Anda di halaman 1dari 29

TUGAS INDIVIDU IRIGASI DAN DRAINASE

Disusun oleh : Panji Tamura : 115040201111230 Kelas M

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

1. Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait sistem irrigasi, untuk itu dari masing-masing peraturan berikut sebutkan Hak, Kewajiban dan sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian bila melanggar peraturan-peraturan berikut:

a. Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. b. Peraturan Pemerintah No 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air c. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991, Tentang : Sungai d. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2010, Tentang : Bendungan e. Peraturan Pemerintah No 43 tahun 2008 tentang Air Tanah f. Perturan Pemerintah No 77 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2006 tentang Irigasi

A. Hak, Kewajiban dan sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Hak a) Petani atau pengusaha di bidang pertanian berhak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. b) Petani atau pengusaha di bidang pertanian berhak untuk memperoleh sarana danprasarana sumber daya air, yaitu dapat berupa bangunan air beserta bangunan lainyang dapat menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsungmaupun tidak langsung. c) Berhak memperoleh kemakmuran sebesar-besarnya dari sumber daya yangdikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup. d) Berhak mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari gunamemenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. e) Berhak memakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagiperseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi tanpamembutuhkan izin.

Kewajiban a) ( Pasal 22 ) Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib untuk mencegah, menanggulangi,dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang

disebabkan oleh daya rusak air.

b) Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib untuk merawat sumber air danprasarana sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsisumber air dan prasarana sumber daya air. c) Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib izin terlebih dahulu jika carapenggunaan air dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air, ditujukanuntuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah besar, ataudigunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada. d) Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib menyimpan air yang berlebihan disaat hujan, menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif, danmengendalikan penggunaan air tanah

Sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian

KETENTUAN PIDANA Pasal 94 1. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah): a. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau b. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52. 2. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): a. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); atau

b. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya (7). 3. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat

a. setiap orang yang dengan sengaja menyewakan atau memindahtangankan sebagian atau seluruhnya hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); b. setiap orang yang dengan sengaja melakukan pengusahaan sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); atau c. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2); d. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).

Pasal 95 1. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah): a. setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencermaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau b. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52. 2. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah): a. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); atau; b. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang

mengakibatkan kerusakan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7). 3. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah):

a. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pengusahaan sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); b. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2); c. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3). Pasal 96 1. Dalam hal tindak pidana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dan Pasal 95 dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha yang bersangkutan. 2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap badan usaha, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda ditambah sepertiga denda yang dijatuhkan. B. Hak, Kewajiban dan sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian Peraturan Pemerintah No 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

Hak dan Kewajiban Berdasarkan pasal 104 menjelaskan bahwasanya kewajiban pemegang izin penggunaan sumber daya air yaitu : a. mematuhi ketentuan dalam izin; b. membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya air dan membayar kewajiban keuangan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. melindungi dan memelihara kelangsungan fungsi sumber daya air; d. melindungi dan mengamankan prasarana sumber daya air; e. melakukan usaha pengendalian dan pencegahan terjadinya pencemaran air; f. melakukan perbaikan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan yang ditimbulkan; dan g. memberikan akses untuk penggunaan sumber daya air dari sumber air yang sama bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat di sekitar lokasi kegiatan. Dalam pasal yang sama juga ayat 2 menjelaskan mengenai hak yang dapat diperoleh dari Pemegang izin penggunaan sumber daya air berhak untuk:

a. menggunakan air, sumber air, dan/atau daya air sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin; dan b. membangun sarana dan prasarana sumber daya air dan bangunan lain sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin.

Jika dalam pengawasan atas penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air ditemukan suatu permasalahan/kasus yang tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan maka harus mendapatkan peringatan, sanksi, dan bentuk tindakan lain dalam rangka memperbaiki dan menyempurnakan

penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air.

Sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian

Pasal 121 1. Setiap pemrakarsa sebagai pemegang izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf a dan huruf b yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2), Pasal 98, atau Pasal 104 ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebagai pemberi izin. 2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pelaksanaan seluruh kegiatan; dan c. pencabutan izin. 3. Penyedia jasa konstruksi yang melanggar ketentuan peraturan pemerintah ini dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi. Pasal 122 1. Pemrakarsa sebagai pemegang izin yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) dikenai sanksi berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) huruf a. 2. Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sebanyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut masing-masing untuk jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender. 3. Pemrakarsa sebagai pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat

(2), dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan seluruh kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) huruf b. 4. Sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan untuk jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender. 5. Pemrakarsa sebagai pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah berakhirnya jangka waktu pengenaan sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) huruf c. Pasal 123 1. Pemrakarsa sebagai pemegang izin pelaksanaan konstruksi pada sumber air dan/atau penggunaan sumber daya air yang tidak melakukan upaya pemulihan dan/atau perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) atau ayat (5) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) huruf a. 2. Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sebanyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut masing-masing untuk jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender. 3. Pemrakarsa sebagai pemegang izin pelaksanaan konstruksi pada sumber air dan/atau penggunaan sumber daya air yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) huruf b. 4. Sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan untuk jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender. 5. Pemrakarsa sebagai pemegang izin pelaksanaan konstruksi pada sumber air dan/atau penggunaan sumber daya air yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah berakhirnya jangka waktu pengenaan sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) huruf c.

