Anda di halaman 1dari 12

Aspek Kependudukan Dalam Pembangunan Daerah Gaciltas: Sebuah Pemikiran Awal

Elfindri dan Sri Maryati1 Fakultas Ekonomi, UNAND

abstraksi
Pembangunan daerah Tertinggal, Terpencil dan Perbatasan Gaciltas, sebaiknya diformat ulang, jika kita ingin memenuhi harapan jangka panjang bahwa pembangunan adalah untuk proses pemerataan hasil hasilnya. Format ulang model pelayanan publik pada daerah Gaciltas adalah sesuatu yang sangat diperlukan. Tulisan ini juga memberikan pemahaman, dan prioritas ke depan, lebih khusus jika diarahkan kepada pelayanan public, seperti pelayanan KB, Kesehatan dan Pendidikan. Tulisan ini diakhiri dengan sebuah kesimpulan dan saran.

(Key Word: Gaciltas, Pelayanan Publik, Pembangunan SDM)

Pendahuluan
Salah satu sasaran pembangunan adalah pemerataan hasil-hasil pembangunan. Apakah sasaran itu sudah menjadi sebuah target dari pelayanan publik?. Lebih khusus jika ingin memahami pelayanan public pada wilayah dimana relatif sulit untuk diakses, baik karena kondisi geografisnya, maupun ketertinggalan dari kemasjuan sosial ekonomi masyarakatnya. Jika kita jeli melihat, bahwa masih banyak diantara daerah yang masih masuk kategori tertinggal, Terpencil, dan Perbatasan. Daerah dimana penyumbang utama buruknya indikator kemajuan sosial ekonomi.

Penulis pertama adalah Gurubesar Ekonomi Sumberdaya Manusia Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Ketua Koalisi Kependudukan Sumatra Barat, Sekretaris Majelis Riset DPT-Dikti, dan Staf Pengajar MM STIE Haji Agus Salim, Bukittinggi, Indonesia. Sementara Penulis kedua adalah Mahasiswa Program S-3 Fakultas Ekonomi, Unand. Makalah ini merupakan pendapat pribadi penulis, bukan merupakan pendapat dari organisasi atau kelembagaan dimana penulis mengabdikan diri. Segala kekurangan merupakan tanggungjawab. Korespondensi dapat ditujukan ke elfindrifeua@yahoo.com.au

Tulisan ini berupaya mencoba kembali mempelajari bagaimana kondisi daerah Tertinggal, Terpencil dan Perbatasan (Gaciltas). Oleh karenanya akan dimulai dulu dengan definisi, dilanjutkan dengan kenyataan di Sumatra Barat. Sub bab berikutnya mencoba melihat problem apa saja yang berkaitan dengan daerah Gaciltas. Dan terakhir dikemukakan berbagai pelajaran yang berharga lesson learnt, bagaimana kebijakan kependudukan daerah gaciltas , dan diakhiri dengan implikasi hasil analisis untuk masa depan pembangunan daerah gaciltas.

Definisi
Gaciltas merupakan kependekan dari kondisi daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan. Istilah ini pun tidak lazim dalam kamus bahasa Indonesia. Namun memudahkan kita untuk melihat dan mengingat bahwa daerah ini memiliki rahasia tersendiri. Masyarakat di dalamnya memerlukan keberadaan pemerintah dalam memberikan pelayanan agar mereka dapat berfungsi sebagai warganegara, dan tentunya mereka juga memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya. Definisi daerah tertinggal juga tidak jelas selama ini secara keilmuan. Seberapa tertinggal dan apa indikatornya masih sumir bagi kita. Demikian terpencil adalah daerah yang dihuni oleh masyarakat, dan tidak mudah bagi pelayanan publik untuk mencapainya. Jika dilihat definisinya, daerah dimana untuk mencapainya perlu menggunakan jalan kaki, perahu (motor), pesawat, atau kuda beban sekalipun, entah berapa lama untuk mencapainya. Tabel 1: Definisi Desa Gaciltas Klasifikasi Desa Nelayan Definisi Desa yang berlokasi di sepanjang pesisir, ditandai dengan maksimum 2 km dari batas garis pantai Desa yang tidak dialiri listrik dan memiliki penduduk miskin minimum 25% Desa yang hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua, dan berjarak minimum 10 km dari pusat kecamatan dan atau 5 km dengan jalan kaki. Desa yang berlokasi berbatasan administrative dengan kecamatan/propinsi/Negara lain Indikator Pengukuran % Rumah tangga yang tinggal di daerah pesisir % penduduk miskin dan % desa tidak ada aliran listrik % desa yang tidak dilalui kendaraan roda 4 % desa jarak ke kecamatan lebih 10 km % desa yang berbatasan langsung dengan kabupaten/propinsi/Negara lain

