Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah suatu masa yang pasti dialami oleh semua orang. Pada tahapan ini seorang remaja adalah orang yang sangat yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Remaja sebagaimana manusia lain adalah makhluk monodualis, yang berarti selain sebagai makhluk individu, mereka juga makhluk sosial yang mau tidak mau membutuhkan orang lain dan dipengaruhi oleh keadaan sosial yang ada di sekelilingnya. Sehubungan dengan kemakmuran yang dicapai oleh suatu bangsa, telah mempengaruhi kehidupan masyarakatnya baik yang tinggal di kota maupun di desa. Kehidupan di daerah perkotaan biasanya lebih muda, dari mencerminkan kemajuan suatu negara karena di perkotaan biasanya berlimpah dengan fasilitas dan barang-barang konsumsi. Kaum perubahan sosial yang terjadi di sekitarnya juga tidak lepas terutama remaja sebagai sosok yang paling peka dalam menanggapi pengaruh yang ditimbulkan oleh kemajuan ekonomi tersebut, dan juga turut menikmati segala fasilitas dan kemajuan teknologi yang dihasilkan dari pembangunan ekonomi tersebut. Remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Selama masa remaja, tuntutan terhadap kemandirian ini sangat besar dan jika tidak direspon secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan psikologis sang remaja di masa mendatang. Di tengah peka terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya secara biologis maupun dengan sesuatu

berbagai gejolakperubahan yang terjadi di masa kini, betapa banyak remaja yang mengalami kekecewaan dan rasa frustrasi mendalam terhadap orangtua karena tidak kunjung mendapatkan apa yang dinamakan kemandirian (Mutadin, 2002). Dalam pencarian identitas diri, remaja cenderung untuk melepaskan diri sendiri sedikit demi sedikit dari ikatan psikis orangtuanya. Remaja mendambakan untuk diperlakukan dan dihargai sebagai orang dewasa. Hal ini dikemukakan Erickson dalam Hurlock (1992) yang menamakan proses tersebut sebagai Proses Mencari Identitas Ego, atau pencarian diri sendiri. Dalam proses ini remaja ingin mengetahui peranan dan kedudukannya dalam lingkungan, disamping ingin tahu tentang dirinya sendiri. Menurut sebuah penelitian pada tahun 1999 yang dilakukan oleh Philips Consumer Group di Amerika, para remaja menghabiskan 40% lebih sedikit waktu bersama orangtua mereka dibandingkan dengan para remaja pada tahun 1960-an. Sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa mereka menghabiskan kurang dari tiga puluh menit dalam sehari untuk berbincangbincang dengan orangtua mereka. Ini berarti bahwa lingkungan sekolah mungkin menjadi salah satu pengaruh besar dalam lingkungan remaja (Cross, 2006 : 19). Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku "pemberontakan" dan melawan keinginan orangtua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah, maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orangtua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka

remaja berada dalam kesulitan besar (Mutadin, 2002). Kematangan diri seorang remaja juga diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara remaja dan teman sebaya. Melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja belajar berpikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima (bahkan dapat juga menolak) pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompoknya. Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja dilakukan remaja dengan tujuan untuk mendapatkan belajar untuk pengakuan dan hidup bersama dengan orang lain yang bukan angota keluarganya. Ini penerimaan kelompok teman sebayanya sehingga tercipta rasa aman.

Penerimaan dari kelompok teman sebaya ini merupakan hal yang sangat penting, karena remaja membutuhkan adanya penerimaan dan keyakinan untuk dapat diterima oleh kelompoknya. Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya untuk mampu bergaul dengan siapapun termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. Ada sebagian besar remaja yang tidak berani bergaul dengan lingkungan baru atau hanya bisa bergaul jika ada orang lain yang memulainya. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam tugas perkembangan remaja tersebut (Hurlock, 1992). Dari berbagai proses yang dihadapi remaja dalam perkembangan kejiwaannya, remaja pasti akan mengalami kesulitan atau permasalahan dalam hidup yang belum pernah dilalui sebelumnya. Seperti permasalahan menghadapi orang lain yang berbeda prinsip atau kebiasaan dengan mereka, tuntutan dari sekolah yang begitu berat, tekanan dari lingkungan sosial, dan sebagainya yang menjadi masalah pribadi mereka.

