Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI TEMPE DI KOTA PALEMBANG

Disusun oleh:

Didi Saputra Muhammad Mirza Nopri Kurnia Tama Rinaldo Apriandy Tito Saputra

01101002023 01101002027 01101002004 01101002051 01101004046

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2012

KATA PENGANTAR

Bismillahirromaanirrohim. Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, sholawat atas Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya. Akhirnya tugas mata kuliah Metodologi Penelitian ini dapat diselesaikan, dengan judul ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI TEMPE DI KOTA PALEMBANG. Meskipun tugas mata kuliah Metodologi Penelitian ini berhasil diselesaikan, namun di satu sisi masih banyak terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalamnya, untuk itu kami minta maaf yang sebesar-besar nya. Dan pada kesempatan yang baik ini kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua Dosen pengasuh mata kuliah Metodologi Penelitian yang telah banyak memberikan pelajaran dan bimbingan kepada kami, hingga pada akhirnya tugas ini dapat diselesaikan. Semoga amal baik beliau diterima Allah SWT sebagai amal sholeh. Dan semoga ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI TEMPE DI KOTA PALEMBANG ini bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi kalangan mahasiswa Fakultas Ekonomi. Terima kasih.

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI .................................................................................................. 2 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. Latar Belakang ....................................................................................... 4 Rumusan Masalah .................................................................................. 6 Tujuan Penelitian ................................................................................... 6 Manfaat Penelitian ................................................................................. 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ...................................................................................... 7 2.1.1. Teori Industri ......................................................................................... 7 2.1.2. Teori Nilai Tambah ................................................................................ 8 2.2. 2.3. 2.4. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 10 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 10 Hipotesis ................................................................................................ 11

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 12 Sumber dan Jenis Data ........................................................................... 12 Teknik Analisis ...................................................................................... 12 Batasan Variabel .................................................................................... 13

3.4.1. Definisi Konsepsional ............................................................................ 13 3.4.2. Definisi Operasional .............................................................................. 13 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ...................................................................................... 14 4.1.1. Lokasi Usaha ......................................................................................... 14

4.1.2. Gambaran Umum Responden ................................................................ 14 4.1.3. Biaya Madya .......................................................................................... 15 4.1.4. Bahan Baku ............................................................................................ 15 4.1.5. Bahan Bakar dan Bahan Penolong ........................................................ 15 4.2. Pembahasan ........................................................................................... 16 4.2.1. Analisis Nilai Tambah Industri Tempe ................................................. 16 BAB V. PENUTUP 5.1. 5.2. Kesimpulan ............................................................................................ 19 Saran ...................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang UKM memiliki peranan yang cukup penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Selain sebagai salah satu sektor penyerap tenaga kerja, UKM juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Industri Kecil dan Menengah terbukti lebih tangguh dalam mengahadapi krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak beberapa tahun lalu, di mana pada saat yang sama banyak industri berskala besar yang mengalami kebangkrutan. Sayangnya unit industri ini sering kali terabaikan karena jumlah produksinya yang masih dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit industri yang lain. Pengembangan UKM ini perlu mandapat perhatian yang lebih baik dari pemerintah ataupun dari masyarakat agar dapat bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya. Pemerintah perlu meningkatkan peranannya dalam memberdayakan UKM selain mengembangkan kemitraan Industri antara industri besar dan industri kecil, serta meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yang ada. Ada tiga alasan utama kenapa suatu negara harus mendorong industri kecil yang ada untuk terus berkembang. Alasan pertama adalah karena pada umumnya cenderung memiliki Nilai Tambah yang lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kemudian untuk alasan yang kedua, seringkali mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi. Hal ini merupakan bagian dari dinamika industrinya yang terus menyesuaikan perkembangan zaman.

