Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang Sistem Pelayanan Kesehatan menjadi salah satu faktor yang penting dan krusial dalam peningkatkan derajat kesehatan masyarakat, yang mana kesehatan merupakan suatu hal yang menyangkut harkat hidup masyarakat. Sistem pelayanan kesehatan merupakan jaringan pelayanan interdisipliner, komprehensif, dan kompleks, terdiri dari aktivitas diagnosis, berbagai pedoman treatmen, keadaan rehabilitasi, Penyusunan pemeliharaan Sistem kesehatan dan pencegahan untuk masyarakat pada seluruh kelompok umur dan dalam Pelayanan kesehatan Kesehatan (Dubois & dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai landasan, arah dan penyelenggaraan pembangunan Miley.2005 : 317) Dalam dunia internasional, perkembangan pelayanan kesehatan tradisional telah mendapat perhatian dari berbagai negara. Dari hasil kesepakatan pertemuan WHO Congress on Traditional Medicine di Beijing pada bulan November 2008 disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem pelayanan kesehatan. Dari pertemuan WHO pada tahun 2009 disebutkan dalam salah satu resolusinya bahwa WHO mendorong negaranegara anggotanya agar mengembangkan Pelayanan Kesehatan Tradisional di negaranya sesuai kondisi setempat (WHO, 2009) Untuk mengetahui bagaimana sistem pelayanan kesehatan di Indonesia maka disusunlah makalah mengenai pelayanan kesehatan sesuai dengan hasil diskusi kelompok trigger 3. 2. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan

BAB II PEMBAHASAN 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Sistem Pelayanan Kesehatan Tradisional A. Definisi dan Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional Pelayanan keterampilan kesehatan turun tradisional adalah pengobatan yang dan/atau dapat

perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan temurun secara empiris dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Pengobat tradisional (Battra) adalah seseorang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang ilmunya diperoleh melalui pengalaman turun temurun dan atau pendidikan non formal. Pengobatan alternatif adalah cara pengobatan atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh secara turun temurun atau berguru melalui pendidikan, baik asli maupun dari luar Indonesia. Berbagai istilah telah digunakan untuk cara pengobatan yang berkembang di tengah masyarakat. WHO (1974) menyebut sebagai trditional medicine atau pengobatan tradisional. Para ilmuwan lebih menyukai traditional healding. Adapula yang menyebutkan alternatif medecine. Ada juga yang menyebutkan dengan folk medicine, ethno medicine, indigenous medicine (Agoes, 1992;52). Dalam sehari-hari kita menyebutnya pengobatan dukun.

B. Dasar Hukum Pelayanan Kesehatan Tradisional Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang kesehatan terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang Pelayanan Kesehatan tradisional yaitu pada pasal 1, 48, 59, 60 dan 61. Pada pasal 1 butir 16 yang disebutkan bahwa Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat . Dalam pasal 48 juga disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional merupakan salah satu penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam pasal 59 disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi 2 jenis, yaitu Pelayanan Kesehatan Tradisional Keterampilan dan Pelayanan Kesehatan Tradisional Ramuan. Dalam pasal ini juga disebutkan bahwa seluruh jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional dibina dan diawasi oleh Pemerintah, agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama. Dalam pasal 60 dan 61 disebutkan bahwa orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, dan masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional Ramuan, antara lain: Jamu, Gurah, Homeopathy, Aroma Terapi, SPA terapi, dan metode lain yang menggunakan ramuan. Sedangkan yang termasuk dalam Yankestrad Keterampilan antara lain: akupunktur, chiropraksi, pijat urut, shiatsu, patah tulang, dukun bayi, battra sunat, refleksi, akupressur, bekam, apiterapi, reiki, penata qigong, kecantikan kebatinan, kulit/rambut, dan metode tenaga lainnya dalam, yang paranormal,

mengunakan keterampilan.

