Anda di halaman 1dari 8

BAB 2 ISI LAPORAN

Klasifikasi 1 Sirosis secara komvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm), atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu dapat juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan. Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi: 1. Alkoholik 2. Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis) 3. Biliaris 4. Kardiak 5. Metabolik, keturunan, dan terkait obat Manifestasi Klinis 1 Gejala-gejala sirosis Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, dan pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Pada sirosis lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak terlalu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Temuan klinis Temuan klinis pada sirosis hati meliputi: Spider telangektasi

Merupakan suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanismenya tidak diketahui, dan dianggap berhubungan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Eritema palmaris Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Jari gada (clubbing finger). Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme. Ginekomastia Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil Hepatomegali Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali Sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya non alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi portal. Asites akibat hipertensi porta dan hipoalbumnemia Caput medusa akibat hipertensi porta Fetor hepatikum Bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia

Gambaran laboratoris Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. SGOT lebih tinggi dari SGPT namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.

Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Bilirubin bisa normal konsentrasinya pada sirosis hati kompensata tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin menurun konsentrasinya sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin meningkat konsentrasinya pada sirosis. Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati sehingga pada sirosis memanjang. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensifitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

Patofisiologi Hipertensi Porta 2 Hipertensi portal merupakan hasil dari kombinasi dari peningkatan aliran vena porta dan peningkatan resistensi aliran darah porta. Pasien dengan sirosis menunjukkan peningkatan aliran arteri splanchnic dan peningkatan aliran vena splanchnic ke hati. NO (Nitric Oxide) tampaknya merupakan faktor utama dalam fenomena ini. Lebih lanjut, vasodilator splanchnic seperti glukagon, vasoactive intestinal peptide, substansi P, prostacyclin, asam empedu, dan TNF-alfa telah terbukti. Peningkatan resistensi vaskular pada hati disebabkan oleh faktor tetap dan faktor dinamik. Dua pertiga dari resistensi vaskular intrahepatik dijelaskan oleh perubahan tetap pada struktur hati. Perubahan ini termasuk pembentukan nodul dan produksi kolagen oleh sel stellate yang teraktivasi. Faktor dinamik berperan dalam sepertiga dari resistensi intrahepatik. Sel stellate berperan sebagai sel kontraktil dan NO yang dihasilkan oleh sel endotel mengendalikan derajat vasokonstriksi atau vasodilatasi oleh sel stellate. Pada sirosis, penurunan produksi NO oleh sel endotel mengakibatkan kontraksi sel stellate, yang mengakibatkan vasokonstriksi pada sinusoid hepatik. Asites 3 Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites transudasi. Teori-teori itu adalah teori underfilling, overfilling, dan peripheral vasodilatation. Menurut teori underfilling, asites dimulai dari volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia akan menyebabkan transudasi, sehingga volume cairan

intravaskular menurun. Akibat volume cairan intravaskular menurun, ginjal akan bereaksi dengan melakukan reabsorpsi air dan garam melalui mekanisme neurohormonal. Sindrom hepatorenal terjadi bila volume cairan intravaskular sangat menurun. Teori overfilling mengatakan bahwa asites dimulai dari ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi air oleh ginjal. Gangguan fungsi ini terjadi akibat peningkatan aktifitas hormon anti-diuretik (ADH) dan penurunan aktifitas hormon natriuretik karena penurunan fungsi hati. Evolusi dari kedua teori itu adalah teori vasodilatasi perifer. Menurut teori ini, faktor patogenesis pembentukan asites yang amat penting adalah hipertensi porta yang sering disebut sebagai faktor lokal dan gangguan fungsi ginjal yang sering disebut faktor sistemik.

Diagnosis Sirosis Hati 1. Anamnesis Pada anamnesis, ditanyakan apakah terdapat gejala sirosis hati pada pasien. Gejala awal sirosis (kompensata) berupa perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan berkurang., pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, hilang dorongan seksualitas. Apabila sirosis hatinya sudah lanjut (dekompensata), gejala lebih menonjol apabila timbul komplikasi kegagalan hati dan ahipertensi porta meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur dan demam tidak begitu tinggi. Kemudian dapat disertai dengan adanya pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat atau muntah darah. 1 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik untuk sirosis hati, dapat ditemukan adanya stigmata sirosis (yang berupa eritema palmar, spider naevy), vena kolateral dinding perut, ikterus, edema pretibial, asites, hepatosplenomegali.4,5 3. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan tes faal hati, ultrasonografi abdomen, biopsi hati, endoskopi saluran cerna, atau pungsi abdomen. Pada tes faal hati, ditemukan rasio albumin/globulin terbalik pada sirosis lanjut. Pada ultrasonografi abdomen atas memperlihatkan gambaran hati dengan pinggiran yang tidak rata, ujung tumpul, parenkim inhomogen yang dapat disertai dengan splenomegali atau asites. Biopsi hati dilakukan untuk melihat etiologi dan aktivitas sirosis. Endoskopi saluran cerna dilakukan untuk melihat adanya varises esofago-gastrik bila sudah terdapat hematemesis atau dengan melena. Pungsi abdomen juga dapat digunakan untuk menganalisis cairan asites bila ada dugaan peritonitis bakterial spontan.5

Menurut Suharyono-Subandiri, kriteria untuk menegakkan diagnosis sirosis hati secara klinis adalah bila ditemukan 5 dari 7 kelainan-kelainan berikut secara bersama-sama, yaitu: spider naevy, eritema palmar, collateral vein, asites, splenomegali, ratio albumin/globulin yang terbalik, hematemesis atau melena.6 Diagnosis Banding Pada kasus tertentu, sulit membedakan antara hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati yang dini. Oleh karena itu, dilakukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi. 1

BAB 3 KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD) CATATAN MEDIKPASIEN

DAFTAR PUSTAKA 1. Nurdjanah, S., 2007. Sirosis Hati. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 443-446

2. Wolf, DC., et al, 2011. Cirrhosis. Emedicine.com. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview [Accessed on 15 Juni 2011].

3. Hirlan, 2007. Asites. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 447-448

4. Rani, A., et al, 2006. Sirosis Hati. Dalam: Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Indonesia: Jakarta, 317.

5. Lesmana, L.A., dan Hasan, I., 2001. Sirosis Hati. Dalam: Simadibrata, M., et al. Pedoman Diagnostik dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta, 125-126.

6. Siregar, G.A., 2001. Cirrhosis Hepatis Pada Usia Muda. Dalam: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3527/3/fk-gontar.pdf.txt [Diunduh 16 Juni 2011]

Anda mungkin juga menyukai