6. Selain dikenakan sanksi pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) apabila pelaksanaan konstruksi dan/atau penggunaan sumber daya air yang dilakukan oleh pemrakarsa menimbulkan: a. kerusakan pada sumber air dan/atau lingkungan sekitarnya, wajib melakukan pemulihan dan/atau perbaikan atas akibat kerusakan yang ditimbulkannya; dan/atau b. kerugian pada masyarakat, wajib mengganti biaya kerugian yang ditimbulkan kepada masyarakat yang menderita kerugian.

C. Hak, Kewajiban dan sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991, Tentang : Sungai

Hak dan Kewajiban Pasal 24 Masyarakat wajib ikut serta menjaga kelestarian rambu-rambu dan tandatanda pekerjaan dalam rangka pembinaan sungai. Pasal 25 Dilarang mengubah aliran sungai kecuali dengan ijin Pejabat yang berwenang. Pasal 26 Mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai hanya dapat dilakukan setelah memperoleh ijin dari Pejabat yang berwenang. Pasal 27 Dilarang membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan menimbulkan pencemaran atau menurunkan kualitas air, sehingga membahayakan dan/atau merugikan penggunaan air yang lain dan lingkungan. Pasal 28 Mengambil dan menggunakan air sungai selain untuk keperluan pokok sehari-hari hanya dapat dilakukan setelah memperoleh ijin teriebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Pasal 29 1. Melakukan pengerukan atau penggalian serta pengambilan bahanbahan galian pada sungai hanya dapat dilakukan ditempat yang telah ditentukan oleh Pejabat yang berwenang. 2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Pejabat yang berwenang.

PEMBIAYAAN Pasal 30 1. Pembiayaan pembangunan bangunan sungai yang ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan umum ditanggung oleh Pemerintah atau badan usaha milik Negara. 2. Pembiayaan pembangunan bangunan sungai untuk usaha-usaha tertentu yang diselenggarakan oleh badan hukum, badan sosial atau perorangan ditanggung oleh yang bersangkutan. 3. Masyarakat yang secara langsung memperoleh manfaat dari pembangunan bangunan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diikut sertakan dalam pembiayaan untuk pembangunan bangunan tersebut sesuai dengan kepentingan dan

kemampuannya. Pasal 31 1. Pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan sungai dan bangunan sungai yang ditujukan untuk kesejahteraan dan/atau keselamatan umum ditanggung oleh Pemerintah atau badan usaha milik Negara sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masingmasing. 2. Pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan sungai dan/atau bangunan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) ditanggung oleh badan hukum, badan sosial atau perorangan yang bersangkutan. 3. Masyarakat yang secara langsung memperoleh manfaat dari adanya bangunan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diikutsertakan dalam pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan tersebut sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya. PENGAWASAN Pasal 32 1. Pengawasan atas penyelenggaraan pembinaan sungai dilakukan oleh Pejabat yang berwenang. 2. Pengawasan atas penyelenggaraan pembinaan sungai yang telah dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah dalam rangka tugas pembantuan, dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah. 3. Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian KETENTUAN PIDANA Pasal 33 Dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 dan peraturan perundang-undangan lainnya: a. barangsiapa untuk keperluan usahanya hanya melakukan pembangunan bangunan sungai tanpa ijin sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (3); b. barangsiapa melakukan pengusahaan sungai dan bangunan sungai tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3); c. barangsiapa mengubah aliran sungai, mendirikan,mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai, mengambil dan menggunakan air sungai untuk keperluan usahanya yang bersifat komersil tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27; d. barangsiapa membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.