Banyak faktor yang berperan, kenapa pemanfatan pengobatan tradisional masih tinggi di Indonesia. Beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah : 1. Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sosial budaya masyarakat. 2. Tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan latar belakang budaya masyarakat menguntungkan pengobatan tradisional. 3. Terbatasnya akses dan keterjangkauan pelayanan kesehatan moderen. 4. Keterbatasan dan kegagalan pengobatan modern dalam mengatasi beberapa penyakit tertentu. 5. Meningkatnya minat masyarakat terhadap pemanfaatan bahanbahan (obat) yang berasal dari alam (back to nature). 6. Meningkatnya minat profesi kesehatan mempelajari pengobatan tradisional. 7. Meningkatnya modernisasi pengobatan tradisional. 8. Meningkatnya publikasi dan promosi pengobatan tradisional. 9. Meningkatnya globalisasi pelayanan kesehatan tradisional. 10. Meningkatnya minat mendirikan sarana dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional.

C. Pembinaan Dan Pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mempunyai tugas untuk melaksanakan program pembinaan terhadap pelayanan kesehatan tradisional. Hal ini bertujuan agar pelayanan kesehatan tradisional dapat diselenggarakan dengan penuh tanggungjawab terhadap manfaat,
4

keamanan dan juga mutu pelayanannya sehingga masyarakat terlindungi dalam memilih jenis pelayanan kesehatan tradisional yang sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat juga perlu diberikan kesempatan yang seluasluasnya untuk menggunakan dan mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional dan pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan penapisan, pengawasan, dan pembinaan yang baik sehingga masyarakat terhindar dari hal-hal yang merugikan akibat informasi yang menyesatkan atau pelayanan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dalam pilar yaitu : 1. Pilar pertama adalah Regulasi Dukungan regulasi terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional telah dituangkan dalam Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 yang telah disebutkan diatas, SKN tahun 2009 yang menyebutkan bahwa Pengobatan Tradisional merupakan bagian sub sistem Upaya Kesehatan, Kepmenkes RI Nomor 1076 / Menkes / SK / VII / 2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional dan Kepmenkes No 1 / 2010 tentang Saintifikasi Jamu berbasis pelayanan. 2. Pilar kedua adalah Pembina Kemitraan dengan berbagai Lintas Sektor terkait dan organisasi (asosiasi) pengobat tradisional termasuk pengawasan terhadap tenaga pengobat tradisional baik yang asli Indonesia maupun yang berasal dari luar negeri. 3. Pilar ketiga adalah Pendayagunaan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T) untuk menapis metode Pelayanan Kesehatan Tradisional di masyarakat dan melakukan pembuktian melalui pengkajian, penelitian, uji klinik, baik terhadap cara maupun terhadap manfaat dan keamanannya. kebijakan Kementerian Kesehatan RI, pembinaan dan

pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional dilakukan melalui 3 (tiga)

Pada saat ini sudah ada 11 Sentra P3T tersebar di 11 Provinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Bali, NTB, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara serta adanya Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) di Makassar dan Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM) di Palembang. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan

tradisional dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat rumah tangga, masyarakat, Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas, Kabupaten/Kota, Provinsi & Kementerian Kesehatan bersama lintas sektor terkait dan mengikut sertakan asosiasi pengobat tradisional. Sementara ini Kementerian Kesehatan telah bermitra atau bekerja dengan beberapa jenis Asosiasi Pengobat Tradisional (Battra) yang terkelompokkan sesuai dengan metodenya masing-masing. Diharapkan asosiasi Battra bisa membantu Kementrian Kesehatan dalam pembinaan pengobat di Indonesia namun harus selalu dievaluasi kemitraannya. Selain itu untuk pengawasan pengobat tradisional, Kementerian Kesehatan juga berkerjasama dengan Kantor Imigrasi, Mabes POLRI, Kejaksaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terutama untuk pengawasan Pengobat Tradisional Asing yang datang ke Indonesia. Setiap Warga Negara Indonesia yang bekerja sebagai pengobat tradisional harus memiliki SIPT / STPT (Surat Izin / Terdaftar Pengobat Tradisional) yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Sampai saat ini, metode Pelayanan kesehatan tradisional yang telah diakui manfaat dan keamanannya oleh Indonesia adalah akupuntur. Oleh karena Untuk SIPT hanya dikeluarkan untuk Battra jenis akupuntur yang telah dilengkapi dengan sertifikat kompetensi, selain jenis akupuntur saat ini hanya mendapatkan STPT. Untuk Pengobat Tradisional Asing yang akan masuk ke Indonesia, harus memiliki rekomendasi dari Kementerian Kesehatan. Rekomendasi ini bisa didapatkan setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus oleh tim penilai. Pengobat tradisional asing tidak diperkenankan berpraktek langsung ke masyarakat Indonesia
6