Untuk alasan yang terakhir, industri kecil ternyata memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dibandingkan dengan industri besar. Di Indonesia, industri kecil yang ada memiliki peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit industri, dan mendukung pendapatan rumah tangga. UKM ini tidak hanya diminati karena industrinya yang sederhana, namun juga dikarenakan modal yang digunakan untuk membuka industri sejenis ini membutuhkan modal yang relatif lebih kecil dibanding industriindustri menengah keatas. Selain itu dalam hal pelaksanaan industri ini juga relatif lebih mudah dan sederhana, biasanya hanya menggunakan tenaga kerja sebanyak 5-10 orang. Ada dua definisi industri kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi ndustri kecil menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp1 miliar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat industri, paling banyak Rp200 juta. Kedua, menurut kategori Badan Pusat Statistik (BPS), industri kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; serta (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Nilai Tambah industri kecil dan menengah khususnya Industri Tempe di Kota Palembang dan memberi judul penelitian ini ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI TEMPE DI KOTA PALEMBANG.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: Bagaimana nilai tambah pada Industri Tempe di Kota Palembang.

1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka penellitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Nilai Tambah pada Industri Tempe di Kota Palembang.

1.4. Manfaat Penelitian Adapaun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat Akademik Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang ilmu ekonomi serta dapat menjadi masukan yang bermanfaat terutama dalam hal Nilai Tambah industri kecil dan menengah. b. Manfaat Operasional Diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi untuk penelitian selanjutnya terutama dalam hal pengembangan Nilai Tambah pada industri kecil dan menengah yang ada di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori industri Menurut kamus, ekonomi adalah industri produktif terutama dalam bidang produksi atau perindustrian tertentu yang menyelanggarakan jasajasa misalnya transportasi dan perhubungan dengan menggunakan modal dan tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar (Winardi, 1998: 257) Industri secara mikro adalah kumpulan dari beberapa perIndustrian yang menghasilkan barang dan jasa yang homogen atau barang dan jasa yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat, sedangkan secara makro industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah (Hasibuan, 1993: 12) Definisi industri menurut undang-undang No. 5 tahun 1984 tentang perindustrian menyatakan pengelolaan bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi, menjadi barang yang lebih tinggi nilai gunannya. Berdasarkan klasifikasi Badan Pusat Statistik tahun 2002, industri pengolahan dibagi menjadi: a. Industri besar (memperkerjakan 100 orang lebih). b. Industri sedang ( memperkerjakan 20-99 orang). c. Industri kecil (memperkerjakan 5-19 orang).
8

d. Industri rumah tangga (memperkerjakan kurang dari 3 orang). Dari berbagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa industri adalah sekumpulan dari berbagai macam bentuk Industri yang menghasilkan barang dan jasa sejenis. 2.1.2. Teori Nilai Tambah Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi digolongkan menjadi tenaga kerja, modal, jasa modal, kultur budaya dan faktor sosial. Apabila faktorfaktor tersebut digunakan dalam proses produksi maka akan diperoleh pendapatan atas nilai tambah dari faktor produksi tersebut atau pendapatan Industri dari pendayagunaan faktor disebut nilai tambah menurut harga faktor (Sukirno, 1996). Nilai tambah atau value added adalah perbedaan antara harga pembelian bahan mentah atau bagian-bagian yang selesai dikerjakan dan penjualan produk yang bersangkutan. Apabila dari perbedaan tersebut dikurangi depresiasi dan pajak perIndustrian tidak langsung, maka value added untuk semua output merupakan pendapatan nasional (Winardi, 1998: 497). Dalam menggunakan berbagai faktor produksi maka dibutuhkan biaya madya guna menghasilkan output, dan dari output ini dapat diperoleh nilai tambah sebagai pendapatan. Nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan produksi tergantung pada tingkat produktivitas, nilai produk marginal dan efisiensi (Hasibuan, 1993: 18). Peningkatan produksi belu tentu menjamin terjadinya peningkatan nilai tambah, seperti dalam Industri industri karena masih ditentukan oleh komponen harga dan intensitas penggunaan masukan baik dari dalam maupun luaar negeri. Nilai tambah yang diciptakan suatu Industri adalah sama dengan keluaran (output) dikurang biaya masukan (input). Nilai tambah