Desa Tertinggal Desa Terpencil

Desa Perbatasan

Kembali definisi itu juga belum ada kesepakatan selama ini. Sementara daerah perbatasan, selama ini konotasinya adalah daerah yang berbatasan dengan negara tetangga terdekat. Sebenarnya daerah perbatasan menjadi menarik sebagai akibat perbedaan administrative, misalnya perbatasan kabupaten dengan kabupaten, perbatasan propinsi dengan propinsi lain, negara dengan negara. Bisa juga perbedaan bahasa, budaya, dan kemajuan sosial ekonomi yang dicapai. Oleh karenanya ke depan definsi daerah Gaciltas dapat dirumuskan, jika pemerintah ingin melakukan revitalisasi tentang keberadaan desa-desa yang ada seperti yang ditampilkan pada Tabel 1 di bawah ini. Dalam Tabel 1 diperlihatkan 4 jenis klasifikasi desa dimana nantinya akan diperoleh rumah tangga yang tinggal di daerah Gaciltas. Ke empat desa tersebut adalah desa nelayan, desa terpencil, desa tertinggal, dan desa perbatasan. Masing ,masing klasifikasi diharapkan dapat merepresentasikan kondisi yang dapat dinyatakan sebagai Gaciltas.

Sumatra Barat dan Gaciltas


Secara umum karakteristik ekonomi, sosial dan berbagai indikator hasil pembangunan cukup menarik untuk dipahami. Pertama adalah wilayah Sumatra Barat hanyalah sekitar 2,2% dari total wilayah Indonesia, selain memiliki daratan utama, juga memiliki sekitar 391 buah pulau pulau kecil. Pulau-pulau kecil yang kebanyakan ada pada Kabupaten Mentawai. Bahkan sekitar 14% desa desa yang ada merupakan desa pesisir, dan sekitar 22% dari desa yang dilaporkan masuk kategori Gaciltas. Sangat sulit untuk menghitung jumlah dan karakteristik penduduk di daerah Gaciltas, mengingat tidak tersedia tabulasi khusus kondisi demografi daerah Gaciltas ini 2.

Tabel 2 Sumatra Barat dalam Posisi Secara Nasional Indikator a/ Luas Daratan Jumlah Pulau Banyak Desa Desa Pesisir Desa Gaciltas Penduduk ( 000) Growth Rumah tangga (000) Jumlah penduduk miskin 000 IPM 2009 Gini Ratio 2010 Jumlah sepeda motor (000) 2009
2

Indonesia 1.910.931,32 17504 78138 10664 237.641,3 1,49% 59.118,9 30.018,9 (12,5%) 71,7 0,38 52433,1

Sumatra Barat 42.012,9 391 1032 102 (11,0) 227 (22,0) 4.846,9 1,34% 1.172,0 442,08 (9,04%) 73,4 0,33 1022,5

Data Potensi Desa dapat dijadikan sebagai basis mengklasifikasikan Desa Gaciltas. Merujuk kepada definisi di atas, sebenarnya BPS dapat membedakan statistik kependudukan menurut dua klaisifikasi, Gaciltas dan biasa, Dengan demikian akan kaya informasi bagaimana kemajuan dan ketertinggalan posisi masyarakat Gaciltas dibandingkan dengan daerah biasa.

% Gizi Buruk dan Sedang b/ 17,9% % Kekurangan Kalori b/ 40,7% % Kekurangan protein b/ 37% Sumber: BPS (2011) Statistik Indonesia, Jakarta.

17,2% 31,0% 28,5%

Jumlah penduduk miskin diperkirakan masih tersisa sekitar 9%, dengan pemenuhan gizi relatif masih jauh dari yang diharapkan. Angka kurang gizi terakhir ditemukan sebesar 17,1%, baik yang buruk, maupun yang kurang. Sementara indikator yang menarik dari sisi transportasi, kepemilikan sepeda motor memperlihatkan kemajuan, dimana sekitar 100 rumah tangga, sekitar 86 diantaranya memiliki sepeda motor, suatu prestasi yang menyebabkan daerah Gaciltas sebenarnya sudah semakin dapat dijangkau oleh penduduk.

