Kadar Abu (%) TS (%) VS (%) Phosphorus (% of TS) Potasium (% of TS) pH Sumber: Arati (2009). 4. Fermentase Anaerobik Fermentasi anaerob berarti selama proses fermentasi tidak ada udara yang masuk di dalam reaktor. Analognya, proses ini meniru mekanisme proses yang terjadi pada perut binatang yaitu proses pencernaan secara anaerobik. Produk akhir dari proses fermentasi ini adalah gas metana (CH4). Beberapa alasan yang dipakai untuk penggunaan proses anaerobik dalam penanganan limbah antara lain tingginya laju reaksi dibandingkan dengan proses aerobik, kegunaan dari produk akhirnya, stabilisasi dari komponen organik dan memberikan karakteristik tertentu pada daya ikat air produk yang menyebabkan produk dapat dikeringkan dengan mudah (Jenie 1993). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Metcalf dan Eddy (2003) mengenai keuntungan dan kerugian fermentasi anaerob yaitu: Nilai 87,30 0,80 12,70 11,90 0,20 1,60 4,9

Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

Tabel 6. Keuntungan dan kerugian fermentasi anaerobik Keuntungan Energi yang dibutuhkan sedikit Kerugian Membutuhkan waktu pembiakan yang lama Manfaat produk yang dihasilkan Membutuhkan penambahan senyawa alkaline Nutrisi yang dibutuhkan sedikit Tidak mendegradasi senyawa nitrogen dan fosfor Dapat menghasilkan senyawa metana sebagai sumber energi potensial Hanya membutuhkan reaktor dengan volume yang kecil Menghasilkan senyawa yang beracun seperti H2S Sangat sensitif terhadap efek perubahan temperature

5. Bakteri Metanogen Jenie (1993) mengatakan bahwa saat ini telah dikenal berbagai jenis bakteri metana di alam. Namun pengetahuan mengenai mekanisme bakteri metana tersebut dalam proses metabolismenya masih belum terungkap secara rinci. Kesulitannya adalah melakukan pengisolasian dan mengidentifikasi karena karakteristik yang dimilikinya beragam. Bakteri metana yang telah berhasil diidentifikasi terdiri dari empat genus yaitu : a) Methanobacterium, bakteri bentuk batang dan tidak berspora. b) Methanobacillus, bakteri bentuk batang dan berspora. c) Methanococcus, bakteri bentuk kokus yang membelah diri. d) Methanoosarcina, bakteri bentuk sarcina pada sudut 90 dan tumbuh dalam kotak yang terdiri dari 9 sel. Bakteri metanogenik berkembang lambat dan sensitif terhadap perubahan mendadak pada kondisi-kondisi fisik dan kimiawi. Penurunan 2 oC secara mendadak
Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

pada slurry mungkin secara signifikan berpengaruh pada pertumbuhannya dan laju produksi. Tidak hanya itu, tingginya materi pereduksi seperti nitrit atau nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri metanogen. Yani dan Darwis (1990) menerangkan bahwa bakteri metanogen sangat restriktif terhadap alkohol dan asam organik, yang dijadikan sumber karbon. Oksidasi substrat secara tunggal oleh salah satu spesies bakteri seringkali tidak sempurna. Oleh karena itu, produk degradasi parsial dapat dijadikan sumber substrat oleh spesies lainnya untuk pembentukan gas metana. Sejumlah species dan senyawa organik yang dapat berperan sebagai substrat serta produk (senyawa-senyawa) yang dihasilkan terdapat pada Tabel 7. Tabel 7. Spesies bakteri metanogen Bakteri Metanobacterium formicum M. mobilis M. propionicum M. sohngenii M. suboxydans Metanococcus mazei M. vanielii Metanosarcina bakteri CO2 Format H2O + CO2 Propionat Kaproat, Butirat Asetat, Butirat H20 + CO2, Format Substrat CH4 CH4 CO2 + Asetat CH4 CH4 + CO2 Asetat, Propionat CH4 + CO2 Produk

H2O + CO2, Metanol, CH4, CH4, CH4 + Asetat CO2 CH4 + CO2

M. metanica

Butirat

Sumber: Price dan Cheremisinoff (1981)

Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

6. Mekanisme Pembentukan Biogas Secara umum proses pembentukan biogas yaitu fermentasi bahan organik kompleks menjadi gas oleh mikroorganisme anaerob. Berdasarkan aliran bahan baku, reaktor biogas (biodigester) dibedakan menjadi: a) Bak (batch) Pada tipe ini, bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang tertentu) dari awal hingga selesainya proses. Umumnya digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari limbah organik. b) Mengalir (continuous) Untuk tipe ini, aliran bahan baku masuk dan residu keluar pada selang waktu tertentu. Lama bahan baku selama dalam reaktor disebut waktu retensi hidrolik (hydraulic retention time/HRT). Bapat et al. (2006) di dalam Prasetio (2010) menambahkan satu jenis fermentasi yaitu feed batch. Fermentasi feed batch merupakan proses fermentasi dengan penambahan nutrien pada interval waktu tertentu dan tak ada media yang dipindahkan, berbeda dengan fermentasi kontinyu yang dilakukan penambahan feed secara terus-menerus serta produknya dipindahkan secara bersamaan. Menurut Marchaim (1992) penguraian bahan-bahan organik untuk

menghasilkan biogas bergantung pada interaksi yang kompleks beberapa kelompok bakteri yang berbeda. Proses penguraian melewati beberapa tahap yang rumit dan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap sebagai berikut: Tahap 1. Hidrolisis dan Fermentasi Pada fase ini bahan-bahan organik kompleks seperti karbohidrat, protein dan lemak yang tidak mudah larut dihidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti gula-gula sederhana, asam amino, dan asamasam lemak rantai panjang. Dalam hidrolisis ini bahan organik kompleks dikonversi ke dalam bentuk dan ukuran yang dapat melewati dinding sel bakteri untuk digunakan sebagai sumber nutrisi maupun energi. Hidrolisis
Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

10

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

terjadi oleh aktivitas enzim intraseluler hidrolitik. Enzim tersebut dihasilkan dan diekskresikan oleh bakteri hidrolitik. Populasi bakteri ini ada yang obligat anaerob dan ada yang fakultatif anaerob. Tahap 2. Asetogenesis dan dehidrolisis. Komponen monomer (gula, asam amino, dan asam lemak) yang dilepas oleh pemecahan hidrolitik pada tahap pertama, lebih lanjut dikonversi menjadi asam asetat, H2, dan CO2 oleh bakteri asetogenik. Sedangkan sebagian hasil produksi yang berupa asam lemak rantai panjang seperti asam butirat, propionate dan asam laktat juga dikonversi menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik penghasil H2. Tahap 3. Metanogenesis Asam asetat, H2, dan CO2 yang dihasilkan pada tahap kedua menjadi substrat bagi bakteri metanogenik. Bakteri metanogenik menggunakan H2 dengan cepat. Hal ini menjaga konsetrasi H2 berada pada tingkat yang rendah. Pada tahap inilah terbentuk metana (CH4). Metana yang terbentuk tidak larut dalam air dan siap memisah meninggalkan sistem. Selain metana juga dihasilkan CO2 dan limbah berupa lumpur. Hal ini dapat digambarkan dalam persamaan berikut: CH3COOH (Asam asetat) 2CH3CH2OH + (Etanol) CO2 + CO2 4H2 CH4 ( metana) CH4 CH4 + + CO2 (Karbondioksida) 2CH3COOH (Asam Asetat) + 2H2O (air) (Gerardi,2003) Setiap bakteri yang berperan dalam penguraian ini memiliki kebutuhan nutrisi tersendiri untuk menghasilkan gas metana yang optimal. Namun demikian, kebutuhan nutrisi mereka sangat tergantung pada kondisi alami bakteri tersebut. Amoniak
Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

(karbondioksida)

(metana)

(Karbondioksida) (hidrogen)

(metana)

11

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

digunakan bakteri fermentasi sebagai sumber utama nitrogen dalam jumlah sedikit bahkan hampir tidak membutuhkan asam amino, sulfida sebagai sumber sulfur dan heme serta sedikit vitamin B sebagai nutrisi tambahan. 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Teknologi Proses Biogas Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi gas metana yang terbentuk. Faktor-faktor ini harus diperhatikan agar didapatkan konsentrasi gas metana yang tinggi. Rittmann dan McCarty (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut diantaranya temperatur, pH, sistem buffer, retention time, konfigurasi proses, kelarutan gas, ketersediaan nutrien, serta kehadiran komponen toksik dalam proses. Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mendapatkan konsentrasi gas metana secara optimal diantaranya: a) pH/alkalinitas Sebuah digester atau reaktor biogas akan beroperasi dengan baik

