Anda di halaman 1dari 24

Le speciale de presente Amarillis Nurmatin, MD

id

px.docx

Edema

paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi

1.

Ketidak-seimbangan Starling Forces : Peningkatan tekanan kapiler paru :


Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

Penurunan tekanan onkotik plasma.

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropathy, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi

Peningkatan tekanan negatif intersisial :


Pneumotorak atau efusi pleura (unilateral) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume

2. Perubahan permeabilitas membran alveolarkapiler : Pneumonia (bakteri, virus, parasit). Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb). Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea). Aspirasi asam lambung Pneumonitis radiasi akut. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin). Disseminated Intravascular Coagulation. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.

Shock

Lung oleh karena trauma di luar toraks. Pankreatitis Perdarahan Akut. 3. Insufisiensi Limfatik : Post Lung Transplant Lymphangitic Carcinomatosis. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

4. Tak diketahui/tak jelas High Altitude Pulmonary Edema. Neurogenic Pulmonary Edema. Narcotic overdose. Pulmonary embolism. Eclampsia Post Cardioversion. Post Anesthesia Post Cardiopulmonary Bypass

Cardiogenic pulmonary edema Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa. Edema paru kardiogenik berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arhythmia dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau katup jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru menyebabkan cairan dari pembuluhpembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

Acute respiratory distress syndrome (ARDS) Pada ARDS, terjadi penumpukan cairan pada alveoli karena proses peradangan yang mendasarinya. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), severe seizure, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paruparu, menyebabkan neurogenic pulmonary edema. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.

Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui saluran limfe.
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah : - Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru. - Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap protein plasma. - Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari jaringan interstisial.

Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (wedge pressure) adalah sekitar 7-12 mm Hg. Tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mm Hg, maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara ekstensif dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam jaringan interstisial paru

Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap kering terganggu seperti tersebut di bawah ini : - permeabilitas membran yang berubah. - tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat. - tekanan peri mikrovaskuler yang menurun. - tekanan osmotik / onkotik mikrovaskuler yang menurun. - tekanan osmotik / onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat. - gangguan saluran limfe.

Stadium 1 Pada keadaan ini terjadi peningkatan jumlah cairan dan koloid di ruang interstitial yang berasal dari kapiler paru. Celah pada endotel kapiler paru mulai melebar akibat peningkatan tekanan hidrostatik atau efek zat-zat toksik. Meskipun filtrasi sudah meningkat, namun belum tampak peningkatan cairan di ruang interstitial. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2 Kapasitas limfatik untuk mengalirkan kelebihan cairan sudah melampaui batas sehingga cairan mulai terkumpul di ruang interstisial dan mengelilingi bronkioli dan vaskuler paru. Bila cairan terus bertambah akan menyebabkan membran alveoli menyempit. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septum interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan intertisial, akan lebih memperkecil saluran napas, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Sering terdapat takhipnea. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja

Stadium

3 Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.

Pemeriksaan
Sianosis Ronchi

Fisik

di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme. Takikardia dengan S3 gallop. Murmur bila ada kelainan katup
Elektrokardiografi.

Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.

Laboratorium
Analisa

gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia. Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.

Gambaran Radiologi yang ditemukan :


Pelebaran

hilus) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral) Kranialisasi vaskuler Hilus suram (batas tidak jelas) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granulomagranuloma kecil atau nodul milier)

atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di

Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai kelainan sebelumnya, contoh : emfisema).

Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP) Adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari ruang jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) mengindikasikan cardiac pulmonary edema

Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) Adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).

DIAGNOSA BANDING DENGAN EDEMA PARU NONKARDIOGENIK Untuk membedakan edema paru kardiogenik dengan edema paru nonkardiogenik secara pasti ialah dengan mengukur tekanan kapiler pasak paru dengan memasang kateter Swan-Ganz.
DIAGNOSA BANDING DENGAN ASMA BRONKHIAL Pada Asma Bronkhiale terdapat riwayat serangan asma yang sama dan biasanya penderita sudah tahu penyakitnya.

Posisi duduk Oksigen (40 50%) 8-10 liter/menit Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri. Nitrogliserin sublingual 0,4 0,6 mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 mg/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 mg/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari). Bila tekanan darah turun atau ada tanda-tanda hipoperfusi : Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.

Anda mungkin juga menyukai