Tabel 3: Jumlah Desa Gaciltas di Sumatra Barat 2011 Kabupaten/kota 1. Agam 2. Pasaman 3. Limapuluh kota 4. Solok 5. Padang Pariaman 6. Pesisir Selatan 7. Tanah Datar 8. Sijunjung 9. Kota Padang 10.Mentawai 11.Kota Pariaman 12.Pasaman Barat 13.Solok Selatan 14.Darmasaraya Total Total desa % Desa Tertinggal/terpencil Terpencil 20 6 14 24 23 11 2 29 17 Perbatas an 3 5 Nelaya total n 2 22 9 21 24 14 37 32 43 2 29 8 25 43 12 12 2 3 4 4 8 74 227 102 1032 61,6 22,0

1 4 3 153 930 15,8 1 10

Sumber: Ditabulasi lagi dari laporan SKPD, propinsi Sumatra Barat tahun 2011.

Di Sumatra Barat sekitar sebanyak 227 buah desa (22% dari seluruh desa yang ada) yang teridentifikasi desa tertinggal dari sebanyak 1032 desa yang ada. Menurut perhitungan kami bahwa desa pesisir pada umumnya layak dinayatakan sebagai desa tertinggal, sekalipun desa ini tidak masuk sebagai daerah terpencil. Sementara desa tertinggal dan terpencil adalah diperkirakan sebanyak 15,8% desa, atau sebanyak 153 desa dari 930 desa yang ada di Sumatra Barat, di luar desa pesisir 3.

Dari jumlah desa masuk kategori itu, berarti kita bisa menelusuri berapa buah Sekolah Dasar kondisinya saat sekarang, berapa banyak Bidan yang diperlukan, berapa banyak pos desa yang tidak aktif, dan berapa banyak ibu ibu yang akan melahirkan yang tidak akses pada pelayanan kesehatan moderen.

Secara geografis, maka daerah Gaciltas dapat kita katakan desa pesisir, desa berada di pinggiran atau dalam hutan, desa yang berada pada perkebunan, dan daerah-daerah dimana untuk mencapainya memerlukan waktu yang lama. Dalam statistik daerah, maka sebanyak 10.664 buah desa yang masuk kategori pesisir, atau 14,1% dari total desa keseluruhan. Tidak tersedia jumlah data kategori desa Gaciltas. Apa yang menarik di Gaciltas?, daerah-daerah tersebut adalah terlanjur dihuni oleh masyarakat dengan kemajuan yang masih relative terbatas tentunya, baik dari angka melek huruf, angka harapan hidup, angka kematian bayi, daya beli dan akses pada infrastruktur. Banyak ide, sekiranya desa-desa itu sangat terpencil, maka sebaiknya ditutup dan dipindahkan masyarakatnya, yang dekat dengan akses infrastruktur. Pada desa Gaciltas membangun infrastruktur jalan dihadapkan kepada skala ekonomis. Demikian juga membangun infrastruktur pendidikan, juga memerlukan biaya dan tenaga pendidik, yang belum tentu efektif disediakan. Demikian juga penyediaan tenaga dan fasilitas kesehatan dan keluarga berencana, daerah Gaciltas selalu tidak mudah, dan tentunya menuai banyak persoalan. Sekiranya pembaca berjalan dan melintasi daerah perbatasan, maka biasanya masyarakat yang tinggal di daerah itu pendidikannya rendah. Pemandangannya sama saja kalau melewati perbatasan antar propinsi. Mungkin di daerah Jawa tidak begitu bermasalah karena jangkauan infrastruktur yang sudah meluas, namun kalau kita saksikan kondisi daerah perbatasan di daerah luar jawa, khususnya di daerah Indonesia Bagian Timur, maka kondisi masyarakatnya banyak yang sangat memprihatinkan. Demikian kalau dilihat lebih dekat perbatasan antar negara, maka isu yang mengemuka bukan saja pada pembangunan ekonomi, namun pembangunan sosial dan pertahanan menjadi sangat relevan.