melainkan

hanya

sebagia

konsultan

dalam rangka transfer ilmu

pengetahuan kepada pengobat tradisional Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076 / MENKES / sk / vii / 2003 pasal 5 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, berikut : a. Pengobat tradisional mengajukan permohonan dengan disertai kelengkapan pendaftaran kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dimana pengobat tradisional berada sebagaimana contoh FormulirA. b. Kelengkapan pendaftaran sebagaimana dimaksud huruf a meliputi : 1) BiodatapengobattradisionalsebagaimanacontohFormulir. 2) FotokopiKTP. 3) Surat keterangan Kepala Desa/Lurah tempat melakukan pekerjaan sebagai pengobattradisional. 4) Rekomendasi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan tradisional yangbersangkutan. 5) Fotokopisertifikat/ijazahpengobatantradisionalyangdimiliki. 6) SuratpengantarPuskesmassetempat. 7) Pasfotoukuran4x6cmsebanyak2(dua)lembar. 8) Rekomendasi Kejaksaan Kabupaten/Kota bagi pengobat tradisional klasifikasi supranaturaldan bagi Kantor Departemen Agama tradisional Kabupaten/Kota pengobat tata cara untuk memperoleh STPT sebagai

klasifikasipendekatanagama.

D. Standarisasi Pengobatan Tradisional Untuk dapat dimanfaatkannya pengobatan tradisional dalam

pelayanan kesehatan, banyak yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang sangat penting adalah upaya standarisasi. Diharapkan, dengan adanya standarisasi ini bukan saja mutu pengobatan tradisional akan dapat ditingkatkan, tapi yang penting lagi munculnya berbagai efek samping yang secara medis tidak dapat dipertanggung jawabkan, akan dapat fihindari. Pengertian standarisasi adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna, yang dipakai sebagai batas penerimaan minimal ( Clinical Practice Guideline, 1990 ). Standart menunjukkan pada tingkat ideal tercapai tersebut tidaklah disusun terlalu kaku, tetapi masih dala batas-batas yang dibenarkan disebut dengan nama toleransi. Syarat suatu standar yang baik dipandang cukup penting adalah : 1. Bersifat jelas Artinya dapat diukur dengan baik, termasuk ukuran terhadap penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. 2. Masuk akal Suatu standart yang tidak masuk akal, bukan saja akan sulit dimanfaatkan profesional. 3. Mudah dimengerti Suatu standart yang tidak mudah dimengerti juga akan menyulitkan tenaga pelaksana sehingga sulit terpenuhi. 4. Dapat dipercaya Tidak ada gunanya menentukan standart yang sulit karena tidak akan mampu tercapai. Karena itu sering disebutkan, dalam menentukan standart, salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah harus sesuai dengan kondisi organisasi yang dimiliki. 5. Absah tetapi juga akan menimbulkan frustasi para

Artinya ada hubungan yang kuat dan dapat didemintrasikan antara standart dengan sesuatu ( misalnya mutu pelayanan ) yang diwakilinya. 6. Meyakinkan Artinya mewakili persyaratan yang ditetapkan. Apabila terlalu rendah akan menyebabkan persyaratan menjadi tidak berarti. 7. Mantap, Spesifik dan Eksplisit Artinya tidak terpengaruh oleh perubahan oleh waktu, bersifat khas dan gamblang. Dari ukuran tentang standart dan pengobatan tradisional

sebagaimana dekemukakan diatas, mudah dipahami bahwa upaya standarisasi pengobatan tradisional di Indonesia, tidaklah semudah yang diperkirakan. Sebagai akibat ditemukannya konsep pengobatan tradisional yang sangat supranatural yang satu sama lain tampak sangat berbeda, menyebabkan dtandarisasi akan sulit dilakukan. Untuk ini menyadari bahwa menerapkan pendekatan kesembuhan penyakit masih sulit dilakukan, maka untuk sementara cukup diterapkan pendekatan tidak sampai menimbulkan efek samping, komplikasi atau kematian. 1.2. Komponen Sistem Pelayanan Kesehatan