Remaja yang sedang mengalami tekanan dari luar biasanya menunjukkan gejala atau perilaku yang berbeda-beda. Menurut Kaplan, Sadock dan Grebb (1998), seiring dengan berkembangnya zaman, perilaku dan pembentukkan kepribadian masyarakat Jepang pun ikut berkembang, yang menyebabkan perubahan sikap dari tiaptiap individu. Dampak dari perubahan tersebut menimbulkan masalah yang cukup serius disekitar lingkungan anak. Di Jepang, terdapat sebuah fenomena sosial yang dikenal dengan istilah Hikikomori ( ). Hikikomori adalah istilah masyarakat Jepang yang berarti menarik diri atau mengurung diri. Hikikomori merupakan satu fenomena dalam masyarakat Jepang yang memilih untuk menarik diri dari kehidupan sosial, mencoba suatu hal yang ekstrim dengan cara mengasingkan diri dan membatasi dirinya yang dikarenakan oleh adanya faktor-faktor pribadi maupun faktor-faktor sosial dalam kehidupan mereka. Seperti dalam contoh kasus, seorang ayah di Tokyo bercerita mengenai anak perempuannya yang berusia 28 tahun. Ia tidak ingin memberi tahu nama putrinya. Putrinya sudah mengurung diri di dalam kamar selama kurang lebih tiga tahun. Ketika itu, ia sudah lulus dari sekolah untuk menjadi seorang animator. Berbulan-bulan setelah lulus, ia mencari pekerjaan untuk menjadi seorang animator yang sudah menjadi cita- citanya sejak lama. Namun, ternyata sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan itu. Hingga akhirnya ia putus asa lalu menjadi seorang hikikomori. Orangtuanya sudah membawanya ke rumah sakit, tetapi para dokter tidak dapat menolongnya. Bahkan, semakin hari putrinya semakin kehilangan berat badannya. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan keluarganya. Mereka juga khawatir akan cemoohan dari para tetangga yang melihatnya. Mereka menyimpulkan bahwa putrinya ini membenci untuk keluar rumah karena tidak mau

dibandingkan dengan para tetangga yang sudah mempunyai karir bagus di usia yang sama dengannya. Orangtuanya terus mencoba melakukan apapun untuk mengembalikan putrinya memperoleh semangat dan kekuatannya lagi, mereka kemudian mencari tempat tinggal lain yang jauh dari para tetangga yang mengetahui masalahnya tersebut untuk menenangkan putrinya. Penulis tertarik untuk menganalisis masalah hikikomori ( ) pada lima kasus remaja di Jepang tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 yang disebabkan oleh tekanan sekolah. 1.2 Rumusan Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah meneliti tentang masalah hikikomori yang terjadi pada remaja di Jepang yang disebabkan tekanan sekolah. Data yang akan di analisis adalah lima buah kasus yang telah terjadi di Jepang. 1.3 Ruang Lingkup Dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup pemasalahan hikikomori pada lima kasus yang telah terjadi di Jepang pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, dalam batasan usia 14 sampai 28 tahun, dikaitkan dengan adanya tekanan sekolah. 1.4 Tujuan dan Manfaat

Permasalahan

Permasalahan

Penelitian Mengingat bahwa hikikomori adalah suatu masalah yang kompleks

dengan melibatkan banyak faktor yang berkaitan dengan kemunculannya, maka penelitian ini bertujuan untuk mencari latar belakang psikologis yang berkaitan dengan merebaknya fenomena hikikomori dalam masyarakat Jepang pada lima kasus yang telah terjadi yang disebabkan Diharapkan skripsi ini. penelitian ini dapat menambah belakang hikikomori pada tekanan sekolah. wawasan terhadap latar

masyarakat Jepang bagi penulis dan pembaca

1.5

Metode Dalam penulisan skripsi yaitu kemudian yang bertema hikikomori secara data, tersebut. Penulis ini, penulis

Penelitian menggunakan metode analitis, mendeskriptifkan, kepustakaan menganalisis deskriptif

mengumpulkan

data-data

menggunakan sumber-sumber tertulis, yaitu berupa buku-buku, artikel-artikel dari media cetak, dan juga data-data dari internet yang berkaitan dengan tema yang akan ditulis. 1.6 Sistematika Penulis menyusun skripsi ini terdiri dari lima bab, yakni bab 1 Pendahuluan, bab 2 Landasan Teori, bab 3 Analisis Data, bab 4 Simpulan dan Saran serta bab 5 Ringkasan. Bab 1 Pendahuluan, pada bab ini berisi tentang latar belakang, permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian dari skripsi bertema hikikomori. Bab 2 Landasan Teori, pada bab ini berisi teori-teori, faktor-faktor, serta

Penulisan

pemikiran- pemikiran yang dapat menguatkan penelitian dari skripsi ini. Bab 3 Analisis Data, bab ini membahas analisis penelitian, berdasarkan data-data yang di peroleh pada bab-bab sebelumnya. Bab 4 Simpulan dan Saran, pada bab ini berisi simpulan tentang faktor-faktor mengenai Hikikomori yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Bab 5 Ringkasan, bab ini merupakan ringkasan keseluruhan dari bab-bab sebelumnya secara garis besar

Anda mungkin juga menyukai