Pendekatan Pembangunan Gaciltas


Bagaimanakah pilihan pembangunan pada daerah terpencil?, dan prioritas apakah yang diambil untuk menyediakan fasilitas dan pelayanan publik?. Dalam konteks pertanyaan pertama, maka dua pilihan yang eksterim dapat kita lihat. Pertama adalah dengan membiarkan eksistensi desa-desa Gaciltas ada. Kedua adalah dilakukan relokasi desa gaciltas ke daerah yang relatif sudah tersedia dan mudah aksesnya ke infrastruktur yang tersedia. Pilihan pertama jelas menimbulkan pertanyaan sampai seberapa sanggup pemerintah menyediakan fasilitas publik seperti penyediaan sarana pendidikan, darana kesehatan, pembangunan jalan dan jembatan, termasuk penyediaan listrik dan air minum. Bagaimanapun, pelayanan infrastruktur pada daeah Gaciltas adalah sesuatu yang sangat mahal dan kalaupun dilakukan secara bertahap memakan waktu yang cukup lama. Berbagai persoalan terhadap penyediaan pelayanan dan opsi penyediaan fasilitas publik dilakukan secara intensif oleh pemerintah selama ini. Mulai dengan program Inpres Desa Tertinggal (IDT) semenjak pertengahan tahun 1970 an, maupun skim-skim program lainnya yang berkembang, seperti pembangunan irigasi, proyek sanitasi dan air bersih, rural road program, dan Proyek Nasional Pemberdayaan Nasional (PNPM). Berbagai skim program tersebut tentunya menuai banyak kotroversi, karena keefektifannya dipertanyakan.

Opsi kedua dengan melakukan relokasi tempat tinggal, resettlement program, adalah salah satu opsi. Program pemindahan desa Bedhol desa sering dikatakan sebagai solusi lain. Baik direncanakan melalui swadaya masyarakat secara spontan, mapun dengan rencana pemindahan melalui proyek transmigrasi. Proyek transmigrasi pada prinsipnya terhenti karena juga mengalami berbagai persoalan. Diantaranya adalah kesulitan dalam menyediakan pendanaan, serta keberlanjutannya. Bahkan hasil evaluasi daerah transmigrasi juga sampai pada kesimpulan secara inconclusive, dalam arti sebagian besar daerah transmigrasi mengalami kemajuan pesat, namun tidak sedikit pula daerah transmigrasi baru yang dibuat pada generasi ke dua mengalami persoalan. Indonesia itu luas. Pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan setiap tahun mesti lebih banyak menyentuh daerah di luar Gaciltas. Pembangunan jalan tol, jembatan atau jalan raya, biasanya bukan menyentuh daerah Gaciltas. Kondisi ini diduga dapat memicu percepatan proses urbanisasi. Pengangkatan guru berkedok daerah terpencil, namun tidak lebih dari beberapa tahun saja guru tidak betah untuk tinggal dan mengabdi di daerah Gaciltas. Demikian juga sekiranya kebutuhan bidan desa sangatlah besar, maka kebutuhan itu segera dipenuhi oleh pemerintah, bahwa daerah Gaciltas memiliki tenaga kesehatan. Namun dalam kenyataannya, daerah Gaciltas lebih banyak kekurangan aktifitas pelayanan publik, kalaupun ada, namun hal itu tidaklah sebanyak pelayanan yang diterima oleh masyarakat di daerah yang normal. Sekiranya pada tahun 2012 ini angka kemiskinan di desa adalah sekitar 16 per sen, atau sekitar 19 juta penduduk, maka berkemungkinan besar angka kemiskinan itu dua per tiga disumbangkan oleh penduduk Gaciltas. Penduduk Gaciltas tidak akan ada akses air pipa (bersih), mereka juga sangat terbatas akses lampu listrik, dan kemudian terbatas juga menggunakan televisi, kecuali bagi yang berinisiatif menggunakan baterai. Angka-angka pengurangan kemiskinan akhir-akhir ini sudah semakin sulit untuk diturunkan. Anomali kemiskinan melihat kenyataan dimana semakin banyak anggaran semakin tidak banyak berkurangnya penduduk miskin. Demikian juga kenyataan dimana selama 5 tahun terakhir, sangat sulit bagi negara untuk memperbaiki indeks pembangunan manusia (IPM). Dari perhitungan penulis kisaran 5 tahun terakhir, maka perbaikan IPM per tahun hanyamenaik pada kisaran 0,08 point. Lantas kalau kita proyeksikan dengan pertumbuhan ekonomi 6-6,5 % per tahun, dan intensitas kebijakan pembangunan manusia dan kemiskinan dilakukan, maka sangatlah lama indikator makro pembangunan manusia dan kemiskinan itu membaik. Pertanyaannya adalah apakah dengan cara dan strategi pembangunan yang ada selama ini akan dapat mewujudkan suatu pembangunan yang mampu menetes ke bawah tricle down effect. Jawabannya adalah jelas tidak, mengingat begitu lama proses pemerataan pembangunan dan hasil hasilnya dinikmati oleh masyarakat. Apa yang dicita citakan semenjakpemerintahan Orde Baru bahwa pembangunan yang semakin merata justru memperlihatkan tendensi sebaliknya. Data 3 tahun terakhir misalnya menunjukkan tendensi angka Gini Ratio berkisar fluktuasi 0,36 (semakin menuju nilai 1 semakin timpang, dan begitu sebaliknya) dan terakhir ketimpangan semakin memburuk menjadi 0,37. Kenyataan demikian juga terjadi di kebanyakan data yang menampilkan ketimpangan antar propinsi. Seharusnya indeks gini sebesar 0,35 termasuk ketimpangan tinggi. Seharusnya diperbaiki menuju ke arah yang semakin mendekati 0,20 atau lebih rendah.