Sistem perawatan kesehatan dapat dilihat sebagai kompleks terdiri dari tiga komponen yang saling terkait: 1) Konsumen kesehatan yaitu orang-orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan. 2) Penyedia kesehatan yaitu orang-orang yang memberikan layanan kesehatan-para profesional dan praktisi. 3) Lembaga atau organisasi dari sistem perawatan kesehatan yaitu lembaga publik dan swasta yang mengorganisasikan,

merencanakan, mengatur, keuangan, dan mengkoordinasikan layanan kesehatan. Menurut Zastrow (1982 : 319 322) Pelayanan kesehatan diorganisasi dalam komponen : 1) Praktek dokter sendiri, kurang disupervisi, hanya

bertanggungjawab kepada pasien, relatif terisolasi. 2) Setting pelayanan rawat jalan berkelompok, seperti balai-balai pengobatan atau klinik-klinik khusus (seperti klinik ginjal, balai pengobatan gigi) atau yang diselenggarakan di perguruan tinggi atau sekolah-sekolah, di pabrik-pabrik, di perusahaan-perusahaan atau tempat-tempat kerja lain. 3) Setting Rumah sakit 4) Home care Sebagian besar interaksi antara tiga komponen dari sistem pelayanan kesehatan terjadi secara langsung antara konsumen kesehatan dan penyedia pelayanan kesehatan. Interaksi lainnya adalah interaksi tidak langsung dan impersonal seperti program imunisasi atau skrining untuk mendeteksi penyakit, dilakukan oleh badan kesehatan publik untuk seluruh masyarakat.

10

Gambar 1.1 Komponen Sistem Pelayanan Kesehatan (Diadaptasi dari: Public Health Forum di London of Hygiene and Tropical Medicine, tahun 1998) Dalam konteks good governance, dimanakah peran pemerintah dalam sektor kesehatan? Brecher dalam Kovner (1995) menyatakan bahwa peran pemerintah ada tiga, yaitu (1) regulator, (2) pemberi biaya; dan (3) pelaksana kegiatan.

11

1.3.

Subsistem Pembiayaan Kesehatan

Pengertian Subsistem pembiayaan kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Tujuan Tujuan dari penyelenggaraan adalah tersedianya pembiayaan subsistem pembiayaan kesehatan kesehatan dalam jumlah yang

mencukupi, teralokasi secara adil,merata dan termanfaatkan secara berhasilguna dan berdaya guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna masyarakat yang setinggi-tingginya. Unsur-unsur Dana meningkatkan derajat kesehatan

Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat dipertanggungjawabkan. Sumber daya SDM pengelola,

Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari :

standar, regulasi dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.
12

Pengelolaan Dana Kesehatan

Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan yang disepakati dansecara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan. Prinsip Kecukupan Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik Pusat maupun daerah, sekurangkurangnya 5% dari PDB atau 15% dari totalanggaran pendapatan dan belanja setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah. Dana kesehatan diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan berdaya guna, memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas. Efektif dan efisien Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan,

khususnya diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan mengutamakan masyarakat rentan dan keluarga miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu, programprogram kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap peningkatan derajat kesehatan menjadi prioritas untuk dibiayai.
13

Dalam

menjamin

efektivitas bentuk

dan

efisiensi

penggunaan prospektif.

dana

kesehatan, maka sistem pembayaran pada fasilitas kesehatan harus dikembangkan menuju pembayaran Adapun pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan pembangunan kesehatan. Adil dan Transparan Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan sosial, sehingga dapat menjamin secara terpeliharanya dan

perorangan dan masyarakat melalui pengembangan sistem jaminan kesehatan Setiap terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. dana kesehatan digunakan bertanggung-jawab berdasarkan prinsip pengelolaan kepemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Penyelenggaraan Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang terus-menerus dan terkendali, agar tersedia dana kesehatan yang mencukupi dan berkesinambungan, bersumber dari pemerintah, swasta, masyarakat, dan sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan dilakukan melalui penggalian dan pengumpulan berbagai sumber dana yang dapat menjamin efektif. Dalam hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta pemanfaatan dana yang bersumber dari iuran wajib, pemerintah harus kesinambungan pembiayaan pembangunan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional, menggunakannya secara efisien dan