apabila pH slurry antara 6,8-7,4. Selama berlangsungnya proses fermentasi, asam lemak volatil (Volatile Fatty Acid) yang dihasilkan oleh bakteri pembentuk asam akan menyebabkan pH di dalam digester turun hingga di bawah 5. Asam tersebut akan menghalangi atau bahkan menghentikan proses degradasi atau proses fermentasi. Oleh karena itu kecepatan produksi asam lemak volatile di dalam digester diupayakan agar lebih rendah daripada kecepatan bakteri metanogen untuk mengubah asam lemak volatil menjadi metana. (Nijaguna,2006) b) Suhu Ada dua jenis bakteri metanogen, yaitu bakteri yang hidup optimal pada suhu 35 atau bakteri mesofilik, dan yang kedua bakteri yang hidup optimal atau bakteri termofilik. Bakteri termopilik cenderung lebih

pada suhu 55

cepat menghasilkan metana daripada bakteri mesofilik, akan tetapi, bakteri mesofilik jauh lebih stabil terhadap fluktuasi suhunya dibanding bakteri
Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

12

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

termofilik (shuler, 1979). Menurut Machaim (1992), fermentasi termofilik memerlukan energi yang lebih besar untuk menaikkan suhu slurry hingga suhu 55 . Karena energi yang dibutuhkan lebih besar termofilik maka produksi biogas pada umumnya dioperasikan pada kisaran suhu mesofilik c) Volatile solid bahan organik Berat padatan organik yang terbakar ketika dipanaskan hingga suhu 538 didefinisikan sebagai volatile solid. Potensi produksi biogas dari bahan organik yang berbeda dapat dihitung berdasarkan kandungan volatile solidnya.(Sathianthan,1979). Menurut Widodo (2008), volatile solid suatu bahan merupakan satu hal penting dalam perancangan reaktor gas karena volatile solid digunakan secara langsung untuk menentukan kepekatan slurry, dan secara tidak langsung untuk menentukan loading rate, kapasitas volume digester, pada akhirnya digunakan untuk menentukan hasil metana. Semakin tinggi volatile solid maka bahan organik semakin banyak yang berarti slurry yang dihasilkan akan semakin pekat. Volatile solid menentukan loading rate pada digester yang disesuaikan dengan volume digester yang dirancang. Semakin besar volume digester maka semakin tinggi loading rate. Hasil biogas sebanding dengan volatile solid yang dihasilkan. Sehingga semakin tinggi volatile solid maka biogas yang dihasilkan juga semakin besar sebgai contoh misalnya 1 kg volatile solid buah mangga akan menghasilkan 0,373 m3 CH4 (Nallathambigunaseelan, 2004). d) Loading rate Loading rate adalah banyaknya material dasar dalam hal ini slurry yang dimasukkan ke dalam digester dalam satuan volume untuk setiap harinya (Sathianthan,1975). Menurut Viswanath (1992) loading rate instalasi biogas sampah buah sebesar 3,8 kg VS/m3 setiap hari. Apabila input digester terlalu banyak, asam-asam yang terbentuk akan terakumulasi dan produksi metana

Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

13

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

akan terhalang. Demikian pula, apabila input ke dalam digester kurang maka gas metana yang dihasilkan juga sedikit (Widodo,2008). e) Waktu tinggal Waktu tinggal adalah periode rata-rata yag diberikan slurry sebagai input untuk tinggal di dalam digester sehingga dapat diproses oleh bakteri metanogen. Retention time diperoleh dengan cara membagi volume digester total dengan penambahan volume slurry sebagai input setiap hari. Menurut Dewi Astuti Herawati dan D. Andang Arif Wibawa (2010), waktu tinggal yang digunakan untuk menghasilkan metana sebesar 65,19 % volum gas pada digester campuran sampah sayuran yaitu 21 hari. f) Toksisitas Ion-ion mineral, logam berat, dan detergen merupakan beberapa bahan beracun yang mempengaruhi pertumbuhan normal bakteri patogen di dalam digester. Dalam jumlah sedikit, ion-ion mineral seperti sodium, potassium, calcium, magnesium dan belerang merangsang pertumbuhan bakteri. Namun apabila konsentrasinya sangat tinggi justru akan menghasilkan efek racun. Sebagai contohnya, kehadiran NH4 sebanyak 50-200 mg/l akan merangsang pertumbuhan mikroba, NH4 diatas 1500 mg/l justru akan menghasilkan efek racun (Nijaguna, 2006) g) Rasio C/N Menurut Nijaguna (2006), rasio C/N bahan organik adalah perbandingan antara banyaknya kandungan unsur karbon terhadap kandungan unsur nitrogen yang ada pada suatu bahan organik. Agar proses anaerobic digestion dapat berlangsung optimum, maka rasio C/N sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi secara cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan proteinnya, begitu nitrogen habis, bakteri metanogen tidak bereaksi lagi dalam mendegradasikan kandungan karbon di dalam bahan organik, akibatnya produksi gas akan turun, sebaliknya, bila rasio C/N rendah, nitrogen akan
Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