Atau program pembangunan yang selama ini pendekatannya yang salah, namun memang belum menyentuh daerah-daerah Gaciltas. Sudahlah, mari kita lihat dan fikirkan bersama terobosan apa yang perlu kita lakukan untuk mengatasi daerah daerah Gaciltas ini. Jika fokus diberikan kepada daerah Gaciltas, maka dapat diyakini akan banyak persoalan yang tertangani. Diantaranya adalah pelayanan publik. Perbaikan aspek-aspek yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat. Demikian juga perlu pula menembangkan bentuk pelayanan yang khas, yang akan didiskusikan pada bagian berikut.

Masa Depan Pelayanan Publik Gaciltas


Masa depan daerah Gaciltas mesti menjadi perhatian penting bagi negara, mulai dari pusat, propinsi sampai kabupaten. Karena Gaciltas adalah merupakan suatu daerah yang dihuni oleh penduduk yang mengaku sebagai warga negara Indonesia . Masyarakat Gaciltas tidak akan banyak tuntutan, mereka tidak akan terpengaruh kebijakan moneter, atau kebijakan fiskal. Perubahan harga minyak sekalipun tidak mereka hiraukan. Apakah yang perlu dilakukan untuk membangun daerah Gaciltas? PARADIGMA PEMBANGUNAN Pertama adalah perlu disadari bahwa tidak semua aspek yang dapat dibangun sekaligus, lebih lagi mengingat anggaran pembangunan dibagi habis, dalam kerangka efisiensi dan ketepatannya yang semakin lama mendapatkan sorotan. Oleh karenanya dari berbagai aspek yang perlu dibangun, aspek pembangunan SDM (Pendidikan, kesehatan dan kependudukan) adalah merupakan prioritas lebih dibandingkan dengan pembangunan ekonomi dan pembangunan infrastruktur. Dalam kaitan ini negara mulai dari pusat, propinsi dan daerah mesti menyusun strategi khusus dalam pembangunan daerah ini. Perlakuan pembangunan yang selama ini diterapkan pada kondisi daerah yang relative tidak masuk kategori Gaciltas diperkirakan tidak tepat. Selama ini, Kementrian daerah tertinggal belum menghasilkan strategi khusus bagaimana menangani masalah-masalah pembangunan daerah ini. Demikian juga program pembangunan yang direncanakan Gubernur serta Bupati. Dokumen khusus untuk ini akan melahirkan program khusus. Diperkirakan secara geografis, daerah-daerah yang memerlukan pembangunan yang khas adalah seperti daerah pesisir, daerah tepian atau dalam hutan. Statistik terhadap daerah ini memerlukan tampilan khusus, sehingga dapat ditemukenali bagaimana keadaan sesungguhnya aspek sosial ekonomi dan infrastruktur daerah Gaciltas. Khusus untuk BKKBN, diperlukan strategi dan penanganan khusus untuk menjangkau aksesptor baru. Dan prioritas untuk penanganan daerah Gaciltas akan dapat memberikan manfaat terhadap pemerataan hasil-hasil pembangunan.