14

melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber dana dari iuran wajib, dana APBN/APBD, dana dari masyarakat, dan sumber lainnya. Penggalian dana Penggalian dana untuk upaya pembangunan kesehatan yang bersumber dari pemerintah dilakukan melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan atau pinjaman yang tidak mengikat, serta berbagai sumber lainnya; dana yang bersumber dari swasta dihimpun dengan menerapkan prinsip public-private partnership yang didukung dengan pemberian insentif; penggalian dana yang bersumber dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh masyarakat sendiri atau dilakukan secara pasif dengan memanfaatkan berbagai dana yang sudah terkumpul di masyarakat. Penggalian dana untuk pelayanan kesehatan perorangan dilakukan dengan cara penggalian dan pengumpulan dana masyarakat dan didorong pada bentuk jaminan kesehatan. Pengalokasian Dana Pengalokasi dana pemerintah dilakukan anggaran melalui perencanaan

dengan mengutamakan upaya kesehatan prioritas, secara

bertahap, dan terus ditingkatkan jumlah pengalokasiannya sehingga sesuai dengan kebutuhan. Pengalokasian dana yang dihimpun dari masyarakat didasarkan pada asas gotong-royong sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Sedangkan pengalokasian dana untuk pelayanankesehatan perorangan dilakukan melalui kepesertaan dalam jaminan kesehatan. Pembelanjaan Pemakaian dana kesehatan dilakukan dengan memperhatikan aspek teknis maupun alokatif sesuai peruntukannya secara efisien dan efektif untuk terwujudnya pengelolaan pembiayaan kesehatan yang

15

transparan, akuntabel serta penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance). Pembelanjaan dana kesehatan diarahkan terutama melalui jaminan kesehatan, baik yang bersifat wajib maupun sukarela. Hal ini termasuk program bantuan sosial dari pemerintah untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (Jamkesmas) Kebijakan Pembiayaan Kesehatan Saat ini kebijakan pembiayaan kesehatan yang berlaku di Indonesia tidak konsisten dengan UU yang mengaturnya. Disatu pihak, peraturan yang mengatur kebijakan ini yaitu UU no 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan bahwa sistim pembiayaan kesehatan berbasis asuransi sosial, namun dalam implementasinya systempembiayaan kesehatan di Indonesia didominasi oleh pembiayaan pemerintah dari sumber pajak. Sistem asuransi sosial mewajibkan pesertanya membayarkan premi ke lembaga asuransi yang ditunjuk negara. Saat ini kurang dari 10% penduduk Indonesia (sekitar 17 juta orang)yaitu hanya pegawai negeri peserta PT Askes dan pegawai swasta peserta Jamsostek yang sudah masuk dalam sistem asuransi kesehatan sosial. Sistem pembiayaan kesehatan yangberlaku sekarang didominasi sistem pajak yaitu negara membayar langsung kepada pemberi pelayanan kesehatan melalui mekanisme Jaminan Kesehatan Masyarakat atau JaminanKesehatan Daerah (Jamkesmas/Jamkesda) yang mencakup lebih dari 75 juta penduduk. Program Jamkesmas adalah suatu program pengganti Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin (Askeskin) yang mulai dilaksanakan tahun 2008. Pemerintah mengatakan jika SJSNefektif nanti diterapkan sepenuhnya di indonesia maka Program Jamkesmas akan disesuaikan dengan SJSN tersebut.
16

Sementara itu dualisme yang berlangsung yaitu antara UU yang berlaku dan implementasinya di lapangan, membingungkan pengambilan kebijakan teknis dan berdampak padainefesiensi , kurang tepatnya sasaran dan ketidakadilan akses dalam pelayanan kesehatan. 1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sistem Pelayanan

