Anda di halaman 1dari 4

Clara Safitri (1110113000016) HI 5A / International Humanitarian Law

GENEWA CONVENTIONS
1. Konvensi Jenewa Pertama (1864) Konvensi Jenewa Pertama merupakan Konvensi yang mengatur tentang perlindungan bagi tentara yang terkena dampak dari peperangan, sehingga idak dapat bertempur kembali. Dalam Konvensi Jenewa tahun 1864, terdapat sepuluh artikel yang kemudian mengalamai perluasan arti pada Konvensi Jenewa yang kembali diadakan pada tahun 1949 hingga 64 artikel, yang mana, artikel-srtikel tersebut mengatur tentang perlindungan terhadap : Tentara yang tertembak dan sakit, paramedic, fasilitas, dan perlengkapan, penduduk yang tertembak dan sakit yang ikut bertempur bersama pasukan bersenjata, rohaniawan, serta penduduk sipil yang terlibat dalam peperangan secara spontan karena adanya serangan mendadak. Dalam konvensi tersebut juga disebutkan beberapa spesifikasi yang tercantum dalam masing-masing artikel mengenai perlakuan terhadap korban perang yang tertembak dan sakit. Ketentuan-ketentuan spesifik tersebut menyebutkan bahwa korban yang tertembak dan sakit seharusnya : Dihormati dan dilindungi tanpa adanya diskriminasi yang berbasis jenis kelamin, ras, nasionalitas, agama, orientasi politik, dan criteria-kriteria lainnya (Artikel 12), tidak dibunuh atau dijadikan subjek penelitian biologis (Artikel 12), mendapatkan perhatian yang layak (Artikel 15), mendapatkan perlindungan apabila terjadi pemberontakan (Artikel 15), setiap pihak yang terlibat konflik diharuskan untuk mencari dan mengumpulkan korban yang tertembak dan sakit, terutama dalam amsa peperangan, serta memeberikan laporan terhadap International Committee of the Red Cross (ICRC) (Artikel 15,16), konvensi ini, sebagaimana konvensi-konvensi lainnyamengakui akan hak dari ICRC untuk ikut membantu apabila terdapat korban yang tertembak atau sakit. Organisasi-organisasi kemanusiaan seperti Red Cross, Red Crescent, organisasi kemanusiaan lainnya, serta pemerintahan yang netral juga
1

dapat memberikan bantuan kemanusiaan. Begitu juga dengan penduduk sipil local yang dapat turut membantu menangani korban perang yang tertembak dan sakit (Artikel 9). 2. Konvensi Jenewa Kedua (1906) Konvensi Jenewa Kedua menyesuaikan aturan-aturan perlindungan yang terdapat pada Konvensi Jenewa Pertama untuk merefleksiakn keadaan perang di laut. Konvensi tersebut melindungi kombatan yang tertembak dan sakit yang berada di kapal pada saat perang. Ke-63 artikelnya berlaku untuk : Angkatan bersenjata yang tertembak, sakit, kapal karam, kapal rumah sakit dan paramedic, penduduk yang terlibat sebagai angkatan bersenjata. Adapun ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik diantaranya : Konvensi tersebut memberikan perintah bagi setiap pihak yang terlibat dalam peperangan untuk mencarin mengumpulkan, serta merawat korban perang yang tertembak, sakit dan karam. Karam disini dimaksudkan kepada seseorang yang terapung-apung dilaut dengan alasan apapun, termasuk mereka yang terpaksa mendarat dilaut atau berparasut dari atas pesawat dan mendarat di laut (Artikel 12,18), permohonan dapat diajukan untuk membuat sebuah kapal netral, termasuk kapal dagang atau yacht untuk ikut membantu mengumpulkan dan merawat korban perang yang tertembak sakit, dan karam. Mereka yang telah berkomitmen dalam kapal tersebut tidak boleh ditangkap selama mereka berada dalam posisi yang netral (Artikel 21), rohaniawan, paramedis, dan para perawat rumah sakit yang berada dalam kapal yang sedang bertempur harus dihormati dan dilindungi. Apabila mereka tertangkap, maka harus dikembalikan ke posisin dimana mereka berada sebelumnya secepat mungkin (Artikel 36-37), rumah sakit yang berada dalam kapal tidak dapat dijadikan objek militer, baik menjadi sasaran serangan atau ditangkap. Nama dan deskripsi dari rumah sakit tersebut harus disampaikan kepada setiap pihak yang terlibat dalam konflik (Artikel 22). 3. Konvensi Jenewa Ketiga (1929) Konvensi Jenewa Ketiga secara spesifik mengatur perlakuan terhadap tawanan perang (Prisoner of War/POWs). Artikel 143 dalam Konvensi Jenewa secara spesifik telah menyebutkan perlakuan-perlakuan yang harus diberlakukan terhadap tawanan perang,
2