mempunyai komponen upah ayau gaji, sewa, pajak, penyusutan, dan keuntungan. Variabel keluaran adalah fungsi dari berbagai kuantitas dan kualitas masukan. Variabel keluaran identik dengan produksi akhir berupa barang jadi atau barang setengah jadi. Masukan antara merupakan gabungan dari bahan baku atau bahan penolong, biaya transportasi, sewa gedung, mesin-mesin, jasa industri dan non industri dan alat-alat serta barang lain (Hasibuan, 1987: 5-6). Nilai tambah yang dihasilkan suatu Industri adalah sama dengan keluaran (output) dikurangi dengan masukan madya (nilai tambah atas harga faktor setelah ditambah pajak dan dikurangi penyusutan). Faktor-faktor yang menentukan nilai tambah antara lain harga bahan baku dan bahan penolong, tenaga penjualan dan tinggi rendahnya efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja dan bahan baku. Semakin tinggi harga jual, jika tingkat efisiensi dan harga bahan baku tetap maka nilai tambah dan nilai prouksi bertanda positif yang menunjukan bila terjadi peningkatan dalam nilai produksi, maka nilai tambah juga akanmeningkat dengan asumsi biaya madya tetap dan sebaliknya hubungan negatif terjadi apabila biaya madya meningkat namun nilai tambah berkurang dengan asumsi nilai produksi tetap. Nilai tambah dapat diperoleh dari selisih antara nilai output dan biaya madya. Nilai output adalah nilai produksi yang benar-benar dihasilkan dari suatu kegiatan-kegiatan industri. Biaya madya adalah biaya dalam proses produksi yang berupa bahan baku, bahan penolong, bahan operasional dan pengeluaran seperti untuk jasa industri sewa gedung, tanah dan mesin-mesin. Tinggi atau rendahnya nilai tambah sangat mempengaruhi efisiensi pada suatu Industri. Nilai tambah terdiri dari dua macam, yaitu nilai tambah kotor (value added bbruto) dan nilai tambah bersih (value added netto). value

10

added bruto adalah pembayaran-pembayaran untuk pajak, bunga modal, sewa tanah, laba, cadangann-cadangan untuk depresiasi serta kompensasi untuk manajemen dan pegawai-pegawai lainnya, termasuk didalamnya jaminan sosial. Sedangkan di dalam value added netto tidak terdapat depresiasi (Winardi, 1998: 497). Value added neto adalah nilai tambah yang dihitung berdasarkan harga pasar, harga pasar adalah harga yang didasarkan pada harga yang dibayarkan pembeli termasuk penyusutan. Penyusutan merupakan bagian dari ongkos produksi sehingga dimasukan pada harga penjualan, nilai tambah netto berarti nilai tambah yang diciptakan dalam suatu proses produksi dengan cara menjumlahkan nilai tambah yang diwujudkan oleh berbagai sektor dalam perekonomian. 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian Trianto (2004) tentang Analisis Nilai Tambah dan efisiensi Produksi Cetak Offset pada Industri Percetakan di Kota Palembang menyimpulkan bahwa sebagian besar industri percetakan di Kota Palembang, terutama pada proses produksi cetak offsetnya, menciptakan nilai tambah yang relatif kecil. Kesimpulan ini juga diperkuat oleh hasil perbandingan nilai tambah yang diciptakan oleh nilai tambah industri lain yang pernah diteliti. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, diperoleh bahwa nilai tambah rata-rata yang diciptakan oleh industri percetakan di Kota Palembang lebih kecil dibandingkan nilai tambah ratarata yang diciptakan oleh industri kasur lihab dan industri pagar terali besi di Kota Palembang. 2.3. Kerangka Pemikiran Besarnya nilai tambah pada suatu industri tergantung pada besarnya Biaya madya yang dihasilkan oleh industri tersebut dan besarnya nilai output pada industri tersebut.