FOKUS PELAYANAN PUBLIK DI DAERAH GACILTAS

Kedua, mengingat pilihan dan strategi pembangunan Gaciltas relative lebih fokus kepada pembangunan sumberdaya manusia, maka dua aspek ikutannya adalah membangun akses pendidikan yang berkualitas, serta aspek pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Untuk bidang Pendidikan, maka penanganan pendidikan di daerah Gaciltas cendrung menyediakan pendidikan pada desa Gaciltas, menyediakan tenaga pendidik, dan menggabungkan fasilitas PAUD, SD dan SMP satu atap. Untuk penggabungan SMP dengan SD mungkin tidak tepat lagi, mengingat pelayanan pada pendidikan level daerah Gaciltas mungkin tidak efisien dan efektif lagi. Oleh karenanya ada dua hal yang dapat diprioritaskan, selain menjamin agar seluruh anak anak usia sekolah dasar akses pada pendidikan. Dalam kaitan ini penyediaan besiswa adalah salah satu yang tidak bisa dielakkan. Peningkatan akses Pendidikan bermutu dapat dilakukan melalui pendekatan mobilitas anak kelas 6 ke daerah kecamatan. Pada kelompok anak kelas 6 ini, sebaiknya tidak dilakukan di desa gaciltas, kenapa?. Karena kemungkinan besar mereka tidak akan mudah untuk lulus ujian negara, sekalipun tersedia paket A. Memobilisasi anak anak kelas 6 pada sekolah kecamatan adalah salah satu langkah yang mungkin memperbaiki akses pendidikan relative baik, dengan asumsi pendidikan di kecamatan relatif baik. Teknis pelaksanaan kemudian dapat meniru system pendidikan berasrama (boarding) khusus, dan dengan menyiapkan pelayanan guru-guru yang juga semakin baik dan bermutu (Lihat Kotak 1).

Kotak 1. Selamatkan Anak Kelas 6


Bulan yang lalu tulisan tentang lambannya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sudah dimuat pada harian ini. Salah satu rekomendasi yang disampaikan adalah mengatasi akses anak anak usia sekolah pada desa desa terpencil. Rekomendasi itu akan dilanjutkan jabarannya pada tulisan ini. Kita memahami bahwa salah satu indikator yang dapat mempercepat peningkatan indeks pembangunan manusia adalah dengan memperpanjang masa (tahun) pendidikan yang ditamatkan oleh setiap warganegara tidak terkecuali dimana dia berada. Oleh karenanya, di Indonesia salah satu sasaran dari pendidikan adalah meningkatkan akses wajib belajar, bahkan peningkatan akses itu dari pendidikan usia dasar (SD dan SMP), equivalen dengan usia 15 tahun, diperpanjang lagi dengan target pemerataan pendidikan sampai tamat SMA atau sederajat. Pastikan akses Pendidikan dasar selesai, dan kemudian rencanakan agar akses ke jenjang pendidikan menengah juga tercapai. Dalam sejarah pembangunan Pendidikan, Korea Selatan dan Jepang sudah menyelesaikan akses Pendidikan SLTA 75 tahun yang lalu. Target untuk pencapaian akses pendidikan usia 7-15 tahun adalah relative sulit dan tidak mudah, khususnya pada anak anak yang tidanggal di daerah pinggiran hutan, perkebunan, daerah pantai, dan keluarga miskin perkotaan. Bahkan salah satu televisi swasta Nasional Trans 7, pernah mengungkap di sebuah desa Curug, Kabupaten Pandeglang Jawa Barat,

masih ditemukan angka buta huruf penduduk dewasa yang tinggi, saat bersamaan angka buta huruf anak anak seusia tamat sekolah dasar juga masih tinggi. Masih banyak daerah-daerah yang masuk kategori jauh akses dari kecamatan, bahkan terpencil dengan jarak tempuh jalan kaki sampai berjam jam dan berhari hari. Penulis pernah menemukan 3 desa sekaliber ini, dengan jarak tempuh dengan jalan kaki dan kuda beban, misalnya di desa Batang Kundur, Sunangon, Bandar Padang di Kabupaten Pasaman misalnya akan mirip dengan kondisi seperti di desa Curug. Masih ribuan desa seperti ini masih ada di Indonesia. Jika ingin mengatasi akses pendidikan untuk usia setaraf pendidikan dasar dan sekolah menengah pertama, maka daerah yang relative sulit ini sebaiknya dijadikan fokus penanganan. Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota sebaiknya memastikan berapa anak-anak sekolah yang masuk kategori resiko kegagalan tinggi dalam belajar. Temuan seperti desa Curug, dan Batang Kundur atau beberapa desa seperti di Pasaman, Darmasraya, Solok Selatan, Pesisir Selatan, dan tentunya kabupaten lainnya seantero negeri ini adalah contoh tidak berjalannya mekanisme pemerintah government failure, sekalipun tahun 2012 ini yang namanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) akan mengkover 100% terselenggaranya proses Pendidikan SD dan SMP. Pemerintah mesti melihat realitas bahwa ketika sampai ke lapangan, masih banyak lokasi sekolah dasar khususnya, yang memiliki angka kelangsungan anak anak untuk bertahan di sekolah relative rendah. Demikian juga untuk level SMP. Hiruk pikuk sekolah internasional, sekolah standar bagus, dan lainnya tidak teriringi oleh sekolah kecil yang masih banyak beroperasi selama ini di negeri ini. Kebijakan membuat sekolah satu atap mungkin perlu diulang evaluasinya dan desainnya apakah sudah benar. Sekolah kecil yang terpencil sangat beresiko anak anak putus sekolah, persoalan penempatan guru yang sangat gagal, karena pengangkatan guru yang belum benar dan penuh kolusi, diperlukan pula persiapan guru guru agar pendidikan daerah terpencil bisa berjalan sebagaimana berjalannya Pendidikan di daerah perkotaan maju. Program Indonesia Mengajar yang digagas oleh Anis Baswedan, kelihatannya adalah salah satu terobosan. Para alumni S-1 dibekali dengan Pendidikan singkat cara mengajar, kemudian mereka dikirim secara bergiliran ke desa desa yang selama ini kekurangan guru. Model itu bisa direplikasi oleh pemerintah daerah, mengingat hampir seluruh daerah memiliki universitas. Terobosan berikutnya kalau kita menyediakan pendidikan dari sisi penawaran (supply side), dimana Pendidikan disediakan menuju ke pengguna, maka masih tersisa persoalan kelangsungannya. Kelangsungan penempatan Guru terbatas, mutu juga tidak mudah ditingkatkan karena

