Anda di halaman 1dari 17

Batik

Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indon esia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.[1]

Etimologi
Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik".

Sejarah teknik batik


Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an. Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik ba tik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (sejarawan Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.

G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4] Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal. Leg enda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik. Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.[2] Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Hugh Clifford merekam industri di Pekan tahun 1895 bagi menghasilkan batik, kain pelangi, dan kain telepok.[6]

Budaya batik
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.

Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta. Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.

Corak batik
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik m emiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

Cara pembuatan
Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warnawarna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin.

Jenis batik
Menurut teknik

Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan. Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari. Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih Batik Printing : ornamen bisa sama, bisa tidak, karena tergantung desain batik yang akan ditiru, karena batik printing biasanya meniru batik yang sudah ada, namun yang perlu diketahui tentang warna. Warna batik printing kebanyakan tidak tembus karena proses pewarnaannya satu muka saja.

Batik Cap Batik Lukis Batik Printing Batik Tulis

Menurut asal pembuatan


Batik Jawa batik Jawa adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motifmotif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo.

Motif Batik
Berdasarkan daerah asal

Batik Bali Batik Banyumas Batik Madura Batik Malang Batik Pekalongan Batik Solo Batik Tasik Batik Aceh Batik Cirebon Batik Jombang Batik Banten Batik Tulungagung Batik Kediri Batik Kudus Batik Jepara / Batik Kartini Batik Brebes Batik Minangkabau Batik Belanda Batik Jepang

Berdasarkan corak

Batik Kraton Batik Sudagaran Batik Cuwiri Batik Petani Batik Tambal Batik Sida Mukti Batik Sekar Jagad

Batik Pringgondani Batik Kawung Batik Sida Luhur Batik Sida Asih Batik Semen Rama

Merk

Batik Keris Batik Keris adalah sebuah perusahaan yang bermarkas di Surakarta, Indonesia. Perusahaan ini umumnya menghasilkan berbagai macam produk tekstil, seperti baju dan produk kerajinan tangan. Saat ini Batik Keris memiliki lebih dari 10 gerai di seluruh Indonesia

Batik Arjuna Weda Batik Arjuna Weda adalah Batik asli Indonesia, menggunakan desain motif batik terkini yang terinspirasi berbagai motif batik tradisional di Indonesia yang dikomb inasikan dengan batik modern dan disesuaikan dengan keinginan konsumen. Tokoh

Iwan Tirta Iwan Tirta (lahir di Blora, Jawa Tengah, 18 April 1935 meninggal di Jakarta, 31 Juli 2010 pada umur 75 tahun)[1] adalah seorang perancang busana asal Indonesia yang sangat dikenal melalui rancangan-rancangan busanannya yang menggunakan unsur-unsur batik. Batik rancangannya digunakan sebagai pakaian tradisional yang dikenakan para kepala negara pada pertemuan APEC tahun 1994.

K.R.T. Hardjonagoro

Go Tik Swan (umumnya dikenal dengan nama K.R.T. Hardjonagoro; lahir pada 11 Mei 1931) adalah seorang budayawan dan sastrawan Indonesia yang menetap di Surakarta. Ia dilahirkan sebagai putra sulung keluarga Tionghoa di kota Solo (Surakarta). Karena kedua orangtuanya sibuk dengan usaha mereka, Tik Swan diasuh oleh kakeknya dari pihak ibu, Tjan Khay Sing, seorang pengusaha batik di Solo. Ia mempunyai empat tempat pembatikan: dua di Kratonan, satu di Ngapenan, dan satu lagi di Kestalan, dengan karyawan sekitar 1.000 orang.

Bagong Kussudiardjo Bagong Kussudiardjo adalah seniman tari yang berasal dari Yogyakarta. Sri Sultan Hamengkubuwono IX pernah menghargainya sebagai pencipta tari yang "Turut memperkaya tari-t arian Jawa".