NILAI OUTPUT

11

NILAI TAMBAH BIAYA MADYA Nilai tambah didapat dari selisih antara nilai output dengan biaya madya atau biaya input (bahan baku dan penolong, bahan bakar, tenaga listrik dan gas, sewa gedung, mesin dan alat-alat dan pengeluaran lainnya). Apabila Nilai output lebih besar dari pada biaya madya maka nilai tambah yang dihasilkan akan menjadi lebih besar. Namun sebaliknya apabila Biaya madya lebih besar daripada Nilai output maka Nilai tambah yang dihasilkan akan menjadi lebih kecil.

2.4. Hipotesis Dilihat dari semakin banyaknya Industri-Industri Tempe di Kota Palembang maka dapat dinyatakan dilihat bahwa Nilai Tambah dari Industri Tempe di Kota Palembang tergolong cukup besar.

12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini ruang lingkup dibatasi hanya pada IndustriIndustri Tempe yang ada di Kota Palembang. Penelitian ini hanya membahas Nilai Tambah daripada Industri kecil menengah (UKM) khususnya Industri Tempe. 3.2. Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu dengan melakukan observasi langsung kepada beberapa para pemilik usaha Tempe di Kelurahan Bukit Sangkal. 3.3. Teknik Analisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif. Teknik analisis kulitatif yaitu dengan menyajikan berbagai tabel dan grafik yang diperlukan, dan analisis penjelasan yang sesuai dan relavan untuk memecahkan permasalahan yang ada, dan menghubungkan kaitannya dengan fenomena ekonomi yang terjadi secara nyata.

13

Nilai Tambah Industri Tempe dilihat dari selisih antara Nilai output terhadap biaya madya. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Untuk melihat besaran biaya madya pada Industri Tempe maka dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Sehingga apabila biaya madya yang digunakan semakin rendah, maka nilai tambah yang diperoleh semakin tinggi.

3.4. Batasan Variabel 3.4.1. Definisi Konsepsional Industri merupakan kumpulan dari perIndustrian yang

menghasilkan barang sejenis atau yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat. Industri juga merupakan kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. 3.4.2. Definisi Operasional 1. Biaya input adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi, seperti bahan baku, bahan bakar dan barang lainnya, serta jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri, dan lain-lain. 2. Biaya madya adalah biaya antara dalam prosesindustri yang berupa bahan baku, bahan bakar dan barang lainnya di luar sewa gedung, mesin, biaya jasa non industri, dan lain-lain.

14

3. Nilai output adalah jumlah barang yang diproduksi oleh produsen. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) output adalah jumlah barang yang diproduksi oleh produsen dikali dengan satuan nilai rupiah 4. Nilai tambah merupakan selisih antara biaya madya dengan nilai output. Biaya madya terdiri atas bahan baku dan penolong, biaya bahan bakar, dan pengeluaran lainnya di luar biaya sewa gedung, mesin dan alat-alat lainnya.

15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Lokasi Usaha Salah satu bagian penting dari pemasaran adalah lokasi. Jika lokasi atau tempat yang dipilih oleh pengusaha tersebut strategis dan muda ditemui oleh masyarakat, maka akan memudahkan pengusaha untuk mempromosikan usaha mereka dan juga bisa menekan biaya promosi. Salah satu industri tempe yang ada di kota Palembang terdapat di Kelurahan Bukit Sangkal. Pada umumnya industri tempe di Kota Palembang berlokasi di daerah pinggiran kota atau lokasi dimana proses produksi tempe dapat berjalan dengan baik, contohnya di daerah yang dekat dengan aliran air. Daerah-daerah seperti ini dianggap mempermudah proses pembasuhan atau proses pembersihan kacang kedelai sebelum diproduksi menjadi tempe. 4.1.2. Gambaran Umum Responden Responden yang di observasi atau menjadi objek penelitian adalah para pemilik usaha tempe di Kelurahan Bukit Sangkal. Sebagain besar dari mereka berasal dari Suku Jawa yang bergabung dalam kelompok koperasi yang bernama PRIMKOPTI. Profil pengusaha kebanyakan dari pendidikan yang rendah baik dari tingkat SD, SMP dan SMA. Kelompok koperasi ini menggunakan modal yang diberikan baik dari pemerintah maupun pinjaman modal yang bisa dikembalikan nanti ketika usaha telah berjalan. Responden mengambil usaha tempe dengan alasan pendidikan mereka yang rendah dan tidak mampu bersaing dengan orang yang berpendidikan

