Anda di halaman 1dari 9

Adab dan Ketetuan Seorang Syekh

Andi Novi Herawati Mata Kuliah : Practical Mysticism Dosen : Dr. Kholid Walid Semester Pendek 2012

Kehidupan spiritual bukanlah karir khusus, atau kehidupan tambahan yang melibatkan abstraksi dari dunia benda. Ini adalah bagian dari kehidupan setiap orang, dan sangat esensial, hingga ia menyadari bahwa ia belum lagi menjadi manusia seutuhnya (manusia sejati), belum memiliki atau menguasai semua kekuatan yang telah ia miliki. Dengan inilah kita melihat fungsi praktikal dari mistisisme. Hal ini akan mengantar mereka untuk melihat yang sesungguhnya, melanggengkan keindahan dalam dan yang nampak. Ini juga akan mengajar mereka bermurah hati dan bebas dari semua bentuk sentimentalisme. Kehidupan spiritual melalui jalan spiritual akan memberikan manusia sebuah harapan tak terkalahkan, dan meyakinkan mereka bahwa harapan untuk selamat akan selalu ada meskipun di saat-saat kehancuran manusia. Dalam jalan spiritual, perbincangan tentang guru (murshid) dan murid sangat esensial. Hubungan guru dan murid mempunyai landasan dalam sejarah islam khususnya dalam Sufisme dimana pola hubungan ini dipandang sebagai hubungan pertemanan (suhba)1 atau kekasih, sebagaimana yang telah dipraktekan sejak zaman nabi dan sahabat dekatnya. Begitu pula kisah Khidir dan Musa yang menjadi landasan dalam tradisi tasawuf itu sendiri berkaitan dengan hal yang nampak dan yang misteri sehingga meniscayakan adanya hubungan timbal balik antara keduanya. Dengan demikian hubungan yang mengikat dan kewajiban antara guru dan murid dapat ditemukan dalam Sunah dan juga dalam Quran yang menekankan aspek fungsi kenabian melalui transmisi Wahyu. Hingga saat ini pun berkembang dalam spiritualitas Muslim untuk memandang figur guru spiritual berdasarkan pada pribadi Nabi. Sebab menjadi hal yang sangat substansial bagi setiap manusia untuk selalu ingin dibimbing dan mencari pembimbing, khususnya di zaman dimana segala sesuatunya semakin jauh dari hal-hal yang mampu mendekatkan pada Tuhan.

Dijelaskan dan diterjemahkan secara parsial dari Suhraward, Awrif al Marif ( Beirut, 1966), chap.10, p 83-102 oleh Denis Gril The Prophetic Model of the Spiritual Master in Islam dalam Sufism, Love and Wisdom, p.63

Sementara pencarian atau kecenderungan manusia untuk selalu dekat pada Tuhan dan mengenal Realitas merupakan fitrah (latent in divinitis). Sebelum lebih jauh membahas adab, ketentuan atau hal hal yang berlaku bagi seorang syekh, penting kiranya terlebih dahulu kita memahami definisi dari mursyid, guru, pir, sebab pembicaraan syekh tidak akan terlepas dari hubungannya dengan murid, sebagaimana tidak akan ada ayah tanpa anak atau sebaliknya. Pembahasan ini tentu tidak akan terlepas dari pembahasan tasawuf itu sendiri yang dalam tradisinya mengenal beragam displin dan ketentuan, yang mencakup unsur doktrin dan metodenya. Metode ini penting sebagai jalan menuju realisasi atau ketersampaian (wushul). Doktrin dimaknai sebagai ajaran yang menjadi sentra dalam sebuah tarekat yang dipimpin oleh seorang syekh, yang akan mewarnai karakter tarekat itu secara umum. Sementara metode akan mencakup unsur keindahan, keselarasan dalam dan luar (inner dan outer) atau jika kita ingin menyebutnya adab, maka ada adab lahir dan adab batin. Hubungan antara syekh dan murid merupakan hal yang penting dalam Jalan Spiritual (Spiritual Path), dan kewajiban yang mengikat antar keduanya tidak hanya Sunah tetapi juga dalam al-Quran yang memperkuat aspek fungsi kenabian melalui transmisi Wahyu. Definisi secara umum bahwa Mursyid adalah seorang yang membimbing sesorang, membantunya hingga memperkuat hati, memperdalam agama melalu zikir (mengingat) dan bimbingan. Ada yang mendefinisikan bahwa Syekh lebih bersifat universal dan mencakup fungsi (administratif) mursyid, sementara seorang mursyid belum tentu adalah syekh. Meskipun ada pula yang menyamakan keduanya dalam sisi peran spiritual, yaitu menjadi transmisi fungsi kenabian (wahyu). Hubungan antara Syekh dan murid dalam jalan spiritual harus memperhatikan kondisi yang dipenuhi, jika tidak maka segala upaya hanya akan berakhir dengan psikologi tanpa ada hubungan dengan perkembangan menuju tingkat yang lebih tinggi. Kondisi ini berhubungan dengan inisiasi, doktrin dan metode, yang berkaitan dengan lahiriah, maka kondisi ini tidak bergantung pada kewalian atau kesucian melainkan otoritas yang dimandatkan sebagai representatif dari tradisi mistis yang berunsur Ilahiyat. Dengan demikian, setiap mursyid adalah ayah bagi muridnya dalam ranah spiritual. Seorang mursyid juga harus mempersonifikasikan doktrin yang berdasarkan wahyu dalam melalui jalan langsung. Esensi dari doktrin adalah kebenaran yang mampu menjadi
2