D. Hak, Kewajiban dan sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian Pemerintah No. 37 Tahun 2010, Tentang : Bendungan

Peraturan

Hak dan Kewajiban Perlindungan dan Pelestarian Waduk Pasal 93 1. Perlindungan dan pelestarian waduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (2) huruf a bertujuan untuk menjaga waduk agar terpelihara keberadaan, keberlanjutan serta menjaga fungsi waduk terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan, baik oleh daya alam maupun tindakan manusia. 2. Perlindungan dan pelestarian waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara menetapkan dan mengelola kawasan lindung waduk, vegetatif, dan/atau rekayasa teknik sipil melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sekitar. 3. Perlindungan dan pelestarian waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pemeliharaan kelangsungan fungsi daerah tangkapan air; b. pengawasan penggunaan lahan pada daerah tangkapan air; c. pembuatan bangunan pengendali erosi dan sedimentasi;

d. pengendalian pemanfaatan ruang pada waduk; e. pengendalian pengolahan tanah pada kawasan hulu waduk; f. pengaturan daerah sempadan waduk; dan g. peningkatan kesadaran, partisipasi, dan pemberdayaan pemilik kepentingan dalam pelestarian waduk dan lingkungannya. Pasal 94 1. Pemeliharaan kelangsungan fungsi daerah tangkapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf a dilakukan pada kawasan hulu waduk. 2. Dalam pemeliharaan kelangsungan fungsi daerah tangkapan air, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan: a. kawasan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air; b. norma, standar, dan prosedur pelestarian fungsi daerah tangkapan air;

c. tata cara pengelolaan kawasan daerah tangkapan air; d. penyelenggaraan program pelestarian fungsi daerah tangkapan air; dan e. pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian fungsi daerah tangkapan air.

3. Dalam hal Pemilik bendungan merupakan badan usaha, penyelenggaraan program pelestarian fungsi daerah tangkapan air dan pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian fungsi daerah tangkapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e dilakukan oleh Pemilik bendungan. 4. Dalam pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemilik bendungan dapat meminta bantuan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk mengoordinasikan penyelenggaraannya. Pasal 95 1. Pengawasan penggunaan lahan pada daerah tangkapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang terkait dengan bidang sumber daya air, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 2. Dalam hal Pemilik bendungan merupakan badan usaha, pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang terkait dengan bidang sumber daya air, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya serta Pemilik bendungan. 3. Dalam hal bendungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki oleh badan usaha, Pemilik bendungan melakukan pemantauan penggunaan lahan pada daerah tangkapan air.

4. Apabila dari hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan terjadinya perubahan penggunaan lahan pada daerah tangkapan air, Pemilik bendungan harus melaporkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang terkait dengan bidang sumber daya air, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 96 1. Pembuatan bangunan pengendali erosi dan sedimentasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf c menjadi tanggung jawab Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 2. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan: a. lokasi bangunan pengendali erosi dan sedimentasi; b. pelaksanaan pembangunan pengendali erosi dan sedimentasi; dan c. pemberdayaan masyarakat dalam rangka pembangunan pengendali erosi dan sedimentasi. 3. Dalam hal Pemilik bendungan merupakan badan usaha, pelaksanaan pembangunan pengendali erosi dan sedimentasi serta pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dilakukan oleh Pemilik bendungan. 4. Dalam pelaksanaan pembangunan pengendali erosi dan sedimentasi serta

pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemilik bendungan dapat meminta bantuan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk mengoordinasikan penyelenggaraannya. Pasal 98 1. Dalam hal Pemilik bendungan merupakan badan usaha, pelaksanaan kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (4) huruf b serta upaya mempertahankan fungsi daerah sempadan waduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (4) huruf c dilakukan oleh Pemilik bendungan. 2. Pelaksanaan kegiatan oleh Pemilik bendungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 157 1. Pembangun bendungan yang melakukan pelaksanaan konstruksi tanpa izin pelaksanaan konstruksi yang diberikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dikenai sanksi berupa penghentian pelaksanaan konstruksi oleh Menteri. 2. Pembangun bendungan yang tidak melakukan pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dikenai sanksi berupa pencabutan izin pelaksanaan konstruksi oleh Menteri. 3. Pembangun bendungan yang melakukan pengisian awal waduk tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) dikenai sanksi berupa penghentian pengisian awal waduk oleh Menteri. 4. Pembangun bendungan yang tidak melakukan pengisian awal waduk sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) dikenai sanksi berupa pencabutan izin pengisian awal waduk oleh Menteri. 5. Pengelola bendungan yang tidak melakukan perubahan struktur bendungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) atau tidak melakukan rehabilitasi bendungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2) dikenai sanksi berupa pencabutan izin operasi bendungan. 6. Pengelola bendungan yang melakukan perubahan bendungan atau rehabilitasi bendungan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) dikenai sanksi berupa penghentian kegiatan pelaksanaan perubahan bendungan atau rehabilitasi bendungan. E. Hak, Kewajiban dan sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian Pemerintah No 43 tahun 2008 tentang Air Tanah. Peraturan