16

tinggi dan usaha tempe ini sendiri merupakan usaha yang dapat di mulai dengan modal yang rendah serta proses pembuatan yang mudah dilakukan. 4.1.3. Biaya Madya Biaya madya adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah bahan baku dan bahan penolong, serta bahan lainnya atau biaya yang digunakan untuk membeli faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. 4.1.4. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan tempe ini adalah sebagai berikut: 1. Kacang Kedelai Kacang Kedelai merupakan bahan terpenting dalam proses pembuatan tempe. Sebagian besar produsen tempe membeli kacang kedelai impor, alasannya karena kualitas kacang kedelai dalam negeri kurang baik sehingga para produsen tempe lebih memilih kacang kedelai impor demi mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan. 2. Ragi Ragi dikenal sebagai jamur tempe yang merupakan jamur yang bekerja dalam proses pembuatan tempe, yaitu dalam proses fermentasi. 4.1.5. Bahan Penolong dan Bahan Bakar Bahan penolong merupakan bahan pendukung dalam kelancaran proses produksi hingga kemasan, pada tiap-tiap responden pada dasarnya menggunakan bahan penolong yang sama yang terdiri atas: 1. Bahan Bakar Kayu Bahan bakar yang digunakan dalam produksi tempe ini adalah berupa kayu, produsen tempe masih menggunakan tungku untuk mengukus

17

kacang dan masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar utama untuk pembuatan tempe. 2. Plastik Kemasan Kemasan yang digunakan bervariasi ukurannya, tetapi dari hasil pengamatan pada umumnya pengusaha tempe menggunakan plastik ukuran 500 gram. Tabel 1.1 Bahan Baku, Bahan Penolong dan Bahan Bakar Proses Produksi Tempe di Kota Palembang Bahan Bahan

Bahan Baku Kacang Kedelai Ragi

Harga (per unit/kg) Rp 6.000 Rp 1.000

Penolong

Harga (per unit/kg) Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 4.500

dan Bahan Bakar Kayu Bakar Plastik Kemasan Solar

Sumber: Data penelitian, 2012 (diolah) Keberhasilan bahan baku merupakan hal yang penting untuk diperhatikan oleh tiap-tiap produsen tempe karena produksi tempe ini dilakukan setiap hari, sedangkan bahan baku kacang kedelai harganya cenderung tidak stabil karena menggunakan kedelai impor.

4.2. Pembahasan 4.2.1. Analisis Nilai Tambah Industri Tempe Nilai tambah yang diciptakan suatu industri adalah sama dengan keluaran (output) dikurangi biaya masukan (input). Nilai tambah mempunyai komponen upah/gaji, sewa pajak, penyusutan, dan keuntungan. Variabel keluaran adalah fungsi dari berbagai kuantitas dan kualitas masukan. Variabel keluaran identik dengan produksi akhir berupa barang jadi atau barang setengah jadi. Masukan antara merupakan