pembeda antara yang ilusi dan nyata. Pada akhirnya ia adalah mursyid yang membiarkan murid yang diinisiasi berkontemplasi untuk memperbaiki dirinya, pada tataran mental dan pusat dari keberadaan dirinya (the Real). Kondisi pertama ini merupakan kondisi yang paling sering dan paling mudah dipenuhi. bukan muridlah yang menentukan jalannya, tapi jalanlah yang memilih murid, dan sejak syekh yang mempersonifikasikan jalan, dia menjadi fungsi yang aktif secara misterius dan bahkan meskipun hubungan murid dan syekh belum terjadi. Disini kerja relasi keduanya ada dalam keterkaitan misteri. Murid berupaya tetapi belum tajam dalam mengidentifikasi jalan yang akan dia ambil, hingga syekh yang membukakan jalan itu. Ada beberapa kriteria umum yang perlu diketahui atas seorang syekh yang akan menjadi pengetahuan bagi sang murid. Kriteria ini adalah kriteria kesempurnaan yang biasanya nampak. 1. 2. Mempunyai kelebihan diantara ulama dan orang umum Pertemanan dia akan mengantar murid pada perhatian terhadap Tuhan dan meninggalkan kekhawatiran terhadap hal hal yang rendah. 3. Perkataannya adalah yang merujuk pada syekh sebelumnya Untuk menjaga keberlangsungan silsilah (hirarki spiritual), maka seorang syekh tidak akan mengatakan hal-hal atau mewariskan sesuatu kecuali dari apa yang disampaikan oleh syekh sebelumnya. Inilah yang mampu melanggengkan ajaran suatu tarekat merujuk pada syekh atas syekh hingga ke Sang pemilik kata itu. 4. 5. Mendapatkan atau memiliki pengakuan dari beberapa guru spiritual lainnya Memperhatikan syariat dalam segala aspeknya.

Seorang syekh yang memimpin sebuah tarekat dan mengenalkan jalan bagi sang murid, tentunya akan mendidik murid melalui perspektif lahir hingga batin, sebab apa yang nampak harus dan memang selaras dengan yang batin. Dan bahwa tidak ada satu tarekat yang keluar dari forma agama, sehingga niscaya bagi syekh untuk mempunyai pemahaman yang komprehensif tentang syariat. Melalui syariat ini pulalah adab lahir itu muncul. Adab atau ketentuan bagi seorang syekh secara umum dapat dibagi sebagai berikut : 1. Adab terhadap syekhnya

Untuk menjadi syekh atau melanjutkan perannya sebagai syekh, ia harus mengikuti jalan syekhnya. Ia harus memperlihatkan penghormatan terhadap syekhnya, yang masih hidup ataupun yang sudah tidak ada (meninggal). Mengambil contoh Nabi as. tindakannya harus selaras dengan syariat, tarikat, hakikat dan makrifat.

2. Adab terhadap masyarakat umum Hal ini sangat berkaitan mengingat kedudukan dia sebagai representasi dari Nabi as., yang memperlakukan setiap orang sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka.