Hak dan Kewajiban Pasal 76 Setiap pemegang izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah berhak untuk memperoleh dan menggunakan air tanah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin. Pasal 77 Setiap pemegang izin pemakaian air tanah dan pemegang izin pengusahaan air tanah wajib: a. menyampaikan laporan hasil kegiatan pengeboran atau enggalian air tanah kepada bupati/walikota;

b. menyampaikan laporan debit pemakaian atau pengusahaan air tanah setiap bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada Menteri atau gubernur; c. memasang meteran air pada setiap sumur produksi untuk pemakaian atau pengusahaan air tanah; d. membangun sumur resapan di lokasi yang ditentukan oleh bupati/walikota; e. berperan serta dalam penyediaan sumur pantau air tanah; f. membayar biaya jasa pengelolaan air tanah; dan g. melaporkan kepada bupati/walikota apabila dalam pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah, serta pemakaian dan pengusahaan air tanah ditemukan hal-hal yang dapat membahayakan lingkungan. Pasal 78 1. Setiap pemegang izin pengusahaan air tanah wajib memberikan air paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari batasan debit pemakaian atau pengusahaan air tanah yang ditetapkan dalam izin bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat setempat. 2. Teknis pelaksanaan pemberian air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh bupati/walikota.

Sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 92 1. nBupati/walikota mengenakan sanksi administratif kepada setiap pemegang izin yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 77, atau Pasal 78. 2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara seluruh kegiatan; dan c. pencabutan izin. Pasal 93 1. Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat 2. huruf a dikenakan kepada pemegang izin yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 77 atau Pasal 78.

3. Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sebanyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu) bulan. 4. Pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan sanksi penghentian sementara seluruh kegiatan. 5. Sanksi administratif berupa penghentian sementara seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan. 6. Pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah berakhirnya jangka waktu penghentian sementara seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenakan sanksi pencabutan izin.

F. Hak, Kewajiban dan sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian

Perturan

Pemerintah No 77 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Hak dan Kewajiban Pasal 14 Hak guna air irigasi diberikan oleh Bupati/Walikota, Gubernur, dan Menteri sesuai dengan kewenangannya kepada perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi, badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya pada setiap sumber air yang dimanfaatkan. Hak guna air irigasi diberikan terutama untuk kepentingan pertanian dengan tetap memperhatikan kepentingan usaha lainnya. Hak guna air irigasi diberikan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan air pada daerah pelayanan tertentu

sekurangkurangnya 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Pasal 15 1. Hak guna air diberikan dalam bentuk izin pengambilan air. 2. Izin pengambilan air irigasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan kepada perkumpulan petani pemakai air, badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya. 3. Pemegang izin pengambilan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat menggunakan jaringan irigasi yang telah ada. Pasal 16 Pengaturan dan penetapan izin pengambilan air irigasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua

Penyediaan Air Irigasi Pasal 17 1. Penyediaan air irigasi diarahkan untuk mencapai hasil produksi pertanian yang optimal dengan tetap memperhatikan keperluan lainnya. 2. Dalam penyediaan air irigasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Daerah mengusahakan optimalisasi penyediaan air dalam satu daerah irigasi maupun antar daerah irigasi. 3. Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengupayakan ketersediaan, pengendalian dan perbaikan mutu air irigasi. Pasal 18 1. Perencanaan Tahunan penyediaan air irigasi disusun oleh komisi irigasi berdasarkan usulan perkumpulan petani pemakai air dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya sesuai dengan hak guna air irigasi yang telah ditentukan dan kebutuhan air irigasi yang diperlukan. 2. Perencanaan Tahunan penyediaan air irigasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota sesuai kewenangannya. 3. Penyediaan air irigasi berdasarkan Perencanaan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh perkumpulan petani pemakai air, dan khusus untuk penyediaan air irigasi yang jaringan irigasinya berfungsi multiguna ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. 4. Penyediaan air untuk mengatasi kekurangan air pada lahan pertanian tertentu dapat diupayakan dengan pompanisasi sesuai hak guna air yang berlaku serta kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. 5. Pompanisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilakukan dari air permukaan atau air bawah tanah setelah mendapat izin dari pihak yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Pada kondisi ketersediaan air terbatas, Bupati/Walikota atau Gubernur menetapkan penyesuaian alokasi air bagi para pemegang hak guna air sesuai asas keadilan dan keseimbangan. Bagian Ketiga Pembagian dan Pemberian Air Irigasi Pasal 19 1. Rencana pembagian air pada suatu daerah irigasi ditetapkan setiap tahun oleh perkumpulan petani pemakai air.