14

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

terbebas dan terakumulasi dalam bentuk ammonia (NH3) dan berakibat meningkatnya nilai pH slurry di dalam digester. Bila pH di atas 8,5 akan menunjukkan efek racun (toxic) pada populasi bakteri metanogen. 8. Deskripsi Sampah Sayuran dan Sampah Organik Pasar Limbah atau sayuran ketersediaannya cukup melimpah bahkan merupakan sampah penyebab polusi lingkungan, dikarenakan limbah sayuran sangat mudah busuk. Padahal limbah sayuran didalamnya masih mengandung zat-zat dapat dimanfaatkan untuk memproduksi biogas. Berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fapet Unpad (2007) terhadap limbah sawi dan kangkung, kandungan air limbah sayuran berkisar 70-80%, dengan kisaran protein kasar 15-25% atas dasar bahan kering. Namun demikian kandungan serat kasar limbah sayuran juga tinggi, yaitu untuk limbah kangkung sebesar 38,86% dengan protein 20,51% (Zamora dan Baguio, 1984). Melihat kandungan air yang cukup tinggi maka nilai total solid cukup rendah sehingga umpan tidak perlu penambahan air untuk mencapai nilai loading rate yang diinginkan. Menurut Engler (2000), limbah sayuran mempunyai rasio C/N yang tinggi dibandingkan limbah kotoran ternak sehingga perlu ditambahkan sumber nitrogen. Limbah sayuran menghasilkan biogas delapan kali lebih banyak dibandingkan limbah kotoran ternak. Campuran limbah kotoran ternak dan limbah sayuran merupakan campuran yang ideal untuk menghasilkan biogas, dengan perbandingan jumlah limbah sayuran yang lebih banyak. Kelompok sayuran mudah busuk yang digunakan sebagai bahan baku pada penelitian ini terdiri dari sisa-sisa sayur-mayur yang tidak terjual dan potongan sayur yang tidak dimanfaatkan untuk konsumsi manusia. Limbah sayuran mempunyai kandungan gizi rendah, yang ditunjukkan dari kandungan serat kasar yang tinggi dengan kandungan air yang tinggi pula, walaupun dalam basis kering kandungan protein kasar sayuran cukup tinggi, yaitu berkisar antara 15-24%. Selain itu tekstur
Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

15

Laporan Penelitian Produksi Biogas dari Fraksi Organik Sampah Pasar Kelompok Sayuran Mudah Busuk

limbah sayuran dengan dinding sel tanaman yang banyak mengandung serat kasar serta ikatan lignoselulosanya akan mempengaruhi pemanfaatan rasio C/N yang terkandung di dalamnya. Melihat komposisi dari limbah sayur di atas dengan kandungan serat yang cukup tinggi maka perlu perlakuan awal umpan sayur agar ikatan lignoselulosanya dapat mudah untuk terdegradasi sehingga proses hidrolisis mudah dilakukan. Dengan kandungan C/N rasio yang tinggi tampa adanya penambahan nitrogen dimungkinkan dapat menyebabkan akumulasi jumlah karbon yang tinggi apabila pemberian umpan dilakukan tiap harinya, maka rasio C/N yang terlalu besar kurang cocok untuk biodigester anaerob karena merupakan faktor penting dalam pendegradasian, karbon digunakan untuk pertumbuhan sedangkan nitrogen untuk sintesis protein. Apabila terlalu banyak karbon maka nitrogennya akan habis terlebih dahulu, prosesnya menjadi lebih lambat dan produksi gas menjadi rendah. Karakter masing-masing kelompok sampah organik dari sampah pasar memilki perbedaan satu sama lain Terkait karakteristik untuk sampah organik sampah pasar lainnya tersebut telah bersamaan diteliti oleh peniliti lainya yakni pemanfaatan sampah organik kelompok buah manis dan serat sebagai bahan baku biogas.

Anis Rostika Sari 09/284537/TK/35364 Lab. Teknik Pangan dan Bioproses

16

Anda mungkin juga menyukai