seperti diperlakukan secara manusiawi, ditempatkan di tempat yang memadai, mendapatkan makanan yang cukup, pakaian yang layak, serta perawatan medis. Tawanan perang sendiri meliputi : Anggota dari angkatan bersenjata, relawan militer, termasuk didalamnya gerakan perlawanan, serta penduduk sipil yang tergabung dalam angkatan bersenjata. Adapun ketentuan-ketentuan spesifik diantaranya : Nama dari tawanan perang harus langsung dikirim ke ICRC. Para tawanan perang dapat berkomunikasi dengan keluarganya dan mendapatkan kiriman bantuan (Artikel 70-72,123 /13-14, 16), tawanan perang tidak dapat dijadikan subjek penelitian medis dan harus dilindungi dari tindak kekerasan, hinaan, dan dari keingintahuan public. Penawan tidak boleh terlibat dalam tindakan pembalasan ataupun diskriminatif yang terkait dengan ras, nasionalitas, kepercayaan, opini politik, dan criteria lainnya. Tawanan perang wanita harus diperlakukan sesuai dengan perlakuan yang seharusnya (Artikel 25-27, 30 / 23), tawanan perang harus menyerahkan data-data mereka, seperti nama, barisan, tanggal lahir, dan nomor dinas militer (Artikel 17), tawanan perang yang mengalami sakit serius harus dipulangkan ke rumahnya (Artikel 109,110), ketika konflik telah usai, seluruh tawanan perang harus dilepaskan, dan apabila terdapat permintaan dari tawanan untuk dipulangkan, maka mereka harus dipulangkan ke rumah tanpa adanya penundaan (Artikel 118), ICRC memberikan hal khusus untuk mengeluarkan aktivis kemanusiaan yang tertangkap sebagai tawanan perang. ICRC atau organisasi kemanusiaan netral lainnya yang disahkan oleh pihak yang berkonflik harus memiliki izin apabila ingin mengunjungi rawanan secara privat, memeriksa kondisi kurungan tempat tawanan, dan untuk memastikan apakh standard konvensi terpenuhi dan mendistribusikan stok bantuan. 4. Konvensi Jenewa Keempat (1949) Konvensi Jenewa Keempat mengatur tentang penduduk sipil yang berada di area konflik perang dan wilayah yang diduduki. Adapun spesifikasi-spesifikasi yang tercantum dalam Konvensi Jenewa mengenai hal tersebut diantaranya :

Keamanan, penghormatan, hak-hak keluarga, praktik relijius, tata cara dan adat dari penduduk sipil harus dihormati (Artikel 27), penduudk sipil harus dilindungi dari pembunuhan, penyiksaan, tindakan brutal, serta tindakan diskriminasi terkait dengan ras, nasionalitas, agama, dan opini politik. Mereka tidak berhak untuk mendapatkan hukuman dan deportasi (Artikel 32, 13 / 33, 49), konvensi ini juga ditujukan untuk melindungi anak-anak yang tidak memiliki orang tua atau terpisah dari orang tuanya. ICRC juga memiliki wewenang untuk mengirimkan berita terhadap keluarga serta membantu untuk menyatukan kembali keluarga yang terpisah dengan dibantu oleh Red Cross dan Red Crescent national societies (Artikel 24, 25), rumah sakit dan zona aman dapat ditetapkan sebagai tempat bagi mereka yang terkena luka tembak, sakit, anak-anak dibawah 15 tahun, ibu hamil, dan ibu dengan anak dibawah usia tujuh tahun. Rumah sakit bagi penduduk sipil dan seluruh staffnya harus dilindungi. Penerimaan barang medis serta alat yang digunakan dalam praktik relijius diperbolehkan (Artikel 14 / 18 / 55, 58), tawanan yang diasingkan harus mendapatkan makanan yang layak, pakaian, serta perawatan medis, serta harus dilindungi dari bahaya akan perang. Informasi mengenai internir harus dikirim ke ICRC. Internir memiliki hak untuk mengirim dan mendapatkan surat dan menerima kiriman bantuan. Anak-anak, ibu hamil, ibu yang memiliki bayi dan anak kecil, korban luka tembak dan sakit, dan mereka yang telah ditawan dalam jangka waktu yang lama harus dikeluarkan secepat mungkin (Artikel 89-91 / 106 / 108, 107 / 132).

Anda mungkin juga menyukai