2. Rencana pembagian air untuk jaringan irigasi yang berfungsi multiguna ditetapkan setiap tahun atas dasar musyawarah antara perkumpulan petani pemakai air dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya melalui forum koordinasi daerah irigasi. 3. Pembagian air irigasi ditetapkan oleh perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi sesuai dengan rencana pembagian air berdasarkan prinsip keadilan, keseimbangan, dan musyawarah di antara pihak yang berkepentingan. Pasal 20 Kelebihan air irigasi di suatu daerah irigasi dapat dimanfaatkan untuk keperluan tanaman di luar lahan yang telah ditetapkan dan atau untuk keperluan lainnya setelah mendapat izin dari pejabat yang berwenang. Pasal 21 1. Dalam rangka pembagian dan pemberian air secara tepat guna untuk setiap daerah irigasi, perkumpulan petani pemakai air menyusun jadwal pemakaian air irigasi dan menginformasikan kepada pemakai air dan pihak terkait lainnya sebelum musim tanam dimulai. 2. Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila diperkirakan debit air irigasi tidak mencukupi kebutuhan, perkumpulan petani pemakai air menetapkan prioritas pembagian air irigasi sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. 3. Pembagian dan pemberian air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi kewajiban perkumpulan petani pemakai air untuk memberikan air irigasi guna keperluan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Pasal 22 1. Petani pemakai air bersama Pemerintah Daerah dapat menetapkan waktu dan bagian jaringan irigasi yang harus dikeringkan untuk keperluan pemeriksaan dan atau perbaikan. 2. Waktu pengeringan dari bagian jaringan irigasi yang akan dikeringkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus ditentukan secara tepat dan diberitahukan kepada pemakai selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sebelum pelaksanaan pengeringan. 3. Pengeringan yang lebih lama dari 2 (dua) minggu setiap musim hanya dapat dilaksanakan dalam keadaan darurat dengan persetujuan perkumpulan petani pemakai air. Pasal 23 1. Pemberian air irigasi ke petak tersier harus dilakukan melalui bangunan sadap yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

2. Untuk pencatatan pembagian dan pemberian air, bangunan bagi dan bangunan sadap dilengkapi dengan alat pengukur debit dan papan operasi. Bagian Keempat Penggunaan Air Irigasi Pasal 24 1. Penggunaan air irigasi hanya diperkenankan dengan mengambil air dari saluran tersier atau saluran kuarter pada tempat pengambilan yang telah ditetapkan oleh perkumpulan petani pemakai air. 2. Untuk melaksanakan penyelenggaraan penggunaan air irigasi dalam satu daerah irigasi, perkumpulan petani pemakai air menunjuk petugas pembagi air. Pasal 25 Penggunaan air irigasi dalam daerah irigasi untuk tanaman industri harus mendapat persetujuan dari perkumpulan petani pemakai air. Bagian Kelima Drainase Pasal 26 1. Untuk mengatur air irigasi secara baik yang memenuhi syarat-syarat teknik irigasi dan pertanian maka pada setiap pembangunan jaringan irigasi disertai dengan pembangunan jaringan drainase yang merupakan satu kesatuan dengan jaringan irigasi yang bersangkutan. 2. Air irigasi yang disalurkan kembali ke suatu sumber air melalui jaringan drainase harus dilakukan upaya pengendalian atau pencegahan pencemaran agar memenuhi syarat-syarat kualitas tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Perkumpulan petani pemakai air dan masyarakat wajib ikut serta menjaga kelangsungan fungsi jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan dilarang mendirikan bangunan ataupun melakukan tindakan lain yang dapat mengganggu fungsi drainase. Bagian Keenam Penggunaan Langsung Air Irigasi dari Sumber Air Pasal 27 1. Setiap pemakai air yang menggunakan langsung air irigasi dari sumber air permukaan harus mendapat izin dari Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

2. Setiap pemakai air yang menggunakan langsung air irigasi dari sumber air bawah tanah untuk kepentingannya harus mendapat izin dari Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sangsi petani atau pengusaha di bidang pertanian

Sanksinya seperti yang tertulis dalam BAB XII Sanksi Administratif Pasal 121 pada ayat 2 disebutkan Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Peringatan tertulis b. Peringatan sementara pelaksanaan seluruh kegiatan c. Pencabutan izin d. Pada ayat 5 juga tertulis Pemrakarsa sebagai pemegang izin pelaksanaan konstruksi pada sumber air dan/atau penggunaan sumber daya air yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah berakhirnya jangka waktu pengenaan sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) huruf c. Selain dikenakan sanksi pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) apabila pelaksanaan konstruksi dan/atau penggunaan sumber daya air yang dilakukan oleh pemrakarsa menimbulkan: a. kerusakan pada sumber air dan/atau lingkungan sekitarnya, wajib melakukan pemulihan dan/atau perbaikan atas akibat kerusakan yang ditimbulkannya; dan/atau b. kerugian pada masyarakat, wajib mengganti biaya kerugian yang ditimbulkan kepada masyarakat yang menderita kerugian.

2. Pemerintah telah mengeluarkan standar kualitas Air Irigasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 (lihat di bahan kuliah yang bersama tugas ini) , untuk itu dari standar tersebut, melalui studi literatur deskripsikan teknik mengukur masingmasing standar kualitas air irrigasi baik secara Fisika, Kimia Anorganik, Mikrobiologi, Kimia Organik (DDT saja). Mengapa kualitas tersebut penting bagi pertanian.

Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu. Syarat yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda tergantung tujuanpenggunaan, sebagai contoh, air yang digunakan untuk irigasi memiliki standar mutu yangberbeda dengan air untuk dikonsumsi.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran menyatakan bahwa untuk menjamin kualitas air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan kualitas air. Upaya pengelolaan kualitas air dilakukan pada: sumber yang terdapat di dalam hutan lindung; mata air yang terdapat di luar hutan lindung; akuifer air tanah dalam Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis.Klasifikasi dan kriteria kualitas air di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah. Berdasarkan Peraturan PemerintahNo.82 Tahun 2001 , kualitas air diklasifikasikanmenjadi empat kelas yaitu: a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air minum.Untuk mengukur standart kualitas air kelas satu, dapat digunakan TDS (Total Dissolved Solids) Meter, alat untuk mengukur partikel padatan terlarut di air minum yang tidaktampak oleh mata. Setiap air minum selalu mengandung partikel yang terlarut yangtidak tampak oleh mata, bisa berupa partikel padatan (seperti kandungan logam misal:Besi, Aluminium, Tembaga, Mangan dll) maupun partikel non padatan seperti mikroorganisma, dan lain-lain. Alat ini bisa mengukur berapa jumlah padatan yang terlarutdidalamnya dalam satuan ppm (mg/L) yang ditunjukkan berupa angka digital didisplaynya. b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,pembudidayaan ikan air tawar, peternakan , air untuk mengairi pertanaman. Untukmengukur standart kualitas air pada kelas dua. c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan airtawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman. d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman.

Persyaratan Kualitas Air


Parameter Kualitas Air yang digunakan untuk kebutuhan manusia haruslah air yang tidak tercemar atau memenuhi persyaratan fisika, kimia, dan biologis. Persyaratan Fisika Air Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisika sebagai berikut: Jernih atau tidak keruh Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari tanah liat. Semakin banyak kandungan koloid maka air semakin keruh. Tidak berwarna Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan. Rasanya tawar Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit atau asin menunjukan air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik. Tidak berbau Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air. Temperaturnya normal Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa, yang dapat membahayakan kesehatan dan menghambat pertumbuhan mikro organisme. Tidak mengandung zat padatan

Air minum mengandung zat padatan yang terapung di dalam air. Persyaratan Kimia Kandungan zat atau mineral yang bermanfaat dan tidak mengandung zat beracun. 1) pH (derajat keasaman) Penting dalam proses penjernihan air karena keasaman air pada umumnya disebabkan gas Oksida yang larut dalam air terutama karbondioksida. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari pada penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH yang lebih kecil 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan tetapi dapat menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang sangat mengganggu kesehatan. 2) Kesadahan Kesadahan ada dua macam yaitu kesadahan sementara dan kesadahanvnonkarbonat (permanen). Kesadahan sementara akibat keberadaan Kalsium dan Magnesium bikarbonat yang dihilangkan dengan memanaskan air hingga mendidih atau menambahkan kapur dalam air. Kesadahan nonkarbonat (permanen) disebabkan oleh sulfat dan karbonat, Chlorida dan Nitrat dari Magnesium dan Kalsium disamping Besi dan Alumunium. Konsentrasi kalsium dalam air minum yang lebih rendah dari 75 mg/l dapat menyebabkan penyakit tulang rapuh, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi dari 200 mg/l dapat menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air. Dalam jumlah yang lebih kecil magnesium dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang, akan tetapi dalam jumlah yang lebih besar 150 mg/l dapat menyebabkan rasa mual. 3) Besi Air yang mengandung banyak besi akan berwarna kuning dan menyebabkan rasa logam besi dalam air, serta menimbulkan korosi pada bahan yang terbuat dari metal. Besi merupakan salah satu unsur yang merupakan hasil pelapukan batuan induk yang banyak ditemukan diperairan umum. Batas maksimal yang terkandung didalam air adalah 1,0 mg/l 4) Aluminium