Kesehatan Teori klasik yang dikembangkan oleh Blum (1974) mengatakan bahwa adanya 4 determinan utama yang mempengaruhi derajat kesehatan individu, kelompok atau masyarakat yaitu : 1. Perilaku masyarakat Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu program untuk menggerakan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat 2010. Sebagai tenaga motorik tersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Apabila kita mengembangkan kebiasaan yang baik dari sejak awal, hal tersebut berpengaruh positif terhadap kesehatan tubuh. Sikap yang tidak berlebihan merupakan suatu keharusan agar benar-benar sehat. Tubuh kita memerlukan tidur, olah raga, dan rutinitas yang sehat dalam jumlah tertentu untuk mempertahankan kesejahteraannya. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Secara lebih rincei perilaku kesehatan mencakup :
17

Perilaku

seseorang

terhadap

sakit

dan

penyakit

yaitu

bagaimana manusia merespon baik secara pasif maupun aktif sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku ini dengan sendirinya berhubungan dengan tingkat pencegahan penyakit. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan misalnya makan makanan bergizi, dan olahraga. Perilaku pencegahan penyakit misalnya kelambu untuk

mencegah malaria, pemberian imunisasi. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain. Perilaku sehubungan dengan pencerian pengobatan misalnya usaha mengobati penyakitnya sendiri, pengobatan di fasilitas kesehatan atau pengobatan ke fasilitas kesehatan tradisional. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan setelah sembuh dari penyakit misalnya melakukan diet, melakukan anjuran dokter selama masa pemulihan. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan da obat-obat. Perilaku terhadap makanan. Perilaku ini mencakup pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya, pengelolaan makanan dan lain sebagainya sehubungan dengan tubuh kita. Perilaku terhadap lingkungan sehat adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai salah satu determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri.

18

2. Lingkungan Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari kondisi fisik. Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas membahayakan kesehatan masyarakat kita. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran semua pihak. Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan. Sebagai mahluk sosial kita membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya harus terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan. 3. Pelayanan kesehatan Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan

masyarakat.Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan juga mesti ditingkatkan. Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat sangat besar perananya. Sebab di puskesmaslah akan ditangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan perawatan primer. 4. Genetik

19

lmu genetika membuktikan bahwa kondisi makhluk hidup ditentukan oleh keadaan gen orang tuanya. Adanya kelainan atau kecacatan pada gen orang tua akan mengakibatkan timbulnya kelainan/penyakit yang bersifat baewaan pada keturunannya. Namun menurut para ahli faktor keturunan/genetika ini pengaruhnya bagi tingkat kesehatan masyarakat tidak terlalu besar. Keempat determinan yang mempengaruhi status kesehatan tersebut adalah determinan untuk kesehatan kelompok atau komunitas yang kemungkinan sama di kalangan masyarakat. Akan tetapi untukkesehatan individu, disamping empat faktor tersebut, faktor internal individujuga berperan, misalnya : umur, gender, pendidikan, dan sebagainya, disampingfaktor herediter. Bila kita analisis lebih lanjut determinan kesehatan itu sebenarnyaadalah semua faktor diluar kehidupan manusia, baik secara individual, kelompok, maupun komunitas yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kehidupan manusia itu. Hal ini berarti, disamping determinan-determinan derajat kesehatan yang telah dirumuskan oleh Blum tersebut masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi atau menentukan terwujudnya kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat. Faktor tersebut antara lain : 1. Faktor makanan Makanan merupakan faktor penting dalam kesehatan kita. Bayi lahir dari seorang ibu yang telah siap dengan persediaan susu yang merupakan makanan lengkap untuk seorang bayi. Mereka yang memelihara tubuhnya dengan makanan yang sehat, akan memiliki tubuh yang benar-benar sehat. Saat kita makan secara berlebihan makanan yang tidak sehat, maka tubuh akan bereaksi. Sakit adalah salah satu reaksi tubuh, dan bila kemudian dicegah atau dirawat dengan benar, tubuh kembali sehat. Penyakit merupakan peringatan untuk mengubah kebiasaan kita. Perlu diingat selalu bahwa tubuh kita hanya memerlukan makanan yang tepat dalam jumlah yang sesuai.