3. Adab terhadap murid Terhadap muridnya, seorang syekh harus bertindak dengan kebaikan, cinta dan kasih sayang. Tujuan dari perlakuan tersebut, haruslah demi kebaikan muridnya. Tujuan seorang guru adalah membantu murid untuk mencapai tujuan spiritualnya, membantunya mengungkap jati dirinya, membantu dia mencapai Allah. Syekh membimbing murid pada cinta Tuhan yang tidak bersyarat. Seorang syekh bisa saja terlihat seperti kejam dan kasar. Dia akan mengatakan sesuatu yang terlihat seperti mematahkan dan menyakiti hati sang murid, karena ia menyerang jiwa rendah sang murid, yang nantinya akan terhempas pada kebingungan. Dalam keadaan kacau/galau (chaos), murid akan diaktifkan untuk melihat karakter dasar tentang dirinya sendiri hingga ia mengenal atau mengetahui kenegatifannya, maka syekh kemudian akan memperbaiki dan menatanya. Syekh terkadang membawa murid ke keadaan ekstasi lalu memperbaikinya. Sebagai contoh, ada kisah murid dari hadrat Tawakkul Shah Ambala (1315), Khawaja Mahbub Alam, yang menulis kisahnya :bahwa ia berniat meninggalkan syekhnya karena menganggap tidak mengalami apa-apa setelah di baiat oleh Syekh, bahkan ekstase atau keadaan senang juha dia tidak alami. Dalam keadaan marah ia menemui syekhnya dan megatakan bahwa ia tidak akan menjalankan wirid yang diberikan oleh syekhnya. tapi sang sykeh tetap menyarankan ia untuk melakukannya hingga ia pergi. Sesampainya di stasiun kereta api, ia tiba tiba merasakan keadaan kantuk antara sadar dan tidak, dan keadaan ekstase yang luar biasa. Dia merasakan kebahagiaan yang luar biasa dalam ketenggelamannya, keadaan ini berlaku hingga satu minggu dan ia sempat meninggalkan shalat formalnya. Ketika ia kembali shalat, kembali keadaan itu

muncul dan berlangsung selama tiga bulan. Keadaan ini berhenti hingga ia bertemu syekh. Perumpamaan yang sama dengan Tuhan terhadap hambaNya, yang membentangkan semua peristiwa, kejadian atau tanda sebagai pembelajaran bagi sang hamba, hingga hambaNya akan sadar dan kembali (sirt al mustaqm). Murid harus menyadari bahwa dalam realitasnya syekh tidak tidak melakukan itu atas dasar dendam, melainkan mengeluarkan sifat sifat dasar atau karakter rendah sang murid yang terpendam, tersembunyi. Dan sesungguhnya perasaan bersalah dan takut dalam diri muridlah sebenarnya yang menganggap dan menerimanya sebagai kritikan dan kepedihan. Ini semua dilakukan syekh untuk kebaikan muridnya. Maksudnya adalah bahwa jiwa rendah atau ego mempunyai kecenderungan tidak ingin dikritik atau diketahui sebagai kerendahan. Ia senang membatu dan tidak suka mencair atau melebur. Seorang syekh tidak boleh mengambil keuntungan dari muridnya. Jikapun murid mempunyai kekayaan yang disumbangkan bagi tarikat demi Allah semata atau pun diberikan kepada syeikhnya, maka itu layak diterima. 4. Adab terhadap syekh lainnya Ia harus memperlakukan syekh lain sejajar atau lebih baik dari dirinya. Ia tidak memperlihatkan bahwa ia lebih hebat dari syekh lain. Inilah adab yang sesungguhnya.

5. Adab terhadap murid syekh lain Seorang syekh tidak menjadikan murid syekh lain sebagai pembantunya atau mengambil keuntungan dari mereka. Ia juga tidak boleh mengambil murid syekh lain. Bukan hal penting bagi seorang syekh berapa banyak murid yang dia miliki, tapi murid yang mana yang telah dia antar kepada Allah.

Seorang syekh yang sejati adalah dia yang hanya mengabdi kepada Allah, dan membiarkan Allah yang melakukan segalanya. Dia membawa kebenaran,

merepresentasikan kebenaran dan tidak ada yang lain selain kebenaran. Setiap mursyid (guru) adalah ayah spiritual bagi muridnya, orang tua di wilayah spirit. Ikatan mursyid terhadap muridnya membentuk (constitutes) form khusus atas walya, yang lebih
5