Ia adalah ayah dari Butet Kertaradjasa dan Djaduk Ferianto. Kakek enam cucu ini juga pelukis, bahkan termasuk perintis seni lukis batik kontemporer.Ia juga pernah bermain film, antara lain dalam Kugapai Cintamu. Pada 1985, ia menerima Hadiah Seni Pemerintah RI, dan penghargaan Sri Paus Paulus VI atas fragmennya Perjalanan Yesus Kristus. Untuk lukisan abstraknya yang dipamerkan di Dacca, ia beroleh medali emas dari pemerintah Bangladesh pada 1980. Ib u Sud

Saridjah Niung (lahir di Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Maret 1908 - meninggal tahun 1993 pada usia 85 tahun; lebih dikenal sebagai Saridjah Niung Bintang Soedibjo setelah menikah dan lebih dikenal dengan nama Ibu Soed) adalah seorang pemusik, guru musik, pencipta lagu anak-anak, penyiar radio, dramawan dan seniman batik Indonesia. Lagu-lagu yang diciptakan Ibu Soed sangat terkenal di kalangan pendidikan Taman Kanak-kanak Indonesia.[1]

Tuty Cholid Tuty Cholid adalah seorang perancang mode yang ternama dari Indonesia, lahir di Mojokerto pada tahun 1959[1], memiliki tiga orang anak yang kesemuanya berkecimpung dalam dunia seni.. Sadar bahwa Indonesia begitu kaya akan budaya dan seni, ia selalu menyuguhkan keindahan etnis Indonesia. Mulai dari motif kain songket hingga motif kain batik

Kon sep yang diusungnya adalah kemewahan yang bersahaja[2]. Dengan konsep itu, ia menunjukkan bahwa kemewahan tidak selalu berarti tampil berkilauan. Selayaknya seorang maestro, Tuty, begitu ia biasa disapa, mampu mengerjakan berbagai macam bahan sehingga menjadi layak jual. Kelihaiannya menilik berbagai jenis bahan dan motif yang unik dan berbeda dari perancang mode lainnya[3], serta menggabungkannya dengan nilai estetika dan intelektual yang tinggi memberikan nilai tambah yang sangat tinggi bagi sehelai kain.

Edward Hutabarat

Edward Hutabarat (akrab dipanggil Edo; lahir di Tarutung, Sumatera Utara, 31 Agustus 1958; umur 54 tahun) adalah salah satu perancang busana terkemuka di Indonesia. Edo juga dikenal sebagai kurator seni dan budaya. Edo bekerja sama dengan perajin dari sejumlah tempat, seperti batik di Cirebon dan Laweyan (Solo), tas rotan dari Kalimantan dan Bali, serta aksesori perak di Kota Gede (Yogyakarta), Sanur (Bali), hingga Sumba di NTT. Karya mereka dibuktikan Edo dapat sesuai dengan gaya hidup saat ini asal dipadu dengan desain yang baik.

Pameran

Karnaval Batik Solo

Karn aval Batik Solo atau Solo Batik Carnival (SBC) adalah sebuah even tahunan yang diadakan oleh pemerintah Kota Surakarta dengan menggunakan batik sebagai bahan utama pembuatan kostum. Para peserta karnaval akan membuat kostum karnaval dengan tema-tema yang di tentukan. Para peserta akan mengenakan kostumnya sendiri dan berjalan di atas catwalk yang berada di jalan Slamet Riyadi. Karnaval ini diadakan setiap tahun pada bulan Juni sejak tahun 2008.

Solo Batik Fashion

Fesyen Batik Solo atau Solo Batik Fashion (SBF) adalah pagelaran busana tahunan yang diselenggarakan di Kota Solo yang memeragakan busana-busana batik. Peragaan busana ini dimulai pada tahun 2009. Perbedaan Solo Batik Fashion dengan peragaan busana yang lain adalah lokasi penyelenggaraannya yang dibuka untuk umum sehingga masyarakat kota Solo dapat menyaksikannya tanpa dipungut biaya apa pun. Pagelaran fesyen tahun 2009 dan 2010 diselenggarakan di kompleks Pasar Ngarsopuro, sedangkan tahun 2011 acara ini diselenggarakan di kawasan bundaran Gladag. Pameran baju batik outdoor ini diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta

Putra Putri Batik Nusantara

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia bekerjasama dengan Ikatan Pecinta Batik Nusantara memprakarsai pelenggaraan kegiatan Pemilihan Putra Putri Batik Nusa ntara (PPBN) yang pertama kali, yaitu pada tahun 2011, dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa cinta dan kebanggaan akan warisan budaya Indonesia khususnya di kalangan generasi muda. Indonesia, sejak zaman dahulu, telah dikenal oleh bangsa-bangsa di dunia akan kekayaan budayanya. Salah satu karya budaya bangsa yang sangat dikagumi oleh bangsa lain adalah Batik. Pada tahun 2009, UNESCO telah mengakui Batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia dan memberikan penghargaan sebagai Intangible Heritage of Humanity. Oleh karena itu sebagai warisan budaya bangsa, Batik perlu senantiasa dilestarikan terutama oleh generasi muda agar batik tidak punah oleh perkembangan zaman dan teknologi.