18

gabungan dari bahan baku atau bahan penolong dan bahan-bahan penolong dan alat-alat serta barang lain (Hasibuan, 1993: 5-6). Tabel 1.2 Nilai Tambah Industri Tempe di Kota Palembang Responden Nilai Output (Rp) 1 1.350.000 2 800.000 3 850.000 4 700.000 5 500.000 6 900.000 7 450.000 8 1.200.000 9 600.000 10 550.000 11 1.000.000 12 750.000 13 800.000 14 650.000 15 400.000 16 950.000 17 1.400.000 18 750.000 19 500.000 20 700.000 Rata-rata 790.000 Sumber: Data penelitian, 2012 (diolah) Biaya Madya (Rp) 1.115.000 549.000 630.000 438.500 350.500 577.000 252.000 794.500 493.000 409.500 775.000 582.500 627.000 426.000 209.500 670.500 1.145.500 607.000 374.500 489.500 575.800 Nilai Tambah (Rp) 235.000 251.000 220.000 261.500 149.500 323.000 198.000 405.500 107.000 140.500 225.000 167.500 173.000 224.000 190.500 279.500 254.500 143.000 125.500 210.500 214.200

Berdasarkan tabel 1.2 penggunaan nilai tambah pada industri tempe antar responden berfluktuatif. Nilai tambah rata-rata dari industri tempe adalah sebesar Rp 214.200, di mana nilai tambah terbesar berada pada responden kedelapan yaitu sebesar Rp 405.500 dan nilai tambah terkecil pada responden kesembilan yaitu sebesar Rp 107.000. Perbedaan nilai tambah yang dihasilkan oleh masing-masing produsen tempe dikarenakan perbedaan dalam tingkat produksi (output) dan perbedaan dalam besarnya biaya madya (input). Pada produsen

19

kedelapan dimana produsen ini memiliki nilai tambah paling besar diantara produsen tempe lainnya memiliki nilai output sebesar Rp. 1.200.000 sementara biaya madya relative kecil yakni sebesar Rp. 794.500 sehingga nilai tambah yang diperoleh adalah sebesar Rp. 405.500. berbeda dengan produsen ke tujuh belas meskipun memiliki nilai output yang besar yakni Rp.1.400.000 namun nilai tambah yang dihasilkan relative tidak terlalu besar yakni Rp. 254.500, hal ini dikarenakan meskipun nilai output cukup besar namun disisi lain biaya madya yang dikeluarkan juga cukup besar yakni Rp. 1.145.000 sehingga nilai tambah yang diperoleh pun relative menjadi lebih kecil disbanding produsen tempe lainnya.

20

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan Dari penelitian mengenai Analisis Nilai Tambah Industri Tempe Di Kota Palembang dapat disimpulkan bahwa dari 20 produsen yang diteliti terlihat bahwa nilai tambah yang diperoleh oleh masing-masing produsen tempe berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, dimanaNilai tambah rata-rata dari industri tempe adalah sebesar Rp 214.200, di mana nilai tambah terbesar berada pada responden kedelapan yaitu sebesar Rp 405.500 dan nilai tambah terkecil pada responden kesembilan yaitu sebesar Rp 107.000. Perbedaan nilai tambah antar produsen tempe di sebabkan karena dua faktor, yakni : 1. Perbedaan nilai output pada produsen tempe. 2. Perbedaan Biaya madya pada produsen tempe.

5.2. Saran 1. Pemerintah Kota Palembang perlu menjamin ketersediaan bahan baku dalam proses produksi sehingga biaya produksi menjadi lebih murah. 2. Perlu adanya perhatian serius dari pihak pemerintah maupun swasta dalam memajukan industri tempe, baik dalam meningkatkan modal maupun dalam membantu pemasaran produksi dari industri tempe di dalam negeri, agar dapat memacu produktivitas dari industri kerajinan sehingga dapat menciptakan kesempatan kerja yang lebih banyak.

21

DAFTAR PUSTAKA

Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia, Menuju Negara Industri Baru 2030?. Yogyakarta: CV Andi Offset. Hasibuan, Nurimansjah. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia. Nazir, Mohammad. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Teguh, Muhammad. 2010. Ekonomi Industri. Jakarta: Rajawali Pers. Trianto, Anton. 2004. Analisis Nilai Tambah dan Efisiensi Produksi Cetak Offset pada Industri Percetakan di Kota Palembang. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.9. Desember. Hlm. 65-70.

22

Anda mungkin juga menyukai