Batas maksimal yang terkandung didalam air menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 82 / 2001 yaitu 0,2 mg/l. Air yang mengandung banyak aluminium menyebabkan rasa yang tidak enak apabila dikonsumsi. 5) Zat organik Larutan zat organik yang bersifat kompleks ini dapat berupa unsur hara makanan maupun sumber energi lainnya bagi flora dan fauna yang hidup di perairan 6) Sulfat Kandungan sulfat yang berlebihan dalam air dapat mengakibatkan kerak air yang keras pada alat merebus air (panci / ketel)selain mengakibatkan bau dan korosi pada pipa. Sering dihubungkan dengan penanganan dan pengolahan air bekas. 7) Nitrat dan nitrit Pencemaran air dari nitrat dan nitrit bersumber dari tanah dan tanaman. Nitrat dapat terjadi baik dari NO2 atmosfer maupun dari pupuk-pupuk yang digunakan dan dari oksidasi NO2 oleh bakteri dari kelompok Nitrobacter. Jumlah Nitrat yang lebih besar dalam usus cenderung untuk berubah menjadi Nitrit yang dapat bereaksi langsung dengan hemoglobine dalam daerah membentuk methaemoglobine yang dapat menghalang perjalanan oksigen didalam tubuh. 8) Chlorida Dalam konsentrasi yang layak, tidak berbahaya bagi manusia. Chlorida dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfektan namun apabila berlebihan dan berinteraksi dengan ion Na+ dapat menyebabkan rasa asin dan korosi pada pipa air. 9) Zink atau Zn Batas maksimal Zink yang terkandung dalam air adalah 15 mg/l. penyimpangan terhadap standar kualitas ini menimbulkan rasa pahit, sepet, dan rasa mual. Dalam jumlah kecil, Zink merupakan unsur yang penting untuk metabolisme, karena kekurangan Zink dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak. Persyratan mikrobiologis Persyaratan mikrobiologis yangn harus dipenuhi oleh air adalah sebagai berikut:

1. Tidak mengandung bakteri patogen, missalnya: bakteri golongan coli; Salmonella typhi, Vibrio cholera dan lain-lain. Kuman-kuman ini mudah tersebar melalui air. 2. Tidak mengandung bakteri non patogen seperti: Actinomycetes, Phytoplankton colifprm, Cladocera dan lain-lain. (Sujudi,1995) COD (Chemical Oxygen Demand) COD yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air (Nurdijanto, 2000 : 15). Kandungan COD dalam air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air minum golongan B maksimum yang dianjurkan adalah 12 mg/l. apabila nilai COD melebihi batas dianjurkan, maka kualitas air tersebut buruk. BOD (Biochemical Oxygen Demand) Adalah jumlah zat terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah bahan bahan buangan didalam air (Nurdijanto, 2000 : 15). Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya tetepi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan. Penggunaan oksigen yang rendah menunjukkan kemungkinan air jernih, mikroorganisme tidak tertarik menggunakan bahan organik makin rendah BOD maka kualitas air minum tersebut semakin baik. Kandungan BOD dalam air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air dan air minum golongan B maksimum yang dianjurkan adalah 6 mg/l. Adanya penyebab penyakit didalam air dapat menyebabkan efek langsung dalam kesehatan. Penyakit-penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikro penyebabnya dapat masuk ke dalam air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Standar Kualitas Air di Perairan Umum ( Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1990 ) Kadar Maksimum No Parameter Satuan Golongan Golongan Golongan Golongan A FISIKA 1 Bau B C D

2 3 4 5 6

Jumlah zat padat terlarut Kekeruhan Rasa Warna Suhu

Mg/L

1000

1000

1000

1000

Skala NTU 5 Skala TCU 15


o

Suhu udara

Daya Hantar Listrik

Umhos/cm

2250

KIMIA anorganik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Air raksa Aluminium Arsen Barium Besi Florida Kadmium Kesadahan CaCO3 Klorida Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt 0.001 0.2 0.005 1 0.3 0.5 0.005 500 250 0.005 0.1 200 10 1.0 0.05 6.5 8.5 5 9 Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt 0.01 5 0.1 400 0.05 1.0 0.05 0.01 5 0.1 400 0.1 1 0.01 0.002 0.02 0.03 0.1 1 69 0.05 0.02 0.02 59 0.05 2 10 1 0.06 600 0.05 0.5 0.003 0.05 1 2 60 0.001 0.05 1 5 1.5 0.01 1.5 0.01 0.01 1 1 0.002 0.005

10 Kromium valensi 6 11 Mangan 12 Natriun 13 Nitrat sebagai N 14 Nitrit sebagai N 15 Perak 16 .pH 17 Selenium 18 Seng 19 Sianida 20 Sulfat 21 Sulfida sebagao H2S 22 Tembaga 23 Timbal

24 Oksigen terlarut (DO) 25 Nikel 26 SAR Ratio) (Sodium

Mg/lt Mg/lt

>=6

>3 0.5 1.5 2.5

Absortion Mg/lt

Kimia Organik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Aldrin dan dieldrin Benzona Benzo (a) Pyrene Chlordane (total isomer) Chlordane 2,4 D DDT Detergent 1,2 Dichloroethane Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt 0.0007 0.01 0.00001 0.0003 0.03 0.10 0.03 0.5 0.01 0.0003 0.003 0.018 0.042 0.002 0.003 0.017