Sentra

Kampung batik Laweyan

Kampung batik Laweyan adalah salah satu daerah wisata yang sengaja disediakan oleh pemerintah Kota Solo untuk mengundang para wisatawan asing dan domestik melihat-lihat Bati k.[1] Kampung Batik Laweyan dinilai sebagai kawasan sentra Batik di Kota Solo dan sudah ada sejak zaman kerajaan Pajang tahunn 1546 M. [2] Kawasan ini sempat meraih kejayaannya pada tahun 1970an.[1] Kampung Laweyan didesain dengan konsep terpadu, dengan memanfaatkan lahan seluas kurang lebih 24 ha yang terdiri dari 3 blok.[2] Di dalam kampung Batik tersebut, terdapat ratusan pengrajin Batik yang menjual berbagai motif, seperti Tirto Tejo dan Truntum dengan beragam variasi harga.[2] Selain batik, Kampung Batik Laweyan juga menyimpan kekayaan arsitektur Jawa kuno

Kampung Batik Trusmi

Kampung Trusmi adalah pusat industri batik dan wisata kuliner Cirebon terpelihara. Tidak hanya wisatawan lokal yang datang ke kampung ini, tetapi pelancong dari mancanegara sep erti Jepang, Amerika, dan Australia.

Kampung Trusmi terletak di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, yaitu sekitar 4 km dari Kota Cirebon kearah barat menuju Kota Bandung. Di desa Trusmi dan sekitarnya terdapat lebih dari 3000 tenaga kerja atau pengrajin batik. Tenaga kerja batik tersebut berasal dari beberapa daerah yang ada di sekitar desa Trusmi, seperti dari desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali dan Kalitengah.[1]

Pasar Beringharjo Pasar Beringharjo adalah pasar tradisional yang terletak di Jl. Jend A. Yani Kawasan Malioboro, Yogyakarta. Pasar ini terkenal dengan koleksi dagangan batik, baik yang berupa kain batik ataupun produk garmen batik lainnya seperti, daster, celana pendek, piyama dll. Lokasi pasar ini bersebelahan dengan museum sejarah Benteng Vredeburg dan berseberangan dengan Gedung Agung. Pasar ini terkenal sebagai salah satu tujuan wisata dan sekaligus merupakan pusat kegiatan perdag angan produk batik Yogyakarta.

Pasar Kliwon, Surakarta

Pasar Kliw on adalah sebuah kecamatan yang terletak di tenggara Kota Surakarta. Wilayah Pasar Kliwon saat ini terkenal sebagai tempat perkampungan warga keturunan Arab-Indonesia. Mereka biasa hidup dari penjualan tekstil dan di sini pulalah terdapat Pasar Klewer, pasar batik terbesar di Indonesia. Kampung Kauman, yang disebut sebagai Kampung Wisata Batik, terletak di kecamatan ini, yaitu di sebelah Pasar Klewer. Selain itu, Keraton Surakarta juga terletak di kecamatan ini.

Museum

Museum Batik Yogyakarta

Museum Batik Yogyakarta adalah museum batik pertama di Yogyakarta didirikan atas prakarsa Hadi Nugroho, pemilik museum. Museum swasta ini terletak di Jalan Dr. Sutomo, Kota Yogy akarta. Bangunan ini dikelola sendiri oleh pasangan suami istri Dewi dan Hadi Nugroho. Pada 12 Mei 1977, museum ini baru diresmikan oleh Kanwil P&K Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Museum ini mendiami area seluas 400 m2 dan sekaligus dijadikan tempat tinggal pemiliknya. Pada tahun 2000, museum ini memperoleh penghargaan dari MURI atas karya 'Sulaman Terbesar', batik berukuran 90 x 400 cm2. Kemudian pada tahun 2001, museum ini

memperoleh penghargaan kembali dari MURI sebagai pemrakarsa berdirinya Museum Sulaman pertama di Indonesia.