20

2. Pendidikan atau tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan akan membentuk cara berpikir dan kemampuan seseorang untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk menjaga kesehatannya. mempengaruhi penyakit atau Pendidikan perilaku masalah juga secara dalam lainnya tidak langsung akan seseorang kesehatan menjaga kesehatannya. dengan

Biasanya, orang yang berpendidikan mempunyai resiko lebih kecil terkena dibandingkan masyarakat yang awam dengan kesehatan. 3. Faktor sosioekonomi Faktor-faktor sosial dan ekonomi seperti lingkungan sosial, tingkat pendapatan, pekerjaan, dan ketahanan pangan dalam keluarga merupakan faktor yang berpengaruh besar pada penentuan derajat kesehatan seseorang. Dalam masalah gizi buruk misalnya, masyarakat dengan tingkat ekonomi dan berpendapatan rendah biasanya lebih rentan menderita gizi buruk. Hal tersebut bisa terjadi karena orang dengan tingkat ekonomi rendah sulit untuk mendapatkan makanan dengan nilai gizi yang bisa dibilang layak. 4. Latar belakang budaya Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi. Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke memiliki beribu-ribu suku dengan adat istiadat yang berbedabeda pula. Sebagian dari adat istiadat tersebut ada yang masih bisa dibilang primitif dan tidak mempedulikan aspek kesehatan. Misalnya saja, pada suku Baduy yang tidak memperbolehkan masyarakat menggunakan alas kaki. 5. Usia

21

Setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon yang berbeda-beda terhadap perubahan kesehatan yang terjadi. 6. Faktor emosional Setiap pemikiran positif akan sangat berpengaruh, pikiran yang sehat dan bahagia semakin meningkatkan kesehatan tubuh kita. Tidak sulit memahami pengaruh dari pikiran terhadap kesehatan kita.Yang diperlukan hanyalah usaha mengembangkan sikap yang benar agar tercapai kesejahteraan. 7. Faktor agama dan keyakinan Agama dan kepercayaan yang dianut oleh seorang individu secara tidak langsung mempengaruhi perilaku kita dalam berperilaku sehat.Misalnya, pada agama Islam.Islam mengajarkan bahwa anna ghafatul minal iman atau kebersihan adalah sebagian dari iman. Sebagai umat muslim, tentu kita akan melaksanakan perintah Allah SWT. untuk berperilaku bersih dan sehat. 1.5. Puskesmas

A. Pengertian Sesuai keputusan Menkes R.I. Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat disebutkan bahwa Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Dari definisi di atas, Puskesmas secara umum mengandung pengertian : 1. Unit Pelaksana Teknis Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kab/kota (UPTD), Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan.

22

2. Pembangunan Kesehatan Sebagai penyelengara upaya kesehatan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. 3. Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Puskesmas bertanggung jawab untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinkes Kabupaten/kota sesuai kemampuannya. 4. Wilayah kerja Secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah suatu kecamatan. Namun demikian, satu kecamatan dimungkinkan terdapat lebih dari satu Puskesmas. Tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). B. Fungsi Puskesmas: 1. Sebagai Pusat Penggerak Pembangunan Berwawsan Kesehatan. Puskesmas meng gerak kan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sector termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. 2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat. Puskesmas berupaya agar perorangan, keluarga dan masyarakat berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya kesehatan. Untuk itu berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat, antara lain: Upaya KIA: Posyandu, Polindes, Poskesdes, POD;

23

Upaya Pengobaran: Posyandu, POD; Upaya Perbaikan Gizi: Posyandu, Kadarzi, Panti Pemulihan Gizi; Upaya Kesehatan Sekolah: Dokter kecil, SBH, Poskestren; Upaya Kesehatan Lingkungan: Pokmair, Desa Percontohan