kuat sebagai aspirasi bagi tujuan yaitu kembali kepada Tuhan. Jadi term awl, dengan akar katanya W-L-Y merupakan beberapa fungsi dari mursyid yang merupakan pewaris nabi (Prophets heir) dan anak spiritual nabi yang nantinya akan menjadi ayah spiritual bagi muridnya. Tidak ada kesucian atupun ke-syeikh-an tanpa identifikasi terhadap model kenabian. Ada beberapa fungsi yang mengindikasikan Nabi sebagai pembimbing melalui Hari akhir dan menuju Tuhan, dan yang mana mursyid atau syekh dalam tataran internal dapat dianggap sebagai penerus Nabi2 : 1. Nabi sebagai saksi di dunia ini dan selanjutnya bagi manusia, sebagaimana syekh melihat melalui muridnya dengan mata hatinya. Penyaksian ini, khususnya dalam dimensi eskatologis juga mengindikasikan ketersambungan (intercession). 2. Mengikuti Quran, nabi memberikan berita atas surga dan peringatan atas neraka. Demikian pula dalam terminologi inisiasi, syekh meningkatkan aspirasi murid menuju tingkat yang paling tinggi dari wujudnya dan membantunya melewati rintangan duniawi dan jiwa rendah. 3. Transmisi wahyu, menetapkan dan menerapkan hukum, berjuang untuk menegakkan iman dan ketundukan jiwa, yang kesemua ini mencakup misi tertinggi Kenabian. Untuk mengajak manusia kembali, meskipun Nabi dan wali (dalam hal ini syekh) hanya alat Tuhan. izin (transmisi) ini didapatkan dari Tuhan dan Nabi, kemudian dari Syekh ke syekh melalui inisiasi yang menjamin keberlangsungan transmisi yang merupakan emanasi Tuhan. 4. Guru, memproyeksikan cahaya Ilahi dan Kenabian ke hati sang murid, menghidupkannya dan membuatnya terlahir kembali dikehidupan yang baru (spiritual reborn)/kelahiran spiritual.

Menurut Ibn Ajibah bahwa salik bagi murid yang kasyf dan tahkik tdak bisa menelusuri tanpa ketaatan pada Syekh. Abu Hasan Sustari memperkuat bahwa mursyid yang harus diikuti adalah orang yang menghimpun lahir dan batin zuhud dhahir, wara dan ilmu tentang manazil, ahwal dan maqamat. Sementara Junaid berpendapat bahwa orang yang tidak menulis hadis dan menghafal al-Quran tidak perlu diikuti. Sudah tentu sebab syekh adalah ia

Denis Grill, The Prophetic Model of the Spiritual Master in Islam, dalam Sufism, Love and Wisdom, ed. Jean Lous Michon dan Roger Gaetani, ( Canada : World Wisdom, 2006), p.66-67.

yang mendapatkan banyak makanan dari perenungan terhadap al Quran dan hadis. Kaum ini adalah musafir menuju Haqq, perlu dalil untuk mengetahui tentang jalan yang maqam. Al Haqq sengaja menampakkan guru kepada muridnya sebagai seorang yang tertinggi supaya murid tetap teguh pada jalan yang ditempuhnya, sebab menjadi hal yang lumrah bagi seorang pejalan untuk menemukan hal-hal, peristiwa atau keadaan selama dalam perjalanan yang dia tidak mempunyai cukup pengetahuan untuk mengenali atau memahaminya, sehingga tidak mesti meninggalkan jalan tesebut ataupun berhenti ditengah jalan. Sebab jalan dalam perjalanan spiritual adalah jalan totalitas dan membutuhkan keteguhan hati dan keikhlasan. Diibaratkan sebuah tempat suci, seorang tidak diizinkan memasukinya tanpa dipanggil. Aturan atau adab ini merupakan hal yang patut digaris bawahi dan yang paling fundamental dalam penempuhan spiritual. , ibaratnya seseorang akan menerima sesuatu sesuai dengan kadar dirinya. Fungsi mursyid Untuk mengembalikan manusia jatuh (fallen man)3 ke wujud primorodial (asali) mereka. Dalam hal ini spiritualitas adalah kelahiran kembali (spiritual reborn), dan olehnya merupakan elemen realisasi dari jalan (way) yaitu doktrin dan konsentrasi atau metode. Lalu mursyid menanamkan kesadaran kepada murid dalam konteks agamanya dan mengangkat dia dari kesia-siaan, penghamburkan waktu dengan percuma dan segala bentuk pemborosan lainnya. Pertama kali syekh akan menciptakan kesadaran terhadap yang Kuasa (Supreme Doctrin) dan kedua mengenalkan mode konsentrasi yang bertujuan untuk mengarahkan dia pada keadaan yang bahagia. Bisa saja melalui bahasa simbol non verbal yang menciptakan luka di dalam hati sang murid dan membuka pandangannya (bashr) terhadap pengetahuan intuitif dari karakter dan temparamennya. Membuka pandangan ini merupakan salah satu kesiapan yang ditanamkan pada murid untuk nantinya siap jika menghadapi pembukaan pembukaan spiritual yang lebih berat dan halus. Dengan demikian, syekh akan terus membakar hati sang murid agar tertanam rasa cinta, pada awalnya terhadap syekhnya hingga ia fana dalam syekh (sebagai syekh yang mutlak tercerahkan menjadi real being).