Museum Batik Danar Hadi

House of Danar Hadi (disingkat HDH) adalah sebuah kompleks wisata heritage terpadu tentang batik yang terletak di kota Solo di Jawa Tengah. HDH didirikan oleh perusahaan batik asal Solo PT Batik Danar Hadi pada tahun 2008 dan mengkhususkan Batik beserta aspek-aspek budayanya sebagai obyek wisata utamanya.

Museum Ullen

Sentalu Sentalu, terletak di daerah (bagian utara kota adalah museum yang budaya dan kehidupan putri / Yogyakarta beserta kole ksi macam batik (baik gaya maupun Solo). juga menampilkan tokoh rajakeraton Yogyakarta beserta dengan berbagai macam pakaian sehari-harinya.

Museum Ullen Pakem, Kaliurang Yogyakarta) menampilkan wanita Keraton bermacamYogyakarta Museum ini raja (Sultan) di permaisurinya yang dikenakan

Nama Ullen Sentalu merupakan singkatan dari bahasa Jawa: ULating bLENcong SEjatiNe TAtaraning LUmaku yang artinya adalah Nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan. Filsafah ini diambil dari sebuah lampu minyak yang dipergunakan dalam pertunjukkan wayang kulit (blencong) yang merupakan cahaya yang selalu bergerak untuk mengarahkan dan menerangi perjalanan hidup kita. Di Museum Ullen Sentalu, dapat diketahui bagaimana para leluhur Jawa membuat batik yang memiliki arti dan makna yang mendalam di dalam setiap coraknya. Ada juga berbagai sejarah mengenai keadaan budaya Jawa kuno dengan segala aturannya. Keadaan museum yang dibangun dengan baik, mampu membuat pengunjung seperti terserap ke masa Jawa kuno yang mengagumkan.

Busana khas terbuat dari batik

Blangkon

Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian da ri pakaian tradisional Jawa. Menurut wujudnya, blangkon dibagi menjadi 4: blangkon Ngayogyakarta, blangkon Surakarta, blangkon Kedu, dan Blangkon Banyumasan.[1] Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon. Tonjolan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut mondholan. Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas. Sekarang lilitan rambut panjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon. Blangkon Surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya Yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.

Kebaya

Kebaya adalah blus tradisional yang dikenakan oleh wanita Indonesia yang terbuat dari bahan tipis yang dikenakan dengan sarung, batik, atau pakaian rajutan tradisional lainnya seperti songket dengan motif warna-warni. Asal kata kebaya berasal dari kata arab abaya yang berarti pakaian. Dipercaya kebaya berasal dari Tiongkok[rujukan?] ratusan tahun yang lalu. Lalu menyebar ke Malaka, Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi. Setelah akulturasi yang berlangsung ratusan tahun, pakaian itu diterima di budaya dan norma setempat. Sebelum 1600, di Pulau Jawa, kebaya adalah pakaian yang hanya dikenakan keluarga kerajaan di sana. Selama masa kendali Belanda di pulau itu, wanita-wanita Eropa mulai mengenakan kebaya sebagai pakaian resmi. Selama masa ini, kebaya diubah dari hanya menggunakan barang tenunan mori menggunakan sutera dengan sulaman warnawarni.

Pakaian yang mirip yang disebut "nyonya kebaya" diciptakan pertama kali oleh orang-orang Peranakan dari Melaka. Mereka mengenakannya dengan sarung dan sepatu cantik bermanikmanik yang disebut "kasut manek". Kini, nyonya kebaya sedang mengalami pembaharuan, dan juga terkenal di antara wanita non-Asia. Terpisah dari kebaya tradisional, perancang mode sedang mencari cara memodifikasi desain dan membuat kebaya menjadi pakaian yang lebih modern. Kebaya yang dimodifikasi itu malah bisa dikenakan dengan jins atau rok.

Iket

Iket atau penutup kepala dari kain merupakan bagian dari kelengkapan sehari-hari pria di pulau Jawa, sampai sekitar awal tahun 1900-an. Penggunaan iket bagi pria akil balik menjadi keharusan karena dipercaya melindungi mereka dari roh-roh jahat, selain untuk fungsi-fungsi praktis seperti wadah /pembungkus, selimut, bantalan untuk mengangkut beban di kepala dsb[1]. Iket ini dibuat dari kain batik segi empat yang dilipat sedemikian rupa menjadi model-model khas[1]. Terdapat perbedaan model iket untuk di Jawa Barat dan Jawa Tengah[1]. Ada beberapa model iket yang diberi nama-nama seperti barangbang semplak, parekos, atau porteng[1

Samping

Samping adalah kain yang bercorak yang digunakan masyarakat hususnya masyarakat Sunda. Samping berbentuk seperti kain yang memanjang tanpa jahitan yang membentuk, samping juga becorak, biasanya bercorak batik masyarakat Sunda telah mengenal samping dari zaman dahulu kala , karena terbukti dengan adanya dalam carita pantun lutung kasarung. Dalam carita pantun lutung kasarung diceritakan bagaimana wanita Sunda dulu berdandan dan menggunakan samping sebagai pakaian mereka sehari-hari.