Kesehatan Lingkungan (DPKL); Upaya Kesehatan Usila: Posyandu Usila, Panti Wreda; Upaya Kesehatan Kerja: Pos UKK; Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisonal: TOGA, Battra; Upaya Pembiayanan dan Jaminan Kesehatan: Dana sehat, Tabulin, mobilisasi dana keagamaan 3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama Puskesmas kesehatan bertanggung pertama jawab secara menyelenggarakan menyeluruh, pelayanan dan

tingkat

terpadu

berkesinambungan. Pelayanan Kesehatan Perorangan Yankes perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi ( privat goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Yankesmas adalah pelayanan yang bersifat public ( public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Yankesmas tersebut antara lain adalah promkes, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,
24

peningkatan kesehatan keluarga, KB, serta berbagai program kesmas lainnya. Pelaksanaan fungsi Puskesmas dilaksanakan dengan cara: Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun dengan ketentuan ketergantungan. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program Puskesmas. C. Peran Puskesmas Sebagai institusi pelaksana teknis, Puskesmas dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk ikut serta menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistik, tatalaksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Rangkaian maajerial di atas bermanfaat dalam penentuan skala prioritas daerah dan sebagai bahan kesesuaian dalam menentukan RAPBD. D. Program Pokok Puskesmas Kegiatan pokok Puskesmas dilaksanakan sesuai kemampuan tenaga maupun fasilitasnya, karenanya kegiatan pokok di setiap Puskesmas rujukan kesehatan kepada masyarakat tersebut tidak menimbulkan bantuan

25

dapat berbeda-beda. Namun demikian kegiatan pokok Puskesmas yang lazim dan seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut : 1) Kesejahteraan ibu dan Anak ( KIA ) 2) Keluarga Berencana 3) Usaha Peningkatan Gizi 4) Kesehatan Lingkungan 5) Pemberantasan Penyakit Menular 6) Upaya Pengobatan termasuk Pelayanan Darurat Kecelakaan 7) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat 8) Usaha Kesehatan Sekolah 9) Kesehatan Olah Raga 10)Perawatan Kesehatan Masyarakat 11)Usaha Kesehatan Kerja 12)Usaha Kesehatan Gigi dan Mulut 13)Usaha Kesehatan Jiwa 14)Kesehatan Mata 15)Laboratorium ( diupayakan tidak lagi sederhana ) 16)Pencatatan dan Pelaporan Sistem Informasi Kesehatan 17)Kesehatan Usia Lanjut 18)Pembinaan Pengobatan Tradisional

Pelaksanaan

kegiatan

pokok Puskesmas diarahkan

kepada

keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Karenanya, kegiatan pokok


26

Puskesmas ditujukan untuk kepentingan kesehatan keluarga sebagai bagian dari masyarakat di wilayah kerjanya. Setiap kegiatan pokok Puskesmas dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa ( PKMD ). Disamping penyelenggaraan usaha-usaha kegiatan pokok Puskesmas seperti tersebut di atas, Puskesmas sewaktuwaktu dapat diminta untuk melaksanakan program kesehatan tertentu oleh Pemerintah Pusat ( contoh: Pekan Imunisasi Nasional ). Dalam hal demikian, baik petunjuk pelaksanaan maupun perbekalan akan diberikan oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah. Keadaan darurat mengenai kesehatan dapat terjadi, misalnya karena timbulnya wabah penyakit menular atau bencana alam. Untuk mengatasi kejadian darurat seperti di atas bisa mengurangi atau menunda kegiatan lain.

DAFTAR PUSTAKA
27

Harkreader, H.Hogan, M.A. & Thobaben, M. 2007. Fundamentals of Nursing : Caring and Clinical Judgment. St. Louis : Saunders Elsevier. Hendrick L. Blumm. 2007. The Environment of Health. Hitchock, J.E, Schubert, P.E & Thomas, S.A. 2003. Community Health Nursing : Caring in Action. Clifton : Delmar Learnig Iqbal Mubarak,Wahit. 2005. Pengantar Keperawatan Komunitas . Penerbit: Sagung Seto. Kemenkes RI. 2011. Peraturan Direktur jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Nomor HK 01.01/BI.4/40542011 tahun 2011 tentang PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL RAMUAN. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Nugroho & Ali, Arsad R. -. Perilaku Kesehatan dan Proses Perubahannya. Polewali mandar : Dinas Kesehatan Polewali mandar. Smith, C.M & Mauree. 2000. Community Health Nursing : Theory and Practice. Philadelphia : W.B. Saunders Company

28

Anda mungkin juga menyukai