daerah-daerah terpencil masih belum akses penerangan listrik, televisi, dan berbagai bahan ajar. Oleh karenanya peluang yang memungkinkan adalah dengan memobilisasi anak kelas 6 untuk belajar di pusat kecamatan. Selama itu mereka akan bergabung dengan saudaranya, bisa dalam bentuk titipan belajar, disertai tempat tinggal kalau mungkin seperti sekolah boarding khusus, dengan menggunakan sarana public yang ada seeprti sarana peribadatan, serta rumah masyarakat dengan system orang tua asuh, dan saat bersamaan kebutuhan dana untuk ini disediakan secara bersama tidak saja oleh pemerintah daerah, namun juga melalui beasiswa orang tua asuh yang diinisiasi oleh organisasi perantau. Ketika anak anak pada desa terpencil kita mobilisasi ke kecamatan dalam proses belajar mengajar, maka kemungkinan akan memudahkan mereka untuk menyelesaikan ujian akhir. Jika tidak sanggup menyelesaikan, skim Paket A juga mudah untuk diberikan kepada anak anak itu. Selain dari kemungkinan anak anak akan memperoleh rangsangan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah. Bahkan cara seperti ini bisa juga dilanjutkan dengan memberikan kesempatan anak anak terbaik untuk jenjang kelas menengah dikirim untuk melanjutkan pendidikan kepada mutu sekolah yang lebih baik. Hanya dengan cara seperti ini, akses untuk pendidikan dasar dan menegah akan memberikan kontribusi dalam perpanjangan usia rata rata pendidikan masyarakat. Dalam kaitan ini, peranan Camat, Kandep Kecamatan, beserta lurah/wali nagari akan semakin terasa dalam mensukseskan pencapaian akses pendidikan untuk masa depan negeri ini. Semoga bermanfaat.

Sementara bidang kesehatan dan keluarga berencana adalah menggunakan pendekatan apa yang diadopsi oleh RRC dengan model pelayanan bearfoot program. Program dimana subsidi diberikan untuk menjamin agar tenaga pelayanan kesehatan, khususnya bidan desa, mengunjugi daerah Gaciltas dengan intensitas kunjungan yang pasti dan berkelanjutan. Jika program sebelumnya adalah menempatkan bidan di desa terpencil, maka model demikian tidaklah akan jalan. Oleh karenanya pos pelayanan kesehatan untuk daerah Gaciltas sebaiknya dengan system mobilitas bergiliran antar daerah. Subsidi khusus untuk mereka yang bekerja pada daerah ini jauh lebih efektif dibandingkan dengan program penempatan, yang kelangsungan mereka untuk hidup di desa gaciltas yang rendah tentunya. Sementara untuk keluarga berencana sudah saatnya kita menganut rezim small family size, dimana PUS sebaiknya memperoleh pelayanan kontraseptif mantap. Kontraseptif, dimana tingkat kegagalannya adalah rendah, namun dia dapat disediakan dengan rentang waktu tertentu. Sukses implementasi pemasangan Implan untuk kepulauan Mentawai salah satunya karena adanya kerjasama lintas sektoral yang dilakukan oleh BKKBN Propinsi, dengan ABRI, Dinas Kesehatan dan pemerintah daerah setempat. (Lihat Kotak 2)