Peralatan batik

Soga Soga (Peltophorum pterocarpum) adalah nama pohon penghasil bahan pewarna batik yang penting. Tumbuhan ini termasuk ke dalam suku polong-polongan (Fabaceae, atau Leguminosae) dan secara alami menyebar luas mulai dari Srilanka, Asia Tenggara, Kepulauan Nusantara, hingga ke Papua Nugini.[1]

Lerak

CIU (terutama Sapindus rarak De Candole, dapat pula S. mukorossi) atau dikenal juga sebagai rerek atau lamuran adalah tumbuhan yang dikenal karena kegunaan bijinya yang dipakai sebagai deterjen tradisional. Batik biasanya dianjurkan untuk dicuci dengan lerak karena dianggap sebagai bahan pencuci paling sesuai untuk menjaga kualitasnya (warna batik).

Canting

Canting (dari bahasa Jawa, canthing, IPA:tani) adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan yang khas digunakan untuk membuat batik tulis, kerajinan khas Indonesia. Canting tradisional untuk membatik adalah alat kecil yang terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya. Kegunaan Canting dipakai untuk menuliskan pola batik dengan cairan malam. Canting pada umumnya terbuat dari bahan tembaga dengan gagang bambu, namun saat ini canting untuk membatik mulai digantikan dengan teflon. Desain Sebuah canting terdiri dari:

1. Nyamplung: tempat tampungan cairan malam, terbuat dari tembaga. 2. Cucuk: tergabung dengan nyamplung, adalah tempat keluarnya cairan malam panas saat menulis batik. 3. Gagang: pegangan canting, umumnya terbuat dari bambu atau kayu.

Ukuran canting dapat bermacam-macam sesuai besar kecilnya lukisan batik yang akan dibuat. Saat digunakan, pengrajin memegang canting seperti menggunakan pena, mengisi nyamplung dengan malam cair dari wajan tempat memanaskan malam tersebut. Pengrajin kemudian meniup cairan malam panas dalam nyamplung untuk menurunkan suhunya sedikit, kemudian melukiskan malam yang keluar dari cucuk tersebut di atas gambar motif batik yang sebelumnya telah dilukis dengan pensil.[1]

Malam(zat)

Malam (bahasa Inggris: wax) adalah suatu zat padat yang diproduksi secara alami. Dalam istilah sehari-hari orang menamakannya "lilin". Lilin (kandil) sendiri memang dapat menggunakan malam sebagai bahan bakarnya. Kebanyakan malam diperoleh dari ekskresi tumbuh-tumbuhan, berupa damar atau resin. Pada tumbuhan, malam adalah hasil metabolisme sekunder yang dikeluarkan oleh pembuluh resin. Sum ber hewani untuk malam berasal dari sarang tawon dan lebah. Malam digunakan secara luas dalam industri. Dalam pembuatan batik, malam berperan sebagai penutup bagian kain agar tidak terwarnai dalam pencelupan. Secara kimiawi, malam tergolong sebagai lipid.

Akar wangi

Rumput akar wangi (Vetiveria zizanioides, syn. Andropogon zizanoides) adalah sejenis rumput yang berasal dari India. Tumbuhan ini dapat tumbuh sepanjang tahun, dan dikenal orang sejak lama sebagai sumber wangi-wangian. Tumbuhan ini termasuk dalam famili Poaceae, dan masih sekeluarga dengan serai atau padi. Akarnya yang dikeringkan secara tradisional dikenal sebagai pengharum lemari penyimpan pakaian atau barang-barang penting, seperti batik dan keris. Aroma wangi ini berasal dari minyak atsiri yang dihasilkan pada bagian akar. Tumbuhan ini merupakan komoditas perdagangan minor walaupun cukup luas penggunaan minyaknya dalam industri wangi-wangian

BATIK

Anda mungkin juga menyukai