Fallen Man adalah manusia jatuh , yang lupa akan keberadaan eksistensialnya yang laten yaitu Ilahi atau yang jauh dari keimanan terhadap identitas dirinya yang Mutlak menjadi terbatas pada sekedar pengakuan terhadap identitas aku

Seorang Sykeh adalah dia yang mempunyai pengetahuan penuh dan pengalaman atas penyakit-penyakit spiritual (amradh-batinah), akhlaq yang suci dan indah (akhlaq al razlah) dan (akhlaq al hamdah), karakteristiknya yang khawas dan efek atau pengaruh mereka (tathrat). Lebih lanjut ia harus dapat membedakan antara persamaan persamaan dan mempunyai kemampuan dalam merumuskan resep untuk mencapai nilai nilai kesucian itu dan menghilangkan sifat sifat yang rendah. Selanjutnya akan mampu mengawasi perkembangan dari sifat sifat dalam diri manusia, sebab nantinya sang murid akan terus melaporkan perkembangan spiritualnya terhadap syekh atau mursyid. Termasuk kemampuan membedakan pengalaman yang bersumber dari syaitan atau malaikat, ataupun memiliki kemampuan sensitifitas yang tajam untuk membedakan instuisi yang hadir tersebut, pengalaman extra-sense dan persepsi. Dalam bidang inilah syekh harus memiliki pengetahuan dan kemampuan. Syekh Ibn Arabi (rahmatullah alayh) secara singkat merangkum tanda tanda syeikh al kaml menjadi tiga : 1. Keagamaannya menyerupai keagamaan para nabi. 2. Resepnya seperti resep para dokter 3. Manajemen kontrolnya layaknya seorang raja

Penjelasannya adalah sebagai berikut : 1. Ia memiliki pengetahuan agama yang juga diakui oleh semua kalangan (termasuk pengajar) atau dari persahabatan dengan ulama ulama muhaqiqiin . 2. Ia merupakan wakil (khalifah) dari syeikh kamil yang terikat pada silsilah yang otentik 3. Ia harus berpegang teguh pada kebenaran dan saleh 4. Ia mendapatkan manfaat dari pertemanannya dengan syekh sebelumnya, baik korespondensi ataupun melalui kehadiran fisik. 5. Para ulama menghargai dan menghormatinya dan menjadikan dia sebagai rujukan. 6. Dampak persahabatan ( suhbat) meningkatkan keinginan dan kecintaan terhadap hal hal yang tinggi , suci dan meninggalkan hasrat duniawi. 7. Ia selalu dalam keadaan zikir (mengingat) 8. Ia tidak membebaskan muridnya, dalam artinya selalu melakukan pengawasan dan akan ada setiap dibutuhkan oleh murid. 9. Ia memperlakukan setiap orang sesuai dengan kapasitas atau levelnya.
8

Seseorang yang memenuhi karakter karakter tersebut, layak menjadi syekh dan disebut sebagai alkemi yang hebat.. Pertemanan dan melayani dia merupakan harta yang berharga. Seseorang tidak harus selalu memberi perhatian terhadap karamat atau mukjizat dan kusf (inspirasi). Ini bukanlah yag sangat penting bagi keberadaan seorang syekh. Ataupun menjadi hal yang harus dicari dalam hidup.

DAFTAR RUJUKAN

Ibn Ajibah, Ibn Muhammad. Futht al Ilahiyyah. Beirut :Dr al Kitab al Ilmiyyah, 1664 H Schuon, Fritjof. Nature and Function of the Spiritual Master, dalam Studies in Comparative Religion, Vo. 1, No.2, atau di website www studiescomparativereligion.com Sufism, Love and Wisdom , ed. Jean Louis Michon dan Roger Gaetani. Canada :World Wisdom, 2006 http://www.nfie.com/rafai.html

Anda mungkin juga menyukai