PELAYANAN KEPENDUDUKAN KHUSUS GACILTAS Ketiga, jika pembangunan SDM disepakati sebagai sebuah pemodelan pembangunan daerah Gaciltas, maka proses demikian dapat dilakukan dengan program lintas sektoral. Dalam kaitan ini, seharusnya pemerintah daerah, melalui dinas kesehatan, pendidikan dan keluarga berencana, bekerjasama dengan department pertahanan (angkatan darat, laut dan udara) untuk mensukseskan program seperti ini. Kenapa?, department pertahanan memiliki cabang dan tenaga sampai ke desa-desa, seperti babinsa dan bentuk pelayanan keamanan sejenisnya. Dalam kaitan ini selain dari gagasan lintas sektoral, maka pemerintah propinsi dan kabupaten perlu pula meningkatkan kapasitas tenaga pemerintah daerah, mulai dari peningkatan kapasitas Camat dan Wali Nagari/kepala desa, atas prinsip- prinsip utama dan pendekatan pembangunan. Dalam kaitan dengan ini, peningkatan kapasitas tenaga akan menyebabkan lebih mudahnya dalam mengambil langkah bersama.

Kotak 2. BKKBN RANGKUL ABRI SUKSESKAN PEMASANGAN IMPLAN 1070 AKSEPTOR DI MENTAWAI Tahun 2011, adalah tahun yang cukup bersejarah dilakukan oleh BKKBN. Kenapa?, karena pada tahun yang sama mampu memasuki daerah Kepulauan Mentawai, dalam memberikan pelayanan kepada PUS aktif. Dimana selama 2 minggu, secara non-stop mampu memberikan pelayanan pemasangan Implan kepada sebanyak 1070 wanita. Mentawai, adalah kepulauan yang tidak mudah untuk dikunjungi. Kalau sekedar ibu kota kecamatan, dari kecamatan yang ada relatif mudah, walaupun memakan waktu sekitar 8 jam perjalanan dari Padang. Namun untuk menjangkau desa-desa yang ada, memerlukan waktu tempuh lama. Sangat tergantung pada musim dan cuaca. Oleh karenanya, diperlukan strategi khusus. BKKBN dengan cara bekerjasama dan fokus memberikan pelayanan pemasangan Implan pada PUS seluruh desa yang ada dilakukan. Merangkul ABRI, khsusnya dengan jajarannya di lapangan, sangat membantu. Kenapa, karena ABRI tersedia sampai ke pelosok pelosok, dan mereka sudah terlatih dengan medan yang berat. Memang biaya mahal untuk menyjangkau ini, namun ketika dilakukan fokus, dan komitmen bersama, maka hasilnya tidak kecil. Oleh karena model kerjasama kelembagaan ini ke depan sangat membantu dalam merelaisasikan pelayanan publik untuk daerah Gaciltas, dimana Kepulauan Mentawai sebagai salah satu ujicoba yang dianggap cukup berhasil.

LIBATKAN PERGURUAN TINGGI SETEMPAT

Terakhir, program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang selama ini sudah menyentuh daerah Gaciltas, sebaiknya dilakukan revitalisasi dan pendekatan kembali terhadap program-program prioritas. Bayangkan saja tidak kruang dari 3.000 buah PTS dan 90 PTN tersedia, dimana jutaan mahasiswa setiap tahun melalui masa dimana KKN adalah bagian dari tugas akhir. Program ini dapat pula diintegrasikan dengan program percepatan pembangunan Gaciltas. Semoga pemikiran ini memperoleh redha dari Nya.

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa daerah Gaciltas sebaiknya segera disediakan data kependudukannya, agar lebih mudah menemukenali apa masalah utama dan bagaimana penjelasan karakteristiknya. Dengan memahami hal itu, maka diperkirakan diperlukan terobosan khusus yang dilakukan oleh pemerintah, baik pada skala nasional, propinsi, maupun Kabupaten. Khusus untuk aspek kependudukan, maka penanganan daerah Gaciltas mesti mendapatkan prioritas utama. Khsusunya dalam kampanye keluarga dan pelayanan kesehatan. Sudah saatnya darah daerah melakukan sensus pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk pelayanan kontrasepsi. Upaya dengan merangkul ABRI dan lintas sektoral akan dapat bermanfaat untuk menjangkau lebih banyak lagi target-target PUS. Dalam kaitan ini, jika hal ini dapat dilakukan mulai tahun anggaran ini, maka diperkirakan, akan bermanfaat dalam pemenuhan hak pelayanan, pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana. Master plan daerah Gaciltas sudah sangat segera untuk diselesaikan, dan berbeda dengan daerah lainnya.

Anda mungkin juga menyukai