10 1,1 Dichloroethane 11 Heptachlor epoxide 12 Hexachlorobenzene 13 Lindane 14 Metoxychlor 15 Pentachlorophenol 16 Pestisida total 17 2,4,6 Trichlorophenol 18 Zat Organik (KMnO4) 19 Endrin 20 Fenol 21 Karbon kloroform ekstrak 22 Minyak dan lemak 23 Organofosfat dan carbanat 24 PCD 25 Senyawa aktif biru metilen

heptachlor Mg/lt

Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt

0.00001 0.004 0.03 0.01 0.1 0.01 10 0.001 0.002 0.05 Nihil 0.1 Nihil 0.5 0.2 1 0.1 0.004 0.001 0.056 0.035

26 Toxaphene 27 BHC

Mg/lt Mg/lt

0.005 0.21

Mikrobiologik 1 2 Koliform tinja Total koliform Jml/100ml 0 Jml/100ml 3 2000 10000

Radioaktivitas 1 2 Gross Alpha activity Gross Beta activity Bq/L Bq/L 0.1 1.0 0.1 1.0 0.1 1.0 0.1 1.0

Golongan A : air untuk air minum tanpa pengolahan terlebih dahulu Golongan B : air yang dipakai sebagai bahan baku air minum melalui suatu pengolahan Golongan C : air untuk perikanan dan peternakan Golongan D : air untuk pertanian dan usaha perkotaan, industri dan PLTA. Kualitas air yang digunakan masyarakat harus memenuhi syarat kesehatan agar dapat terhindar dari berbagai penyakit maupun gangguang kesehatan yang dapat disebabkan oleh air. Untuk mengetahui kualitas air tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yang mencakup antara lain pemeriksaan bakteriologi air, meliputi Most Probable Number (MPN) dan angka kuman. Pemeriksaan MPN dilakukan untuk pemeriksaan kualitas air minum, air bersih, air badan, air pemandian umum, air kolam renang dan pemeriksaan angka kuman pada air PDAM. Khusus untuk air minum, disyaratkan bahwa tidak mengandung bakteri patogen, misalnya bakteri golongan E. coli, Salmonella typhi, Vibrio cholera. Kuman-kuman ini mudah tersebar melalui air (Transmitted by water) dan tidak mengandung bakteri nonpatogen, seperti Actinomycetes dan Cladocera (Soewarno. 2002). Persyaratan Kualitas air minum secara Bakteriologis Parameter Satuan Kadar maksimum yang Keterangan

diperbolehkan 1 1. Air Minum E. coli atau Fecal Jumlah per 100 coli 1. Air masuk sistem distribusi E. coli atau Fecal Jumlah per 100 col Total Coliform 1. Air sistem distribusi E. coli atau Fecal Jumlah per 100 col Total Coliform ml sampel Bakteri Jumlah per 100 ml sampel pada ml sampel Bakteri Jumlah per 100 ml sampel yang ml sampel 2 3 4

Bagi manusia air minum adalah salah satu kebutuhan utama. Mengingat bahwa berbagai penyakit dapat dibawah oleh air kepada manusia memanfaatkannya, maka tujuan utama penyediaan air bersih/air minum bagi masyarakat adalah untuk mencegah penyakit yang dibawah oleh air. Penyediaan air bersih selain kuantitas kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Air minum yang memenuhi baik kuantitas maupun kualitas sangat membantu menurunkan angka kesakitan penyakit perut terutama penyakit diare. Sehingga pengawasan terhadap kualitas air minum agar tetap memenuhi syarat-syarat kesehatan berdasarkan Kepmenkes RI No 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum (Depkes, 2002)

DAFTAR PUSTAKA
Chatip. 1997. Pengolahan Air Minum. Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan. Yogyakarta. Jawet. 1992. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan Edisi 16. EGC. Jakarta. . Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 Lindsay, RK dan kawan-kawan, Teknik Sumber Daya Air jilid 2, Erlangga, Jakarta, 1995 Linsley, Ray, K. & Franzini, JB., 1989. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta : Erlangga. Nurdijanto, 2000. Kimia Lingkungan. Pati. Yayasan peduli Lingkungan. Santika, . 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya Indonesia Sujudi. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi Bina Rupa Aksara. Jakarta. Surawira, U. 1996. Air Dalam Kehidupan Lingkungan Yang Sehat. Bandung. Suripin, 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi Offset. Suharyono. 1996. Diari Akut Klinik dan Laboratorik. Rineka Cipta. Jakarta. Sutrisno, C Totok, 2000. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta :Rineka Cipta. Suyono, 1993. Pengelolaan Sumber Daya Air. Fakultas Geografi Universitas Tim Mikrobiologi. 2003. Bakteriologi Medik. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Bayumedia. Malang.

Anda mungkin juga menyukai